Anda di halaman 1dari 10

TIGA CARA EXFOLIATIF SITOLOGI RONGGA MULUT UNTUK

MENEGAKKAN DIAGNOSA

TUGAS INDIVIDU

Disusun oleh:
Feby Amanda Br Sebayang
220600074

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ameta P, drg., M.Kes., MDSC., Sp.PMM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2023
TIGA CARA EXFOLIATIF SITOLOGI RONGGA MULUT DALAM
MENEGAKKAN DIAGNOSIS
(TIGA EXFOLIATIVE METHODS IN THE MOUTH CAVITY CYTOLOGY FOR
DIAGNOSIS)
Feby Amanda Br Sebayang
220600074
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Univesitas Sumatera Utara
Jl. Alumni No. 2, Medan
Email: febyamandaas@gmail.com

PENDAHULUAN
Kesehatan mulut merupakan salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan karena
dapat mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Berbagai masalah yang terjadi di rongga
mulut mayoritas disebabkan oleh banyaknya bakteri yang menempel pada berbagai bagian di
rongga mulut. Oleh karena itu, penting dilakukan pemeliharaan terhadap kesehatan rongga
mulut untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan mulut. Rongga mulut yang
berada dalam kondiai sehat ditandai dengan adanya keseimbangan ekologi yang dipengaruhi
oleh berbagai factor diantaranya, komponen seluler, humoral serta flora normal.Komponen
sitologi termasuk epitel mukosa,jaringan ikat, dan leukosit. Berbagai keadaan dapat
mempengaruhi keseimbangan dan komposisi dari flora normal rongga mulut. Apabila sistem
kekebalan tubuh seseorang sedang dalam kondisi yang kurang baik, bakteri yang normalnya
terdapat di rongga mulut dapat berubah menjadi bakteri pantogen yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi, dan apabila infeksi tersebut terjadi di rongga mulut maka dapat menyebar
dan menimbulkan penyakit sistemik1,2.
Rongga mulut dilapisi oleh mukosa yang terdiri atas epitel dan lamina propria, serta jaringan
ikat pada submukosa. Epitel terdiri atas sel basal, parabasal, intermediet dan superfisial, sel
epitel ini secara berkala mengalami proliferasi, maturasi dan eksfoliasi. Kelainan rongga
mulut akan diikuti dengan perubahan komposisi sitologi sel leukosit maupun sel epitel akibat
proses eksfoliasi ataupun migrasi sel. Komposisi selular ini dapat digunakan dalam penilaian
kesehatan rongga mulut, dengan menggunakan pemeriksaan sitologi. Salah satu cara yang
sering digunakan adalah pemeriksaan sitopatologi eksfoliatif1.
Sitopatologi eksfoliatif adalah cabang ilmu patologi yang mempelajari morfologi sel
terdeskuamasi baik yang normal maupun yang berubah karena proses patologis. Secara
fisiologis, sel-se terutama yang berasal dari jaringan labil terus menerus terdeskuamasi karena
jaringan tubuh akan terus menerus melakukan pembaharuan. Tingkat deskuamasi yang terjadi
tergantung pada jenis dan lokasi jaringan, fungsi, kapasitas metabolismenya, dan keadaan
patologis. Karena sifat sel yang seperti inilah sehingga dapat dilakukan sitopatologi
eksfoliatif. Sel – sel yang terdapat didalam tubuh dapat terdeskuamasi dengan dua cara, yaitu
secara alamiah dan secara buatan (biopsi permukaan/surface biopsy)3.
Sel yang terdeskuamasi secara fisiologis atau mengalami turnover akan memperlihatkan
gambaran normal dari penuaan dan memperlihatkan perubahan patologis jika terjadi
penyakit. Sampel dari sel yang terdeskuamasi secara fisiologis dapat ditemukan pada cairan
tubuh dan dikeluarkan melalui aspirasi, misalnya sel mesotelial pada efusi pleura yang
diambil dari cairan pleura, yang biasanya diambil sampelnya dengan metode pencucian
(wash). Sel epitel rongga mulut yang terdeskuamasi secara fisiologis pun dapat ditemukan di
permukaan gigi3,1.
Sitologi eksfoliatif adalah sebuah metode diagnostik yang digunakan untuk memeriksa sel-sel
yang terkelupas atau terlepas dari permukaan jaringan tubuh, seperti yang terjadi pada rongga
mulut. Dalam konteks sitologi rongga mulut, exfoliative cytology bertujuan untuk
mengidentifikasi perubahan seluler yang mungkin mengindikasikan kondisi patologis seperti
infeksi, peradangan, atau bahkan kanker. Metode ini biasanya digunakan untuk
mengidentifikasi perubahan seluler yang terkait dengan penyakit, termasuk yang berkaitan
dengan kanker. Studi eksoflotif sitologi rongga mulut melibatkan pengumpulan dan analisis
sampel sel-sel yang berasal dari permukaan dalam rongga mulut. Sampel ini dapat diperoleh
melalui berbagai metode, seperti penggosokan atau pengikisan lembut dari area-area tertentu
di dalam rongga mulut, seperti gusi, lidah, pipi, dan langit-langit mulut. Sampel selanjutnya
dianalisis di bawah mikroskop, yang memungkinkan identifikasi dan karakterisasi
mikroskopis dari sel-sel yang ada. Hasil analisis ini dapat memberikan informasi penting
tentang kesehatan mulut, termasuk adanya tanda-tanda peradangan, infeksi, atau bahkan
perubahan pra-kanker dan kanker5.
Penting untuk diingat bahwa hasil eksoflotif sitologi hanya merupakan salah satu elemen dari
diagnosis medis yang komprehensif. Hasil ini perlu dianalisis bersama dengan riwayat medis
pasien, temuan fisik, dan hasil tes lainnya untuk membuat keputusan yang tepat mengenai
perawatan dan pengelolaan kesehatan rongga mulut. Serta penting untuk menjalani sitologi
ekfoliatif dengan pengawasan ahli medis yang terlatih dalam teknik ini.

SITOLOGI EKSFOLIATIF
Sitologi eksfoliatif adalah suatu metode diagnostik medis yang melibatkan pengumpulan dan
pemeriksaan sel-sel terlepas atau terkelupas dari permukaan jaringan tubuh yang normal atau
terdapat kelainan. Metode ini dapat dilakukan karena karakteristik tubuh yaitu selalu
melakukan pembaharuan karena jaringan tubuh selalu berkembang. Jaringan lunak rongga
mulut seperti mukosa bukal, gingiva, labial, dan lidah dapat digunakan untuk melakukan
sitologi eksfoliatif. Metode ini umumnya digunakan untuk mendeteksi perubahan atau
kelainan seluler yang dapat mengindikasikan adanya penyakit atau kondisi tertentu, terutama
dalam bidang kedokteran patologi dan onkologi. Peran sitologi eksfoliatis dalam membantu
menegakkan diagnosa pemeriksaan secara umum yaitu membantu mendeteksi adanya sel
kanker, mendiagnosa penyakit menular, evaluasi gangguan respiratory, pemantaun
pengobatan, dan deteksi kelainan sel lainnya3.
Contoh paling umum dari sitologi eksfoliatif adalah Pap smear, yang digunakan untuk
mendeteksi perubahan sel-sel leher rahim yang mungkin menjadi tanda awal kanker leher
rahim. Selain itu, sitologi eksfoliatif juga bisa digunakan untuk mendiagnosis kondisi seperti
kanker payudara, kanker paru-paru, dan kanker kulit. Sitologi eksfoliatif juga memiliki peran
dalam mendeteksi adanya kelainan pada sel – sel di rongga mulut. Sehingga dapat dilakukan
pemeriksaan lanjut untuk mendeteksi penyakit yang mungkin terjadi di rongga mulut yang
umumnya adalah kanker dan infeksi1,3,7.
Cara kerja umum dari metode sitologi eksfoliatif yaitu yang pertama adalah pengambilan
sampel. Pengambilan sel dapat dilakukan pada permukaan jaringan atau organ yang ingin
dianalisis. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat khusus seperti spatula atau sikat
yang digunakan untuk mengambil sel-sel dari area yang spesifik. Metode ini tidak
memerlukan pembedahan atau biopsi yang invasif, sehingga umumnya dianggap sebagai
metode pemeriksaan yang lebih sederhana dan kurang menyakitkan. Selanjutnya adalah
dengan melakukan preparasi sampel. Sel-sel yang diambil kemudian diaplikasikan pada
objek glass (slide) atau diproses dalam laboratorium untuk menciptakan lembaran sel tipis.
Sel-sel ini akan mengandung seluruh spektrum seluler yang mungkin ada dalam jaringan atau
organ tersebut3.
Berikutnya adalah pewarnaan. Lembaran sel dapat diwarnai dengan pewarna khusus untuk
membedakan antara jenis sel dan memperjelas detail struktural. Pewarnaan ini membantu
dalam identifikasi sel abnormal atau perubahan dalam morfologi sel. Setelah dilakukan
pewarnaan selanjutnya adalah mikroskopi dan analisis. Lembaran sel yang telah diwarnai
akan diperiksa di bawah mikroskop oleh ahli patologi atau teknisi medis yang terlatih.
Mereka akan menganalisis morfologi, ukuran, bentuk, dan karakteristik lain dari sel-sel yang
diamati. Sel-sel yang tidak normal, berpotensi prakanker, atau kanker akan diidentifikasi.
Dan yang terakhir adalah melakukan diagnosis dan tidak lanjut. Berdasarkan analisis
mikroskopis, dokter atau ahli patologi akan membuat diagnosis. Jika ditemukan sel-sel yang
abnormal atau potensial, langkah-langkah tindak lanjut lebih lanjut dapat direkomendasikan,
seperti kolposkopi (pemeriksaan lebih mendalam leher rahim) atau biopsi3.
Dalam pemeriksaan sitologi eksfoliatif, berbagai zat kimia dapat mempengaruhu jumlah serta
morfologi sel epitel oral (hal ini dapat menunjukkan adanya masalah kesehatan). Faktor –
factor seperti bahan kimia, infeksi, trauma serta kekurangan vitamin A dapat mengganggu
proses keratinisasi sehingga menyebabkan variasi pada sel epitel oral dalam hal ukuran.
morfologi, dan jumlah epitel yang terdeskuamasi.Eksfoliasi yang dilakukan terhadap mukosa
bukal, dasar mulut, palatum molle, dan lidah, akan terlihat sel skuamosa normal dengan
ukuran beragam, berinti tunggal, dengan formasi tunggal sampai berjejer dan berdempetan.
Karena permukaan palatum normal terdiri dari lapisan ortokeratin, sel dengan inti yang
mengalami piknosis akan terlihat saat dieksfoliasi pada daerah palatum durum. Pewarnaan
rutin tidak dapat melihat perubahan hormonal yang mempengaruhi kondisi mukosa mulut7.
Prosedur sitologi eksfoliatif di dalam mulut memiliki banyak keuntungan diantaranya, non-
invasif tidak perlu dilakukan tindakan pembedahan, tidak menimbulkan rasa sakit, lebih
ekonomis serta waktu yang dibutuhkan lebih singkat, serta mengidentifikasi adanya
kemungkinan kambuh. Namun, sitologi eksfoliatif ini tentu saja memiliki kekurangan juga.
Diantaranya: ketidakmampuan untuk mendeteksi lesi dalam jaringan lebih dalam,
keterbatasan dalam mengidentifikasi tipe sel (kesulitan dalam membedakan antara lesi yang
bening dan yang ganas), tingkat kesalahan (dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga
kesalahah satu langkah dapat mengarah pada hasil yang salah), dan keterbatasan dalam
mendeteksi lesi di area yang sulit untuk diakses. Eksfoliasi sitologi pada rongga mulut
dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis sel-sel yang dikerok dari permukaan mukosa.
Metodenya antara lain dengan kerokan (scrap), sikatan (brush), dan usapan (swab), kumur –
kumur, dan imprint3.

Kerokan (Scrap)
Metode kerokan (scraping) adalah teknik yang digunakan dalam sitologi eksfoliatif untuk
mengumpulkan sel-sel yang terlepas dari permukaan jaringan atau organ yang sedang
diselidiki. Metode ini biasanya digunakan dalam pengambilan sampel dari permukaan dalam
tubuh manusia, seperti leher rahim, mulut, atau saluran pernapasan. Pengerokan atau
scraping dapat dilakukan secara tegas maupun halus, tergantung pada tempat yang akan
diambil sediaannya. Metode scrapping ini dilakukan dengan cara mengero mukosa oral
secara berulang – ulang searah sampai muncul kemerahan pada mukosa yang menunjukkan
bahwa lamina propria sudah terekspos3,6.
Alat yang dapat digunakan dalam metode ini dapat berupa kapas lidi atau cutton bud, langkah
– langkah penggunaannya sebagai berikut:
• Lesi dibersihkan dengan larutan normal saline
• Selanjutnya dengan kapas lidi / cutton bud steril, ambillah sedimen lesi dengan cara
berputar sebanyak 360° searah mulai dari ujung atas sampai ke bagian ujung bawah
object glass
• Pemindahan sedimen ke object glass harus rata, tipis dan tidak berulang-ulang.
• Selanjutnya preparat object glass siap untuk difiksasi.
• Kirim ke Laboratorium PA untuk pemeriksaan lebih lanjut

Gambar 1.1 Metode Scrapping Gambar 1.2 Metode Scrapping


2. Sikatan (brush)
Pengunaan teknik ini merupakan suatu teknik modern sitologi eksfoliasi rongga mulut yang
khusus didesain secara tersendiri dari bulu sikat berbentuk sirkuler. Dibandingkan dengan
metode sitologi eksfoliatif yang lain, penggunaan metode ini lebih memberikan akuransi yang
tinggi mencapai hamper 90 % karena dengan menggunakan teknik ini seluruh lapisan epitel
dapat terambil termasuk lapisan basal sel. Beberapa keuntungan dari pemeriksaan sitologi
sikatan antara lain mudah dikerjakan, lokasi pengambilan sampel lebih luas, lebih banyak sel-
sel epitel yang diperoleh, tanpa anestesi lokal, perdarahan sangat minimal, tidak atau sangat
sedikit menimbulkan rasa sakit, hasilnya relatif cepat dan lebih murah3,5.
Salah satu metode yang paling efektif untuk mendapatkan sel-sel mukosa oral adalah
penyikatan dengan cytobrush atau sikat gigi steril, yang harus direndam dalam cairan
chlorhexidine 0,2%. Prosedur ini juga dapat dilakukan secara berulang dengan cara yang
sama. Setelah selesai melakukan pengambilan sampel, sikat diapus pada benda kaca yang
sudah bersih dan ditandai dengan nomor pasien atau regio pengambilan sampel di rongga
mulut3.
Alat yang dapat digunakan dalam metode ini dapat berupa cytobrush atau sikat gigi steril,
langkah – langkah penggunaannya sebagai berikut:
• Lesi dibersihkan dengan Normal saline.
• Sedimen diambil dengan cara memberus secara berputar 360o dan dilakukan berulang
searah.
• Kemudian sedimen yang ada pada cytobrush diberuskan ke atas object glass secara
berputar mulai dari ujung kaca slide paling atas sampai ke ujung yang paling bawah.
• Selanjutnya dapat dilakukan fiksasi.
• Kirim ke Laboratorium PA untuk pemeriksaan lebih lanjut

Gambar 2.1 Metode Brushing pada pengambilan lesi di rongga mulut

Usapan (Swab)
Pada metode ini, alat yang dapat digunakan adalah berupa smear atau spatel yang
penggunaanya sebagai berikut3:
• Lesi dibersihkan dengan Normal Saline.
• Scrapping lesi dengan menggunakan spatula kayu atau cement spatle, selajutnya
dipindahkan ke object glass secara parallel dan digerakkan dengan cara mulai
menarik ujung atas spatula sampai ujung bawah object glass.
• Selanjutnya preparat tersebut siap untuk difiksasi.
• Kirim ke Laboratorium PA untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

Gambar 3.1 Metode Swab pada pengambilan sampel di lesi


Kumur – Kumur
Metode kumur – kumur ini dapat dilakukan pada daerah lesi yang banyak dan luas. Kumur –
kumur dapat dilakukan dengan cara6:
• Kumur-kumur dengan normal saline
• Air kumur-kumur tersebut di sentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 20 menit.
• Endapan yang dihasilkan kemudian ditransfer ke objek glass
• Selanjutnya lakukan fiksasi dengan alkohol 96 %
• Kirim ke Laboratorium PA untuk pemeriksaan lebih lanjut

Imprint
Metode ini biasanya dilakukan terhadap lesi yang letaknya ada di permukaan dan mudah
untuk dijangkau seperti ujung lidah dan mukosa bibir. Metode ini dapat dilakukan dengan
cara6:
• Lesi dibersihkan dengan larutan normal saline
• Objek glass yang telah diberikan nomor kode ditempelkan ke lesi yang ingin diambil.
Lesi yang diambil adalah lesi permukaan
• Setelah itu, objek glass dibiarkan sebentar sebelum difiksasi
• Fiksasi dengan alkohol 96%
• Kirim ke Laboratorium PA untuk pemeriksaan lebih lanjut

FIKSASI
Fiksasi adalah proses yang umumnya digunakan dalam berbagai konteks, termasuk dalam
kedokteran, ilmu biologi, dan teknik. Dalam kedokteran, fiksasi sering digunakan dalam
pemeriksaan histologi untuk menjaga struktur dan komposisi jaringan biologis agar tetap utuh
selama proses pewarnaan dan analisis mikroskopis. Prosedur fiksasi melibatkan langkah-
langkah tertentu yang perlu diikuti dengan hati-hati. Pertama, Setelah dilakukan pengambilan
sampel, spatel kayu atau sikat diapus pada objek glass yang sudah bersih dan sudah ditandai
terlebih dahulu dengan nomor pasien atau regio pengambilan sampel di rongga mulut. Objek
glass yang sudah diapus harus segera dimasukkan ke larutan fiksasi dan tidak boleh
dikeringkan untuk mencegah pembusukan spesimen, perubahan sel, dan kontaminasi.
Larutan fiksatif ini biasanya mengandung bahan kimia seperti formalin, glutaraldehida, atau
paraformaldehida, yang membantu mengawetkan struktur sel dan komponennya. Pada
pewarnaan untuk metode kali ini digunakan larutan alcohol 96 % untuk proses fiksasinya.
Setelah dimasukkan dalam larutan fiksatif, sampel harus dibiarkan cukup lama minimal 20-
30 menit agar fiksasi dapat bekerja dengan baik. Perendaman di larutan yang dilakukan
kurang dari 20 menit akan menyebabkan sampel mudah lepas dari objek glass. Waktu yang
diperlukan dapat bervariasi tergantung pada ukuran dan jenis sampel yang digunakan. Setelah
proses fiksasi selesai, sampel harus dicuci secara hati-hati untuk menghilangkan residu bahan
kimia fiksatif sebelum diproses lebih lanjut, seperti pemrosesan untuk potongan tipis atau
pewarnaan. Metode pewarnaan yang digunakan adalah metode Papanicolaou, ditutup dengan
entelan dan cover glass, dan langsung dapat dilihat secara mikroskopis1,3,7.

PEMBAHASAN
Ada lebih dari 700 bakteri yang ada di rongga mulut, sehingga kondisi rongga mulut harus
selalu dirawat dan dibersihkan. Apabila kondisi di rongga mulut yang tidak terawat, maka
besar kemungkinan akan terjadi masalah di rongga mulut seperti karies atau infeksi serta
kemungkinan terparahnya adalah tumor dan kanker rongga mulut. Tumot yang paling banyak
didapati pada rongga mulut ada;ah oral squamous cell cancer (OSCC) yang asalnya dari
mukosa mulut.OSCC ini ditandai dengan mekanisme proliferasi neoplastik yang
menghancurkan membrane basal subepitel onkogenik secara lokal. Tentu saja dapat
dilakukan tindak pencegahan untuk kanker ini bila didiagnosis secara tepat dan dini.Bagian
lesi ganas yang paling umum dimulut adalah: eritroplakia, leukoplakia displastik, fibrosis
submukosa mulut dan lichen planus . Tanda dan gejal yang paling umum muncul pada kanker
mulut yaitu muncul bercak putih dan merah pada mukosa mulut, sariawan yang belum
sembuh, pembengkakan mukosa mulut di sekitar lesi kanker serta terasa nyeri saat menelan.
menelan. Oleh karena itu, tenaga Kesehatan harus bisa memberikan perawatan yang
sebisanya tidak memberikan rasa sakit berlebih pada pasien. Salah satu metode yang dapat
dilakukan adalah dengan melakuakn sitopatologi eksfoliatif4,8.
Sitopatologi eksfoliatif adalah cabang ilmu patologi yang mempelajari morfologi sel
terdeskuamasi baik yang normal maupun yang berubah karena proses patologis. Secara
singkat, sitologi eksfoloatif ini merupakan metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya masalah di rongga mulut dengan cara invasive dan relatif lebih mudah. Sitologi
eksfoliatif ini dapat digunakan akrena sesuatu dengan karakter tubuh yang selalu melakukan
pembaharuan karena sel terdekuamasi secara terus menerus. Sel – sel yang terdapat didalam
tubuh dapat terdeskuamasi dengan dua cara, yaitu secara alamiah dan secara buatan (biopsi
permukaan/surface biopsy). Sel yang terdekuamasi secara fisiologis akan memperlihatkan
gambaran normal dan memperlihatkna perubahan patologis jika terjadi penyakit. Sampel dari
sel yang terdeskuamasi secara fisiologis dapat ditemukan pada cairan tubuh dan dikeluarkan
melalui aspirasi, misalnya sel epitel rongga mulut yang terdeskuamasi secara fisiologis pun
dapat ditemukan di permukaan gigi1,3.
Sitologi eksfoliatif adalah suatu metode diagnostik medis yang melibatkan pengumpulan dan
pemeriksaan sel-sel terlepas atau terkelupas dari permukaan jaringan tubuh yang normal atau
terdapat kelainan. Dalam pemeriksaan sitologi eksfoliatif, berbagai zat kimia dapat
mempengaruhu jumlah serta morfologi sel epitel oral (hal ini dapat menunjukkan adanya
masalah kesehatan). Sorotan sitopatologi eksfoliatif yang diambil dari mukosa mulut
berhubungan erat dengan desain morfologi epitel skuamosa. Mukosa mulut sesuai luas dan
desainnya dibagi menjadi penutup mukosa, mukosa pengunyahan, dan mukosa spesifik.
Mukosa pelapis terlihat seperti di bukal, labial internal, lipatan mukobukal, lidah ventral dan
di bawah lidah, dan indera perasa halus terbuat dari epitel skuamosa terpisah atau epitel
skuamosa tertentu tanpa keratin3.
Terdapat beberapa metode dalam sitologi eksfoliatif yaitu scrapping,brushing,swab,kumur-
kumur, dan imprint. Metode – metode ini tentu membutuhkan alat – alat seperti cutton bud,
kapas lidi, spatel kayu, alcohol 95%, object glass, pensil kaca, dll. Antiseptik oral seperti
povidone iodine solution atau chlorhexidine dapat disiapkan untuk sterilisasi sesudah
pengambilan sampel. Untuk pembuatan sediaan, diperlukan bahan pewarnaan Papanicolaou,
entelan dan cover glass. Pengambilan sediaan dilakukan dengan mengerok atau menyikat
mukosa yang akan diambil sampelnya. Spatel kayu dapat digunakan untuk pengambilan
sediaan dengan cara scraping. Cara scraping dilakukan dengan cara mengerok mukosa oral
secara berulangulang dan dilakukan dalam satu arah sampai terlihat kemerahan di daerah
mukosa yang menandakan lamina propria sudah mulai terekspos. Sedangkan dengan metode
brushing, penyikatan mukosa dapat dilakukan menggunakan cytobrush atau sikat gigi yang
telah disterilisasi dengan merendamnya dalam cairan Chlorhexidine 0,2%. Teknik penyikatan
juga dilakukan secara berulang dan dengan arah yang sama. Selanjutnya dilakukan fiksasi
untuk mencegah terjadinya pembusukan specimen. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan
alkoho 96 % serta berdurasi minimal 20 – 30 menit. Setelah dilakukan fiksasi, selanjutnya
dilakukan pewarnaan dengan metode Papanicolau ditutup dengan entelan dan cover glass,
dan langsung dapat dilihat secara mikroskopis1,3.
Sehingga kesimpulan dari makalah ini, sitopatologi eksfoliatif dapat digunakan sebagai
metode screening untuk lesi-lesi jinak dan yang dicurigai keganasan pada mukosa oral.
Metode ini lebih mudah, cepat, dan tidak invasif dibandingkan pengambilan sampel
histopatologis, dan dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus-kasus lesi
oral terutama yang melibatkan jaringan epitel oral. Namun demikian ada beberapa
kekurangan yang harus diperhatikan agar metode ini dapat dilakukan secara efektif. kurasi
sitologi eksfoliatif sangat bergantung pada pengetahuan, kemampuan dan pengala- man
klinisi untuk mendapatkan spesimen yang representatif. Spesimen yang representatif akan
didapat apabila klinisi / dokter gigi mengetahui dan memahami prinsip-prinsip teknik sitologi
eksfoliatif di dalam mulut. Dengan diagnosis yang tepat, maka diharapkan pula tata laksana
yang dilakukan akan tepat pula, baik untuk lesi jinak maupun ganas1.
Dari berbagai metode sitologi eksfoliatif yang telah dibahas, yang paling bagus untuk
digunakan ada;ah metode brushing. Metode ini memiliki tingkat keberhasilan sampai 90%
dikarenakan dapat mengenai seluruh lapisan basal sel
DAFTAR PUSTAKA
1. Karaton NR. Teknik sitologi eksfoliatif di dalam mulut. Jurnal Kedokteran Gigi.
1996; 3(3): 105-8.
2. Prof. Dr. Mukawi, Tanwir Y. 1989. Teknik Pengelolaan Sediaan Histopatologi dan
Sitologi. Bandung: FKUI.
3. Indah Puti Rahmayani Sabirin. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral Sebagai
Pemeriksaan Penunjang di Kedokteran Gigi. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2015;
Vol 2(1): 157-161.
4. Dohude G A, Ramaliah R. Tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai deteksi dini
karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Padjadjaran Journal of Dental Researchers and
Students. Juni 2022; Vol 6(2): 137-143.
5. Azwar. Perbandingan Antara Hasil Pemeriksaan Sitologi Sikatan dan Biopsi Buta
pada Penderita Karsinoma Nasofaring. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.2010; Vol l0
No 3.
6. Rahmawati, Athika & Tofrizal, Tofrizal & Yenita, Yenita & Nurhajjah, Siti. (2018).
Gambaran Sitologi Eksfoliatif Pada Apusan Mukosa Mulut Murid SD Negeri 13
Sungai Buluh Batang Anai Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas. 7. 246.
10.25077/jka.v7.i2.p246-252.2018.
7. Shashikala R, Indira A P, Manjunath G S, Rao K A, Akshatha B K. Role of
Micronucleus in Ora Exfoliative Cytology. Journal of Pharmacy & Bioallied Science
2015; 7(2): 409-13
8. Sachio D A, Utama I H, Widyastuti S K. Identifikasi Jenis Sel pada Saliva Anjing.
Buletin Veterine Udayana 2023; 15(3): 459-62

Anda mungkin juga menyukai