Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum 02

BLOK FUNGSI SISTEM


STOMATOGNATI

Disusun oleh :

Nama : Dian Rizky Nugraheni


NIM : 201610101121
Kelompok : B3

BAGIAN BIOMEDIK – LAB. FISIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB I
DASAR TEORI

1.1 Mekanisme Mastikasi


Mengunyah ialah mengigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan bawah.
Gerakan lidah dan pipi pembantu dengan memindah-mindahkan makanan lunak ke palatum
keras dan ke gigi-gigi (Pearce : 2002).
Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut, dibantu
dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga mnerubah ukuran dan
konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah untuk ditelan (Tortora,
GJ : 1987).
Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot pengunyahan,
saraf, tulang rahang, sendi temporo mandibula, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi.
Adapun organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain bibir, pipi, lidah,
palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Pada umumnya, otot pengunyahan
dipersarafi oleh cabang motorik N.trigeminus khususnya saraf yang mandibularis yang
dikontrol oleh nuleus batang otak.
Pada umumnya otot-otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang motorik dari saraf
kranial kelima dan proses mengunyah dikontrol oleh nukleus dalam batang otak.
Perangsangan formasia retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat
menimbulkan pergerakan mengunyah yang ritmis secara kontinu. Demikian pula
perangsangan area di hipotalamus, amigdala dan bahkan di korteks serebri dekat area sensor
untuk pengecapan dari penghidu sering kali dapat menimbulkan gerakan mengunyah
(Guyton : 1997).
Di dalam mulut, makanan mengalami proses mastikasi untuk mempermudah mencerna
makanan dan merangsang sekrei saliva. Proses mengunyah disebabkan oleh refleks
mengunyah yang berlangsung secara terus-menerus, meliputi :
1. Pada saat makanan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks inhibisi oto-oto
pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut karena rahang bawah turun.
2. Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang menyebabkan
kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis mengangkat rahang
bawah sehingga terjadi penutupan ringga mulut dan oklusi gigi-gigi
3. Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan oklusal
gigi bergerak ke pipi
4. Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-otot rahang
sehingga mulut kembali terbuka
5. Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali makanan
ke atas permukaan gigi-gigi dan mencampur makanan dengan enzim pencernaan di
rongga mulut. Kondisi ini akan terus-menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan
ukuran partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan. Kecepatan
pencernaan mekanan sangat tergantung pada luas permukaan total yang dapat
menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi partikel-partikel halus
berfungsi mencegah eskoriasi/lukanya saluran pencernaan. Dalam hal ini, pergerakan
lidah diatur oleh saraf kranialis ke-12, hypoglossus (Suhartini : 2015).
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan makanan. Mengunyah
akan membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana berikut: karena enzim-enzim
pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan, kecepatan pencernaan
sangat bergantung pada total area permukaan yang terpapar dengan sekresi usus (Guyton
dan Hall : 1997).
Otot-otot yang terutama bertanggung jawab untuk menggerakkan mandibula
selama proses pengunyahan adalah muskulus masseter, muskulus pterygoideus lateralis,
dan muskulus pterygoideus medialis. Otot pengunyahan tambahan seperti muskulus
mylohyoideus, muskulus geniohyoideus, muskulus stylohyoideus, muskulus
infrahyoideus, muskulus buccinator, dan labium oris (Dixon, AD : 1986). Selain itu ada
juga saliva yang membantu dalam melembabkan dan melumasi makanan sehingga dapat
ditelan (Sloane, Ethel : 2000).
Proses selanjutnya pada sistem pencernaan yaitu menelan. Menelan adalah suatu
reflek yang diatur melalui nervus vagus dan suatu pusat pada medula oblongata (Ganong :
1983). Hollinshead, Longmore (1985) menyatakan bahwa peristiwa menelan adalah
peristiwa yang terjadi setelah proses pengunyahan selesai di dalam mulut, kemudian mulut
tertutup, lidah bagian ventral bergerak ke arah palatum sehingga mendorong bolus ke arah
isthmus fausium menuju faring untuk selanjutnya diteruskan ke esofagus (Indrawati A :
1999).
Terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap volunter atau tahap oral/tahap bukal, tahap
faringeal atau involunter, dan tahap esofageal. Setiap tahap ini umumnya melakukan
gerakan yang berkesinambungan dan berlangsung dengan cepat (Dixon, AD : 1986).
1. Tahap volunter atau tahap oral/tahap bukal
Setelah makanan dikunyah dan berbentuk bolus, pergerakan vertikal lidah akan
mendorong bolus ke arah isthmus fausium. Pada waktu makanan melewati isthmus
fausium, muskulus palatoglossus berkontraksi menyempitkan isthmus fausium sehingga
mencegah kembalinya makanan ke dalam rongga mulut. Setelah makanan sampai pada
orofaring dengan diikuti kontraksi muskulus levator dan muskulus tensor veli palatini
dibantu oleh muskulus palatofaringeus sehingga menutup hubungan antara nasofaring
dan orofaring (Foster TD : 1997).
2. Tahap faringeal atau involunter
Pada tahap ini faring mulai berpera, yaitu muskulus stylofaringeus dan muskulus
palatofaringeus berkontraksi sehingga menarik faring ke arah kranial yang
memungkinkan makanan terdorong ke arah laringofaring. Pada saat bersamaan otot-otot
laring berkontraksi menyebabkan penyempitan aditus laryngis. Kedua kartilago
aritenoidea pada saat ini berkontraksi, kemudian tertarik dan saling mendekati sampai
bertemu dengan epiglotis, rima glotidis tertutup sehingga makanan tidak masuk ke
dalam laring tetapi berada dalam laringofaring (Ludman H : 1996).
3. Tahap esofageal
Pada tahap ini muskulus konstriktor faring berkontraksi bergantian dari atas ke
bawah mendorong bolus makanan ke bawah melewati laring. Dengan terangkatnya
laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh otot-otot dinding faring
berkontraksi. Makanan yang telah memasuki esofagus, akan dialirkan ke lambung
melalui gerak peristaltik (Guyton dan Hall : 1997).
1.2 Refleks muntah
Muntah merupakan suatu cara dimana traktus gastro intestinal membersihkan dirinya
sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastro intestinal teriritasi secara
luas, sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang. Distensi yang berlebihan atau
iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah. Impuls
ditransmisikan baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah
bilateral di medula, yang terletak di dekat traktus solitaries lebih kurang pada tingkat nukleus
motorik dorsal vagus. Reaksi motoris otomatis yang sesuai kemudian menimbulkan perilaku
muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat
muntah melalui saraf kranialis V, VII,IX, X, dan XII ke traktus gastro intestinal bagian atas
dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.
Pada tahap awal dari iritasi gastro intestinal atau distensi yang berlebihan,
antiperistaltik mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltik
dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus gastro intestinal dan gelombang antiperistaltik
bergerak mundur naik ke usus halus dengan kecepatan dua sampai tiga cm per detik, proses
ini benar-benar dapat mendorong sebagian besar isi usus halus kembali ke duodenum dan
lambung dalam waktu 2-5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas traktus gastrointestinal,
terutama duodenum, menjadi sangat meregang dimana peregangan ini menjadi faktor
pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Pada saat muntah, kontraksi
intrinsik kuat yang terjadi pada duodenum maupun lambung bersama dengan relaksasi
sebagian dari spingter esofagus bagian bawah sehingga membuat muntah mulai bergerak ke
esofagus. Dari sini, kerja muntah yang spesifik melibatkan otot-otot abdomen mengambil
alih den mendorong muntahan keluar (Guyton dan Hall : 1997).
Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok
yaitu somatik (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung pada area sensitif yang
disebut trigger zone, mis : sikat gigi, makanan, meletakkan, benda di dalam rongga mulut),
dan psikogenik (distimulasi di pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung,
mis : penglihatan, suara, bau, perawatan kedokteran gigi).
Letak trigger area (trigger zone) pada setiap individu dilaporkan tidak sama/sangat
spesifik. Pada beberapa orang trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior
palatum, dinding posterior faring, dan lain-lain (Suhartini : 2015).
BAB II
HASIL PENGAMATAN
2.1 Efisiensi Kunyah

Bahan makanan yang hilang = (N – S) - (NS - S)

(N – S) - (NS - S)
Ef. Kunyah = ----------------------- x 100%
(N – S)
Keterangan :
N = Berat awal nasi sebelum dikunyah + saringan
S = berat saringan
NS = berat nasi telah dikunyah yang tersisa dalam saringan setelah dibersihkan
EF = efisiensi kunyah

Tabel 1.1 Perhitungan Efisiensi Kunyah

Jumlah Pengunyahan Jenis nasi Efisiensi kunyah (%)


(2x/detik)

10 kali lunak 75 %

normal 75 %

keras 75 %

20 kali lunak 70 %

normal 70 %

keras 83 %

30 kali lunak 65 %

normal 80 %

keras 80 %
2.2 Pengaruh Sentuhan terhadap Refleks Muntah
Area Respon

Ujung Lidah Tidak ada respon

Dorsal Lidah Gagging refleks sedang

Posterior Lidah Gagging refleks sedang

Anterior Palatum Gagging refleks sedang

Bagian Tengah Gagging refleks sedang


Palatum
Posterior Palatum Gagging refleks sedang

Uvula, Tonsil, Faring Gagging refleks sedang

2.3 Pengaruh Suhu Terhadap Refleks Muntah


Area Rangsanga Muntah Tidak Muntah
n
Rahang Atas Normal - ✓
Dingin - ✓
Hangat - ✓
Rahang Bawah Normal - ✓
Dingin - ✓
Hangat - ✓
Tonsil Normal ✓ -
Dingin - ✓
Hangat ✓ -
Uvula Normal ✓ -
Dingin - ✓
Hangat ✓ -
Faring Normal ✓ -
Dingin - ✓
Hangat ✓ -
2.4 Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Refleks Muntah

Rangsangan Muntah Tidak Muntah

Air - ✓

Air Gula - ✓

Air Garam ✓ -

Larutan Kina ✓ -

2.5 Pertanyaan
(1) Mengapa makanan ada yang mudah di telan dan ada yang sukar? Jelaskan mengapa?
Tekstur makanan serta kandungan air di dalam suatu makanan sangat
mempengaruhi tingkat kemudahan maupun kesulitan pengunyahan. Semakin lembut
tekstur dan banyak kandungan air suatu makanan maka akan semakin mudah pula proses
pengunyahan berlangsung. Semakin kasar dan sedikit kandungan air pada makanan
maka semakin sulit suatu makanan dikunyah.
(2) Jelaskan mekanisme timbulnya refleks muntah?
1. Pada saat makanan masuk ke dalam mulut akan merangsang refleks inhibisi oto-oto
pengunyahan, yang menstimulasi membukanya rongga mulut karena rahang bawah
turun.
2. Penurunan ini segera menginisiasi refleks regang otot-otot rahang yang menyebabkan
kontraksi otot di sekitar rongga mulut. Hal ini secara otomatis mengangkat rahang
bawah sehingga terjadi penutupan ringga mulut dan oklusi gigi-gigi
3. Oklusi gigi mengakibatkan terdorongnya bolus yang berada di atas permukaan
oklusal gigi bergerak ke pipi
4. Dorongan makanan ini akan menimbulkan penghambatan kontraksi otot-otot rahang
sehingga mulut kembali terbuka
5. Pada saat mulut terbuka, lidah dan pipi akan berfungsi mengangkat kembali makanan
ke atas permukaan gigi-gigi dan mencampur makanan dengan enzim pencernaan di
rongga mulut. Kondisi ini akan terus-menerus terjadi sehingga terjadi pemecahan
ukuran partikel makanan menjadi lebih kecil dan siap untuk ditelan.
Kecepatan pencernaan mekanan sangat tergantung pada luas permukaan total
yang dapat menghasilkan getah lambung. Penghancuran makanan menjadi partikel-
partikel halus berfungsi mencegah eskoriasi/lukanya saluran pencernaan. Dalam hal ini,
pergerakan lidah diatur oleh saraf kranialis ke-12, hypoglossus (Suhartini : 2015).
(3) Mengapa pahit merangsang efek muntah?
Menurut teori, rasa pahit adalah rasa yang kuat dan dapat merangsang refleks
muntah karena pahit dapat dirasakan pada bagian posterior lidah dimana daerah tersebut
merupakan daerah rangsang muntah atau Trigger Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini
terdapat adanya rangsang, maka akan dapat menyebabkan gagging refleks khususnya
pada bagian posterior rongga mulut.
Rasa pahit juga dapat merangsang impuls saraf sensorik yang di teuskan ke otot
melalui nervus glossofaringeus. Setelah mencapai otak rangsangan motoriknya akan di
bawa kembali ke nervus vagus untuk member reflex muntah. Dimana di dalam rongga
mulut terdapat saraf motorik maupun sensorik yang keduanya saling bekerja sama. Hal
inilah yang memberikan reflex muntah pada seseorang yang merasakan rasa pahit.
(4) Mengapa suhu berpengaruh terhadap penghambatan refleks muntah?
Ketika diberi air hangat maka gagging refleks akan sama seperti ketika tidak diberi respon
suhu. Hal ini terjadi karena pada bagian posterior palatum merupakan daerah rangsang muntah
atau Triggrt Zone (CTZ). Bila pada CTZ ini tedapat adanya rangsang maka akan dapat
menyebabkan gagging refleks, khususnya pada bagian posterior rongga mulut. Akibat pengaruh
suhu, yaitu suhu dingin yang dapat menekan respons gagging refleks karena pada suhu dingin
sistem syaraf bekerja lebih lambat.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengunyahan
3.1.1 Efisiensi Pengunyahan
Pada praktikum ini, orang coba diminta mengunyah nasi dengan tekstur berbeda
yaitu lunak, sedang, dan keras. Pada setiap tesktur praktikan diminta mengunyah
sebanyak tiga kali dengan frekuensi masing masing 10x, 20x dan 30x. Pada perhitungan
efisiensi kunyah pada tiga tekstur nasi dengan tiga frekuensi yang berbeda yang telah
dicantumkan pada table di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar jumlah
pengunyahan maka akan semakin besar efisiensi kunyahnya. Hal ini sesuai dengan dasar
teori yang ada yaitu semakin besar frekuensi kunyah maka akan semakin besar efisiensi
kunyahnya. Karena makanan yang dikunyah dengan waktu yang lebih lama akan lebih
halus dibandingkan dengan yang dikunyah sebentar sehingga lebih mudah ditelan dan
efisiensi kunyahnya lebih besar. Selain itu semakin keras tekstur suatu makanan maka
semakub besar pula efisiensi kunyahnya Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin
lembut tekstur dan banyak kandungan air suatu makanan maka akan semakin
mudah pula proses pengunyahan berlangsung. Semakin kasar dan sedikit
kandungan air pada makanan maka semakin sulit suatu makanan dikunyah. Jadi
dapat disimpulkan bahwa semakin banyak frekuensi kunyah dan semakin kasar
tekstur suatu makanan maka semakin besar pula persentase efisiensi kunyah.
3.2 Refleks Muntah
3.2.1 Tabel Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah
Pada praktikum ini didapatkan bahwa respon sentuhan pada bagian dorsal
lidah, posterior lidah, anterior palatum, bagian tengah palatum, posterior palatum
serta uvula, tonsil dan faring menimbulkan refleks muntah pada orang coba. Area
yang dianggap paling sensitif terhadap refleks muntah saat disentuh adalah
posterior lidah, posterior palatum, uvula, tonsil serta faring. Hal ini tampak ketika
pada bagian tersebut diberikan respon sentuhan maka akan merasakan mual bahkan
merasa akan muntah. Tapi rasa akan muntah tidak sekuat jika respon sentuhan
diberikan pada dorsal lidah, anterior palatum serta bagian tengah palatum. Hal ini
dapat terjadi karena bagian-bagian tersebut merupakan daerah pemicu
kemoreseptor atau yang disebut Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ).
Letak CTZ pada setiap individu tidak sama/sangat spesifik. Pada beberapa
orang Trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior palatum,
dinding posterior faring, dan lain-lain. Pada mayoritas individu, perangsangan pada
5 daerah trigger zone rongga mulut akan menimbulkan gagging refleks, yang
meliputi : anterior dan posterior faucil pillar, bagian posterior dan dasar lidah,
palatum molle, uvula, dinding posterior faring, trakea bagian atas dan bagian
posterior rongga mulut yang lain.
Rangsangan yang diberikan kepada pusat muntah (Vomiting Center/VC)
atau pada zona pemicu kemoreseptor (Chemoreseptor Trigger Zone/CTZ) yang
berada pada sistem saraf pusat (Central Nervous System). Pusat-pusat koordinasi
ini dapat diaktifkan dengan berbagai cara, diantaranya:
1) Adanya stress fisiologis, berlangsung karena adanya sinyal yang dikirimkan
melalui lapisan otak luar dan sistem limbik ke VC,
2) Adanya gerakan, berlangsung jika VC distimulasi melalui sistem pengaturan otot
(vestibular atau vestibulocerebullar system) dari labirin yang terdapat pada
telinga bagian dalam.
Kemudian sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal (jaringan
saraf sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung-ujung saraf yang ada didalam
saluran pencernaan merupakan penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran
pencernaan, kembung, dan tertundanya proses pengosongan lambung. Ketika VC
distimulasi, impuls rangsangan saraf ini akan diteruskan ke otak melalui N. Glosso-
faringeus, dan motoriknya akan dibawa kembali oleh N. Vagus.
3.2.2 Tabel Pengaruh Suhu Terhadap Refleks Muntah
Pada percobaan ini didapatkan bagian yang paling sensitive adalah tonsil, uvula dan
faring. Hal ini tampak ketika memberikan sentuhan ringan didaerah tersebut, orang coba
langsung merasakan mual dan terasa ingin muntah. Hal ini dapat terjadi karena daerah
tonsil, uvula dan faring merupakan daerah pemicu kemoreseptor atau yang disebut dengan
Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang cukup sensitive.
Pada hasil pengamatan dengan perlakukan berkumur dengan menggunakan air es,
tampak adanya pengurangan daya reflex muntah yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh suhu
dingin dapat menghambat terjadinya impuls saraf sensoris yang nantinya dapat memicu
terjadinya gagging reflex. Hal ini berkebalikan dengan hasil pengamatan dengan perlakuan
diberi air hangat. Hal ini dapat terjadi karena perlakuan air panas dapat mempercepat
terjadinya impuls saraf di daerah CTZ untuk menghasilkan respon berupa gagging reflex.
Pada perlakukan berkumur dengan menggunakan air es, tampak adanya
penurunan respon gagging refleks pada berbagai lokasi di lidah. Hal ini disebabkan
karena suhu dingin dapat menghambat terjadinya impuls saraf sensoris yang
nantinya dapat memicu terjadinya gagging refleks.
Pada perlakuan berkumur dengan menggunakan air hangat, tampak adanya
peningkatan respon gagging refleks pada berbagai lokasi di lidah. Hal ini dapat
terjadi karena pemberian air panas dapat mempercepat terjadinya impuls saraf di
daerah CTZ untuk menghasilkan respon berupa gagging refleks.
3.2.3 Tabel Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Refleks Muntah
Pada percobaan kali ini, saat ditetesi air, air gula, air garam dan larutan kina refleks
muntah dirasakan saat lidah mendapat perlakuan larutan kina. . Pemberian stimulus pahit
(kina) dapat memicu muntah. Hal ini dikarenakan pada bagian posterior lidah terdapat
banyak reseptor nosiseptif. Reseptor ini ditemukan di papila lidah yang membawa taste bud
yang dapat memicu terjadinya gagging reflex. Selain itu, rasa pahit merangsang saraf
sensorik yang ada pada rongga mulut yaitu melalui N.Glossopharyngeus kemudian
diteruskan ke otak dan kemudian rangsangan motoriknya dibawa kembali oleh N.Vagus
untuk memberi refleks muntah.
Air garam dapat memicu refleks muntah karena air yang berisi konsentrasi
garam tinggi bersifat hipertonik. Larutan seperti ini kalau diminum, di dalam tubuh
akan menarik cairan dari dalam sel keluar sel tubuh. Di saluran pencernaan akan
ada perpindahan cairan berlebihan ke dalam lumen saluran cerna yang
menimbulkan penekanan di dinding pencernaan berlebihan, yang akibatnya
memicu rasa mual dan muntah.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pengunyahan merupakan hasil kerjasama antara peredaran darah, otot pengunyahan, saraf,
tulang rahang, sendi temporo-mandibula, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi.
Adapun, organ tubuh yang terlibat dalam proses pengunyahan ini antara lain: bibir, palatum,
gigi-gigi, kelenjar saliva, faring, dan laring. Efisiensi kunyah akan semakin besar bila
frekuensi kunyah semakin banyak dan tekstur makanan semakin keras. Refleks muntah
dianggap suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing
atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring
atau trakea. Refleks muntah dapat dipengaruhi oleh sentuhan, suhu, serta sensasi rasa yang
diberikan pada rongga mulut. Pada bagian tertentu di rongga mulut merupakan CTZ yang
ketika disentuh akan memicu refleks muntah. Suhu dingin akan menghambat refleks muntah
sedangkan suhu hangat akan memicu refleks muntah pada beberapa bagian rongga mulut.
Rasa pahit dan asin yang diberikan pada rongga mulut dapat memicu refleks muntah. Untuk
menekan refleks muntah dapat digunakan air dingin yang bersifat menghambat impuls saraf
sensoris penyebab refleks muntah
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhartini. 2015. Modul Mastikasi dan Modalitas Rasa dalam Rongga Mulut. Jember : FKG
Universitas Jember
2. Ganong, W.F. 1983. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta : EGC
3. Guyton, Arthur dan John Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta :
EGC
4. Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
5. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
6. Tortora GJ, Anagnostakos NP. 1987. Principles of Anatomy and Physiology 5th Edition.
Philadelphia : Harper & Row Publisher
7. Ludman H. 1996. Petunjuk Penting pada Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan.
Jakarta : Hipokrates
8. Indrawati A. Peranan Otot dalam Peristiwa Menelan dan Bicara. Majalah Ilmiah
Kedokteran Gigi, Agustus 1999
9. Foster TD. 1997. Buku Ajar Ortodonti. Jakarta : EGC
10. Dixon AD. 1986. Anatomi untuk Kedokteran Gigi. Churchill Livingstone
11. Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai