Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ILMU PENYAKIT DALAM

NEFRITIS INTERSTITIAL KRONIK

DISUSUN

OLEH :
Kelompok 2
Andi Azifah Cahyani (O11116003)

Aniza Putri (O11116010)

Achmad Yusril Ihzamahendra (O11116011)

Riska Santo (O11116308)

Muh.Multazam B.H. Abd. Hakim (O11116310)

Kadek Dian Krisna Putri K (O11116506)

Suci Ramdhani (O11116510)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb


Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena masih memberi
kami kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah dari mata kuliah Ilmu
Penyakit Dalam yang berjudul “Nefritis Interstitial Kronik”.
Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang
telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.Khususnya kepada dosen
pembimbing dan teman-teman sekalian.
Kami sadar bahwa makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu, jika ada kesalahan dalam tugaskami kali ini, kami meminta maaf yang
sebesar-besarnya dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dari dosen
pembimbing dan teman-teman sekalian sehingga kamiakan lebih baik nantinya.
Kami berharap tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca serta
menjadi pedoman bagi bahan ajaran.
Sekian dan Terima Kasih.
Wassalamu alaikum wr.wb

Makassar, 23 September 2019

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I : PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG 1
2. RUMUSAN MASALAH 2
3. TUJUAN DAN MANFAAT 2

BAB II : PEMBAHASAN
1. Fisiologi Normal 3
2. Anamnesis dan Sinyalemen 5
3. Etiologi 5
4. Patogenesis 6
5. Gejala Klinis 7
6. Diagnosa 8
7. Diagnosa Banding 14
8. Prognosa 15
9. Penangan dan Terapi 15
10. Pencegahan 18
11. Edukasi Klien 20

BAB II : PENUTUP
1. KESIMPULAN 21
2. SARAN 21

DAFTAR PUSTAKA 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Kucing adalah salah satu hewan kesayangan yang berkarakter unik.Hewan
ini dipelihara untuk menjadi teman bermain.Kucing kampung adalah salah satu
dari sekian banyak hewan yang dijadikan hewan kesayangan.Kucing jenis ini
mudah dan murah perawatannya serta mudah beradapatasi dengan lingkungan
sekitar.Kucing adalah hewan karnivora kecil yang termasuk dalam famili falidae
dan telah dijinakkan ribuan tahun.Kucing mempunyai tulang yang ramping dan
tubuh yang proporsional sehingga dapat bergerak lincah dan cepat (Fadil, 2013).
Sistem urinaria merupakan sistem dengan proses perjalanan penting
dalam pembersihan produk-produk yang tidak berguna dalam tubuh. Proses
pembersihan tersebut meliputi semua produk yang larut dalam darah. Beberapa
fungsi dari sistem ini adalah mengeluarkan semua material yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh dan mengeliminasi kelebihan air dalam tubuh.Sistem urinari pada
hewan kecil terdiri dari dua ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan uretra (Fadil,
2013).
Nefritis interstitial adalah jenis peradangan ginjal. Nefritis interstitial onset
mendadak (akut) jarang terjadi pada kucing. Nefritis interstitial progresif kronis
(sudah lama) sering terjadi pada kucing dan lebih sering disebut sebagai penyakit
ginjal kronis (Brown, 2018).
Nefritis interstitial adalah penyakit yang terutama melibatkan interstitial
dan tubulus, penyakit interstitial inflamasi dan degeneratif hampir selalu
mengganggu fungsi tubular sehingga dikelompokkan ke dalam penyakit
tubulointerstitial. Nefritis interstitial kronis dapat disebabkan oleh sejumlah besar
agen, termasuk infeksi, racun, gangguan imunologis, bahan kimia, dan obat-
obatan terapeutik. pada nefritis interstitial kronis, terdapat infiltrasi sel
mononuklear, fibrosis interstitial, dan atrofi tubular menyeluruh. Banyak agen

1
infeksi yang dapat menyebabkan nefritis interstitial nonsupuratif. Sayangnya agen
sering tidak diidentifikasi terutama dalam kasus kronis (Sykes, 2014).

2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat di identifikasikan pokok
permasalahan yang ada dalam pembahasan makalah  ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana fisiologi normal system urinaria?
2. Apa etiologi nefritis interstitial kronik?
3. Bagaimana patogenesis nefritis interstitial kronik?
4. Bagaimana gejala klinis nefritis interstitial kronik?
5. Bagaimana diagnosa nefritis interstitial kronik?
6. Apa diagnosa banding nefritis interstitial kronik?
7. Apa prognosa nefritis interstitial kronik?
8. Bagaimana penanganan dan terapi nefritis interstitial kronik?
9. Bagaimana pencegahan nefritis interstitial kronik?
10. Bagaimana cara mengedukasi klien nefritis interstitial kronik?

3. MANFAAT PENULISAN
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini, pembaca diharapkan
dapat mengerti dan memahami berikut ini :
1. Mengetahui fisiologi normal system urninaria
2. Memahami etiologi nefritis interstitial kronik
3. Mengetahui patogenesis nefritis interstitial kronik
4. Memahami gejala klinis nefritis interstitial kronik
5. Memahami diagnosa nefritis interstitial kronik
6. Mengerti diagnosa banding nefritis interstitial kronik
7. Mengerti prognosa nefritis interstitial kronik
8. Mengerti penanganan dan terapi nefritis interstitial kronik
9. Memahami pencegahan nefritis interstitial kronik
10. Memahami cara mengedukasi klien nefritis interstitial kronik

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. FISIOLOGI NORMAL SISTEM URINARIA

Gambar 1.1. Gambaran ginjal kucing (Hudson dan William, 2010)

Ginjal kucing secara proporsional lebih besar dari pada ginjal anjing, dan
memiliki bentuk seperti "kacang" dengan permukaan yang halus yang khas dan
biasanya dikaitkan dengan organ ini. Ginjal memiliki kutub kranial dan kaudal,
permukaan dorsal dan ventral, perbatasan lateral yang lebih panjang dan
cembung, dan perbatasan medial yang lebih pendek dan cekung. Batas medial
diindentasi pada titik tengahnya sebagai hilus, suatu area yang sering disamakan
dengan "mata" kacang. Hilus adalah area di mana struktur vaskular, saraf, dan
ekskresi memasuki atau meninggalkan ginjal. Kedua ginjal terletak dengan
permukaan dorsal biasanya rata terhadap dinding perut dorsal tepat di ventral
untuk proses transversal vertebra lumbar. Ginjal kucing terletak relatif lebih jauh
secara kaudal di dalam rongga tubuh daripada ginjal anjing. Ginjal kanan
biasanya memanjang dari vertebra lumbar pertama ke keempat, sedangkan ginjal
kiri biasanya memanjang dari vertebra lumbar kedua ke kelima (Hudson dan
William, 2010).

3
Gambar 1.2. Ginjal kucing (Hudson dan William, 2010)

Fungsi utama ginjal adalah sebagai organ eksresi dan non eksresi.Fungsi
eksresi ginjal meliputi pengaturan pH, konsentrasi ion mineral, komposisi cairan
darah, eksresi produk akhir nitrogen dari metabolisme protein dan sebagai jalur
eksretori untuk sebagian besar obat.Fungsi non ekskresi adalah pengaturan
produksi eritrosit dan konversi vitamin D menjadi bentuk aktif (D3 atau 1-25-
dihydroxycholecalciferol) (Yanuartono et al., 2017).
Ginjal juga memiliki peranan penting dalam sistem sirkulasi darah. Ginjal
turut berperan dalam proses pembentukan sel darah merah dan menjaga tekanan
darah,menyaring darah, mengekskresikan urin dan mengatur konsentrasi
hidrogen, sodium, potasium, fosfat dan ion-ion lain yang terdapat di dalam cairan
ekstrasel (Yanuartono et al., 2017).
Vesika urinaria (VU) terlihat dan bekerja seperti balon.Vesika urinaria
dilapisi epitel transisional.Epitel ini menyebabkan vesika urinaria memiliki
kemampuan untuk dapat meregang fleksibel apabila terisi urin. Pada kondisi
kosong, lapisan transisional ini terlihat seperti lapisan tebal yang terdiri dari 7-8
lapisan sel, sedangkan dalam keadaan terisi urin epitel yang sama terlihat hanya
terdiri dari dua lapisan sel epitel. Epitel tesebut berfungsi untuk mencegah
kebocoran urin ke jaringan atau organ di bawahnya.Vesika urinaria mempunyai
dua fungsi utama, yaitu menampung dan mengeluarkan urin. Proses
penampungan urin memerlukan tekanan rendah yang disertai relaksasi otot
selama fase pengisian. Otot polos vesika urinaria disebut detrusor. Pada proses
pengeluaran urin diperlukan koordinasi antara vesika urinaria dengan relaksasi
uretra. Penyimpangan fungsi dapat menyebabkan kelemahan dan pengeluaran

4
urin yang tidak sempurna. Kontraksi otot menyebabkan vesika urinaria tertekan
dan urin akan keluar. Leher vesika urinaria merupakan lanjutan kaudal dari vesika
urinaria menuju uretra.Pada leher vesika urinaria terdapat otot halus yang
bercampur dengan banyak jaringan elastis yang berfungsi sebagai otot sphincter
internal.Kontraksi-relaksasi otot sphincter dibawah kontrol kesadaran dan
membuka ketika urinasi (Fadil, 2013).
Uretra adalah lanjutan dari leher vesika urinaria yang berjalan melalui
ruang pelvis menuju lingkaran luar.Uretra pada hewan jantan mempunyai dua
fungsi. Fungsi pertama yaitu menyalurkan urin dari vesika urinaria keluar tubuh,
sedangkan fungsi kedua uretra terjadi pada proses ejakulasi. Pada proses ini,
aliran urin terhenti sementara. Spermatozoa dari ductus deferens dan sekresi dari
kelenjar prostat memasuki uretra, kemudian dipompa keluar sebagai
semen.Proses ejakulasi merupakan bagian dari sistem genitalia.Uretra betina
berjalan secara kaudal di atas lantai pelvis di bawah saluran reproduksi.Uretra
betina relatif pendek menghubungkan vesika urinaria dengan sphincter uretra
eksternal, sedangkan pada jantan relatif lebih panjang.Pada hewan jantan saluran
tersebut melalui kelenjar prostat dan sepanjang penis sebelum mencapai sphincter
eksternal.Sphincter uretra eksternal bekerja di bawah kesadaran (voluntary) dan
terletak di luar vesika urinaria.Sphincter ini tersusun dari otot rangka yang
mengitari uretra (Fadil, 2013).

2. ANAMNESIS DAN SINYALEMEN


Menurut Setiawan (2015), anamnesis untuk anjing yang terkena nefritis
interstitial kronik mengalami kejang setelah bermain, beberapa hari sebelumnya
muntah makanan selama beberapa minggu terakhir.Menurut pengakuan
pemilik,anjing sering muntah sejak kecil.Hasil pemeriksaan diketahui temperatur
38oC, tidak nafsu makan, hematuria, mukosa pucat terlihat anemia. Sinyalemen
pasien yang harus diketahui terkait nefritis interstitial kronik adalah suhu tubuh,
berat badan, usia dan status gizi.

5
3. ETIOLOGI
Nefritis interstitial adalah jenis peradangan ginjal. Nefritis interstitial onset
mendadak (akut) jarang terjadi pada kucing. Nefritis interstitial progresif kronis
(sudah lama) sering terjadi pada kucing dan lebih sering disebut sebagai penyakit
ginjal kronis. Penyakit menular yang mempengaruhi pembuluh darah (misalnya,
FIP) atau penyakit yang mengaktifkan sistem kekebalan tubuh juga dapat
menyebabkan peradangan di dalam ginjal (Brown, 2018).
Nefritis interstitial adalah penyakit yang terutama melibatkan interstitial
dan tubulus, penyakit inflamasi dan degeneratif interstitial hampir selalu
mengganggu fungsi tubular sehingga dikelompokkan ke dalam penyakit
tubulointerstitial. Pada nefritis interstitial kronis, terdapat infiltrasi sel
mononuklear, fibrosis interstitial, dan atrofi tubular menyeluruh. Banyak agen
infeksi yang dapat menyebabkan nefritis interstitial nonsupuratif. Sayangnya agen
sering tidak diidentifikasi terutama dalam kasus kronis (Sykes, 2014).
Penyebab terjadinya nefritis interstitial dibedakan menjadi dua yaitu
penyebab primer dan penyebab sekunder.Penyebab primer diantaranya adalah
infeksi leptospira, herpes virus, induksi obat dalam jangka waktu yang lama.Efek
toksik dari logam berat, herediter, dan adanya gangguan metabolik (hiperkalsemia
dan hiperkalemia).Paparan racun / logam berat pada saat induk bunting atau
trauma pada janin juga dapat menimbulkan munculnya nefritis interstitial.
Penyebab sekunder diantara lain adalah gangguan glomerulus, gangguan
vaskular, dan gangguan sturktur ginjal (cystic renal dan obstruksi renal)
(Setiawan, 2015).
Salah satu penyebab nefritis interstitial kronis adalah adanya infeksi
bakteri Leptospira sp. Leptospira yang termasuk dalam ordo Spirochaeta, dapat
menyebabkan penyakit infeksius yang disebut leptospirosis.Leptospira memiliki
ciri khas yang membedakannya dengan bakteri lainnya.Ciri khas Spirochaeta ini
adalah lokasi flagelnya, yang terletak diantara membran luar dan lapisan
peptidoglikan.Flagela ini disebut flagela periplasmik.Leptospira memiliki dua
flagel periplasmik, masing-masing berpangkal pada setiap ujung sel.

6
Leptospiraakan berkoloni dan bereplikasi dalam sel tubuli ginjal sehingga
menyebabkan nefritis interstitial (Brown, 2018).

Gambar 3.1.Leptospira penyebab nefritis interstitial kronik (Brown, 2018)

4. PATOGENESIS
Patogenesa nefritis dimulai dari masuknya agen penyebab ke dalam ginjal
sehingga akan menimbulkan radang kemudian terjadi pembentukan jaringan ikat
pada interstitial nefron dan berkembang menjadi radang eksudatif. Patofisiologi
gagal ginjal kronis berawal dari kerusakan sel nefron dalam proses filtrasi
sehingga mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus yang ditandai dengan
peningkatan nilai urea dan kreatinin. Penurunan laju fitrasi ini akan diikuti dengan
peningkatan reabsorbsi tubulus sehingga muncul ketidakmampuan memekatkan
atau mengencerkan urin yang ditunjukkan dengan gejala polyuria (Setiawan,
2015).
Leptospiramerupakan salah satu penyebab potensial nefritis
interstitial.Perpindahan leptospira ke hewan atau individu lainnya dapat melalui
kontak langsung dan tidak langsung. Penularan dapat melalui kontak langsung
terhadap urin, abortusan, maupun cairan sperma penderita. Sedangkan secara
tidak langsung dapat melalui paparan terhadap lingkungan terkontaminasi, seperti
tanaman, tanah, air, dan sebagainya. Leptospira tersebut dapat berasal dari
penderita ataupun dari hewan reservoir seperti tikus. Pada hewan yang telah
beradaptasi (hospes), infeksi hanya akan menyebabkan gejala subklinis dan akan
menjadi reservoir yang akan menyebarkan leptospira secara perlahan-lahan.

7
Sedangkan infeksi pada hewan yang tidak beradaptasi akan menyebabkan
penyakit klinis (Brown, 2018).
Leptospira yang dikeluarkan akan berenang bebas di air dan akan
menginfeksi melalui luka di kulit, mukosa mata, mukosa mulut, alat kelamin, dan
mukosa lainnya. Leptospira yang berhasil menembus kulit dan mukosa akan
masuk dengan cepat ke pembuluh darah (4-7 hari) dan menyebar ke seluruh tubuh
(2-4 hari) terutama ginjal dan hati. Invasi leptospira tersebut akan menyebabkan
nekrosis pada hati. Leptospira akan berkoloni dan bereplikasi dalam sel tubuli
ginjal sehingga menyebabkan nefritis interstitial (Brown, 2018).

Masuknya agen penyebab ke dalam ginjal (penyebab primer dan sekunder)


Terbentuk jaringan ikat
Menimbulkan radang
pada interstitial nefron

Penurunan laju filtrasi glomerulus Kerusakan sel nefron dalam proses filtrasiBerkembang menjadi radang eksudatif

Peningkatan nilai urea dan kreatinin Uremic Syndrome

Skema 1. Patogenesis Nefritis Insterstitial Kronik (Setiawan, 2015)

5. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala nefritis interstitial kronis adalah uremic
syndrome.Uremic syndromeadalah kumpulan gejala uremia yang terjadi pada
penderita gagal ginjal progresif, insufisiensi ginjal dan gagal ginjal kronik.Uremic
syndrome ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, akumulasi metabolit
protein & asam amino dalam darah, serta gangguan proses katabolisme di ginjal
yang akan berakhir denganend stage renal disease(ESRD) sehingga

8
menyebabkan gangguan pada gastrointestinal berupa anoreksia, nausea, muntah,
kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, timbul bintik hitam, anemia, sesak
nafas, dan hipertensi. Gejala yang juga tampak yaitu mukosa terlihat pucat,
anemia dan hematuria.Beberapa manifestasiuremic syndromeadalah asidosis
metabolik, anoreksia, muntah, pruritis, kulit berkerak, gangguan kardiovaskular,
dan uremik coagulopathy (Setiawan, 2015).
Akumulasi ureum pada saluran intestinal menyebabkan kerusakan
pertahanan mukosa.Mekanisme kerusakan mukosa diawali dari difusi ion-ion
hidrogen oleh urea hingga terbentuk ulserasi pada mukosa rongga mulut,
lambung, dan mukosa intestinal. Sehingga akan tampak gejala muntah dan diare
kehitaman. Efek ureum yang tinggi dalam darah (uremia) juga mengakibatkan
uremik coagulopathy terutama terhadap trombosit.Trombosit tidak mampu
membentuk bekuan sehingga tidak terjadi agregasi trombosit. Akumulasi urea
juga menghambat kerja faktor VIII pembekuan darah, akibatnya akan timbul
perdarahan dari hidung, diare berdarah, dan perdarahan di bawah kulit (Setiawan,
2015).
Pruritis dan gangguan kulit seperti kulit berkerak juga merupakan salah
satu manifestasi uremik sindrom, Pruritus terjadi karena ekskoriasi (kerusakan
kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga kulit tampak merah disertai bintik-
bintik perdarahan) yang diakbitkan oleh toksin uremia yang mengendap di pori-
pori kulit (Setiawan, 2015).

6. DIAGNOSA
1. Tes BUN (Blood Urine Nitrogen) dan Kreatinin
BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin merupakan produk akhir
nitrogen dari metabolisme protein yang normalnya dieksresi dalam urin.BUN
adalah metabolit primer yang berasal dari protein diet dan pergantian protein
jaringan.Kreatinin adalah produk dari katabolisme kreatin otot.Keduanya,
termasuk molekul yang relatif kecil (masing-masing 60 dan 113 dalton),
didistribusikan melalui cairan tubuh.BUN merupakan zat sisa hasil

9
metabolisme protein dan bersifat racun didalam tubuh. Apabila fungsi ginjal
terganggu dalam hal ini fungsi absorbsi, makaurea akan terakumulasi dan
meningkat didalam darah. Sedangkan, penurunan kadar BUN dapat
disebabkan overhidrasi (volume cairan yang berlebihan), penyakit hepar,
penurunan konsumsi protein diet, dan penyakit ginjal yang lanjut. Nilai
normal BUN untuk anjing sebesar 7-27 mg/dL dan untuk kucing sebesar 15-
34 mg/dL (Ramadhani, 2015).
Pada anjing yang terkena nefritis interstitial kronis disertai
peningkatan nilai BUN 96 mg/dL.dan kreatinin 10,5 mg/dl yang
mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal (renal insuffiesiency)
(Setiawan, 2015).
Metode pengukuran BUN dan serum kreatinin yang dilakukan yaitu
(Ramadhani, 2015):
1. Sampel darah yang diambil dengan volume sebesar 1ml - 2ml.
2. Sampel darah diletakkan pada botol sampel plain 5 ml dan didiamkan
selama 15 menit.
3. Sampel darah disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm.
Hal ini bertujuan untuk memisahkan serum dari sel-sel darah.
4. Setelah serum terpisah dengan plasma, selanjutnya serum dipisahkan dan
dimasukkan dalam cup serum.
5. Kemudian masing-masing cup dimasukkan kedalam mesin Siemens yang
merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar BUN dan serum
kreatinin.

Gambar 5.1. Darah disentrifugasi serta Siemens mengukur kadar BUN dan serum
kreatinin (Ramadhani, 2015)

10
2. Hematologi
Studi mengenai profil darah antara kelas Vertebrata dapat
menyediakan data pendukung dalam mempelajari aktivitas dan habitat
hewan.Parameter hematologi dan kimia darah juga dapat digunakan untuk
memantau status kesehatan dan fisiologi suatu populasi hewan. Jumlah
leukosit dan persentase hematokrit akan meningkat apabila hewan terinfeksi
mikroorganisme atau berada dalam kondisi stres akibat berada dalam cekaman
lingkungan (Rousdy dan Riza, 2018).

Tabel 1. Parameter Hematologi Normal Anjing (Maylina, 2013)


Parameter Range Rata-rata
Eritrosit (x106/µl) 5.0-10.0 7.5
Hemoglobin (g/dl) 8.0-15.0 12.0
Hematokrit (%) 24.0-45.0 37.0
MCV (fl) 39.0-55.0 45.0
MCH (pg) 13.5-17.5 15.5
MCHC (%) 30.0-36.0 33.2
Leukosit (x103/µl) 5.50-19.50 12.50
Neutrofil (x103/µl) 2.50-12.50 7.50
Limfosit (x103/µl) 1.50-7.00 4.00
Monosit (/µl) 0-850 350

11
Eosinofil (/µl) 0-1500 650
Basofil (x103/µl) Rare 0
Trombosit (x105/µl) 3-8 4.5
Tabel 2. Parameter Hematologi Normal Kucing (Triastuty, 2006)

Hasil pemeriksaan complete blood countpada anjing yang menderita


nefritis interstitial kronik menunjukkan kondisi anemia (RBC 4. 41 . 10^3
u/L, Hb 11,2 g/dL, HTC 32,64%, MCHC 34.4 g/dl ). Kondisi trombositosis
(PLT 582 10^9 /l) menunjukkan hewan mengalami dehidrasi.Hasil darah juga
menunjukan leukositosis (WBC 24.3310^9 /l) artinya terjadi respon inflamasi
di dalam tubuh (Setiawan, 2015).
Metode perhitungan jumlah eritrosit yang dilakukan yaitu
(Anggayasti, 2007):
1. Darah yang digunakan dalam penghitungan jumlah eritrosit adalah darah
yang telah diberi antikoagulan heparin.
2. Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit hingga tanda tera 0,5
dengan aspirator.
3. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissu, lalu pengencer
Hayem dihisap hingga tanda 101.
4. Pipet digerakkan memutar dengan membentuk angka delapan selama 3
menit. Setelah homogen, cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet
dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tissu.
5. Setelah itu teteskan satu tetes ke dalam hemositometer, usahakan jangan
sampai ada udara yang masuk.
6. Setelah itu dibiarkan selama beberapa saat sehingga cairan mengendap,
lalu penghitungan dapat dimulai.
7. Agar tidak terjadi penghitungan dobel maka sebaiknya menggunakan
hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10.
Untuk menghitung eritrosit dalam hemositometer, digunakan kotak
eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut:
satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak ditengah,

12
satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk
membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga
garis pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih
kecil dibandingkan dengan kotak leukosit.Setelah jumlah butir eritrosit
didapatkan maka jumlahnya dikalikan dengan 104 untuk mengetahui jumlah
eritrosit dalam 1 mm3 darah (Anggayasti, 2007).

Keterangan :
a: Jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemositometer
Metode yang dilakukan untuk perhitungan leukosit hampir sama
dengan metode perhitungan eritrosit. Namun dalam metode perhitungan
leukosit pengencer yang digunakan yaitu larutan pengencer Turk.Untuk
menghitung leukosit dalam hemositometer, digunakan kotak leukosit.Jumlah
leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui
jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah (Anggayasti, 2007).

Keterangan :
b: Jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemositometer
Menurut Setiawan (2015), pada kasus nefritis interstitial kronik, hasil
hematologi menunjukkan kondisi anemia karena terjadi penurunan jumlah
eritrosit serta menunjukkan leukositosis atau peningkatan jumlah leukosit
karena terjadi respon inflamasi di dalam tubuh.

3. Ultrasonografi
Diagnostik ultrasound adalah suatu teknik mendiagnosa gambaran
organ yang dihasilkan oleh interaksi antara gelombang suara berfrekuensi
tinggi dengan organ.Diagnostik ultrasound menggunakan prinsip pulse-echo
yang dapat menghasilkan gambar pada tayangan scanner yang berhubungan

13
dengan “accoustic impedance” atau resistensi jaringan yang dijumpai oleh
gelombang ultrasound.Ultrasound tidak dapat berpindah melalui udara
(accoustic barrier).Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah
cairan dan dihantarkan melalui kompresi atau penghalusan gelombang-
gelombang (Damelka, 2008).
Menurut Damelka (2008), interpretasi USG adalah:
a. Hyperechoic / Echogenic: echo yang dihasilkan terang/cerah,
memperlihatkan warna putih pada hasil scan (sonogram), menunjukkan
echo yang lebih tinggi dibandingkan sekelilingnya (highly-reflective
interface), seperti tulang, udara, kolagen dan lemak.
b. Hypoechoic / Echopoor: echo yang dihasilkan sedikit atau lebih rendah
daripada sekelilingnya (intermediate reflection/transmission),
memperlihatkan warna abu-abu hitam pada hasil scan, seperti pada
jaringan lunak.
c. Anechoic / Echolucent: tidak ada echo yang dihasilkan, memperlihatkan
warna hitam pada hasil scan dan menunjukkan complete transmission dari
suara, seperti cairan pada kantung kemih.
Menurut Debruryn et al. (2012), gambaran USG ginjal normal adalah
ukuran ginjal betina lebih kecil daripada jantan, lokasi secara anatomis ginjal
berada di caudal fundus dan caudomedial limpa dengan bentuk oval dan
berbatas jelas, struktur internal dapat terlihat dengan jelas batasan antara
korteks dan medula. Bagian parenkim ginjal lebih hyperechoic (gelap), bagian
medulla akan nampak anechoic, dan bagian korteks lebih hypoechoic.

14
Gambar 5.2. Tampakan dorsal ultrasonografi ginjal normal menunjukkan korteks (1),
medula (2) dan tanda tepi meduler (panah)

Ginjal yang terkena penyakit ginjal kronis biasanya terlihat lebih kecil,
dan kontur permukaannya telah berubah. Infark ginjal terlihat seperti daerah
terjepit, daerah hyperechoic ketika akut (pangkal ke arah perifer) dan saat
kronis (fibrosis dan jaringan parut) secara drastis dapat mengubah bentuk
ginjal (Zwingenberger, 2008).
Intrepretasi USG ginjal yang tekena nefritis interstitial kronik juga
menjelaskan tekstur batasan korteks dan medulla sulit dibedakan, bentuk dan
permukaan ginjal tidak beraturan.Korteks terlihat homogen hypoechoicdengan
kesan menipis, sedangkan medulla terlihat homogenanechoic(Setiawan,
2015).

Gambar 5.3. Gambaran USG ginjal yang terkena nefritis interstitial


kronikmenunjukkan bentuk dan permukaan ginjal tidak beraturan (Zwingenberger,
2008)

Teknik B-mode merupakan teknik ultrasonografi yang dilakukan pada


ginjal kucing.Teknik B-mode seringkali merupakan pilihan pertama untuk
pencitraan ginjal kucing.Memberikan visualisasi yang sangat baik dari
ukuran, bentuk dan struktur internal ginjal. Karena kedudukannya yang

15
dangkal, ginjal dapat dicitrakan melalui pendekatan lateral dan ventral
dengan hewan pada posisi lateral atau dorsal recumbency. Kucing dapat
dibius atau dikendalikan secara manual.Perut disiapkan dengan memotong
rambut dan mengoleskan gel akustik ke kulit. Transduser linier dengan
frekuensi tinggi (7,5-10 MHz) wajib untuk pencitraan ginjal pada kucing dan
hanya tekanan transduser ringan yang diterapkan untuk mencegah ginjal
berpindah dari lokasi anatominya yang normal. Transduser dipegang sejajar
dengan sumbu panjang hewan untuk gambar longitudinal dan tegak lurus ke
tulang belakang untuk gambar transversal, karena ginjal kucing relatif
bergerak, maka aturan tersebut tidak mutlak (Debruryn et al., 2012).

7. DIAGNOSA BANDING
Menurut Setiawan (2015), diagnosa banding dari nefritis interstitial kronik
adalah hipoplasia renal dan displasia ginjal. Karena berdasarkan gambaran USG
yang didiagnosa nefritis kronisterlihat tekstur korteks homogen hypoechoic
dengan kesan menipis, sedangkan medulla terlihat tekstur homogen
anechoic.Gambaran ini juga dapat terlihat pada hipoplasia renal dan displasia
ginjal.
Hipoplasia ginjal adalah anomali perkembangan di mana satu atau kedua
ginjal memiliki defisit dalam jumlah nefron dan mungkin kecil. Secara umum
penyebab hipoplasia disebabkan oleh kelainan genetik, gangguan hormon,
kelainan kromosom atau bisa juga disebabkan oleh paparan zat kimia tertentu
(Sparkes et al., 2016). Ginjal berukuran sangat kecil dan dapat memiliki jumlah
lobus yang kurang.Nefron dapat berjumlah hanya seperlima normal dan sangat
membesar.sedangkan dalam nefritis interstitial kronik ada infiltrasi sel-sel
inflamasi dan eksudat serta proliferasi jaringan fibrosa sehingga menghasilkan
peningkatan ekogenitas parenkim ginjal, kelainan struktur seperti penebalan pada
korteks dan bentukan irreguler dari medulla terjadi pada ginjal yang mengalami
nefritis (Rahmania, 2018).

16
8. PROGNOSA
Prognosa penyakit nefritis interstitial kronik adalah infausta karena
biasanya melanjut menuju stadium akhir, ginjal kronis sering terjadi pada anjing
maupun kucing yang sudah tua (Yanuartono et al., 2017).Pada akhirnya,
prognosis buruk jika penyakit ginjal didokumentasikan progresif dengan evaluasi,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan laboratorium.Temuan menunjukkan
prognosis yang buruk ketika (Chew et al., 2011):
1. Lesi stadium akhir yang luas pada biopsi ginjal.
2. Proteinuria progresif meskipun telah diobati.
3. Kehilangan massa otot tanpa lemak secara progresif, dengan atau tanpa
penurunan berat badan.
4. Penurunan berat badan progresif.
5. Anemia berat yang tidak dapat ditangani dengan rhEPO karena antibodi
6. Hipertensi sistemik yang tidak terkelola.
7. Azotemia progresif meskipun terapi cairan dan manajemen medis konservatif.
8. Ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
meskipun disertai dengan suplementasi cairan yang diberikan secara subkutan.

9. PENANGANAN DAN TERAPI


Menurut Yanuartono et al., (2017) manajemen terapi untuk penyakit ini antara
lain:
1. Kontrol status hidrasi
Tujuan terapi cairan pengganti adalah mengembalikan volume cairan
tubuh kearah normal dan mengurangi gejala klinis uremia. Cairan pengganti
dapat diberikan melalui beberapa rute seperti oral, intra vena (IV) atau sub
kutan (SC). Jika aplikasi oral tidak memungkinkan maka dapat dilakukan
secara IV, SC atau menggunakan feeding tube. Namun demikian tujuan utama
terapi cairan pengganti secara SC bukan untuk menurunkan kadar BUN dan
kreatinin tetapi lebih pada kenyamanan hewan penderita.

17
Koreksi dehidrasi diberikan tergantung dari derajad dehidrasi hewan.
Jika derajat dehidrasi 5% maka diberikan 50 ml/kg BB/12 – 24 jam, kecuali
hewan mengalami gangguan jantung sehingga pemberian harus diperlambat.
Dosis perawatan sekitar 50 mL/kg/hari, perlu ditambahkan dengan
disesuaikan kondisi hewan. Cairan pengganti awal lebih diutamakan
menggunakan larutan elektrolit yang seimbang seperti lactate Ringer’s
solution 75-100 ml / ekor kucing setiap hari atau setiap 2-3 hari tergantung
kondisi. Jika setelah pemberian cairan pengganti hewan mengalami oligouria
(kurang dari 1-2 ml / kg per jam), maka pemberian harus segera dihentikan
guna menghindari terjadinya overhidrasi dan oedema.Setelah kondisi
dehidrasi diperbaiki, pemberian cairan untuk pemeliharaan lebih tepat
menggunakan cairan rendah Na (0,45 % NaCl dengan 2,5 % dextrose atau
lactate Ringer’s solution dengan 2,5 % dextrose)
2. Obat anti Hipertensi
Peran ginjal dalam pengaturan tekanan darah adalah melalui
pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Penyakit ginjal
kronis merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi pada hewan kecil
yang sudah tua.
Angiotensin I-converting enzyme inhibitor (ACEi) dan calcium
channel blocker (CCB) sudah sering digunakan untuk anjing dan kucing
penderita hipertensi. Termasuk dalam kelompok ACEi adalah benazepril,
enalapril dan temocapril. Angiotensin I-converting enzyme inhibitor
menghambat kerja ACE secara kompetitif, dengan cara menghambat
pembentukan angiotensin II. Sedangkan yang termasuk golongan CCB adalah
amlodipine. Terapi hipertensi pada kucing dapat menggunakan diuretik,
calcium channel blocker (CCB), β blocker dan ACEi serta diet rendah garam.
Angiotensin I-converting enzyme inhibitor biasanya direkomendasikan
sebagai obat pilihan awal.
Pemberian benazepril hidrokorida pada kucing per oral dengan dosis
harian 2,5 atau 5 mg ( 0,92-2,0 mg / kg / hari ) selama 2 atau 3 minggu cukup

18
efektif pada penanganan hipertensi akibat penyakit ginjal kronis.Hasil
penelitianmenunjukkan bahwa pemberian tablet benazepril dengan dosis 0,5-
1,0 mg/kg BB, sehari sekali mampu menghambat laju kerusakan ginjal dan
memperpanjang umur kucing.
3. Antibiotik
Pengobatan pada kasus leptospirosis sangat bergantung pada tingkat
keparahan dari penyakit tersebut serta adanya penyakit lain seperti gangguan
fungsi hati dan ginjal serta gejala klinis yang terlihat. WHO
merekomendasikan pemberian antibiotik pada penderita leptospirosis selama
7 hari.Pengobatan optimal untuk leptospirosis tidak diketahui, namun
pemberian antibiotik yang mengandung penicillin atau doxycycline
merupakan antibiotik yang paling umum diberikan pada penderita
leptospirosis pada hewan maupun manusia (Oriza, 2017).
Dosis pemberian antibiotik yang mengandung Doxcycline pada anjing
penderita leptospirosis yaitu 5mg/kg PO atau IV q12h selama 14
hari.Pengobatan tidak boleh ditunda menunggu hasil pengujian diagnostik,
sehingga pemberian antibiotik harus segera diberikan pada saat pasien telah
didiagnosa.Anjing dapat diberikan antibiotik yang mengandung doxycyclin
selama 2 minggu setelah tanda-tanda gangguan gastrointestinal mereda guna
mengeliminasi bakteri dari tubulus ginjal.Penggunaan secara bersamaan
dengan fluoroquinolone tidak dianjurkan pada penderita leptospirosis karena
dapat menyebabkan retensi antibiotik pada bakteri lain (Oriza, 2017).
Doxycycline memiliki spektrum aktivitas yang luas terhadap banyak
bakteri Gram-positif dan Gram-negatif.Akibatnya, doxycycline memiliki
banyak kegunaan potensial.Mekanisme kerjanya yaitu mencegah hubungan
aminoasil-tRNA dengan ribosom bakteri.Penghambatan lebih lanjut dari
sintesis protein terjadi pada mitokondria melalui pengikatan pada ribosom
70S.Karena itu obat ini adalah bakteriostatik.Doxycycline memasuki sel
melalui pori-pori hidrofilik di membran sel luar dan sistem transpor aktif
bergantung pH dalam membran sitoplasma dalam.Selain itu, ia memiliki

19
beberapa tindakan lain termasuk pencegahan angiogenesis dan apoptosis,
peningkatan perlekatan fibroblast gingiva, dan penyembuhan luka. Hal ini
diketahui menghambat matrix metalloproteases (MMPs) tertentu, yang
merupakan enzim proteolitik yang diproduksi oleh sel-sel inflamasi.Ini telah
menyebabkan potensi penggunaan dalam berbagai peran anti-inflamasi dan
anti-neoplastik (Holmes dan Charles, 2009).
4. Manajemen Diet
Rasa pakan komersial untuk penyakit ginjal kronis pada umumnya
memiliki palatabilitas yang rendah jika dibandingkan dengan pakan normal
dan kemungkinan disebabkan karena rendahnya kandungan protein, P dan Na
tetapi tinggi serat terlarut, kapasitas asam basa, vitamin B kompleks,
antioksidan dan asam lemak omega-3. Hal tersebut dapat mengakibatkan
rendahnya asupan pakan dan akan memperburuk kondisi. Perubahan dari
pakan harian ke pakan untuk penyakit ginjal kronis pada kucing harus
dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu paling tidak selama 7
hari. Namun ada perkecualian dimana beberapa kucing membutuhkan waktu 3
sampai 4 minggu.
Pakan komersial khusus penyakit ginjal pada kucing biasanya
mengandung 6-7 g protein per 100 kkal (di atas 5 g/100 kkal
direkomendasikan untuk kucing dewasa).Kebutuhan energi untuk kucing
berumur diatas 13 tahun kemungkinan akan meningkat sehingga pembatasan
protein dapat menyebabkan hilangnya jaringan tubuh,sehingga dianjurkan diet
dengan protein terbatas moderat disertai dengan pengamatan massa tubuh,
berat badan dan asupan kalori. Manfaat asam lemak omega-3 minyak ikan
telah banyak diteliti dan direkomendasikan dalam pengelolaan berbagai
macam penyakit termasuk penyakit ginjal kronis.
10. PENCEGAHAN
Mempertahankan keseimbangan cairan. Asupan air yang tidak adekuat
pada ginjal berhubungan dengan dehidrasi, penurunan perfusi ginjal dan
penurunan fungsi ginjal lebih lanjut. Beberapa kucing mengalami dekompensasi

20
akut karena penurunan volume mendadak, sedangkan yang lain, terutama saat
chronic kidney disease berkembang, dapat mengalami dehidrasi kronis atau
berulang dan hipoperfusi ginjal (White et al, 2010).
Jika penyebab spesifik diidentifikasi (misalnya, infeksi bakteri pada
ginjal), pengobatan mungkin dapat dilakukan untuk menghentikan perkembangan
penyakit. Namun, dalam kebanyakan kasus, pengobatan bersifat simptomatik dan
suportif. Beberapa kucing mungkin memerlukan terapi cairan intravena awal
untuk memperbaiki dehidrasi (dan mungkin kelainan elektrolit) (Yanuartono et
al., 2017).
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap fibrosis ginjal. Fibrosis
dianggap ireversibel, merupakan titik akhir umum dari cedera ginjal,dan
progresif. Pentingnya memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
inisiasi dan penyebaran fibrosis pada ginjal kucing dapat memiliki implikasi
preventif dan terapeutik (McLeland, 2015).
Perawatan termasuk identifikasi dan penghilangan agen eksogenous (obat-
obatan, logam berat), penyebab metabolik atau kondisi (obstruksi, infeksi)
berpotensi menyebabkan lesi interstitial kronis. Langkah-langkah umum termasuk
kontrol tekanan darah. penggunaan inhibitor angiotensin-converting enzyme
(ACE) atau angiotensin receptor blockers (ARBs), yang mengurangi tekanan
sistemik, menurunkan proteinuria, dan meningkatkan aliran darah ginjal (Finch et
al., 2016).
Terapi khusus untuk setiap gejala klinis berbeda, maka kemudian banyak
kasus nefritis interstitial sembuh ketika faktor-faktor penyebab dihapus. Serta
pemilihan antimikrobial pada pasien dengan penyakit ginjal (Finch et al., 2016).
Penyebab Interstital Nephritis yang paling umum terkait dengan
pengobatan. Banyak obat telah diterapkan dengan antibiotik beta-laktam dan anti-
steroid obat peradangan (NSAID) menjadi yang paling umum. Maka sebaiknya
diatur penggunaan obatnya (Joyce, 2016).

11. EDUKASI KLIEN

21
Menurut Chase et al (2017) dan Tilley dan Francis (2015) hal penting
yang perlu kita diskusikan kepada klien terkait Nefritis intersisial kronika adalah:
1. Mendiskusikan pentingnya melakukan pembedahan dan fatalitas ketika tidak
melakukan pembedahan dalam kasus yang telah parah dan tindak
pencegahannya.
2. Mendiskusikan prognosa kepada klien.
3. Mendiskusikan potensi terkena penyakit kepada hewan terkait ras hewan.
4. Mendiskusikan pemberian operasi ketika hewan terkena tumor.
5. Menyarankan untuk memberikan pakan yang tidak memungkinkan
menimbulkan obstruksi pada organ terkait.
6. Mendiskusikan kepada klien untuk mengatur pemberian pakan hewan yang
sesuai dengan terapi pengobatan ginjal sesuai penyakit terkait, biasanya juga
diberiakan terapi cairan.
7. manajemen pemberian makan, dan kebersihan alat pakan.
8. Mendiskusikan bahwa mencegah dari awal itu lebih baik.

BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

22
Berdasarkan isi makalah ini, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:
a. Nefritis interstitial adalah jenis peradangan ginjal.Nefritis interstitial adalah
penyakit yang terutama melibatkan interstitial dan tubulus, penyakit
interstitial inflamasi dan degeneratif hampir selalu mengganggu fungsi tubular
sehingga dikelompokkan ke dalam penyakit tubulointerstitial.
b. Nefritis interstitial kronis dapat disebabkan oleh sejumlah besar agen,
termasuk infeksi, racun, gangguan imunologis, bahan kimia, dan obat-obatan
terapeutik. Banyak agen infeksi yang dapat menyebabkan nefritis interstitial
nonsupuratif. Sayangnya agen sering tidak diidentifikasi terutama dalam kasus
kronis.
c. Pada nefritis interstitial kronis, terdapat infiltrasi sel mononuklear, fibrosis
interstitial, dan atrofi tubular menyeluruh.
d. Prognosa penyakit nefritis interstitial kronik adalah infausta karena biasanya
melanjut menuju stadium akhir, ginjal kronis sering terjadi pada anjing
maupun kucing yang sudah tua.

2. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan.Oleh karena itu, kami mengharapkan agar dosen pembimbing
dan pembaca dapat memberikan kami saran dan kritik yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA

23
Anggayasti, Gita Widarti. 2007. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional
Ras Labrador Retriever di Subdit Satwa Polri-Depok. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Brown, S. A. 2018. Infectious disease of the urinary system of cats. MSD Manual:
USA
Brown, S. A. 2018. Renal dysfunction in small animals. MSD Manual: USA
Chase, C., Kaiytlin. L, Erica M.K dan Ahmed T. 2017.Blackwell's Five-Minute
Veterinary Consult: Ruminant. USA : John Wiley and Sons.
Chew,D.J., S.P.Dibartola, P.A.Schenk. 2011. Canine and Feline Nephrology
Urology. Elsevier: USA
Damelka, K. 2008. Pencitraan Brightness Mode (B-Mode) Ultrasonografi Untuk
Deteksi Kebuntingan Dan Pengamatan Perkembangan Fetus Kucing (Felis
catus). [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Debruyn, K., H. Haers, A. Combes, K. vanderperren, and J.H. Saunder. 2012.
Ultrasonography of the Feline Kidney Tecnique, Anatomy, and Changes
Associated with disease. Journal of Feline Medicine and Surgery (14)
Fadil, A. 2013. Perbandingan Sonogram Vesika Urinaria Dan Uretra Normal
Kucing Kampung (Felis catus) Dengan Tiga Kasus Gangguan Saluran
Urinaria Bawah Pada Kucing. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor
Finch,N.C., H.M. Syme, J.Elliott. 2016. Risk Factor for Development of Chronic
Kidney Disease in Cats. J.Vet.Intern Med. 30(1):602-610
Hudson, L. C. Dan William P. H. 2010. Atlas Of Feline Anatomy For Veterinarians.
Teton NewMedia: USA
Holmes, Natasha E. dan Patrick G.P. Charles. 2009. Safety and Efficacy Review of
Doxycycline. Clinical Medicine: Therapeutics. 2009(1): 471-482.
Joyce,E. P.Glasner, S.Ranganthan, A.Swiatecka-Urban. 2016. Tubulointerstitial
nephritis : diagnosis, treatment, and monitoring. Pediatr Nephrol : Springer.
Maylina, Leni. 2013. Profil Hematologi dan Kimia Darah Anjing Yang Terinfeksi
Kombinasi Babesia sp. dan Haemobartonella sp. Kronis.[Skripsi]. Bogor :
IPB.

24
McLeland, S.M., Lunn, K.F., Duncan, C.G., Refsal, K.R. and Quimby, J.M.
(2014).Relationship among serum creatinine, serum gastrin, calcium-
phosphorus product, and uremic gastropathy in cats with chronic kidney
disease.J. Vet. Intern. Med. 28: 827-837.
Oriza, Trisiaty. 2017. Diagnosa dan Penanganan Kasus Leptospirosis pada Anjing di
Makassar Pet Clinic. [Tugas Akhir]. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Ramadhani, Amelia. 2015. Pengaruh Pemberian Jus Buah Alpukat terhadap
Gambaran Kadar Blood Urea Nitrogen (Bun) dan Serum Kreatinin pada
Tikus Putih (Rattus Norvegicus) yang Diinduksi Meloxicam Dosis Toksik.
[Skripsi]. Universitas Hasanuddin: Makassar.
Rousdy, D. W. dan Riza L. 2018. Hematologi Perbandingan Hewan Vertebrata: Lele
(Clarias batracus), KATAK (Rana sp.), KADAL (Eutropis multifasciata),
MERPATI (Columba livia) DAN MENCIT (Mus musculus). Bioma. 7(1):1-
13.
Setiawan, Anjar Adi. 2015. Nefritis Pada Anjing English Bulldog. Universitas
Brawijaya: Malang.
Sparkes, Andrew H,Sarah Caney,Serge Chalhoub,Jonathan Elliott, Natalie Finch,
Isuru Gajanayake, Catherine Langston,Joanna White,Jessica Quimby. 2016.
ISFM Consensus Guidelines on the Diagnosis and Management of Feline
Chronic Kidney Disease. Journal of Feline Medicine and Surgery.1(18)219–
239.
Sykes, J. E. 2014. Canine and Feline infectious diseases. Elsevier: USA
Rahmania, W. 2018.Prevalensi Kelainan Ginjal Anjing Secara Ultrasonografi Di
Rumah Sakit Dan Klinik Hewan Tahun 2012-2017.IPB : Bogor
Tilley, L.P dan Francis W.K.S. 2015.Blackwell's Five-Minute Veterinary Consult:
Canine and Feline.USA : John Wiley and Sons.
Triastuty, F. N. 2006. Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di
Daerah Bogor. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor
White JD, Malik R, Norris JM. Feline chronic kidney disease: can we move from
treatment to prevention? Vet J 2011. 190(3):317-322.

25
Yanuartono., A. Nururrozi, dan S. Indarjulianto. 2017. Penyakit Ginjal Kronis pada
Anjing dan Kucing: Manajemen Terapi dan Diet. Jurnal Sains Veteriner.
35(1): 16-34)
Zwingenberger, A. 2008.Diagnostic Imaging: Ultrasound of cats with chronic renal
disease not always black and white. DVM360 MAGAZINE: California.

26
27

Anda mungkin juga menyukai