Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Oral Mucositis adalah inflamasi dan/atau ulserasi pada daerah mulut yang biasanya
disebabkan oleh therapi kanker.
Di Amerika Serikat, sekitar 40% dari pasien yang menjalani terapi kanker mengalami
Oral Mucositis. sekitar 75% pasien yang menjalani terapi myeloablative, mengalami
Oral Mucositis. insiden ini lebih tinggi pada pasien yang menjalani terapi infus secara
continu pada kanker payudara dan usus besar dan juga pada mereka yang menjalani
terapi adjuvant untuk tumor kepala dan leher. Namun, pada pasien pada usia yang sama
dengan diagnosa yang sama dan rejimen pengobatan dan status kesehatan mulut yang
setara, kejadian Oral Mucositis dapat bervariasi. Hal ini kemungkinan besar karena
perbedaan genetik dan faktor-faktor lain yang belum sepenuhnya ditandai atau
dipahami.
Oral Mucositis dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian terapi kanker pada pasien.
Faktor resiko dari Oral Mucositis dihubungkan dengan modalitas, intensitas serta cara
pemberian terapi kanker pada pasien. Kombinasi terapi pada pasien kanker dapat
meningkatkan resiko terjadinya Oral Mucositis.
Oral Mucositis muncul akibat kemoterapi atau terapi radiasi yang diberikan pada
seseorang. Hal ini dapat terjadi akibat kerusakan yang terjadi pada sel dan menghasilkan
Spesies Oksigen Reaktif serta agen-agen proinflamasi yang bekerja merusak jaringan
mukosa sehingga terbentuk ulserasi pada jaringan rongga mulut.
Pengobatan Oral Mucositis pada dasarnya adalah mengurangi gejala yang muncul. .
penatalaksanaan Oral Mucositis dibagi menjadi: pemberian nutrisi, kontrol nyeri,
dekontaminasi oral, terapi paliatif dari mulut kering, manajemen perdarahan oral dan
intervensi terapi untuk Oral Mucositis.

BAB II
ORAL MUCOSITIS
Anatomi rongga mulut
Rongga mulut berbentuk oval. Bagian-bagian yang membentuk rongga mulut antara
lain: bibir pada daerah anterior, pipi bagian mukosa pada daerah lateral, dasar mulut
pada daerah inferior, orofaring pada daerah posterior, dan palatum pada daerah superior.
Pada rongga mulut juga terdapat tonsil palatina, orofaring, serta muara dari saluran
kelenjar air liur.

Gambar 1. Anatomi mulut. Diunduh dari


http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/prevention/oral/Patient/page2

Fisiologi mulut
Pertama, mulut adalah tempat di mana makanan mulai masuk kedalam tubuh dan di
mana pencernaan dimulai. Mulut disesuaikan untuk menerima makanan yang konsumsi,
memecahnya menjadi partikel kecil dengan pengunyahan, dan mencampurnya dengan
air liur. Fungsi pencernaan mulut meliputi:

Mengunyah, menggiling, dan pencampuran makanan

Pembentukan bolus

Inisiasi proses pencernaan

menelan

rasa
Kedua, mulut adalah lorong antara faring (rongga yang menghubungkan hidung, mulut,
dan laring) dan bagian luar tubuh sehingga berfungsi sebagai saluran nafas sekunder.
Ketiga, mulut memainkan peran penting dalam berbicara, karena perubahan dalam
bentuk mulut dan bibir memodifikasi suara yang dibuat oleh pita suara sedemikian rupa
sehingga menjadi yang disebut sebagai suku kata.

Definisi
Mucositis adalah peradangan pada selaput lendir. Oral Mucositis adalah inflamasi
dan/atau ulserasi pada daerah mulut yang biasanya disebabkan oleh terapi kanker.

Etiologi dan faktor resiko


Oral Mucositis dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian terapi kanker pada pasien.
Faktor resiko dari Oral Mucositis dihubungkan dengan modalitas, intensitas serta cara
pemberian terapi kanker pada pasien. Kombinasi terapi pada pasien kanker dapat
meningkatkan resiko terjadinya Oral Mucositis. Selain itu faktor genetik juga diduga
berpengaruh terhadap resiko terjadinya penyakit ini.
Insiden oral mucositis sangat tinggi pada:
1. Pasien dengan tumor primer di rongga mulut, orofaring atau nasofaring
2. pasien yang menjalani concomitant chemotherapy
3. pasien yang menerima dosis total lebih dari 5000 cGy
4. pasien yang menjalani pengobatan lebih dari satu radiasi per hari

Epidemiologi
Oral mucositis adalah masalah yang sering dialami pada pasien yang menjalani
kemoterapi untuk mengatasi masalah tumor padat. Dalam suatu studi, dilaporkan bahwa
303 dari 599 pasien (51%) yang menerima kemoterapi untuk tumor padat atau limfoma
mengalami oral mucositis atau GI mucositis. Pada pasien yang menerima kemoterapi
dosis tinggi sebelum transplantasi sel hematopoietik, sekitar 75-80% mengalami oral
mucositis. pasien yang diobati dengan terapi radiasi untuk kanker kepala dan lehehr
biasnya menerima sekitar 200 cGy/hari, 5 hari dalam seminggu, selama 5-7 minggu
secara terus-menerus. Hampir semua pasien yang mendapat terapi seperti ini akan
mengalami oral mucositis. dalam studi terbaru, oral mucositis yang berat terjadi pada
26-66% dari semua pasien yang menerima terapi radiasi untuk kanker kepala dan leher.

Patofisiologi
Menurut Sonis, patofisiologi terjadinya Oral Mucositis diawali dengan pembentukan
Spesies Oksigen Reaktif yang dihasilkan oleh paparan kemoterapi atau terapi radiasi
akan menyebabkan kerusakan dari rantai DNA, kerusakan sel, jaringan, pembuluh
darah, yang akhirnya akan menyebabkan apoptosis. Kerusakan tersebut memicu aktivasi
faktor transkripsi seperti Nuclear Factor Kappa B (NF-kB), yang pada gilirannya
menyebabkan amplifikasi signal melalui peningkatan regulasi gen. Peningkatan kadar
sitokin seperti interleukin (IL) -1 dan IL-6 memicu inisiasi berbagai jalur yang
merusak sel-sel epitel dan fibroblas sekitarnya. Sitokin proinflamasi, seperti Tumor
Necrosis Factor Alpha (TNF-), lebih meningkatkan aktivitas NF-kB, menyebabkan
umpan balik yang menginduksi siklus peradangan, nyeri, dan gangguan fungsional.
kerusakan epitel hingga ke submukosa dapat terjadi pada fase ulserasi, memungkinkan
kolonisasi oleh bakteri mulut dan meningkatkan risiko sepsis. Sangat mungkin bahwa
setiap tahap dari patogenesis mucositis terjadi terus menerus, secara tumpang tindih.
Karena setiap siklus kemoterapi atau terapi radiasi dianggap memicu kaskade kejadian
ini, mekanisme ini mungkin terjadi di lokasi mukosa oral yang berbeda berulang kali
selama terapi kanker.

Gambar 1. Fase patobiologic oral mucositis.


Pemahaman mengenai patogenesis mucositis telah menghasilkan berbagai terapi target
yang potensial, dan telah menghasilkan pengembangan agen yang dapat mencegah atau
memperbaiki gejala terkait. Beberapa senyawa tersebut dianggap menghambat satu atau
lebih langkah-langkah di jalur ini, sehingga meningkatkan efektivitas pengobatan yang
diberikan.

Gejala klinis
Gejala klinis dari Oral Mucositis antara lain:
-

Nyeri rongga mulut


Kesulitan dalam membuka mulut
Kesulitan makan, minum dan berbicara
Kesulitan dalam melakukan perawatan rongga mulut

Pemeriksaan fisik

Perubahan paling awal yang terjadi pada Oral Mucositis adalah leukoedema. tampilan
leukoedema pada pemeriksaan fisik adalah bidang berwarna pucat atau opalesen pada
mukosa bukal. Daerah ini hilang jika mukosa ditarik.
Eritema dan atrofi pada mukosa yang kemudian berkembang menjadi ulkus yang
ditutupi oleh gumpalan fibrin berwarna putih (pseudomembran) merupakan tanda yang
dapat ditemukan pada Oral Mucositis. ukuran ulkus dapat berkisar antara 0,5 sampai
lebih dari 4 cm.

Gambar 2. Gambaran eritema pada lesi Oral Mucositis, di daerah mukosa bukal

Gambar 3. Gambaran ulserasi pada Oral Mucositis di mukosa bukal

Gambar 4. Gambaran ulserasi pada Oral Mucositis di daerah lateral dan ventral lidah

Lesi yang terbentuk bilateral terutama pada daerah yang bagian mukosa tidak berkeratin
yaitu mukosa bukal, bagian ventral dan lateral lidah, mukosa labial, dasar mulut,
palatum molle dan orofaring.
Karena Oral Mucositis terjadi sebagai komplikasi dari pengobatan kanker baik
kemoterapi dan radio terapi maka akan sangat mungkin terjadi trombositopenia.
Keadaan ini dapat mengakibatkan perdarahan yang terjadi melalui ulkus yang terbentuk.
Selain itu pada pasien yang menjalani kemoterapi dapat mengalami hiposalivasi dan
salah satu manifestasi utama dari keadaan ini adalah hairy tongue.

Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, lokasi, waktu munculnya lesi serta jenis terapi
yang berkaitan dengan Oral Mucositis. jenis terapi yang berkaitan dengan terjadinya
Oral Mucositis misalnya stomatotoxic chemotheraphy atau terapi radiasi.
Kultur dilakukan jika lesi yang terbentuk mengenai jaringan yang berkeratin yaitu pada
palatum durum, gingiva, atau pada dorsal lidah.
Biopsi dapat dilakukan jika dicurigai adanya infeksi jamur. Gejala yang dapat muncul
adalah perkembangan yang cepat dari pembentukan ulkus pada daerah mukosa yang
berkeratin maupun pada daerah mukosa yang tidak berkeratin.
Oral Mucositis harus dinilai secara rutin menggunakan instrumen yang sudah divalidasi.
Instrumen yang umum digunakan dalam menilai Oral Mucositis adalah World Health
Organization (WHO) Oral Toxicity Score dan National Cancer Institute (NCI). WHO
Oral Toxicity score memadukan unsur obyektif dan fungsional menjadi skor tunggal
yang berguna untuk mengukur tingkat keparahan dari waktu ke waktu.
World Health Organization (WHO) Oral Toxicity Score:
Grade 0 = No Oral Mucositis
Grade 1 = Erythema and Soreness
Grade 2 = Ulcers, able to eat solids
Grade 3 = Ulcers, requires liquid diet (due to mucositis)
Grade 4 = Ulcers, alimentation not possible (due to mucositis)
NCI memiliki skor yang terpisah yaitu skor berdasarkan pemeriksaan fisik (eritema dan
ulserasi) dan skor berdasarkan fungsional (kemampuan makan makanan padat, cair, atau
tidak dapat melalui mulut).

National Cancer Institute (NCI) Common Terminology Criteria for Adverse Events
(CTCAE) version 3.0
Oral Mucositis (clinical exam)
Grade 1 = Erythema of the mucosa
Grade 2 = Patchy ulcerations or pseudomembranes
Grade 3 = Confluent ulcerations or pseudomembranes; bleeding with minor trauma
Grade 4 = Tissue necrosis; significant spontaneous bleeding; life-threatening
consequences
Grade 5 = Death
Oral Mucositis (functional/symptomatic)
Grade 1 = Minimal symptoms, normal diet
Grade 2 = Symptomatic but can eat and swallow modified diet
Grade 3 = Symptomatic and unable to adequately aliment or hydrate orally
Grade 4 = Symptoms associated with life-threatening consequences
Grade 5 = Death
Selain itu ada juga instrumen lain yang digunakan yaitu Oral Mucositis Daily
Questionnaire (OMDQ), instrumen ini digunakan untuk mengevaluasi nyeri mulut dan
tenggorokan dan dampaknya pada aktivitas sehari-hari.
Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya neutrofil dalam bekuan fibrin dalam
jumlah yang sedikit, dan pada dasar ulkus ditemukan adanya jaringan granulasi dan selsel inflamasi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Oral Mucositis didasarkan pada pengobatan secara paliatif.
Association for Supportive Care in Cancer and the International Society of Oral
Oncology (MASCC/ISOO) telah mengembangkan pedoman praktek klinis untuk
penatalaksanaan Oral Mucositis. penatalaksanaan Oral Mucositis dibagi menjadi:
pemberian nutrisi, kontrol nyeri, dekontaminasi oral, terapi paliatif dari mulut kering,
manajemen perdarahan oral dan intervensi terapi untuk Oral Mucositis.
Kontrol nyeri.
Gejala utama dari Oral Mucositis adalah rasa nyeri. Nyeri secara signifikan
mempengaruhi asupan nutrisi, perawatan mulut dan kualitas hidup. Penatalaksanaan
dapat diberikan secara topikal yaitu dengan pemberian kumur larutan salin, penggunaan
es untuk mengurangi sakit, ataupun menggunakan obat kumur yang mengandung zat
anastesi seperti lidocain 2%. Dapat juga diberikan campuran lidocain dan
dipenhidramin serta antacid/kaolin dan pectin secara topikal untuk mengurangi keluhan

nyeri. Pemberian agen anastesi topikal dapat mengatasi gejala untuk jangka pendek.
Selain dengan pemberian agen topikal, dapat diberikan pemberian analgetik secara
sistemik jika keluhan nyeri yang dirasakan sangat hebat. Obat yang digunakan untuk
pemberian secara sistemik sering digunakan golongan opioid.
Pemberian nutrisi
Pada pasien dengan Oral Mucositis, makanan yang diberikan konsistensinya lunak atau
cair. Pada pasien yang diperkirakan dapat mengalami Oral Mucositis yang berat dapat
dilakukan gastrostomi untuk jalur pemberian makanan. Selain itu dapat juga diberikan
nutrisi secara parenteral.
Dekontaminasi oral
Telah dihipotesiskan bahwa kolonisasi mikroba pada lesi Oral Mucositis dapat
memperberat Oral Mucositis. dengan dekontaminasi oral dapat mencegah terjadinya
keparahan pada Oral Mucositis, dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri, dan
mengurangi resiko terjadinya sepsis.
Tindakan yang diberikan untuk dekontaminasi oral yaitu dengan menyikat gigi dengan
sikat gigi lembut dan menggunakan larutan salin atau natrium bikarbonat untuk
berkumur. Pasien harus diedukasi mengenai pentingnya kebersihan mulut.
Terapi paliatif untuk mulut kering
Hiposalivasi sering terjadi pada pasien yang menjalani terapi kanker. Keadaan ini dapat
memperburuk jaringan yang meradang, meningkatkan resiko terjadinya infeksi local,
dan membuat proses mengunyah menjadi sulit. Langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan ini adalah sebagai berikut:
-

Pemberian air minum dapat mengurangi gejala, selain itu dapat diberikan cairan
saliva buatan yang tersedia
Bilas dengan larutan 1/2 sdt baking soda (dan / atau atau sendok teh garam
meja) di 1 cangkir air hangat beberapa kali sehari untuk membersihkan dan
melumasi jaringan mulut dan sebagai cairan penyangga lingkungan mulut
Mengunyah permen karet untuk merangsang aliran saliva
Pemberian agen kolinergik untuk merangsang produksi saliva

Manajemen perdarahan oral

10

Untuk mengatasi perdarahan oral dapat diberikan agen hemostatik topikal. Pasien
dengan jumlah trombosit dibawah 20.000 memerlukan tranfusi trombosit karena
beresiko terjadinya perdarahan spontan.
Intervensi terapi untuk Oral Mucositis
Beberapa agen telah diuji dapat mengurangi keparahan atau mencegah Oral Mucositis.
Cryotherapy dihipotesiskan bahwa pemberian es pada rongga mulut secara topikal
dapat mengurangi aliran agen kemoterapi ke daerah mukosa pada rongga mulut. Hal ini
terjadi mungkin sebagai akibat vasokonstriksi lokal yang terjadi sehingga aliran darah
dan agen kemoterapi menjadi berkurang. Cara pemberiannya adalah 5 menit sebelum
dilakukan kemoterapi dan dipertahankan selama 30 menit.
Growth factor penurunan kapasitas proliferasi sel epitel diduga berperan dalam
pathogenesis Oral Mucositis. oleh karena itu penggunaan faktor pertumbuhan dalam
memicu proliferasi sel epitel telah dipelajari untuk pengelolaan Oral Mucositis. bukti
terbaru menunjukan pemberian recombinant human keratinocyte growth factor 1
(Palifermin) secara signifikan mengurangi kejadian Oral Mucositis grade 3 dan 4
(WHO oral toxicity score). Akan tetapi penggunaan growth factor diduga masih belum
aman digunakan pada pasien dengan keganasan nonhematologic. Hal ini didasarkan
pada teori bahwa growth factor dapat meningkatkan pertumbuhan sel tumor.
Anti-inflamatory agents benzidamin hidroklorida merupakan anti inflamasi non
steroid yang dapat menghambat agen pro inflamasi citokin dan TNF- . Selain itu
penggunaan glutamin dapat mengurangi cedera mukosa dan mengurangi produksi
sitokin pro-inflamasi dan sitokin terkait apoptosis. Dapat mempercepat proses
penyembuhan dengan meningkatkan sintesis fibroblast dan kolagen.
Antioxidants N-asetilsistein terbukti dapat mengurangi keparahan dari Oral
Mucositis secara signifikan.
Low-Level Laser Therapy penggunaan terapi laser tingkat rendah terbukti dapat
mengurangi keparahan dari Oral Mucositis. mekanismenya belum sepenuhnya diketahui
namun diduga terapi ini dapat menurunkan Spesies Oksigen Reaktif dan/atau sitokin
pro-inflamasi.

Prognosis

11

Oral Mucositis merupakan self-limiting disease, sehingga pengobatan pada penyakit ini
ditekankan pada terapi paliatif yaitu pengobatan yang bertujuan untuk mengurangi
gejala.

12

BAB III
RESUME
Oral Mucositis adalah inflamasi dan/atau ulserasi pada daerah mulut yang biasanya
disebabkan oleh therapi kanker.
Oral Mucositis dapat terjadi sebagai akibat dari pemberian terapi kanker pada pasien.
Faktor resiko dari Oral Mucositis dihubungkan dengan modalitas, intensitas serta cara
pemberian terapi kanker pada pasien. Kombinasi terapi pada pasien kanker dapat
meningkatkan resiko terjadinya Oral Mucositis. Selain itu faktor genetik juga diduga
berpengaruh terhadap resiko terjadinya penyakit ini.
Oral Mucositis muncul akibat kemoterapi atau terapi radiasi yang diberikan pada
seseorang. Hal ini dapat terjadi akibat kerusakan yang terjadi pada sel dan menghasilkan
Spesies Oksigen Reaktif serta agen-agen proinflamasi yang bekerja merusak jaringan
mukosa sehingga terbentuk ulserasi pada jaringan rongga mulut.
Gejala klinis dari Oral Mucositis antara lain: nyeri rongga mulut, kesulitan dalam
membuka mulut, kesulitan makan, minum dan berbicara, kesulitan dalam melakukan
perawatan rongga mulut
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan leukoedema, eritema dan atrofi pada mukosa
yang kemudian berkembang menjadi ulkus yang ditutupi oleh gumpalan fibrin berwarna
putih (pseudomembran). Lesi yang terbentuk bilateral terutama pada daerah yang
bagian mukosa tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, bagian ventral dan lateral lidah,
mukosa labial, dasar mulut, palatum molle dan orofaring. Pengobatan kanker baik
kemoterapi dan radio terapi dapat menyebabkan trombositopenia. Keadaan ini dapat
mengakibatkan perdarahan yang terjadi melalui ulkus yang terbentuk. Selain itu dapat
ditemukan gambaran hairy tongue yang merupakan manifestasi yang terjadi akibat
hiposalivasi karena terapi kanker yang diberikan.
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, lokasi, waktu munculnya lesi serta jenis terapi
yang berkaitan dengan Oral Mucositis. Oral Mucositis harus dinilai secara rutin
menggunakan instrumen yang sudah divalidasi. Instrumen yang umum digunakan
dalam menilai Oral Mucositis adalah World Health Organization (WHO) Oral Toxicity
Score dan National Cancer Institute (NCI). Selain itu ada juga instrumen lain yang
digunakan yaitu Oral Mucositis Daily Questionnaire (OMDQ).
Penatalaksanaan Oral Mucositis didasarkan pada pengobatan secara paliatif.

13

penatalaksanaan Oral Mucositis dibagi menjadi: pemberian nutrisi, kontrol nyeri,


dekontaminasi oral, terapi paliatif dari mulut kering, manajemen perdarahan oral dan
intervensi terapi untuk Oral Mucositis.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Sonis T, Pathobiology of Oral Mucositis : Novel Insight and Opportunities. The
Journal of Oncology Supportive. 2007, 5: 1-10
2. Silverman S, Diagnosis and Management of Oral Mucositis.The Journal of
Oncology Supportive. 2007, 5: 13-20
3. Petterson E. D et all, Management of Oral and Gastrointestinal Mucositis:
ESMO Clinical Practice Guidelines. Annals of Oncology. 2010, 21: 261-265
4. Campos Crus et all, Oral Mucositis in Cancer Treatment: Natural History,
Prevention and Treatment. Molecular and Clinical Oncology. 2014, 2: 337-340
5. Lalla V et all, Management of Oral Mucositis in Patients With Cancer. NIH
Public Access 2008, 1-17
6. Spielberger R et all, Palifermin for Oral Mucositis After Intensive Therapy for
Hematologic Cancers. NEJM 2004 351 : 2590-8
7. Garfunkel A, Oral Mucositis The Search for a Solution. NEJM 2004, 351:
2649-51
8. Peterson E et all, Phase II, Randomized, Double Blind, Placebo Controled study,
of Recombinant of Human Intestinal Trefoil Factor Oral Spray for Prevention of
Oral Mucositis in Patient with Colorectal Cancer Who Are Receiving
Fluorouracil Based Chemotherapy. Journal of Clinical Oncology. 2009, 27:
4333-7
9. Treister S et all, Chemoteraphy Induced Oral Mucositis. Medscape 2013.

15

Anda mungkin juga menyukai