Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

.....................................................................

BAB I DASAR TEORI

.....................................................................

BAB II HASIL PERCOBAAN

.....................................................................

BAB III PEMBAHASAN

.....................................................................

12

BAB IV KESIMPULAN

.....................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA

.....................................................................

19

BAB I
DASAR TEORI

Beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara lain
pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi. Selain bagian tubuh yang
berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga ikut berperan
dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu: penglihatan, pendengaran, penciuman,
dan keterlibatan susunan saraf pusat.
1

I.1. Pengunyahan/Mastikasi
Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot pengunyahan,
saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibula, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi.
Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum,
gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Pada umumnya, otot pengunyahan dipersarafi
oleh cabang motorik N. Trigeminus khususnya saraf mandibularis yang dikontrol oleh
nukleus di batang otak.
Di dalam mulut, makanan mengalami peoses mastikasi untuk mempermudah
mencerna makanan dan merangsang sekresi saliva. Proses mengunyah disebabkan oleh
refleks mengunyah yang berlangsung terus menerus sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
(1) Pada saat makanan akan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks inhibisi otot-otot
pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut karena rahang bawah turun.
(2) Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang menyebabkan
kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis mengangkat rahang bawah
sehingga terjadi penutupan rongga mulut dan oklusi gigi-gigi.
(3) Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan oklusal
gigi bergerak ke arah pipi.
(4) Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-otot rahang
sehingga mulut kembali terbuka.
(5) Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali makanan ke
atas permukaan gigi-gigi dan mencampur makanan dengan enzim pencernaan di rongga
mulut. Kondisi ini akan terus menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan ukuran partikel
makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan. Kecepatan pencernaan makanan
sangat tergantung pada luas permukaan total yang dapat menghasilkan getah lambung.
Penghancuran

makanan

menjadi

parikel-partikel

halus

berfungsi

mncegah

ekskorias/lukanya saluran pencernaan. Dalam hal ini, pergerakan lidah diatur oleh saraf
kranialis ke-12, Hypoglossus.
I.2. Penelanan
Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menelan pada dasarnya
merupakan suatu mekanisme yang kompleks. Pada proses penelanan makanan digerakkan
dari faring menuju esophagus. Proses penelanan terdiri dari tiga fase, yaitu:
(1) Fase Volunter
Makanan ditelan secara sadar.Makanan ditekan atau didorong ke bagian belakang
mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan kebelakang terhadap palatum
sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam orofaring. Proses menelan pada
2

fase ini seluruhnya atau hamper seluruhnya terjadi secara otomatis dan biasanya tidak
dapat dihentikan.
(2) Fase Faringeal
Setelah makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah reseptor
menelan yang semuanya terletak di sekitar orofaring, khususnya tonsil. Selanjutnya,
impuls berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian kontraksi otot faring dengan
jalan sebagai berikut.
a. Palatum molle didorong ke atas menutup nares posterior, untuk mencegah refluks
makanan ke rongga hidung.
b. Arkus palato-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling mendekati
hingga membentuk celah sagittal sebagai jalan masuk makanan ke posterior-faring.
c. Pita suara larings menjadi berdekatan dan epiglottis terdorong ke belakang ke atas
pintu superior larings. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea.
d. Seluruh laring ditarik ke bawah dan ke depan oleh otot-otot yang melekat pada os
hyoideus. Pergerakan ini meregangkan pintu esophagus.
e. Selanjutnya, bagian atas esophagus (sfingter esophagus atas) berelaksasi sehingga
memungkinkan makanan berjalan dari posterior faring ke dalam esophagus bagian
atas. Pada saat menelan sfingter tetap berkontraksi secara tonik dengan kuat untuk
mencegah udara masuk ke dalam esophagus saat bernapas.
f. Pada saat laring terangkat dan sfingter esophagus atas relaksasi, m. konstriktor faringis
superior berkontraksi sehingga menimbulkan gelombang peristaltik cepat yang
berjalan ke bawah melewati otot-otot faring dan masuk ke esophagus serta mendorong
makanan masuk ke esophagus bagian bawah. Mekanisme menelan pada stadium
faringeal ini berlangsung selama 1-2 detik.
Impuls saraf pada fase faringeal dihantarkan dari daerah-daerah tersebut melalui
bagian sensoris N. Trigeminus dan N. Glosofaringeus menuju ke formasio retikularis medulla
oblongata dan bagian bawah pons sebagai pusat penelanan, yang erat hubungannya dengan
traktus solitaries sebagai penerima impuls sensoris dari mulut. Selanjutnya, impuls motoris
dari pusat menelan ke faring dan bagian atas esophagus dihantarkan melalui saraf kranial ke
V, IX, X dan XII serta beberapa nervous servicalis superior.

(3) Fase Esofagus


Fungsi utama

esophagus

yaitu

menghantarkan

makanan

dari

faring

ke

lambung.Sfingter bagian bawah esophagus berelaksasi setelah melakukan gelombang


peristaltic dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung.Sfingter kemudian
berkontraksi untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.
3

Gelombang peristaltic esophagus hamper seluruhnya dikontrol oleh refleks vagus yang
merupakan sebagian dari keseluruhan mekanisme menelan. Gelombang ini berjalan dari
faring ke lambung kira-kira dalam waktu 5-10 detik.Refleks ini dihantarkan melalui serat
aferen vagus dari esophagus ke medulla oblongata dan kembali lagi ke esophagus melalui
serat eferen vagus.

Refleks Muntah (Gagging Refleks)


Refleks muntah (gagging refleks) dianggap suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk
melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk
ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea. Sumber refleks muntah secara fisiologis
dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu (1) somatic (stimulasi saraf sensoris berasal
dari kontak langsung pada area sensitive yang disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan,
meletakkan benda di dalam rongga mulut), dan (2) psikogenik (distimulasi di pusat otak yang
lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, mis : penglihatan, suara, bau, perawatan
kedokteran gigi).
Letak trigger area pada setiap individu dilaporkan tidak sama/sangat spesifik. Pada
beberapa orang Trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior palatum,
dinding posterior faring, dan lain-lain. Impuls rangsangan saraf ini akan diteruskan ke otak
melalui N. Glosso-faringeus, dan motoriknya akan dibawa kembali oleh N. Vagus. Selain
tempat tersebut, (gagging refleks) dapat juga disebabkan karena hidung tersumbat, gangguan
saluran pencernaan, perokok berat, gigi tiruan, variasi anatomi dari palatum molle, perubahan
posisi tubuh yang sangat cepat atau pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Mekanisme refleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Pada tahap awal dari iritasi gastro-intestinal atau distensi yang berlebihan, akan terjadi
gerakan anti peristaltis (beberapa menit sebelum muntah).
(2) Anti peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik menuju duodenum dan
lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.
(3) Kemudian pada bagian saat traktus gastro intestinal, terutama duodenum, menjadi sangat
meregang, peregangan ini yang menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan
muntah.
(4) Pada saat muntah, kontraksi instrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun pada lambung,
bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga
mambuat muntahan bergerak ke esophagus. Selanjutanya kontraksi otot-otot abdomen
akan mendorong muntahan keluar.
(5) Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan
khususnya kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke
4

pusat muntah bilateral di medulla (terletak dekat traktus solitaries). Reaksi motoris ini
otomatis akan menimbulkan efek muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan
muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke
traktus gastro intestinal bagian atas dan melalui saraf spinal ke diafragma dan otot
abdomen.
(6) Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma dengan rangsangan kontraksi
semua dinding otot abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan otot-otot
abdomen, membentuk suatu tekana intragrastik sampai ke batas yang lebih tinggi.
Akhirnya, sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat isi
lambung ke atas melalui esophagus.
(7) Ketika reaksi muntah terjadi, timbul beberapa reflesk yang terjadi di ronggal mulut yaitu
(1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk mengangkat sfingter
esophagus bagian atas hingga terbuka, (3) penutupan glottis, (4) pengangkatan palatum
molle untuk menutup nares posterior (daerah yang paling sensitive di dalam rongga mulut
berbagai rangsangan).
Cara mencegah refleks gagging yaitu dengan diberikannya es balok (berkumur dengan
air es berulang kali), karena es balok (air es) memiliki suhu rendah sehingga dapat
menghambat kerja saraf untuk menyampaikan rangsang menuju pusat muntah.Sehingga
sensitivitas pasien dapat berkurang. Selain itu, beberapa cara dapat digunakan untuk menekan
efek gagging refleks antara lain relaksasi, mengalihkan perhatian, metode desensitisasi, terapi
psikologis dan perilaku, anetsei lokal, sedasi, general anestesi, terapi obat-obatan, hipnotik,
dan akupuntur.
I.3. Koordinasi Gerakan Lidah
Lidah merupakan organ stomatognatik berotot yang dilapisi oleh mukosa yang
memiliki reseptor pengecap. Lidah memiliki kemampuan untuk bergerak ke segala arah.
Selain memiliki fungsi sebagai alat pengecap, lidah membantu proses pengunyahan makanan.

BAB II
HASIL PERCOBAAN
2.1.1 Pengunyahan
a. Kekuatan Gigit Maksimal
Jenis Kelamin Orang
Coba
Perempuan
Laki-laki

Kedalaman Gigi

Gigi

Kanan
0,2 cm
0,4 cm
0,6 cm
0,3 cm
0,4 cm
0,7 cm

Insisiv pertama
Caninus
Molar pertama
Insisiv pertama
Caninus
Molar pertama

Kiri
0,2 cm
0,4 cm
0,6 cm
0,2 cm
0,5 cm
0,7 cm

b. Efisiensi Kunyah
Perhitungan efisiensi kunyah
Pengunyahan 20 kali
*Msaringan = 11,52 gr
N+S
= 25,62 gr
S
= 11,52 gr
Berat nasi = 9,15 gr
NA

= (N+S)-S

x 100%

= 25,62-11,52

x 100%

= 14,1

= 1,54 x 100%
= 154%

Pengunyahan 15 kali
*Msaringan = 11,52 gr
N+S
= 25,32 gr
S
= 11,52 gr
Berat nasi = 9,15 gr
NA

= (N+S)-S

x 100%

= 25,32-11,52

x 100%

= 13,8

= 1,50 x 100%
= 150%
6

Pengunyahan 10 kali
*Msaringan = 11,52 gr
N+S
= 24,30 gr
S
= 11,52 gr
Berat nasi = 9,15 gr
NA

= (N+S)-S

x 100%

= 24,30-11,52

x 100%

= 12,78

= 1,39 x 100%
= 139%

Jenis Kelamin Orang

Efisiensi Kunyah
15 kali
150 %

20 kali
154 %

Coba
Perempuan

10 kali
139 %

c. Kelelahan pada Otot Wajah


Jenis Kelamin Orang Coba
Perempuan

Waktu Kunyah (awal kunyah-lelah)


15 menit 04 detik
(650 kali kunyah)

d. Gerakan Lidah pada Saat Pengunyahan


Jenis

Posisi Lidah

Bentuk

Ukuran
(normal/tidak)

Warna

Tekstur

Relaksasi
Anterior

Normal
Depan lidah

Normal
Normal

Sedikit putih
Sedikit putih

Halus
Halus

Lateral

melengkung
Melengkung

Normal

Sisi lateral lebih

Lebih halus

Posterior

(berbelok)
Terlihat

Normal

merah
Bagian atas

Halus

Kelamin
Orang Coba
Perempuan

Gerakan

dorsum

merah, bagian

lidah

bawah biru

(adanya vena)
Mengunyah
Normal
Normal
Sedikit putih
Halus
: Ujung lidah ditarik ke arah lateral kanan kiri (tergantung sisi mengunyah)
bagian dalam yang tujuannya untuk membantu agar makanan (permen karet)
tetap dikunyah disisi oklusal gigi.
7

2.1.2 Pemeriksaan Proses Menelan


a. Pemeriksaan Palpasi pada Saat Menelan
Jenis Kelamin
Orang Coba
Perempuan

Pola Gerakan
(deskripsikan apakah gerakannya normal atau ada hambatan)
Normal (terdapat pola pergerakan ke atas, ke bawah dan ke atas lagi.
Gerakan ke atas pertama dari epiglottis terdorong ke belakang, ke atas
pintu superior laring. Gerakan ke bawah dari gerakan seluruh laring yang
ditarik ke bawah, ke depan oleh otot Os.hyoideus. Gerakan ke atas terakhir
dan gerakan laring saat terangkat dan sfingter esophagus atas relaksasi)

b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan


Perlakuan
Dengan pemijatan
Tanpa pemijatan
Kemudahan menelan : Saat pemijatan

Respon Orang Coba


Sedikit sulit
Sulit sekali

c. Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan


Jenis Kelamin Orang Coba
Perempuan

Kemudahan Menelan dan Respon Orang Coba


1:1
1:2
1:3
Sulit
Lumayan mudah
Mudah sekali

2.1.3 Prosedur Percobaan Refleks Muntah (Gagging Reflexs)


a. Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah
Lokasi
Ujung lidah
Dorsal lidah
Lateral kiri
Lateral kanan
Anterior
Posterior
Posterior palatum
Uvula
Tonsil
Faring atas (jika bisa)
Yang paling sensitif adalah:

Respon Orang Coba (Reflek Muntah)


Tidak terasa muntah
Hampir terasa muntah
Tidak terasa muntah
Tidak terasa muntah
Tidak terasa muntah
Hampir terasa muntah
Terasa muntah
Terasa muntah
Terasa muntah
Tidak bisa
Uvula

b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah


8

Lokasi
Ujung Lidah
Dorsal Lidah
Lateral Kiri
Lateral Kanan
Anterior
Posterior
Posterior palatum
Uvula
Tonsil
Faring Atas (jika bisa)
Yang paling sensitif adalah:

Respon Orang Coba (Reflek Muntah)


Tidak terasa muntah
Hampir terasa muntah
Tidak terasa muntah
Tidak terasa muntah
Tidak terasa muntah
Hampir terasa muntah
Tidak terasa muntah
Hampir terasa muntah
Tidak terasa muntah
Tidak bisa
Uvula

c. Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks Muntah


Jenis Kelamin Orang Coba
Perempuan

Daerah yang Ditetes


Dorsal lidah, uvula, tonsil

Reaksi Orang Coba


Hampir muntah

2.2 Pertanyaan dan Jawaban


1. Apa ada perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dan perempuan?
Jelaskan mengapa?
Ya ada. Adanya perbedaan lebar permukaan rongga mulut antara laki-laki dan perempuan,
dimana permukaan rongga mulut laki-laki lebih lebar dibandingkan perempuan adalah
dikarenakan perbedaan ukuran pada rahang. Laki-laki memiliki ukuran rahang yang lebih
besar dibandingkan perempuan. Perbedaan ukuran tersebut berpengaruh pada kekuatan
fungsional, sikap tubuh serta trauma dan kecepatan pengunyahan.
2. Apa ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan? Jelaskan
mengapa?
Ada. Tingkat kekuatan gigitan maksimal laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini dikarenakan ukuran rahang laki-laki yang lebih besar dibandingkan
perempuan sehingga luas area gigitan pada posterior berpengaruh pada kekuatan gigitan.
Ukuran gigi tidak ditentukan, sehingga variasi gigi berpengaruh pada kekuatan gigitan.
3. Mengapa makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar? Jelaskan mengapa?
Karena setiap makanan memiliki tekstur dan komposisi yang berbeda, dimana makanan
bertekstur kasar memerlukan lebih banyak penghalusan dan pelumasan sehingga intensitas
kunyah yang diperlukan lebih tinggi. Sebaliknya pada makanan halus tidak dibutuhkan
pengunyahan terlalu lama, namun dibutuhkan intensitas saliva yang lebih banyak untuk
pencernaannya. Makanan ada yang mudah di telan dan ada yang sukar dikarenakan
tergantung pada kandungan air di dalam makanan tersebut. Makanan yang kering atau sedikit
mengandung air cendurung lebih sulit ditelan, sedangkan makanan yang lembut dan
mengandung lebih banyak air akan lebih mudah tertelan dan tidak menimbulkan nyeri.
9

4. Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah?


Hal ini dikarenakan rasa pahit yang masuk ke duktus akan lebih lama bertahan dalam rongga
mulut. Rasa pahit dapat merangsang refleks muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian
posterior lidah dan palatum molle dimana daerah tersebut merupakan daerah rangsang muntah
atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat
menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut.

BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengunyahan
a. Kekuatan Gigit Maksimal
Kekuatan gigit maksimal adalah kekuatan gigi untuk menggigit secara maksimal. Pada
percobaan, didapatkan hasil kekuatan gigit maksimal paling besar adalah pada molar,
lalu caninus dan yang paling kecil adalah pada gigi insisiv. Kekuatan gigit maksimal
diukur antara gigi molar pertama dan sedikit demi sedikit berkurang untuk gigi
sebelahnya. Faktor yang membatasi daya gigit tidak begitu jelas, namun refleks
protektif mungkin saja dihasilkan oleh reseptor pada jaringan periodontal dan
mengahalangi kontraksi dari otot-otot pengunyahan ketika beban menjadi sangat
tinggi, jaringan periodontal akan mendistribusikan tekanan lebih luas, sehingga
menyebabkan mechanoreseptor pada jaringan periodontal beraksi.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan pada orang coba berjenis kelamin laki-laki
dan perempuan memiliki hasil yang berbeda, dimana kekuatan gigit maksimal antara
laki-laki dengan perempuan lebih besar laki-laki. Biasanya laki-laki dapat menahan
beban sedikit lebih besar daripada perempuan, kecuali pada gigi anterior kekuatan
untuk menahan beban sama pada laki-laki dan perempuan.
b. Efisiensi Kunyah
Efisiensi kunyah merupakan jumlah gerak kunyah atau waktu yang dibutuhkan untuk
mengurangi makanan menjadi ukuran partikel tertentu kemampuan untuk melumatkan
makanan.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang
berjenis kelamin perempuan memiliki efisiensi kunyah sebesar 154% pada
pengunyahan 20 kali, 150% pada pengunyahan 15, dan 139% pada pengunyahan 10
kali. Efisiensi yang melebihi 100% (batas maksimum efisiensi) ini disebabkan karena
setelah kunyah, nasi mengandung banyak air dan saliva, serta adanya air dan saliva
10

yang tertimbang sehingga membuat nasi sisa kunyah menjadi lebih berat dari sebelum
dikunyah.
Jika kekuatan gigit meningkat maka jumlah kunyahan menurun, demikian sebaliknya
jika kekuatan gigit menurun maka jumlah kunyah meningkat. Jika jumlah kunyahan
meningkat maka lama penelanan menurun, demikian sebaliknya jika jumlah kunyah
menurun maka lama penelanan meningkat. Hal ini disebabkan karena sifat manusia
yang memiliki kemampuan beradaptasi yang besar dengan mengkompensir
kekurangan dan kelebihan fungsi kunyahnya.
c. Kelelahan pada Otot Wajah
Pada percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa orang coba yang berjenis
kelamin perempuan merasakan otot mulutnya benar-benar letih (terasa kaku) pada
menit ke 15 lebih 4 detik, dengan jumlah kunyahan 650 kali kunyah. Pengunyahan
ideal sebanyak 33 kali, sehingga jika seseorang mengunyah terus menerus tanpa
istirahat, maka ia akan mengalami kelelahan.
Jumlah pergerakan mastikasi bergantung pada jenis makanan, contohnya pada
pengunyahan telur dan daging. Jumlahnya pergerakan yang dihasilkan akan lebih
banyak pada orang yang menguyah daging dibandingkan dengan orang yang
menguyah telur. Dan permen karet merupakan suatu jenis makanan yang memiliki
tekstur kenyal sehingga membutuhkan pergerakan mastikasi yang banyak.

d. Gerakan Lidah pada Saat Pengunyahan


Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan orang coba berjenis kelamin
perempuan, didapatkan hasil normal. Dari pengamatan yang dilakukan dengan
menganalisi bentuk, warna, ukuran, dan tekstur didapatkan gerakan yang normal.
Gerakan lidah orang coba adalah ujung lidah ditarik kearah lateral kanan/kiri
(tergantung sisi mengunyah) bagian dalam yang tujuannya untuk membantu agar
makanan (permen karet) tetap dikunyah di sisi oklusal gigi.
Lidah dikatakan normal apabila pada gerakan ke samping secara refleks lidah tidak
akan menyentuh gigi, melainkan melewati permukaan gigi dan menyentuh mukosa
mulut. Pada lidah arah leteral dan posterior, didapatkan warna merah dan tekstur yang
licin disebabkan oleh sedikitnya papila-papila lidah bagian lateral, akibatnya tekstur
yang ditampilkan lebih halus serta mengkilau dikarenakan pelumasan saliva yang
nampak pada lidah lateral. Pada saat pengunyahan, gerakan lidah bergerak ke segala
11

arah, sehingga warna dan tekstur disesuaikan beberapa pergantian posisi lidah ketika
dilakukan pengunyahan.
Pada posisi lidah di anterior bentuk lidah mengecil, ukuran normal, warna sedikit
putih dan tekstur halus, pada posisi ini lidah mengalami sedikit kontraksi sehingga
menyebabkan bentuk dan teksturnya berubah dari posisi relaksasi. Pada posisi lidah di
lateral terlihat bentuk lidah mengecil dan menebal, ukurannya normal, warnanya
merah muda, dan teksturnya kasar, hal ini disebabkan karena saat lidah mencapai
lateral terjadi kontraksi yang sangat kuat. Pada posisi posterior terjadi perubahan
bentuk dan ukuran yaitu melebar dan normal. Sedangkan pada saat mengunyah lidah
bergerak ke anterior posterior.

2. Pemeriksaan Proses Menelan


a. Pemeriksaan Palpasi pasa saat Menelan
Pada percobaan pemeriksaan palpasi pada saat menelan orang coba berjenis kelamin
perempuan, dilakukan pemeriksaan tentang pola gerakan setelah orang coba minum
air. Pola gerakan yang terlihat adalah naik turun.
Seperti yang diketahui proses menelan atau deglutasi merupakan proses yang
kompleks yang memrlukan setiap organ yaqng berperan harus bekerja secara
terintregasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan diperlukan kerjasama dari
6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Proses
menelan dibagi menjadi 3 fase yaitu fase volunter, fase faringeal, dan fase esofagus.
Fase volunter adalah fase pada saat makanan atau minuman ditekan atau didorong ke
bagian belakang mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan ke belakang
terhadap palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam orofaring
dan pada fase ini terjadi secara otomatis dan biasanya tidak dapat dihentikan. Fase
yang kedua adalah fase faringeal dimana makanan atau minuman akan didorong ke
belakang mulut, dan ia merangsang daerah reseptor menelan semuanya terletak di
sekitar orofaring khusunya tonsila. Selanjutnya impuls berjalan ke batang otak untuk
memulai serangkaian kontraksi otot faring. Fase yang terakhir adalah fase esofagus,
fungsi utama esofagus adalah menghantarkan makanan dari faring ke lambung.
b. Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan

12

Pada percobaan ini, orang coba diminta untuk merasakan kemudahan menelan pada
saat dipijat dan tidak dipijat. Orang coba merasakan bahwa pengunyahan yang disertai
dengan pemijatan lebih memudahkan penelanan karena makanan lebih halus dan
berair. Sedangkan pengunyahan yang tanpa disertai dengan pemijatan orang coba tetap
dapat menelan tanpa hambatan namun sedikit terasa lebih sulit.
Pengunyahan yang disertai pemijatan justru lebih mudah atau lebih nyaman karena
dengan pemijatan dapat mengurangi spasme otot yang terjadi akibat digunakan untuk
mengunyah. Kenyamanan saat pemijatan juga dikarenakan operator melakukan
pemijatan dengan benar, sehingga tidak menimbulkan rasa mengganggu pada orang
coba. Selain itu ketika dilakukan pemijatan juga dapat membantu dalam proses
mengunyah karena di daerah pemijatan terdapat kelenjar saliva dimana jika dilakukan
pemijatan pada daerah tersebut maka akan merangsang sekresi dari kelenjar saliva
sehingga dapat membantu proses pengunyahan.

c. Pengaruh Jenis Makanan terhadap Penelanan


Pada percobaan ini digunakan nasi dengan takaran air yang berbeda.
Orang coba dengan percobaan nasi dengan perbandingan air yang digunakan yaitu 1:1
memiliki pengunyahan yang paling susah. Lalu pada percobaan nasi dengan
perbandingan air yang digunakan yaitu 1:2 memiliki pengunyahan yang sedikit lebih
mudah dibandingkan dengan percobaan sebelumnya. Dan pada percobaan nasi dengan
perbandingan air yang digunakan yaitu 1:3 memiliki pengunyahan yang sangat mudah
dibanding ketiga percobaan yang dilakukan.
Hal ini disebabkan karena nasi dengan perbandingan air 1:3 memiliki tekstur yang
lembut, sehingga semakin mudah untuk dikunyah. Tekstur makanan berpengaruh
dalam pengunyahan, dimana semakin keras tekstur yang dimiliki pada makanan,
semakin susah untuk dikunyah.
.
3. Percobaan Reflkes Muntah (Gagging Refleks)
a. Pengaruh Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Pada percobaan ini, orang coba diminta untuk merasakan bagian mulut mana yang
memiliki gagging refleks terbesar, menggunakan spatel lidah dari kayu yang
disentuhkan pada bagian-bagian tertentu. Namun, kami tidak melakukan pada bagian
faring atas dikarenakan tidak terjangkaunya alat tersebut pada orang coba.
Diketahui bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan pada bagian ujung
lidah, lidah anterior bagian lidah lateral kiri, bagian lidah lateral kanan, ketika
dilakukan percobaan, orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa
13

ada suatu sentuhan. Pada bagian dorsal lidah, lidah posterior, palatum bagian posterior
orang coba merasakan gagging refleks sedang. Sedangkan pada uvula dan tonsil orang
coba merasakan gagging refleks yang kuat.
Hal ini dapat terjadi karena pada bagian posterior lidah merupakan daerah rangsang
muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka
akan dapat menyebabkan gagging refleks.
b. Pengaruh Suhu dan Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Pada percobaan ini, gagging refleks dipicu menggunakan rangsangan suhu dengan
penggunaan air dingin dan air hangat. Hasil percobaan yang kami lakukan diketahui
bahwa orang coba yang berjenis kelamin perempuan pada bagian ujung lidah, lidah
anterior bagian lidah lateral kiri, bagian lidah lateral kanan, palatum bagian posterior,
orang coba tidak merasakan gagging refleks hanya terasa bahwa ada suatu sentuhan.
Pada bagian dorsal lidah dan bagian lidah posterior, orang coba sedikit merasakan
adanya gagging reflex. Sedangkan pada uvula tonsil orang coba merasakan gagging
refleks yang sedang namun lebih kuat daripada dorsal lidah dan lidah posterior.
Hal ini dikarenakan pada bagian posterior palatum merupakan daerah rangsang
muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini terdapat adanya rangsang maka
akan dapat menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga
mulut. Juga disebabkan oleh adanya pengaruh suhu, yaitu suhu dingin yang dapat
menekan respon gagging refleks karena pada suhu dingin sistem syaraf bekerja lebih
lambat, sehingga rasa muntah yang dirasakan, tidak separah ketika hanya diberi
sentuhan dan diberi air hangat sebelum percobaan.
c. Pengaruh Rasa Pahit terhadap Refleks Muntah
Pada percobaan ini, penetesandilakukan pada bagian yang paling sensitive yakni
bagian posterior lidah, uvula dan tonsil. Orang coba (perempuan) merasakan mual
pada bagian-bagian yang dirangsang tersebut.
Menurut teori yang ada, rasa pahit adalah rasa yang kuat dan dapat merangsang refleks
muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian posterior lidah dimana daerah
tersebut merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ
ini terdapat adanya rangsang maka akan dapat menyebabkan gagging refleks,
khususnya pada bagian posterior rongga mulut. Hal inilah yang menyebabkan orang
coba terangsang untuk gagging reflex saat ditetesi dengan kina pada posterior
lidahnya.
14

BAB IV
KESIMPULAN

1. Kekuatan gigit maksimal adalah kekuatan gigi untuk menggigit secara maksimal. Pada
percobaan, didapatkan hasil kekuatan gigit maksimal paling besar adalah pada molar,
lalu caninus dan yang paling kecil adalah pada gigi insisiv.
2. Efisiensi kunyah merupakan jumlah gerak kunyah atau waktu yang dibutuhkan untuk
mengurangi makanan menjadi ukuran partikel tertentu kemampuan untuk melumatkan
makanan. Efisiensi yang melebihi 100% (batas maksimum efisiensi) ini disebabkan
karena setelah kunyah, nasi mengandung banyak air dan saliva, serta adanya air dan
saliva yang tertimbang sehingga membuat nasi sisa kunyah menjadi lebih berat dari
sebelum dikunyah.
3. Jika seseorang mengunyah terus menerus tanpa istirahat, maka ia akan mengalami
kelelahan. Selain itu, jumlah pergerakan mastikasi bergantung pada jenis makanan.
15

4. Pada bagian uvula dan tonsil merupakan daerah gagging refleks yang kuat. Hal ini
dapat terjadi karena pada bagian posterior lidah merupakan daerah rangsang muntah
atau Trigger Zone (CTZ). Gagging refleks juga dipengaruhi oleh adanya rangsangan
suhu, yaitu suhu dingin yang dapat menekan respon gagging refleks karena pada suhu
dingin sistem syaraf bekerja lebih lambat. Selain itu, gagging refleks juga dapat
dipengaruhi rasa pahit karena rasa pahit adalah rasa yang kuat dan dapat merangsang
refleks muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian posterior lidah dimana
daerah tersebut merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ).

DAFTAR PUSTAKA

Bagian
Biomedik,
Lab.
Fisiologi
Fisiologi.Jember:Universitas Jember

FKG

UNEJ.2015.Petunjuk

Praktikum

Bagian Biomedik, Lab. Fisiologi FKG UNEJ.2015.Modul Mastikasi dan Modalitas Rasa
dalam Rongga Mulut.Jember:Universitas Jember
Williams Ganong, .F. 1983. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10.Jakarta:EGC
Guyton, Arthur dan John E. Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.Jakarta:EGC
Pearce, Evelyn C.2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta:PT Gramedia
Sloane, Ethel.2000.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta:EGC

16

Anda mungkin juga menyukai