Anda di halaman 1dari 39

29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Dentisha's Blog
Just another WordPress.com site

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara


Filed under: Uncategorized — 2 Comments
October 30, 2010
I. Mekanisme Mastikasi
Pergerakan yg terkontrol dari mandibula dipergunakan dalam mengigit, mengunyah, dan
menelan makanan dan cairan, serta dalam berbicara. Aktivitas yang terintegrasi dari
otot
rahang dalam merespon aktivitas dari neuron eferen pada saraf motorik di pergerakan
mandibular yang mengontrol hubungan antara gigi rahang atas dan bawah. Pergerakan
rahang adalah suatu pergerakan yang terintegrasi dari lidah dan otot lain yang meng
ontrol
area perioral, faring, dan laring.
Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan otot rahang bukan seca
ra
resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral. Jadi, dapat
disimpulkan
bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama penguyahan yang secara relatif merupaka
n
pergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb sebagai penggerak. Bagaimanapun,
pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak hanya berupa mekani
sme
pergerakan menggerinda simple yang mana merupakan pengurangan ukuran makanan.
Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan saliva sebagai ta
hap
awal dari proses digesti.

I.1 Pergerakan Pengunyahan


Pemahaman mengenai pola pergerakan rahang telah menjadi topic yang menarik dalam ha
l
klinis di kedokteran gigi, terutama dalam bidang orthodonti dan prostodonti. Salah
satu tujuan
memugar bentuk oklusal adalah untuk memastikan kontak gigi terintegrasi dengan pola
pergerakan rahang. Oleh karena itu, beberapa penelitian dimaksudkan untuk menjelask
an
bagian mandibula selama pengunyahan dan untuk mengidentifikasikan posisi mandibula
setelahnya. Dokter gigi mencari posisi stabil mandibula untuk menfasilitasi penelit
ian tentang
rahang pada alat yang bernama simulator atau artikulator.
Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut dengan kekuatan di gigi incidor
sebesar 55 pounds dan gigi molar sebesar 200 pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah
, gigi
anterior (incisors) berperan untuk memotong dan gigi posterior ( molar) berperan un
tuk
menggiling makanan.
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

1/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nerevus cranial ke lima dan pr
oses
pengunyahan dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi dari area spesifik retikular
di batang
otak pusat rasa akan menyebabkan pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimula
si area
di hipotalamus, amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan area dengan area sens
ori
untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan pengunyahan.
Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah, yang dapat dijelask
an
sebagai berikut :
1.
kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi refleks penghambat d
ari
otot mastikasi yang membuat rahang bawah turun.
2. penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks melonggarkan otot rahang
memimpin untuk mengembalikan kontraksi.
3.
secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi juga menekan bolus lag
i,
melawan lining mulut, yang menghambat otot rahang sekali lagi, membuat rahang turun
dan mengganjal (rebound) di lain waktu. Hal ini berulang terus menerus.
4. pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua makanan, khususnya
untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat karena mereka memiliki membrane selulosa
yang tidak tercerna di sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebel
um
makanan dapat dicerna.

Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan dengan alasan sebagai berikut:
– enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan, sehingga t
ingkat
pencernaan bergantung pada area permukaan keseluruhan yang dibongkar oleh sekresi
pencernaan.
– Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah penolakan dari
gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan untuk mengosongkan makanan dari
lambung ke usus kecil, kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus.

I.1.1 Pergerakan
Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka dan menutup. Tingkat dan
pola pergerakan rahang dan aktivitas otot rahang telah diteliti pada hewan dan juga
manusia.
Pola pergerakan rahang pada beberapa hewan berbeda tergantung jenisnya. Pengulangan
pergerakan pengunyahan berisikan jumlah kunyahan dan penelanan. Selama mastikasi
karakteristik pengunyahan seseorang sangat bergantung pada tingkatan penghancuran
makanan. Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan
ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam
periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum
penelanan. Pergerakan rahang pada ketiga periode ini dapat berbeda tergantung pada
bentuk
makanan dan spesiesnya. Selama periode reduksi terdapat fase opening, fast-opening
dan slow-
opening. Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang membuka da
n dua
fase selama rahang menutup.
Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol pergerakan

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

2/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol pergerakan
makanan dan pembentukan menjadi bolus. Untuk makanan yang dihancurkan, diposisikan
oleh lidah pada konjugasi dengan otot buccinators pada pipi diantara oklusal permuk
aan gigi.
Makanan yang padat dan cair ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah. Sel
ama fase
slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan memperluas permukaan
makanan. Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik selama fase fast-opening dan
fase-
closing, membuat gelombang yang dapat memindahkan makanan ke bagian posterior pada
rongga mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian posterior rongga mulut, akan
berpindah ke belakang di bawah soft palate oleh aksi menekan dari lidah. Lidah amat
penting
dalam pengumpulan dan penyortiran makanan yang bias ditelan, sementara mengembalika
n
lagi makanan yang masih dalam potongan besar ke bagian oklusal untuk pereduksian le
bih
lanjut. Sedikit yang mengetahui mengenai mekanisme mendasar mengenai pengontrolan l
idah
selama terjadinya aktivitas ini.

I.1.2 Aktivitas Otot


Kontraksi otot yang mengontrol rahang selama proses mastikasi terdiri dari aktivita
s pola
asynchronous dengan variabilitas yang luas pada waktu permulaan, waktu puncak, ting
kat
dimana mencapai puncak, dan tingkat penurunan aktivitas. Pola aktivitas ditentukan
oleh
factor-faktor seperti spesies, tipe makanan, tingkat penghancuran makanan, dan fakt
or
individu. Otot penutupan biasanya tidak aktif selama rahang terbuka, ketika otot pe
mbuka
rahang sangat aktif. Aktivitas pada penutupan rahang dimulai pada awal rahang menut
up.
Aktivitas dari otot penutup rahang meningkat secara lambat seiring dengan bertemuny
a
makanan di antara gigi. Otot penutupan pada sebelah sisi dimana makanan akan dihanc
urkan,
lebih aktif daripada otot penutupan rahang kontralateral.

I.2 Struktur batang otak dalam control mastikasi


Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan gabungan aktivitas
beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei motorik lain yang
memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain seperti formasi reticular
juga
terlibat.

I.2.1 Nukleus Trigeminal Sensorik


Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada di sepanjang batas l
ateral
batang otak, dari pons sampai spinal cord. Porsi rostral paling banyak dari nucleus
ini disebut
nucleus sensorik principal (kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik uta
ma) dan
sisanya adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari rostral k
e kaudal
menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis.
Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus trigeminus. Cabang utama aka
n
bercabang menjadi limb ascending dan descending, atau secara sederhana turun memasu
ki
batang otak untuk membentuk traktus trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral da
ri
nucleus sensori utama, sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus sp
inal
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

3/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

trigeminal di sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson kolateral mening
galkan
traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori untuk membentuk sumbu terminal pada
beberapa nucleus dengan tingkat yang berbeda. Akson yang menginervasi rostral mulut
dan
wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir lebih later
al.
Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda. Sirkuit neuron local mempunya
i akson
yang dibatasi area batang otak; proyeksi neuron akan mengirimkan akson ke rostral n
uclei
batang otak yang lain; dan interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus senso
rik.
Berdasarkan pada perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi, subnukleus oralis te
rdiri
dari 3 subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan garis batas. Divisi ventrol
ateral terdiri
dari interneuron dan 2 populasi neuron proyeksi (satu yang memproyeksi spinal cord,
dan
satu lagi yang mengirimkan akson ke tanduk dorsal medular). Di dalam subdivisi
dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi korteks cerebral. Sedangkan grup neuron
pada
garis batas memproyeksi cerebellum dan tanduk dorsal medullar.
Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus trigeminal motorik, dan dikelilin
gi oleh
akar trigeminal motorik di medial, serta oleh akar trigeminal sensorik di lateral.
Nukleus
sensori utama dapat dibedakan dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang l
ebih
rendah, dan rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer yang tebal, panja
ng, dan
lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus utama adalah adanya sejumla
h
gelondong akson bermyelin pada nucleus spinal. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya
dan
electron menunjukkan adanya neuron berbentuk fusiform, triangular, dan multipolar p
ada
nucleus sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative sederhana. Dendrit prime
r
berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau secara langsung dari badan sel. De
ndrit
sekunder lebih panjang, tapi terlihat tidak melebihi batas nucleus.

I.2.2 Nukleus Trigeminal Mesencefalic


Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup rahang dan b
adan
sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor palatal berlokasi di da
lam nucleus
mesencefalic. Penyusunannya unik di dalam sistem saraf pusat. Nukleus neuron mesenc
efalic
berupa unipolar; akson tunggal yang bercabang 2 menjadi cabang perifer dan sentral.
Cabang
sentral mengeluarkan sejumlah cabang kolateral yang berakhir di nucleus motorik, sp
inal cord,
dan area lain dari batang otak. Badan sel neuron yang menginervasi gelondong otot,
ditemukan di sepanjang nucleus, dan badan sel yang berasal dari reseptor ligament
periodontal dibatasi setengah kaudalnya.

I.2.3 Nukleus Tigeminal Motorik


Motoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi terdapat pada nucleus trigeminal motor
ik.
Analisis distribusi ukuran soma motoneuron menandakan bahwa nucleus trigeminal moto
rik
terdiri dari motoneuron gamma dan alfa. Sejumlah studi pembuktian neural
mendemostrasikan bahwa motoneuron gamma yang menginervasi otot-otot mastikasi
dipisahkan secara anatomi di dalam nucleus; Motoneuron penutup rahang berlokasi di
dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang berlokasi di divisi ventromedial
nucleus. Pengamatan intraselular dan ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

4/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

menunjukkan bahwa input sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda.
Contohnya adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup rahang tidak
mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas neural yang memulai
mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan menghambat otot penutup rahang dan
meningkatkan aktivitas otot pembuka rahang.
Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan kompleks. Dendrit dari semua grup
motoneuron yang berbeda, memperpanjang di luar batas nucleus motorik, tapi di sini
terdapat
sedikit tumpang tindih antara dendrite motoneuron di region dorsolateral dan ventro
medial
nucleus motorik. Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mi
kro
nucleus trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme reflek mastikasi.

I.2.4 Nukleus Hipoglosal Motorik


Nukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah lebih homogen daripada nucleus
trigeminal motorik. Ia terbentuk dari motoneuron yang besar dan multipolar dan sebu
ah
populasi dari interneuron-interneuron kecil. Dendrit-dendrit motoneuron besar melin
tasi garis
tengah ke nucleus hipoglosal kontralateral atau berseberangan dalam formasi reticul
ar.
Interneuron-interneuron kecil memiliki hanya satu atau dua dendrite yang terdiri ol
eh nucleus
secara total.

I.2.5 Nukleus Fasial Motorik


Nukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom longitudinal motoneuron. Kolom-kolom
medial
dan lateral yang lebih besar terpisah oleh kolom intermediet yang lebih kecil. Stud
i pembuktan
neural menunjukkan bahwa otot fasial direpresentasikan secara topografi di dalam nu
cleus.
Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai motoneuron sendiri pada bagian
ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot bibir bawah disuplai oleh motoneuron pad
a kolom
sel intermediet. Otot-otot yang berhubungan dengan telinga dikontrol oleh motoneuro
n pada
kolom sel medial. Terdapat perbedaan utama pada pola dendrit antara motoneuron di 3
kolom
sel. Dendrit pada motoneuron fasial secara luas berada di subdivisi yang sama yang
mengandung soma, tapi terkadang meluas di luar batas nucleus fasial motorik.

I.2.6 Kontrol Mastikasi


Nuclei sensori dan motorik yang terdapat pada brain stem memiliki peranan yang yang
sangat
penting dalam proses pengontrolan mastikasi. Pola dasar oscillatory pergerakan mas
tikasi
berawal dari generator neural yang terdapat di brain stem. Input sensori afferent y
ang terjadi
pada nuclei ini juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan p
roses
mastikasi. Dan faktor yang berpengaruh besar lagi adalah pusat otak akan mempengaru
hi
system koordinasi brain stem mastikatori. Setelah sekian banyak penelitian dilakuka
n, tiga hal
inilah yang merupakan faktor utama yang berpengaruh besar terhadap pengontrolan pro
ses
mastikasi.

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

5/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

I.3 Aktivitas brain stem selama mastikasi


Gerakan dasar mastikasi dapat terjadi tanpa adanya input sensori dalam kavitas oral
, fakta
menunjukkan bahwa gerakan mandibula ke atas dan bawah berasal dari dalam brain stem
.
Hasil percobaan juga membuktikan bahwa faktor-faktor pemicu gerakan mastikasi adala
h
adanya hubungan dari sirkuit neural yang membentuk jaringan neural oscillatory yang
mampu merangsang terjadinya pola gerakan mastikasi. Neural oscillator ini disebut s
ebagai
generator pola mastikasi atau pusat mastikasi. Selain mastikasi, brain stem juga be
rtanggung
jawab dalam proses respiratori dan proses penelanan. Selain adanya neural generator
,
mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex otot yang diinisiasi oleh stim
ulasi dari
strukur orofacial.
Gerak refleks yang timbul dari area orofacial bermacam-macam, termasuk juga gerak l
idah,
facial, dan berbagai gerak rahang. Dalam gerak refleks orofacial ini terdapat sekur
ang-
kurangnya satu motor nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana
bila
dibandingkan dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai contohnya pro
ses
penelanan).
Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti adalah gerak refleks pada jaw-c
losing dan
refleks jaw-jerk, yang dapat terjadi dengan mengetuk ujung dagu. Saat mengetuk ujun
g dagu
ini, muscle spindle pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input senso
ri yang akan
menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat (sekitar 6 detik) electromyo
graphy
(EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang terjadi pada otot masseter dan temporalis.
EMG
juga menunjukkan output berupa gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Ka
rena
waktu terjadinya yang sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak knee-jerk
refleks
dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks monosynaptic). Input refleks jaw-clo
sing selain
muscle spindle adalah stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll dapat menimbulkan re
fleks jaw-
closing dalam waktu singkat. Hal ini dibuktikan dengan percobaan anestesi yang diap
likasikan
pada gigi dan rahang bawah menurunkan input tapi tidak menghentikan refleks.
Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli mekanik dari ligament periodontal dan
mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini menghasilkan eksitasi otot jaw-opening dan
inhibisi
pada otot jaw-closing. Proses ini tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurang-
kurangnya
satu interneuron bekerja.
Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari cortex yang menyokong otot j
aw-closing
dan jaw-opening. Begitu kompleks proses terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ri
tme
mastikasi dihasilkan dari generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat diba
ntu dengan
input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal dengan frekuensi y
ang
sesuai dengan input yang terjadi.
Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses pengunyahan diteliti menggunakan aktivi
tas
itrasel dari motoneuron α yang mengontrol otot masseter (jaw-closing) dan digastric
s (jaw-
opening). Motoneuron masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi (i
nhibisi) saat
fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening, akan tetapi tidak hi
perpolarisasi
saat closing.
II Penelanan

Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

6/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan


makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process of taking food into the body throu
gh the
mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ y
ang
berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menel
an ini
diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih d
ari 30 pasang
otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam
lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu te
rjadi
kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

II.1 Neurofisiologi menelan


Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.

II.1.1 Fase oral


Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan
oleh
gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan me
mbentuk
bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung
secara
disadari. Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.


ORGAN

AFFEREN (sensorik)

EFFEREN (motorik)

Mandibula

n. V.2 (maksilaris)

N.V : m. Temporalis, m. maseter, m.


pterigoid

Bibir
n. V.2 (maksilaris)

n. VII : m.orbikularis oris, m.


zigomatikum, m.levator labius oris,
m.depresor labius oris, m. levator
anguli oris, m. depressor anguli oris

Mulut & pipi

n.V.2 (maksilaris)

n.VII: m. mentalis, m. risorius,


m.businator

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

7/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus

Lidah

n.V.3 (lingualis)

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, se
telah otot-
otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lida
h
berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. B
agian
anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring se
hingga
menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. pala
to
faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

Peranan saraf kranial fase oral


ORGAN
Bibir

AFFEREN (sensorik)

EFFEREN (motorik)

n. V.2 (mandibularis), n.V.3


(lingualis)

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator


labius oris, m. depressor labius,
m.mentalis
Mulut & pipi

n. V.2 (mandibularis)

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli


oris, m.depressor anguli oris,
m.risorius. m.businator

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

n.V.3 (lingualis)

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

Uvula

n.V.2 (mandibularis)

Lidah

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 seb
agai serabut
afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (m
otorik).

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

8/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

II.1.2 Fase Faringeal


Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palato
glosus)
dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :
1.
m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) ber
kontraksi
menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior
sehingga menutup daerah nasofaring.
2.
m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid later
alis
(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3.
Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.sti
lohioid,
(n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).
4.
Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring in
ermedius
(n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring
tertekan
kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5.
Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan doron
gan
otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke
dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk mene
lan
cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal


Organ

Afferen

Lidah

Efferen
n.V :m.milohyoid, m.digastrikus

n.V.3

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus
n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini

n.V.2, n.V.3

n.V :m.tensor veli palatini

n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus

n.Laringeus superior
cab internus (n.X)

n.VII : m. Stilohioid

Palatum

Hyoid

n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

9/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Nasofaring

n.X

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

Faring

n.X

n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,


m.konstriktor faring sup, m.konstriktor
ffaring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

n.IX :m.stilofaring

Laring

n.rekuren (n.X)

n.X : m.krikofaring

Esofagus
n.X

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X seba
gai serabut
afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan
waktu
gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian at
as.
Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah
,
pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bag
ian
atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penel


itiannya
melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
1.
Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/
3
depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari
m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat
terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus teris
ap ke
arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh
m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus
bagian
superior.

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

10/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

II.1.3 Fase Esofageal


Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun
lebih
lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :


1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik
primer terjadi
akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksi
mal.
Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yan
g
merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus
mienterikus
yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gel
ombang ini
bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak perist
altik
dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia aki
bat dari
berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik pr
imer.

II.1.4 Peranan sistem saraf dalam proses menelan


Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :
1.
Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung
akan berespons dan menyampaikan perintah.
2.
Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi)
pada
trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses me
nelan)
dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuro
n
otot yg berhubungan dgn proses menelan.
3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

II.2 Gangguan deglutasi/ menelan


Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit menelan,
yang
merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun an
ak-
anak.
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

11/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih 2000 k
ali,
sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup
seseorang.
Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sam
pai
ke lambung.
Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang sal
uran
mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi. Disfagia dapat diserta
i
dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.
Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia di
bagi
berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berda
sarkan
mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dap
at
menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainann
ya hanya
dilihat dari gangguan di esofagusnya.

III Berbicara
Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan prose
s
percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan baha
sa adalah
cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang
dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu
untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.

Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan pr
oduksi
suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak.
Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bi
cara yang
normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan da
ri
udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat)
untuk
phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial
dan
struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai
bicara

III.1 Struktur fungsional organ pengucapan


III.1.1 Laring
Laring merupakan penghubung antara faring dan trakea, didisain untuk memproduksi su
ara
(fonasi). Laring ini terdiri dari 9 kartilago, 3 kartilago yang berpasangan dan 3 y
ang tidak
berpasangan. Organ ini terletak pada midline didepan cervikal vertebra ke 3 sampai
c 6.
Organ ini dibagi ke dalam 3 regio:
* Vestibule
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

12/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

* Ventricle
* Infraglotitic
Vocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada regio ventric
le.
Didalam faring ini terdapat pita suara yang dapat menghasilkan gelombang suara yang
nantinya akan di modifikasi oleh resonator dan articulator yang kemudian dihasilka
n suara
yang seperti kita ucapkan sehari-hari. Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan
tension)
dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana fungsi otot-otot
tersebut
adalah:
M. Cricothyroideu menegangkan pita suara
M. Tyroarytenoideus (vocalis) relaksasi pita suara
M. Cricoarytenoideus lateralis adduksi pita suara
M. Cricoarytenoideus posterior abduksi pita suara
M. Arytenoideus transversus menutup bagian posterior rima glotidis

III.1.2 Vocal Tract


Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section dengan panjang
sekitar
17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross section ini bervariasi dari 0-20 cm2
dengan

penempatan bibir, rahang, lidah, dan velum(soft palate). Perangkap (trap-door actio
n) yang
dibuat sepasang velum pada vocal tract membuat secondary cavity yang berpartisipasi
dalam
speech production- nasal tract. Nasal cavity memiliki panjang sekitar 12 cm dan lua
s 60 cm3.
Untuk bunyi suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara yang melewati
vocal
cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai filter dengan frekuensi yang d
iinginkan,
berkorespondensi dengan resonansi akustik dari vocal tract

III.1.3 Voiced Sounds (Suara)


Suara, contohnya huruf vokal (a,i,u,e,o), diproduksi dengan meningkatkan tekanan ud
ara di
paru-paru dan menekan udara untuk bergerak ke glottis (lubang antara vocal cords),
sehingga
vocal cords bergetar.
Getaran tersebut mengganggu aliran udara dan menyebabkan getaran broad spectrum qua
si-
periodic yang berada di vocal tract. Ligament yang bergetar dari vocal cords memil
iki panjang
18 mm dan glottal yang secara khusus bervariasi dalam area dari 0-20 mm2. Otot lary
ngeal
yang mengatur vocal folds dibagi menjadi tensors, abductors, dan adductors. Naik
dan
turunnya pitch dari suara dikontrol oleh aksi dari tensor – crico-thyroid dan otot
vocalis.
Variasi dalam tekanan subglottal juga penting untuk mengatur derajat getaran laryng
eal.
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

13/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

III.1.4 Artikulasi dan Resonansi


Ketika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut dimodifikasi untuk
menghasilkan suara yang jelas dengan proses resonansi dan artikulasi
Dengan kegunaan sifat-sifat resonant dari vocal tract, bunyi suara dasar disaring.
Kualitas
akhir dari suara tergantung dari ukuran dan bentuk berbagai cavitas yang berhubunga
n
dengan mulut dan hidung. Bentuk dari beberapa cavitas ini bisa diubah oleh berbagai
macam
aktivitas bagian yang dapat bergerak dari pharynx dan cavitas oral.
Cavitas yang berhubungan dengan dengan hidung adalah cavitas nasal, sinus, dan
nasopharynx. Nasopharynx dengan cepat berubah-ubah dan variasi ini dihasilkan oleh
kontraksi otot-otot pharyngeal dan gerakan dari palatum lunak.
Cavitas yang berhubungan dengan mulut adalah cavitas oral dan oropharynx. Kedua cav
itas
ini bisa diubah-ubah oleh kontraksi dari otot-otot. Semua cavitas ini mengambil dan
memperkuat suara fundamental yang dihasilkan oleh getaran dari vocal cords. Fungsi
ini
dikenal dengan sebutan resonansi. Pergerakan dari palatum lunak, laring, dan pharyn
x
membuat manusia dapat mencapai keseimbangan yang baik antara resonansi oral dan nas
al
yang akhirnya menjadi karakteristik dari suara tiap-tiap individu.
Artikulasi adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh pergerakan bibir, m
andibula,
lidah, dan mekanisme palatopharyngeal dalam kordinasi dengan respirasi dan phonasi
Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah bentuk dari tonsil laryngeal
dan
untuk membuat suara dalam rongga mulut. Suara yang penting terbentuk adalah penguca
pan
konsonan, yang ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibent
uk dari
gelombang udara yang berkontak dari arah yang berlawanan. Misalnya pada kontak anta
ra
dua bibir saat pengucapan huruf “p” dan “b”. Contoh lainnya juga pada lidah yang
menyentuh gigi dan palatum saat pengucapan huruf “t” dan “d”.
Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan hanya berupa faktor
kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang hanya dihasilkan oleh huruf voca
l. Hal ini
terbukti secara klinis ketika kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita p
aralytic
stroke. Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja dengan sed
ikit
konsonan.
Disamping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat menghasilkan dua macam suara-
suara yang tak terdengar: fricative sounds dan plosive sounds.
Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s,sh, f, dan th, yang dihasilkan ketika
traktus
vokal setengah tertutup pada beberapa titik dan udara tertekan melewati konstriksi
pada
kecepatan yang cukup tinggi untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricati
ve
membutuhkan sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar tida
k
sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan denture.
Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika traktus vokal tertutup selu
ruhnya (
biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan tekanan udara meningkat saat menutup,
dan
kemudian membuka dengan tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative consonan
t v dan
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

14/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

z yang terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber suara.


Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan dengan fungsi kontiny
u
dari sensorik informasi dari reseptor otot dan mechanoreceptor cutaneous yang
didistribusikan sepanjang respiratosy, laringeal, dan sistem orofacial.

III.2 Vokalisasi

Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar adalah
pita
suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis.
pita suara ini
diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendir
i.
Gambar 37-10B menggambarkan pita suara. Selama pernapasan normal, pita akan terbuka
lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehin
gga
aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran t
erutama
ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu
sama lain
dan oleh massa pada tepinya.
Gambar 37-10A memperlihatkan irisan pita suara setelah mengangkat tepi mukosanya. T
epat
di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen
vokalis.
Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago
yang
menonjol dari permukaan anterior leher dan (Adam’s Apple”). Di posterior, ligamen v
okalis
terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago aritenoid. Kartilago tiroid da
n kartilago
aritenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu
kartilago
krikoid.
Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau oleh rotasi
posterior
dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot-otot dari kartilago tiroid dan
kartilago
aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di
sebelah
lateral ligamen vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago ariten
oid ke arah
kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan otot-otot
ini juga
dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara, menajamkannya untuk menghasil
kan
bunyi dengan nada tinggi dan menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah (bass).
Akhirnya, masih terdapat beberapa rangkaian lain dari otot laringeal kecil yang ter
letak di
antara kartilago aritenoid dan kartilago krikoid, yang dapat merotasikan kartilago
ini ke arah
dalam atau ke arah luar atau mendorong dasarnya bersama-sama atau memisahkannya, un
tuk
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

15/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

menghasilkan berbagai konfigurasi pita suara.

IV Basis neural bahasa


Salah satu perbedaan terpenting antara manusia dan binatang rendah adalah adanya fa
silitas
pada manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selanjutnya, karena tes neurolog
ic
dapat dengan mudah menaksir seberapa besar kemampuan seseorang untuk berkomunikasi
satu sama lain, maka kita dapat mengetahui lebih banyak tentang sistem sensorik dan
motorik
yang berkaitan dengan proses komunikasi daripada mengenai fungsi segmen kortikal l
ainnya.
Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi, yaitu: aspek sensorik (input bahasa),
melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa) yang melibatk
an
vokalisasi dan pengaturannya.\

IV.1 Aspek Sensorik pada Komunikasi


Pada korteks bagian area asosiasi auditorik dan area asosiasi visual, bila mengalam
i kerusakan,
maka dapat menimbulkan ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang diucapkan dan
kata-kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-turut disebut sebagai afasia rese
ptif auditorik dan
afasia reseptif visual atau lebih umum, tuli kata-kata dan buta kata-kata (disleksi
a). Studi dari
afasia ini mempunyai peran penting pada pemahaman neural basis dari bahasa. Penyeba
b
paling sering ialah trauma kepala (head trauma). Penyebab selanjutnya ialah stroke:
40% major
vascular events pada hemisfer cerebral yang mengakibatkan language disorders.
Afasia anomik (Anomic aphasia)
Pada afasia ini, satu-satunya gangguan ialah pada kemampuan untuk menemukan kata-ka
ta
yang benar. Ini merupakan bentuk afasia yang tidak biasa. Akan tetapi, biasanya mer
upakan
lesi pada aspek posterior dari lobus temporal inferior kiri, dekat dengan garis tem
poral-
occipital.
Afasia Wernicke dan Afasia Global
Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan ataupun kata-kata yang ditul
iskan
namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan walaupun saat
mendengar music atau suara nonverbal akan normal. Biasanya pasien berbicara sangat
cepat
baik ritme, grammar, dan artikulasi. Apabila tidak benar-benar didengarkan, akan te
rdengar
hampir normal. Keadaan ini sering terjadi bila area Wernicke yang terdapat di bagi
an
posterior hemisfer dominan girus temporalis superior mengalami kerusakan. Oleh kare
na itu,
tipe afasia ini disebut afasia Wernicke.
Bila lesi pada are Wernicke ini meluas dan menyebar (1) ke belakang ke region girus
angular,
(2) ke inferior ke area bawah lobus temporalis, (3) ke superior ke tepi superior fi
sura sylvian
dari hemisfer kiri, maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang secara to
tal (totally
demented) untuk mengerti bahasa atau berkomunikasi, dan karena itu dikatakan mender
ita
afasia global.
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

16/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Transcortical sensory aphasia


Merupakan pemutusan area Wernicke dari posterior parietal temporal association area
. Hal ini
menyebabkan fluent aphasia dengan kurangnya pemahaman dan juga kecacatan saat berpi
kir
ataupun mengingat arti dari suatu tanda atau kata-kata. Pasien tidak dapat membaca,
menulis
dan juga ditandai dengan kesusahannya mendapat kata-kata, tetapi dapat mengulang ap
a
yang telah dibicarakan dengan mudah dan fasih.

IV.2 Aspek Motorik Komunikasi


Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental:
1. Membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan
digunakan, kemudian
2. mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri.
Pembentukan buah pikiran dan bahkan pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosi
asi
sensorik otak. Sekali lagi, area Wernicke pada bagian posterior girus temporalis su
perior
merupakan hal yang penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang
mengalami afasia Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan pikirannya u
ntuk
dikomunikasikan. Atau bila lesinya tak begitu parah, maka penderita masih mampu
memformulasikan pikirannya namun tak mampu menyusun kata-kata yang sesuai secara
berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita
fasih
berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak berurutan.
Afasia Motorik akibat Hilangnya Area Broca.
Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu
bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kat
a
selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pa
da area
bicara Broca, terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks (kira-kira
95%
kelainannya di hemisfer kiri). Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipa
kai untuk
mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai
untuk bicara
dimulai dari daerah ini.

Artikulasi
Berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang be
rtanggung
jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara.
Regio
fasial dan laryngeal korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan serebelum, gan
glia basalis,
dan korteks sensorik semuanya membantu mengatur urutan dan intensitas kontraksi oto
t,
dengan mekanisme umpan balik serebelar dan fungsi ganglia basalis. Kerusakan setiap
regio
ini dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial atatu total untuk berbicara dengan jel
as.

17/20
Lesi yang tidak mempengaruhi cerebral cortex, khususnya lesi vascular pada basal ga
nglia dan

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Lesi yang tidak mempengaruhi cerebral cortex, khususnya lesi vascular pada basal ga
nglia dan
thalamus, dapat juga menyebabkan afasia yang disebut afasia subcortical.
Lesi kecil pada otak dapat merusak kemampuan untuk membaca dan/atau menulis, tanpa
menganggu bicara ataupun fungsi kognitif lainnya. Alexia (ketidakmampuan untuk memb
aca)
dengan agraphia (ketidakmampuan menulis) berhubungan dengan lesi kortex pada lobus
parietal kiri, dibelakang cortex area auditorik. Alexia tanpa agraphia berhubungan
dengan
lobus occipital kiri.
IV.3 Lokalisasi pusat kontrol bahasa
Vokalisasi mamalia membutuhkan koordinasi pergerakan pernapasan, laryngeal artikul
atori
(supralaryngeal). Moto neuron bertanggung jawab untuk pergerakan respiratori yang b
erada
dalam corda spinalis lumbar atas, toraxic dan servikal. Kontrol – kontrol ditemukan
dalam
nucleus ambiguus. Neuron yang bertanggung jawab untuk kontrol pergerakan artikulato
r
terlokalisasi dalam nukleus motorik trigeminal, nukleus facial, rostal nucleus ambi
guus,
nucleus hipoglosal, dan corda spinalis servical atas. Demikian, bahkan pada tingkat
kontrol
efferen kontrksi otot (jalur final) yang umum, vokalisasi melibatkan suatu satuan e
kstensive
pada motoneuron yang bersambung dari pons ke corda spinalis.
Transeksi pusat otak diatas nucleus motorik trigeminal pada hewan mengakibatkan hew
an”
ini bisu. Karena itu, pertukaran informasi sraf antara nuclei motor cranial, motone
uron
respiratorius spinalis, dan informasi somato sensorik yang memasuki batang otak baw
ah dan
corda spinalis tidak cukup u8ntuk menginisiai vokalisasi. Input koordinasi dari pus
at cerebral
yang lebih tinggi diperlukan. Dengan beberapa penelitian behavioral yang hati” pada
produksi bahasa, para neurologis telah mendeskripsikan beberapa aphasia yang biasan
ya
terlibat dalam area berbeda di hemisver otak. Salah satu aphasia yang paling awal,
wernicke’s
aphasia, yang mana pasien dapat berbicara sangat cepat, tanpa peduli irama, pola ka
limat, dan
artikulasi. Kata”, jika tidak didengarkan secara baik”, dapat terdenga hampir norma
l. Pasien
gagal menggunakan kata” yang benar dan justur menggunakan frase circumlacutory.
Karakteristik lain parafrasia, yang mana satu kata atau frase disubsitusi untuk yan
g lain,
terkadang pada makasud yang terkait, ataupun tidak terkait. Pasien ini dapat memili
ki
kehilangan percakapan yang parah walaupun pendengaran suara non verbal dan musik bi
sa
jadi sepenuhnya normal. Lesi saraf ini berhubungan dengan gangguan linguistik asosi
asi
seperti ketidak mampuan membaca (aleksia) dan ketidak mampuan menulis (agrafia).
Pada Broca’s apasia , kata-kata terjadi secara perlahan, artikulasi tidak rapi, dan
kata”
gramatikal kecil dan akhiran huruf mati dan kata kerja bersambung jadi kata-kata di
ucapkan
memiliki gaya telegrafik. Lesi ini terlokalisasi dalam zona bahasa anterior, dan bu
kan lesi
kombinasi.
Conduction aphasia, menyerupai Wernicke’s aphasia pada keberadaan kata” yang kebany
akan
normal dan lancar tapi repetisi yang buruk, juga kompensasi auditori yang baik. Les
i ini
mengkompromisasi struktur yang cecara normal mentransfer informasi auditori ke sist
em
motor, langkah fisiologis diperlukan untuk tindakan mengulangi kalimat.
Pasien dengan global aphasia tidak dapat berbicara atau memahami bahasa. Mereka tid
ak
dapat membaca, menulis, mengulangi, atau menyebutkan nama barang-barang. Lesi ini
ektensive dan yang secara esensial di suplai oleh cabang cortical pada arteri tenga
h otak
mengarahnkan semua perisylvian territory pada hemisver kiri.
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

18/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

Pada anomic aphasia, satu-satunya gangguan adalah dalam menemukan kata” yang tepat.
Ini
adalah bentuk aphasia yang tidak biasa yang secara khas mengikuti lesi di aspek pos
terior
lobus temporalis inferior kiri, dekat border temporal-occipital.
Transcortical motor aphasia dihasilkan dari lesi yang memutuskan hubungan area broc
a’s dari
cortex motori suplementer. Pasien akan melakukan percakapan tapi hanya dapat
mengucapkan sedikit syllables.
Transcortical sensory mengikuti diskoneksi dari Wernicke’s area pada area asosiasi
temporal
parietal posterior. Ini menyebabkan aphasia lancar dengan pemahaman yang defektif,
dan
defek dalam berfikir atau mengingat maksud sinyal dan tanda-tanda.
Pasien tidak bisa membaca dan menulis dan juga memiliki kesulitan dalam menemukan k
ata-
kata tapi dapat mengulangi kata-kata verbal secara mudah dan lancar.
Lesi yang tidak mempengaruhi cortex cerebral, biasanya lesi vaskuler dalam ganglia
basalis
dan talamus, dapat juga dihasilkan dalam aphasia yang biasanya disebut subcortical
aphasia.

IV.4 Dominasi Cerebral


Kerusakan di area korespondensi di sisi lain otak meninggalkan kemampuan berbahasa
yang
utuh. Hanya sedikit keruskan di hemisfer kanan otak menyebabkan kerusakan bahasa. 9
7%
dari mereka memiliki kerusakan di hemisver kiri otaknya. Kontrol unilateral pada fu
ngsi
tertentu disebut dominasi cerebral.
Tanda bahasa juga menyediakan pengertian untuk produksi bahasa. Tidak seperti kata-
kata,
penandaan terdiri atas serangkaian bahasa tubuh yang di interpretasikan oleh sistem
visual
daripada sistem auditorial. Pengertian tanda juga dilokalisasi dihemisver kiri. Les
i pada otak
kiri menyebabkan individu tuli menjadi aphasic pada bahasa tanda.

IV.5 Teori pemrosesan bahasa


Berdasarkan pembelajaran ekstensive pada kelainan berbahasa dan lesi anatomis teras
osiasi,
dibuatlah model aktivitas otak selama produksi bahasa. Teori para connectionist men
jelaskan
bahwa ketika sebuah kata terdengar, output dari area auditorial primer pada cortex
diterima
oleh Wernicke’s area. Jika kata-kata tersebut adalah untuk diucapkan, polanya ditra
nmisikan
dari Wernicke’s area ke Broca’s area dimana bentuk artikulatori dibangun dan dikiri
m ke area
motorik yang mengontrol pergerakan otot-otot berbicara. Jika kata-kata yang digunak
an dieja,
pola auditorial dikirim ke cortex agranular, dimana ia mendapatkan pola visualnya.
Saat
sebuah kata dieja, output dari area visual primer melewati gyrus anguler, yang pada
gilirannya membangkitkan bentuk auditori korespondensi pada kata dalam Wernick’s ar
ea.
Bahasa mengandung banyak tipe informasi linguistik termasuk informasi yang mengenal
i
struktur suara dari ungkapan (fonologi), informasi tentang bentuk tata kalimat (sin
taksis), dan
informasi yang mengenali maksud ungkapan (semantik). Bukti-bukti tekah menujukkan
https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

19/20
29/3/2015

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan Bicara | Dentisha's Blog

bahwa area cortical yang terlibat dengan bahasa tidaklah bekerja sendiri, tapi kemu
ngkinan
dibagi-bagi menjadi area terpisah untuk menangani bahasa yang berbeda, karena ada l
esi-lesi
pada orang-orang multilingual yang meninggalkan hanya satu keutuhan. Area-area terp
isah
ini juga dijelaskan sebagai yang memegang taspek-aspek tata bahasa berbeda. Berdasa
rkan
penelitian ini yang lainnya, teori para connectionist telah digantikan oleh teori m
oduler
dimana bahasa diproses secara paralel dengan banyak area berbeda yang bertanggung j
awab
untuk tugas-tugas kognitif yang berbeda.

About these ads

Comments RSS (Really Simple Syndication) feed

2 Comments:
fii
February 18, 2011 at 10:18 am
thanks
Reply
dentisha1990
March 4, 2011 at 11:23 am
your welcome..
Reply

Blog at WordPress.com. | The Motion Theme.


Follow

Follow “Dentisha's Blog”


Build a website with WordPress.com

https://luv2dentisha.wordpress.com/2010/10/30/fisiologipengunyahanpenelanandan-
bicara/

20/20

Anda mungkin juga menyukai