Anda di halaman 1dari 32

BAB I DASAR TEORI 1.

1 Komponen dalam Proses Makan Terdapat beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara lain pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salvias. Selain bagian tubuh yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman, dan keterlibatan susunan saraf pusat. Fungsi-fungsi dalam proses makan diatur oleh Nervus kranialis : a. Saraf Kranial VII (Nervus Facialis) Merupakan saraf sensoris dan motoris. Berasal dari Pons (sudut serebelopontin) di atas olive. Inti di nukleus facialis , nukleus solitarius, nukleus salivarius superior. Nervus facialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, belly posterior otot-otot digastrik, dan otot stapedius. Saraf sensoris menerima rangsang rasa dari 2/3 anterior lidah, dan mempersarafi kelenjar liur (kecuali kelenjar parotis) dan kelenjar lakrimalis; terletak di kanalis akustikus internal, memanjang ke kanalis facialis dan keluar di foramen stilomastoideus. b. Saraf Kranial IX (Nervus Glossofaringeus) Merupakan saraf motorik dan sensoris. Berasal dari medulla. Inti ambiguus, inti salivarius inferior, inti solitarius. Nervus glossofaringeus menerima rangsang rasa dari 1/3 belakang lidah, mempersarafi kelenjar parotis, dan mempersarafi gerakan stilofaringeus. Beberapa sensasi juga di relay ke otak dari tonsila palatina. Sensasi di relay ke talamus sisi yang berlawanan dan beberapa inti hipotalamik. terletak di foramen jugularis.

c. Saraf Kranial X (Nervus Vagus) Merupakan saraf sensoris dan motoris. Keluar dari sulkus posterolateral medulla. Inti ambiguus, inti vagal motor dorsal, inti solitarius. Nervus vagus mempersarafi gerakan brakhiomotorik untuk hampir semua otot-otot faringeal dan laringeral (kecuali otot stafilofaringeus, yang dipersarafi oleh nervus glossofaringeus); nervus vagus juga sebagai serat parasimpatik untuk hampir semua organ-organ viscera dada dan perut turun ke fleksura splenikus; dan nervus vagus juga menerima sensasi rasa khusus dari epiglotis. Fungsi utama : mengontrol otot-otot suara dan resonansi. Gejala kerusakan : disfagia (masalah menelan), insufisiensi velofaringeal. Terletak di foramen jugularis. d. Saraf Kranial XII (Nervus Hipoglosus)

Merupakan saraf motorik. Berasal dari medulla. inti hipoglosal. mempersarafi otot-otot pergerakan lidah (kecuali otot palatoglossus yang dipersarafi nervus vagus) dan otot-otot glossal lainnya. Penting untuk menelan (formasi bolus) dan artikulasi bahasa. terletak di kanal hipoglosal.

1.2 Mekanisme Mastikasi Pergerakan yg terkontrol dari mandibula dipergunakan dalam mengigit, mengunyah, dan menelan makanan dan cairan, serta dalam berbicara. Aktivitas yang terintegrasi dari otot rahang dalam merespon aktivitas dari neuron eferen pada saraf motorik di pergerakan mandibular yang mengontrol hubungan antara gigi rahang atas dan bawah. Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang terintegrasi dari lidah dan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan laring

Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan otot rahang bukan secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama penguyahan yang secara relatif merupakan pergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb sebagai penggerak. Bagaimanapun, pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak hanya berupa mekanisme pergerakan menggerinda simple yang mana merupakan pengurangan ukuran makanan. Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan saliva sebagai tahap awal dari proses digesti. 1.2.1 Pergerakan Pengunyahan Pemahaman mengenai pola pergerakan rahang telah menjadi topic yang menarik dalam hal klinis di kedokteran gigi, terutama dalam bidang orthodonti dan prostodonti. Salah satu tujuan memugar bentuk oklusal adalah untuk memastikan kontak gigi terintegrasi dengan pola pergerakan rahang. Oleh karena itu, beberapa penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagian mandibula selama pengunyahan dan untuk mengidentifikasikan posisi mandibula setelahnya. Dokter gigi mencari posisi stabil mandibula untuk menfasilitasi penelitian tentang rahang pada alat yang bernama simulator atau artikulator. Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut dengan kekuatan di gigi incidor sebesar 55 pounds dan gigi molar sebesar 200 pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah, gigi anterior (incisors) berperan untuk memotong dan gigi posterior ( molar) berperan untuk menggiling makanan. Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nerevus cranial ke lima dan proses pengunyahan dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi dari area spesifik retikular di batang otak pusat rasa akan menyebabkan pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimulasi area di hipotalamus, amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan

area dengan area sensori untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan pengunyahan. Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi refleks penghambat dari otot mastikasi yang membuat rahang bawah turun. 2. penurunan kontraksi. 3. secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi juga menekan bolus lagi, melawan lining mulut, yang menghambat otot rahang sekali lagi, membuat rahang turun dan mengganjal (rebound) di lain waktu. Hal ini berulang terus menerus. 4. pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua makanan, khususnya untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat karena mereka memiliki membrane selulosa yang tidak tercerna di sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebelum makanan dapat dicerna. Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan dengan alasan sebagai berikut: enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan, sehingga tingkat pencernaan bergantung pada area permukaan keseluruhan yang dibongkar oleh sekresi pencernaan. Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah penolakan dari gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan untuk mengosongkan makanan dari lambung ke usus kecil, kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus. rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks melonggarkan otot rahang memimpin untuk mengembalikan

A. Pergerakan Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka dan menutup. Tingkat dan pola pergerakan rahang dan aktivitas otot rahang telah diteliti pada hewan dan juga manusia. Pola pergerakan rahang pada beberapa hewan berbeda tergantung jenisnya. Pengulangan pergerakan pengunyahan berisikan jumlah kunyahan dan penelanan. Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat bergantung pada tingkatan penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum penelanan. Pergerakan rahang pada ketiga periode ini dapat berbeda tergantung pada bentuk makanan dan spesiesnya. Selama periode reduksi terdapat fase opening, fastopening dan slow-opening. Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang membuka dan dua fase selama rahang menutup. Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol pergerakan makanan dan pembentukan menjadi bolus. Untuk makanan yang dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan otot buccinators pada pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang padat dan cair ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah. Selama fase slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan memperluas permukaan makanan. Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik selama fase fast-opening dan fase-closing, membuat gelombang yang dapat memindahkan makanan ke bagian posterior pada rongga mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian posterior rongga mulut, akan berpindah ke belakang di bawah soft palate oleh aksi menekan dari lidah. Lidah

amat penting dalam pengumpulan dan penyortiran makanan yang bias ditelan, sementara mengembalikan lagi makanan yang masih dalam potongan besar ke bagian oklusal untuk pereduksian lebih lanjut. Sedikit yang mengetahui mengenai mekanisme mendasar mengenai pengontrolan lidah selama terjadinya aktivitas ini. B. Aktivitas Otot Kontraksi otot yang mengontrol rahang selama proses mastikasi terdiri dari aktivitas pola asynchronous dengan variabilitas yang luas pada waktu permulaan, waktu puncak, tingkat dimana mencapai puncak, dan tingkat penurunan aktivitas. Pola aktivitas ditentukan oleh factor-faktor seperti spesies, tipe makanan, tingkat penghancuran makanan, dan faktor individu. Otot penutupan biasanya tidak aktif selama rahang terbuka, ketika otot pembuka rahang sangat aktif. Aktivitas pada penutupan rahang dimulai pada awal rahang menutup. Aktivitas dari otot penutup rahang meningkat secara lambat seiring dengan bertemunya makanan di antara gigi. Otot penutupan pada sebelah sisi dimana makanan akan dihancurkan, lebih aktif daripada otot penutupan rahang kontralateral. 1.3 Struktur batang otak dalam control mastikasi Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan gabungan aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei motorik lain yang memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain seperti formasi reticular juga terlibat. 1.3.1 Nukleus Trigeminal Sensorik Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada di sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal cord. Porsi rostral paling banyak dari nucleus ini disebut nucleus sensorik principal (kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik utama)

dan sisanya adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari rostral ke kaudal menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis. Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus trigeminus. Cabang utama akan bercabang menjadi limb ascending dan descending, atau secara sederhana turun memasuki batang otak untuk membentuk traktus trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral dari nucleus sensori utama, sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus spinal trigeminal di sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson kolateral meninggalkan traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori untuk membentuk sumbu terminal pada beberapa nucleus dengan tingkat yang berbeda. Akson yang menginervasi rostral mulut dan wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir lebih lateral. Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda. Sirkuit neuron local mempunyai akson yang dibatasi area batang otak; proyeksi neuron akan mengirimkan akson ke rostral nuclei batang otak yang lain; dan interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus sensorik. Berdasarkan pada perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi, subnukleus oralis terdiri dari 3 subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan garis batas. Divisi ventrolateral terdiri dari interneuron dan 2 populasi neuron proyeksi (satu yang memproyeksi spinal cord, dan satu lagi yang mengirimkan akson ke tanduk dorsal medular). Di dalam subdivisi dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi korteks cerebral. Sedangkan grup neuron pada garis batas memproyeksi cerebellum dan tanduk dorsal medullar. Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus trigeminal motorik, dan dikelilingi oleh akar trigeminal motorik di medial, serta oleh akar trigeminal sensorik di lateral. Nukleus sensori utama dapat dibedakan dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang lebih rendah, dan rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer

yang tebal, panjang, dan lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus utama adalah adanya sejumlah gelondong akson bermyelin pada nucleus spinal. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan electron menunjukkan adanya neuron berbentuk fusiform, triangular, dan multipolar pada nucleus sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative sederhana. Dendrit primer berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau secara langsung dari badan sel. Dendrit sekunder lebih panjang, tapi terlihat tidak melebihi batas nucleus. 1.3.2 Nukleus Trigeminal Mesencefalic Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup rahang dan badan sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic. Penyusunannya unik di dalam sistem saraf pusat. Nukleus neuron mesencefalic berupa unipolar; akson tunggal yang bercabang 2 menjadi cabang perifer dan sentral. Cabang sentral mengeluarkan sejumlah cabang kolateral yang berakhir di nucleus motorik, spinal cord, dan area lain dari batang otak. Badan sel neuron yang menginervasi gelondong otot, ditemukan di sepanjang nucleus, dan badan sel yang berasal dari reseptor ligament periodontal dibatasi setengah kaudalnya. 1.3.3 Nukleus Tigeminal Motorik Motoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi terdapat pada nucleus trigeminal motorik. Analisis distribusi ukuran soma motoneuron menandakan bahwa nucleus trigeminal motorik terdiri dari motoneuron gamma dan alfa. Sejumlah studi pembuktian neural mendemostrasikan bahwa motoneuron gamma yang menginervasi otototot mastikasi dipisahkan secara anatomi di dalam nucleus; Motoneuron penutup rahang berlokasi di dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang berlokasi di divisi ventromedial nucleus. Pengamatan intraselular dan ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi

menunjukkan bahwa input sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda. Contohnya adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup rahang tidak mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas neural yang memulai mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan menghambat otot penutup rahang dan meningkatkan aktivitas otot pembuka rahang. Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan kompleks. Dendrit dari semua grup motoneuron yang berbeda, memperpanjang di luar batas nucleus motorik, tapi di sini terdapat sedikit tumpang tindih antara dendrite motoneuron di region dorsolateral dan ventromedial nucleus motorik. Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mikro nucleus trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme reflek mastikasi. 1.3.4 Nukleus Hipoglosal Motorik Nukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah lebih homogen daripada nucleus trigeminal motorik. Ia terbentuk dari motoneuron yang besar dan multipolar dan sebuah populasi dari interneuron-interneuron kecil. Dendrit-dendrit motoneuron besar melintasi garis tengah ke nucleus hipoglosal kontralateral atau berseberangan dalam formasi reticular. Interneuron-interneuron kecil memiliki hanya satu atau dua dendrite yang terdiri oleh nucleus secara total. 1.3.5 Nukleus Fasial Motorik Nukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom longitudinal motoneuron. Kolom-kolom medial dan lateral yang lebih besar terpisah oleh kolom intermediet yang lebih kecil. Studi pembuktan neural menunjukkan bahwa otot fasial direpresentasikan secara topografi di dalam nucleus. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai motoneuron sendiri pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral.

Otot bibir bawah disuplai oleh motoneuron pada kolom sel intermediet. Otot-otot yang berhubungan dengan telinga dikontrol oleh motoneuron pada kolom sel medial. Terdapat perbedaan utama pada pola dendrit antara motoneuron di 3 kolom sel. Dendrit pada motoneuron fasial secara luas berada di subdivisi yang sama yang mengandung soma, tapi terkadang meluas di luar batas nucleus fasial motorik. 1.3.6 Kontrol Mastikasi Nuclei sensori dan motorik yang terdapat pada brain stem memiliki peranan yang yang sangat penting dalam proses pengontrolan mastikasi. Pola dasar oscillatory pergerakan mastikasi berawal dari generator neural yang terdapat di brain stem. Input sensori afferent yang terjadi pada nuclei ini juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan proses mastikasi. Dan faktor yang berpengaruh besar lagi adalah pusat otak akan mempengaruhi system koordinasi brain stem mastikatori. Setelah sekian banyak penelitian dilakukan, tiga hal inilah yang merupakan faktor utama yang berpengaruh besar terhadap pengontrolan proses mastikasi. 1.4 Aktivitas brain stem selama mastikasi Gerakan dasar mastikasi dapat terjadi tanpa adanya input sensori dalam kavitas oral, fakta menunjukkan bahwa gerakan mandibula ke atas dan bawah berasal dari dalam brain stem. Hasil percobaan juga membuktikan bahwa faktor-faktor pemicu gerakan mastikasi adalah adanya hubungan dari sirkuit neural yang membentuk jaringan neural oscillatory yang mampu merangsang terjadinya pola gerakan mastikasi. Neural oscillator ini disebut sebagai generator pola mastikasi atau pusat mastikasi. Selain mastikasi, brain stem juga bertanggung jawab dalam proses respiratori dan proses penelanan. Selain adanya neural generator, mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex otot yang diinisiasi oleh stimulasi dari strukur orofacial. Gerak refleks yang timbul dari area orofacial bermacam-macam, termasuk juga gerak lidah, facial, dan berbagai gerak rahang. Dalam gerak

10

refleks orofacial ini terdapat sekurang-kurangnya satu motor nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana bila dibandingkan dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai contohnya proses penelanan). Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti adalah gerak refleks pada jaw-closing dan refleks jaw-jerk, yang dapat terjadi dengan mengetuk ujung dagu. Saat mengetuk ujung dagu ini, muscle spindle pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input sensori yang akan menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat (sekitar 6 detik) electromyography (EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang terjadi pada otot masseter dan temporalis. EMG juga menunjukkan output berupa gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Karena waktu terjadinya yang sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak knee-jerk refleks dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks monosynaptic). Input refleks jaw-closing selain muscle spindle adalah stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll dapat menimbulkan refleks jaw-closing dalam waktu singkat. Hal ini dibuktikan dengan percobaan anestesi yang diaplikasikan pada gigi dan rahang bawah menurunkan input tapi tidak menghentikan refleks. Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli mekanik dari ligament periodontal dan mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini menghasilkan eksitasi otot jaw-opening dan inhibisi pada otot jaw-closing. Proses ini tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurang-kurangnya satu interneuron bekerja. Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari cortex yang menyokong otot jaw-closing dan jaw-opening. Begitu kompleks proses terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ritme mastikasi dihasilkan dari generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat dibantu dengan input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal dengan frekuensi yang sesuai dengan input yang terjadi. Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses pengunyahan diteliti menggunakan aktivitas itrasel dari motoneuron yang mengontrol otot

11

masseter (jaw-closing) dan digastrics (jaw-opening). Motoneuron masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi (inhibisi) saat fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening, akan tetapi tidak hiperpolarisasi saat closing. 1.4 Penelanan Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

Gambar 1

12

1.4.1 Neurofisiologi menelan Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. 1.4.2 Fase oral Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral. ORGAN Mandibula AFFEREN (sensorik) n. V.2 (maksilaris) EFFEREN (motorik) N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid Bibir n. V.2 (maksilaris) n. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris n.VII: m. mentalis, m. risorius, Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) m.businator n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus Lidah n.V.3 (lingualis)

13

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII) Peranan saraf kranial fase oral ORGAN Bibir AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik) n. V.2 (mandibularis), n.V.3n. VII : m.orbikularis oris, m.levator (lingualis) labius oris, m. depressor labius, m.mentalis Mulut & pipi n. V.2 (mandibularis) n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, m.depressor m.businator Lidah Uvula n.V.3 (lingualis) n.V.2 (mandibularis) n.IX,X,XI : m.palatoglosus n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring anguli oris, m.risorius.

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik). 1.4.3 Fase Faringeal

14

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring. 2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup. 3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). 4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X) 5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

15

Gambar 2. Fase Pharingeal Peranan saraf kranial pada fase faringeal Organ Lidah Afferen n.V.3 Efferen n.V :m.milohyoid, m.digastrikus n.VII : m.stilohyoid n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid n.XII :m.stiloglosus Palatum n.V.2, n.V.3 n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini n.V :m.tensor veli palatini n.Laringeus Hyoid superiorn.V : m.milohyoid, m. Digastrikus n.VII : m. Stilohioid n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid n.X Nasofaring n.X Faring n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

cab internus (n.X)

16

m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med. n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf. n.rekuren (n.X) Laring n.X Esofagus n.X : m.krikofaring n.IX :m.stilofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen. Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu : 1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring. 2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

17

1.4.4 Fase Esofageal Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan : 1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus. 2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus. Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer. 1.4.5 Peranan sistem saraf dalam proses menelan Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap : 1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah. 2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan. 3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

18

1.4.7 Gangguan deglutasi/ menelan Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun anak-anak. Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang. Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi. Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia. Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.

BAB II HASIL PENGAMATAN 2.1 Tabel Hasil Pengamatan 19

2.1.1 Pengunyahan 2.1.1.1 Kekuatan Gigit Maksimal Jenis kelamin orang coba Gigi Insisiv pertama Kaninus Molar pertama Insisiv pertama Kaninus Molar pertama 2.1.1.2 Efisiensi Kunyah Perhitungan efisiensi kunyah Pengunyahan 20 kali Berat sisa makanan : 40 gr 30 gr = 10 gr Efisiensi kunyah : 10/9 x 100% = 111,1% Pengunyahan 15 kali Berat sisa makanan : 45 gr 30 gr = 15 gr Efisiensi kunyah : 15/9 x 100% = 166,67% Pengunyahan 10 kali Berat sisa makanan : 50 gr 30 gr = 20 gr Efisiensi kunyah : 20/9 x 100% = 222,22 gr Kedalaman gigit Kanan(mm) Kiri(mm) 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 5 4

Jenis kelamin orang coba 2.1.1.3 20 kali 111,11 %

Efisiensi kunyah 15 kali 166,67 % 10 kali 222,22 %

Kelelahan pada Otot Wajah

20

Jenis kelamin orang coba 2.1.1.4 Jenis kelamin orang coba Relaksasi Anterior Lateral Posterior Mengunyah Normal Normal Normal Normal Normal Posisi lidah Bentuk

Waktu kunyah (awal kunyah lelah) 7 menit 350 kali pengunyahan

Gerakkan Lidah Pada Saat Pengunyahan Ukuran (normal/tdk ) Normal Normal Normal Normal normal Pink keputihan Pink keputihan pink Pink keputihan Pink keputihan kasar Kasar Agak Kasar Kasar sekali kasar Warna Tekstur

2.1.2 Pemeriksaan Proses Menelan 2.1.2.1 Pemeriksaan Palpasi pada Saat Menelan Jenis kelamin orang coba Pola gerakan Terjadi gerakan naik turun pada leher atas

2.1.2.2 Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan Perlakuan Respon orang coba

21

Dengan pemijatan Tanpa pemijatan

Terasa lebih mudah Terasa lebih susah

Kemudahan menelan : Perlakuan dengan pemijatan selama 15 kali pengunyahan, bolus makanan terasa lebih lunak sehingga lebih mudah ditelan 2.1.2.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan Jenis kelamin orang coba Kemudahan menelan dan respon oran coba 1 : 0,5 1:1 1:2 1:3 Sulit (+++) Mudah (++) Sangat mudah agak serat, kecepatan mengunyah lambat Makanan tertelan setelah dikunyah 9x (+)Makanan tertelan setelah dikunyah 5x

2.1.3 Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Reflexs) 2.1.3.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Refleks Muntah Lokasi Ujung lidah Dorsal lidah Lateral kiri Lateral kanan Anterior Posterior Posterior palatum Uvula Tonsil Sentuha n ++ ++ + +++ +++ Panas + + +++ +++ Suhu Dingin +++ +++

22

Faring atas (jika bisa) Yang paling sensitif adalah : Uvula dan Tonsil

Tidak bisa

Uvula dan Tonsil

Uvula dan tonsil

Ket : + ++ +++ : tidak terjadi refleks muntah : Ada keinginan refleks muntah : sangat terangsang untuk muntah : Sudah akan muntah

2.1.3.2 Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Refleks Muntah Lokasi Uvula Respon Sangat ingin muntah, terjadi salivasi 30 detik, setelah berkumur dan minum tetap terasa ingin muntah Sangat lebih ingin muntah, terjadi salivasi 15 detik, terjadi lakrimasi, setelah kumur dan minum masih terasa ingin muntah serta isi perut bergejolak 2.2 PERTANYAAN DAN JAWABAN (1) Apakah ada perbedaan permukaan rongga mulut antara laki laki dan perempuan ? Jelaskan mengapa ? 23

Tonsil

Jawab : Iya. Ada perbedaan permukaan rongga mulut antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini terdiri dari perbedaan lengkung rahang dimana bentuk rahang laki-laki lebih besar dari pada perempuan selain itu kebiasaan laki-laki tertawa terlalu lebar juga mempengaruhi lebar dari permukaan rongga mulut tersebut. lengkung rahang dipengaruhi oleh faktor lokal baik oleh gigi geligi yang menyusun lengkung gigi itu sendiri, hubungan antar gigi, maupun dengan gigi antagonisnya. Lengkung rahang merefleksikan gabungan antara ukuran gigi, lidah, bibir, dan fungsi dinding otot pipi. (2) Apakah ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan ? Jelaskan mengapa ? Jawab : Ada, namun sangat tipis. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, kekuatan laki-laki dan perempuan hampir sama namun lakilaki sedikit lebih kuat dari pada perempuan. Hal ini terjadi karena otot pengunyahan pada laki-laki lebih kuat dari pada perempuan. (3) Mengapa makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar ? Jelaskan mengapa? Jawab : karena otot-otot pengunyahan, gigi dan organ-organ yang terlibat dalam proses pengunyahan hingga penelanan menyesuaikan kerjanya dengan struktur makanan (bolus). Makanan yang dimakan banyak yang berbeda baik bentuk dan kandungan air dalam makanan tersebut. Makanan yang bentuknya kasar dan mengandung sedikit kandungan air akan sukar ditelan. Sedangkan makanan yang bentuknya halus dan mengandung banyak air akan lebih mudah ditelan. (4) Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah ? Jawab : karena rasa pahit merupakan salah satu perangsang rasa muntah dimana rasa pahit ini merangsang impuls saraf sensorik yang diteruskan ke otak melalui N. Glossofaringeus, setelah mencapai otak rangsangan

24

motoriknya akan dibawa kembali oleh N.vagus untuk memberi refleks muntah, dimana di dalam rongga mulut terdapat saraf motorik maupun sensorik yang keduanya saling bekerja sama.. Hal inilah yang memberi refleks muntah pada seseorang yang merasakan rasa pahit di dalam rongga mulut.

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengunyahan 3.1.1 Kekuatan Gigit Maksimal Pada praktikum kali ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan orang coba dan balok dari malam merah. Kemudian meletakkan balok malam pada gigi orang coba wanita yang akan diuji. Meminta kepada orang coba untuk menggigit dengan maksimal balok 25

merah. Dan mengukur kedalaman gigit dengan menggunakan jangka baik pada bagian atas maupun bagian bawah. Kemudian melakukan dengan menggunakan prosedur yang sama namun pada gigi molar pertama, gigi caninus, dan gigi incisive pertama sebelah kanan. Kemudian melakukan pada gigi sebelah kiri, dan pada orang coba lakilaki. Kemudian melakukan pencatatan dari data yang didapatkan. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, kekuatan gigit maksimal baik di bagian kiri maupun kanan pada orang coba laki-laki memiliki kedalaman gigit maksimal yang lebih besar dibandingkan dengan orang coba perempuan. Hal ini diakibatkan oleh kekuatan otot mastikasi pada laki-laki lebih kuat dibandingkan dengan perempuan. 3.1.2 Efisiensi kunyah Pada praktikum kali ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menjelaskan kepada orang coba mengenai apa yang akan dilakukan. Kemudian menimbang nasi putih dengan rasio satu banding satu dengan ukuran satu sendok makan. Lalu menimbang saringan dan mengunyah nasi putih dengan kecepatan satu kali kunyah per detik sebanyak dua puluh kali pengunyahan. Kemudian berkumur dengan menggunakan aqua, dan mengeluarkannya diatas saringan. Menyiram saringan dengan air mengalir sebanyak satu gelas. Setelah itu menghitung efisiensi kunyah dengan cara membagi berat sisa makanan dengan berat nasi kali 100%. Kemudian mengulangi prosedur diatas dengan pengunyahan sebanyak 10 dan 15 kali. Setelah itu melakukan pencatatan dari data yang didapatkan. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan semakin besar jumlah pengunyahan maka akan semakin kecil efisiensi kunyahnya. Hal ini tidak sesuai dengan dasar teori yang ada yaitu semakin besar frekuensi kunyah maka akan semakin besar efisiensi kunyahnya. Kesalahan dapat terjadi kemungkinan karna pada saat penimbangan sissa makanan yang kurang teliti atau masih adanya sisa makanan pada rongga mulut sehingga tidak semua dikeluarkan.

26

3.1.3 Kelelahan pada Otot Wajah Pada praktikum kali ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menginstruksikan kepada orang coba untuk mengunyah permen karet dengan kecepatan x/detik hingga otot mulut terasa benar-benar letih. Kemudian menghitung dan mencatat waktu serta jumlah kunyah yang diperlukan sejak kunyahan awal hingga terasa benar-benar letih. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan waktu dan frekuensi pengunyahan hingga terjadinya kelelahan pada otot pengunyahan adalah sebesar tujuh menit dan 350 kali pengunyahan. 2.1.4 Gerakan Lidah pada saat Pengunyahan Pada praktikum kali ini tahapan pertama yang dilakukan adalah mengamati lidah orang coba pada posisi relaksasi di dasar ronga mulut, baik bentuk, ukuran, warna dan tekstur lidah. Kemudian orang coba diinstriuksikan untuk menggerakkan lidah ke anterior, lateral dan ujung lidah ke bagian paling posterior dari palatine. Stelah itu mengamati koordinasi gerakan lidah. Lalu mencatat apakah orang coba dapat melakukan dengan baik seluruh gerakan sesuai dengan instruksi operator. Orang coba diinstruksikan untuk mengunyah permen karet dengan perlahan. Memeriksa gerakan lidah saat dilkukan pengunyahan. Lalu mencatat secara rinci gerakan yang timbul. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil, adnaay keadaan normal pada tekstur, bentuk, serta ukuran pada saat orang coba melakukan pergerakan yang sesuai dengan instruksi operator. 3.2 Pemeriksaan proses menelan 3.2.1 Pemeriksaan Palpasi pada saat Menelan Langkah pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba untuk berdiri tegak. Kemudian menginstruksikan orang coba untuk minum. Lalu melakukan inspeksi dan palpasi pada leher bagian atas, apa yang telah dirasakan ketika orang coba melakukan penelanan dan bagaimana pola gerakannya. 2.2.2 Pengaruh Penigkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan

27

Pada praktikum kali ini tahapan pertama yang dilakukan adalah orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi dengan perbandingan 1 banding satu. Kemu dian memijat bagian pipi (disekitar kelenjar parotis) sambil terus mengunyah. Jika sudah lim abelas kali pengunyahan, instruksikan kepada orang coba untuk menelan. Kemudian mencatat respon orang coba terhadap kemudahan menelan yang dirasakan. Setelah itu mengulangi percobaan tersebut tanpa melakukan pemijatan terlebih dahulu. Lalu membandingkan kemudahan menelan antara menelan dengan pemijatan dan tanpa pemijatan yang dirasakan oleh orang coba. Pada praktikum ini, didapatkan hasil pengamatan yaitu terdapat perlakuan kemudahan pemijatan penelanan dibandingkan dengan dengan ditambahkannya tanpa adanya

perlakuan pemijatan. Pada saat dilakukan pemijatan, terasa tekstur makanan yang dikunyah lebih lembut. Hal ini dapat terjadi karna dengan adanya perlakuan pemijatan dapat merangsang sekresi saliva oleh kelanjar parotis. Sehingga dalam proses pengunyahan makanan terasa tekstur makanan yang dihasilkan lebih lembut dan dapat ditelan dengan mudah. 2.3.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan Orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi putih dengan perbandingan nol koma banding satu. Kemudian meminta orang coba untuk menelannya. Setelah itu mencatat apa yang dirasakan. Mengulangi percobaan tersebut untuk jenis nasi putih (1:1, 1:2, 1:3). Membedakan kemudahan menelan pada beberapa jenis nasi putih tersebut. Pada praktikum kali ini didapatkan hasil pengamatan, pada proses penelanan yang terasa paling mudah adalah ketika menelan nasi dengan perbandingan satu dibanding tiga. Dan

28

proses penelanan paling sukar dijumpai saat melakukan proses penelanan nasi dengan perbandingan satu dibanding satu. Hal ini dapat terjadi karna semakin banyak perbandingan kadar air yang terkandung didalam nasi yang ditelan, maka akan semakin mudah dalam proses penelanan. Maka pada praktikum kali ini hasil pengamatan telah sesuai dengan teori yang telah ada, yakni dengan adanya data hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa penelanan nasi dengan rasio kadar air tertingi terasa paling mudah untuk ditelan, dan pada kadar air terendah paling sukar untuk ditelan. 2.4 Prosedur Percobaan Reflex Muntah 2.4.1 Pengaruh Sentuhan Terhadap Reflex Muntah Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba untuk duduk tenang dan membuka mulut. Kemudian melakukan sentuhan ringan dengan spatel lidah dari kayu, pada beberapa bagian lidah : ujung lidah, dorsal lidah, lateral kanan dan kiri, bagian anterior dan posterior lidah, posterior palatum, uvula, tonsil, faring bagian atas dapat dijangkau. Kemudian mengamati bagian rongga mulut manakah yang paling senstif terhadap terjadinya gagging reflex. Pada percobaan kali ini didapatkan bagian yang paling sensitive adalah bagian uvula dan tonsil. Hal ini tampak ketika memnerikan sentuhan ringan didaerah tersebut, orang coba langsung merasakan mual dan terasa ingin muntah. Hal ini dapat terjadi karena daerah tonsil dan uvula merupakan daerah pemicu kemoreseptor atau yang disebut dengan Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang cukup sensitive. 2.4.2 Pengaruh Suhu dan Sentuhan Terhadap Reflex Muntah Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah meminta orang coba untuk berkumur dengan menggunakan air es. Kemudian melakukan sentuhan ringan dengan spatel lidah dari kayu, pada beberapa bagian lidah : ujung lidah, dorsal lidah, lateral kanan dan

29

kiri, bagian anterior dan posterior lidah, posterior palatum, uvula, tonsil, faring bagian atas dapat dijangkau. Kemudian mengamati bagian rongga mulut manakah yang paling senstif terhadap terjadinya gagging reflex. Setelah itu orang coba diminta beristirahat selama sepuluh menit dan diinstruksikan untuk berkumur dengan air hangat dan kemudian melakukan sentuhan ringan kembali pada daerah-daerah pada prosedur diatas. Pada percobaan kali ini didapatkan bagian yang paling sensitive adalah bagian uvula dan tonsil. Hal ini tampak ketika memberikan sentuhan ringan didaerah tersebut, orang coba langsung merasakan mual dan terasa ingin muntah. Hal ini dapat terjadi karena daerah tonsil dan uvula merupakan daerah pemicu kemoreseptor atau yang disebut dengan Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang cukup sensitive. Pada hasil pengamatan dengan perlakukan berkumur dengan menggunakan air es, tampak adanya pengurangan daya reflex muntah yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh suhu dingin dapat menghambat terjadinya impuls saraf sensoris yang nantinya dapat memicu terjadinya gagging reflex. Hal ini berkebalikan dengan hasil pengamatan dnegan perlakuan diberi air hangat. Hal ini dapat terjadi karna perlakuan air panas dapat mempercepat terjadinya impuls saraf di daerah CTZ untuk menghasilkan respon berupa gagging reflex. 2.4.3 Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Reflex Muntah Pada percobaan kali ini, oranag coba diminta untuk duduk dengan tenang. Kemudian memasukkan obat yang rasanya pahit ke dalam siring. Kemudian meneteskannya pada daerah yang paling sensitive berdasarkan percobaan sebelumnya. Lalu mencatat reaksi yang terjadi pada orang coba. Pada percobaan kali ini didapatkan hasil, ketika diteteskan pada uvula orang coba merasa sangat ingin muntah, dan terjadi salvasi kurang lebih 30 detik. Kemudian pada daerah tonsil orang coa lebih

30

merasa ingin muntah, dan terjadi salivasi kurang lebih 15 detik dan disertai lacrimasi.

BAB IV KESIMPULAN Dalam proses makan terlibat beberapa fungsi penting seperti

pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, dan salivasi. Pengunyahan merupakan hasil kerja sama dari peredaran darah, otot mastikasi, saraf, tulang rahang, sendi temporo-mandibular, jaringan lunak rongga mulut, dan gigi-gigi. Dalam proses makan, terdapat mekanisme fisiologik tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh yang disebut dengan reflek muntah.

31

BAB V DAFTAR PUSTAKA Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Guyton.1995. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

32

Anda mungkin juga menyukai