Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TOKSIKOLOGI

KARSIOGENESIS DAN NEOPLASMA

Disusun Oleh:

1. AFRESSA BIAS PUTRI ENERGA (180105002)


2. AMELIA DAMAYANTI (180105011)
3. DHINA ISRO INSANI (1801050)
4. DIAN WULANDARI (180105023)
5. PARDILAH SETYANI (1801050)
6. UMI HANIFATUN NIKMAH (180105101)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kemudahan kepada kami selaku penyusun, sehingga tugas ini dapat selesai sesuai dengan
tenggang waktu yang telah ditentukan. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah
Toksikologi yang mana dengan tugas ini, kami sebagai mahasiswa, mampu mengetahui dan
memahami lebih dalam mengenai materi ajar yang diberikan oleh dosen pengampu.
Dalam pembuatan makalah ini, kami bekerja sama sebagai tim penyusun sehingga
tentunya hasil penulisan ini bukan merupakan klaim perorangan saja. Selain itu, arahan dan
bantuaan dari berbagai pihak juga sangat membantu dalam proses penyusunannya. Untuk
itu, kami sampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Lepas dari semua, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dari banyak sisi. Untuk itu, diharapkan kritik dan saran, serta tinjauan langsung
mengenai kelengkapan data, sangat kami perlukan demi perbaikan di kemudian hari. Akhir
kata, kami selaku tim penyusun berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Purwokerto, 21 Maret 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................

C. Tujuan...................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................

A. Definisi Karsiogenesis dan Neoplasma..................................................................

B. Gambaran Klinis Karsiogenesis dan Neoplasma....................................................

C. Etiologi Karsiogenesis dan Neoplasma...................................................................

D. Mekanisme Patogenesis Karsiogenesis dan Neoplasma.......................................

E. Manisfestasi Karsiogenesis dan Neoplasma...........................................................

F. Terapi Karsiogenesis dan Neoplasma.....................................................................

BAB III PENUTUP.....................................................................................................

1. Kesimpulan...........................................................................................................

2. Saran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan


pertumbuhan yang tidak terkendali dan penyebaran sel-sel abnormal.
Kanker disebabkan oleh faktor eksternal (tembakau, organisme
menular, dan diet yang tidak sehat) dan faktor internal (warisan
mutasi genetik, hormon, dan kondisi kekebalan tubuh) (American
Cancer Society, 2010). Kanker merupakan penyebab kematian yang
sangat berarti di negara-negara industri (Baratawidjaja, 2009).
Faktor ini terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya
sehingga dalam kurun waktu 10 tahun (2005-2015) WHO
memperkirakan jumlah kematian karena tumor rata-rata 8,4 juta
setiap tahun dan tahun 2015 mencapai 9 juta jiwa. Penyakit kanker
cendrung mengalami peningkatan terutama di negara Amerika,
Australia, Inggris. Data dari The Cancer Association of South Africa
(CANSA) memperlihatkan bahwa pada tahun 2002-2007 kanker yang
paling sering terjadi adalah kanker kulit yang terdiri atas KSB, KSS,
dan melanoma (Suhartati, 2011).
Untuk melihat sejauh mana stadium kanker, harus dilakukan
pengukuran rasio mitosis, semakin tinggi rasio mitosis (semakin
banyak sel kanker yang membelah) berarti sel kanker tersebut sedang
berkembang dan menyebar ke jaringan di sekitarnya (American
Cancer Society, 2016). Karsinogenesis merupakan proses
perubahan menjadi kanker, proses ini melalui tahapan yang disebut
sebagai multistep carcinogenesis. Proses karsinogenesis secara
bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan dengan promosi
dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel kanker
(King, 2000).
Penelitian karsinogenesis kimia pada mencit yang
dihubungkan dengan kanker pada manusia membagi tahapan
pembentukan tumor menjadi : inisiator, promotor atau karsinogensis
komplit (Dulgosz and Yuspa, 2008). Studi memperlihatkan PAH
seperti 7,12-dimethylbenza(a)anthrencene (DMBA) digunakan untuk
mengetahui proses karsinogenesis dalam protokol dua tahap
karsinogenesis pada tumor mencit (Rastogi et al., 2007, Yusuf etal.,
2009).
Neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”.
Neoplasma, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan
normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan itu telah berhenti. Dalam istilah kedokteran, neoplasma
dikenal sebagai tumor dan dikatakan jinak (benigna) apabila
gambaran mikros dan makrosnya mengisyaratkan bahwa tumor
tersebut akan tetap terlokalisasi, tidak dapat menyebar ke tempat lain,
dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah lokal
dan pasien umumnya selamat. Tumor ganas (maligna) secara kolektif
disebut kanker. Ganas, bila diterapkan pada neoplasma, menunjukkan
bahwa lesi dapat menyerbu dan merusak struktur di dekatnya dan
menyebar ke tempat yang jauh (metastasis) serta menyebabkan
kematian (Cotran, Kumar dan Robbins, 2007).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa
setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta
orang. Dalam 10 tahun mendatang diperkirakan 9 juta orang akan
meninggal setiap tahun akibat kanker. Dua pertiga dari penderita
kanker berada di negara-negara yang sedang berkembang. Pada saat
ini, diperkirakan bahwa dari 100.000 penduduk Indonesia terdapat
100 penderita penyakit kanker setiap tahun. Selain itu, kanker
merupakan penyebab kematian urutan ke-6 di Indonesia. Pengobatan
penyakit kanker di Indonesia masih tergolong mahal bagi sebagian
besar masyarakat. Oleh karena itu, perlu disusun strategi yang terpadu
untuk mendayagunakan fasilitas dan tenaga serta menghemat biaya
(Anonim, 2006).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi dari Karsiogenesis dan Neoplasma?

2. Bagaimana gambaran klinis dari Karsiogenesis dan Neoplasma?

3. Bagaimana etiologi dari Karsiogenesis dan Neoplasma?

4. Bagaimana mekanisme patogenesis dari Karsiogenesis dan Neop


lasma?

5. Bagaimana manisfestasi dari Karsiogenesis dan Neoplasma?

6. Bagaimana terapi dari Karsiogenesis dan Neoplasma?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi karsiogensis dan neoplasma.

2. Untuk mengetahui gambaran klinis karsiogenesis dan neoplasma.

3. Untuk mengetahui etiologi karsiogenesis dan neoplasma.

4. Untuk mengetahui mekanisme patogenesis karsinogen dan neopl


asma.

5. Untuk mengetahui manisfestasi karsiogenesis dan neoplasma.

6. Untu mengetahui terapi karsiogenesis dan neoplasma.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

2.1.1 Karsiogenesis
Karsinogenesis adalah proses terjadinya kanker yang diawali dengan adanya
kerusakan DNA atau mutasi pada gen-gen p-53 dan ras, yaitu kerusakan DNA
pada gen gen pengatur pertumbuhan (Hanahan & Weinberg 2000). Senyawa yang
pemaparannya dapat menimbulkan kanker antara lain adalah senyawa golongan
polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH), seperti 7,12-dimetilbenz (a) Antrasen
(DMBA) yang metabolitnya dapat berikatan dengan DNA (Rundle et al. 2000).
2.1.2 Neoplasma

Secara harfiah berarti pertumbuhan baru atau kumpulan masa abnormal dari
sel-sel yang mengalami proliferasi (tubuh terus menerus secara tidak terbatas)
tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitar nya dan tidak berguna bagi tubuh. Sel-
sel neoplasma berasal dari sel-sel sebelumnya adalah sel-sel normal tetapi karena
perubahan neoplastik akan mengalami pertumbuhan dengan kecepatan yang tidak
koordinasi dengan kebutuhan pasien (hostpes) dan tidak mencapai keseimbangan
tetapilebih mengakibatkan penambahan masa sel yang mempunyai sifat yang
sama. sel tersebut dinamakan sel neoplastik dan pertumbuhan yang demikian
disebut pertumbuhan progresif (Dr. SayutiTanher dan Hj Heryati:2008)

Neoplasma adalah suatu kelompok atau rumpun neoplastik. Istilah ini


biasanyasinonim dengan tumor. Istilah neoplasma benigna mengacu pada sel-sel
neoplasma neoplastik yang tidak mengintasi jaringan sekitar dan tidak
bermetastasis. Metastasis didefinisikan sebagai kemapuan sel kanker untuk
menyusup dan membangun pertumbuhan pada area tubuh lain yang jauh dari
asalnya. Semua neoplasmadiklasifikasikan sebagai kanker dan kemudian
digambarkan sesuai dengan asal jaringannya (dr. jan tambayong: 2000).

2.2 Gambaran Klinis


2.2.1 Karsinogenik

2.2.2 Neoplasma

2.3 Etiologi karsiogenesis dan neoplasma.

Penyebab primer untuk terjadinya kanker pada manusia belum diketahui. Tahun 1775
Persival Pott, seorang ahli bedah dari Inggris menemukan bahwa kanker scrotum banyak
dijumpai pada orang yang bekerja di pabrik yang memakai cerobong asap. Setelah
dipelajari, ternyata hidrocarbon yang berhasil diisolasi dari batubara merupakan
Carcinogenic agent. Sejak itu zat kimia yang menyebabkan kanker pada hewan percobaan
disebut karsinogen. Berbagai faktor penyebabnya antara lain (Pasaribu, 2006) :

1. Zat-zat karsinogenik

2. Virus-virus onkogenik

3. Faktor herediter

4. Faktor lingkungan

5. Faktor sosio ekonomi

1. Zat-Zat Karsinogenik
a) Karsinogenik Kimia : Aromatik amine dikenal sebagai penyebab kanker
traktus urinarius. Benzene dianggap berhubungan dengan terjadinya
leukemia akut. Jelaga batubara, anthracene, creosota dihubungkan dengan
kanker kulit, larynx dan bronkhus. Asbestos sering menyebabkan
mesothelioma pada pekerja tambang dan pekerja kapal(Pasaribu, 2006).
b) Karsinogenik Fisik Karsinogenik fisik yang utama adalah radiasi ion. Pada
pekerja yang melakukan pengecatan radium pada lempeng arloji dijumpai
adanya perkembangan ke arah kanker tulang. Kanker tiroid banyak
dihubungkan dengan adanya irradiasi leher pada masa anak-anak. Selain itu,
bagi korban yang berhasil hidup akibat meledaknya bom atom memberi
gejala ke arah leukemia. Sinar ultraviolet dianggap sebagai penyebab
meningginya insidensi kanker kulit pada pelaut atau petani, yang biasanya
berhubungan dengan sinar matahari secara berlebihan. Pekerja di bagian
radiologi yang sering terkena X-ray mempunyai kecenderungan untuk
mendapat kanker kulit. Contoh lain dari karsinogen fisik adalah iritasi
mekanik, misalnya iritasi kronis yang dihubungkan dengan perkembangan
kanker seperti degenerasi ganas dari scar luka bakar yang lama yang disebut
Marjolin`s ulcer (Pasaribu, 2006).
c) Penggunaan alkilator : seperti melphalan dan cyclophosphamide diketahui
menyebabkan leukemia dan kanker kandung kemih. Estrogen dianggap
sebagai penyebab adenokarsinoma vagina, kanker endometrium.
Imunosupresive seperti azathioprine dihubungkan dengan limfoma, kanker
kulit dan kanker ganas jaringan lunak (Pasaribu, 2006).
2. Faktor hereditas
Pada penelitian hewan percobaan, faktor genetik juga dianggap penting
sebagai penyebab keganasan setelah faktor kimia dan faktor fisik. Misalnya,
perkembangan kanker pada manusia ditunjukkan ketika tipe kanker yang sama
terdapat pada kembar identik, juga ketika kanker colon berkembang pada anggota
keluarga dengan riwayat poliposis pada keluarga tersebut (Pasaribu, 2006).
3. Faktor Lingkungan dan Karsinogen Industri
Beberapa jenis hasil industri serta sisa pembakaran dapat bersifat
karsinogenik. Selain itu kebiasaan tertentu dapat mengakibatkan suatu keganasan,
misalnya, pemakai tembakau cenderung mendapat kanker paru sedangkan pemakai
alkohol cenderung mendapat kanker traktus digestivus. Pekerja industri perminyakan
yang banyak berhubungan dengan polisiklik hidrokarbon dijumpai banyak menderita
kanker kulit. Dengan meningkatnya perhatian terhadap faktor lingkungan seperti
polusi udara, kontaminasi air, proses makanan termasuk pemakaian nitrat,
nitrosamine untuk pengawetan daging serta sacharine, diduga mempunyai sifat
karsinogen yang potensial. Selain hal tersebut diatas, faktor migrasi penduduk sering
menyebabkan pergeseran atau perubahan pola kanker di suatu daerah. Sebagai
contoh di Jepang insidensi kanker gaster tinggi, sedangkan insidensi kanker paru
rendah. Namun karena ada migrasi dari generasi kedua ke Amerika, maka terjadi
penurunan kasus kanker lambung dan peninggian kanker paru (Pasaribu, 2006).

2.4 mekanisme patogenesis karsinogenesis dan neoplasma.

2.4.1. patogenesis terjadinya carcinoma (karsiogenesis)


Model klasik karsiogenesis membagi proses menjadi 3 tahap : inisiasi, promosi, progresi. Ini
siasi adalah proses yang melibatkan mutasi genetik yang menjadi permanen dalam DNA sel.
Promosi adalah suatu tahap ketika sel mutan berproliferasi. Progresi adalah tahap ketika klo
n sel mutan mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas seiring berkembang
nya tumor, sel menjadi lebih heterogen akibat mutasi tambahan. Selama stadium progresif,
massa tumor yang meluas mendapat lebih banyak perubahan yang memungkinkan tumor me
nginvasi jaringan yang berdekatan, membentuk pasokan darah sendiri (angiogenesis), penetr
asi ke pembuluh darah, dan bermetastasis untuk membentuk tumor sekunder (Price dan Wils
on, 2006).

Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi sel dapat di
bagi menjadi langkah-langkah sebagai berikut :

a. Factor pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel,

b. Reseptor factor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein


transduser,

c. Sinyal ditransmisikan melewati sitosol memalui second massager menuju inti sel,

d. Factor transkripsi inti yang memulai pengaktifan transkripsi asam deoksiribonukleat (D


NA).

2.5.

2.6 TERAPI ANTIDOTUM PADA ZAT KARSINOGENIK

a. Definisi Arsen
Karsinogenik adalah zat dan radiasi yang merupakan agen langsung
terlibat dalam menyebabkan kanker. Salah satu macam karsinogenik adalah
karsinogenik kimia yang didefinisikan sebagai induksi atau peningkatan
neoplasia oleh zat-zat kimia. (LU, 1995).
Arsen (As) merupakan bahan kimia yang bersifat metaloid beracun yang
ada dalam berbagai bentuk organik dan anorganik di alam. Metaloid adalah
kelompok unsur kimia yang memiliki sifat antara logam dan nonlogam, sulit
dibedakan dengan logam. Dalam definisi lain, Arsen (As) adalah metal yang
mudah patah, berwarna keperakan dan sangat toksik. Sebagai elemen didapat di
alam dalam jumlah sangat terbatas, terdapat bersama- sama Cu, sehingga
didapatkan produk sampingan pabrik peleburan Cu. As sudah sejak lama sering
digunakan untuk racun tikus dan keracunan arsen pada manusia. Arsen
ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit namun tingkat toksisitas yang
sangat tinggi karena masuk dalam logam berat. Seluruh logam berat muncul
secara alami di lingkungan yang dihasilkan dari buangan industri dengan
jumlah yang makin hari makin meningkat (Lasut H, 2016; Hazimah, 2018).
Arsen (As) adalah unsur kerak bumi yang berjumah besar, yaitu
menempati urutan ke dua puluh dari unsur kerak bumi, sehingga sangat besar
kemungkinannya mencemari air tanah dan air minum. Jutaan manusia bisa
terpapar arsen (As), seperti yang pernah terjadi di Bangladesh, India, Cina.
Kasus keracunan Arsen secara besar-besaran pernah terjadi di Bangladesh
tahun 2000. Kasus ini menyerang sekitar 97% penduduk Bangladesh. Penduduk
tersebut menderita penyakit kanker paru-paru, kanker perut serta kanker kulit.
Menurut penelitian John (2000), Lebih dari 90 persen air tanah di Bangladesh
mengadung hampir 50 ppb arsen (Munandar S, 2013).
Arsen (As) merupakan suatu unsur yang ada dimana mana secara alami
telah diidentifikasi sebagai penyebab kanker pada manusia oleh International
Agency for Research on Cancer (IARC, 1987). Pajanan kronis ke air minum
yang mengandung arsen inorganik tingkat tinggi (iAs) adalah berhubungan
dengan manifestasi berbagai penyakit kulit (Tondel et al., 1999), diabetes
(Bates et al., 1992; Tseng et al., 2000), penyakit cardiovascular (Engel et al.
1994), dan kanker di beberapa organ. Akibat merugikan dari arsen bagi
kesehatan manusia adalah apabila terkandung >100 ppb dalam air minum,
dengan gejala keracunan kronis berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel,
kelainan kulit atau melanoma serta kanker usus. Ini terjadi di negara-negara
yang 4 memproduksi emas dan logam dasar di antaranya Afrika selatan,
Zimbabwe, India, Thailand, Cina, Filipina, dan Meksiko (Munandar S, 2013).
b. Mekanisme arsen masuk ke dalam tubuh
Menurut Nurhayati (2009), selain menyebabkan efek lokal di tempat
kontak, suatu zat akan menyebabkan kerusakan bila diserap oleh organisme.
Absorpsi dapat terjadi melalui kulit, saluran cerna, dan saluran nafas. Selain itu
sifat dan hebatnya zat kimia terhadap organisme tergantung dari kadarnya dari
organ sasaran. Kadar ini tidak hanya tergantung pada konsentrasi dosis yang
diterima, tetapi juga pada faktor lain misalnya derajat absorbsi, distribusi, dan
ekskresi (Munandar S, 2013).
Racun arsen yang masuk ke dalam saluran cerna akan diserap secara
sempurna di dalam usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh
organ tubuh. Sebagai suatu racun protoplasmik arsen melakukan kerjanya
melalui efek toksik ganda. Arsen mempengaruhi respirasi sel dengan cara
mengikat gugus sulfhidril (SH) pada dihidrolipoat sehingga menghambat kerja
enzim yang terikat dengan transfer energi, terutama pada piruvate dan succinate
oxidative pathway, sehingga menimbulkan efek patologis yang reversibel. Efek
toksik ini dikatakan reversible karena dapat dinetralisir dengan pemberian
dithiol, 2,3, dimerkaptopropanol (dimercaprol, British Anti-Lewisite atau BAL)
yang akan berkomptisi dengan arsen dalam mengikat gugus sulfhidril (2,3).
Selain itu sebagian arsen juga menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi
gangguan oksidasi fosforilasi dalam tubuh (Munandar S, 2013).

c. Terapi antidotum keracunan Arsen


Menurut Baud et al., 1995, mendefinisikan obat antidotum adalah obat
yang mekanisme kerjanya telah ditentukan, yang mampu memodifikasi
toksikokinetik atau toksikdinamik dari racun, dan yang pemberiannya kepada
pasien yang teroksidasi dapat memberikan manfaat yang signifikan (Mukaddas
et al, 2019).
Antidot adalah sebuah substansi yang dapat melawan reaksi peracunan.
Antidotum adalah penawar racun, sedangkan antitoksik adalah penawar
terhadap zat yang beracun (toksik) terhadap tubuh. Keracunan sendiri adalah
masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
bahkan dapat menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila
diberikan dalam dosis yang tidak seharusnya (Priyanto ,2007)
Senyawa yang bersifat toksik (racun) didefinisikan sebagai suatu bahan
yang dapat menyebabkan timbulnya respon merugikan pada sistem biologis,
kerusakan fungsi yang fatal, atau kematian (Kemenkes RI, 2013).
Enzim dapat dilindungi dari logam toksik dengan pemberian “zat
pengkelat”. Penggunaan bahan kelat yang merupakan bahan kimia untuk pe
ngobatan keracunan logam sudah pernah dilakukan sejak 23 zaman dahulu.
Bahan kelat seperti dimerkaprol, merupakan antidotum pertama yang
digunakan untuk pengobatan keracunan logam. Bahan kimia tersebut
merupakan salah satu bahan pengikat logam yang disebut kelator, dimana kela
berarti cakar atau cengkeram yang langsung mencengkeram ion logam dan
membentuk ikatan yang stabil. Pengambilan ion logam tersebut bersifat
kompetitif dengan ikatan logam dengan sel tubuh. Karena ikatan logam dan
kelat bersifat larut dalam air, maka senyawa tersebut mudah dikeluarkan
melalui ginjal (Frank, 1995).
1. Dimerkaprol
Dimerkaprol disebut juga British Anti Lewisite (BAL) yang
sengaja disintesis untuk pengobatan toksisitas arsen (Darmono, 2001).
Arsen akan membentuk cincin kelat yang sangat stabil dan relatif
nontoksik dengan dimerkaprol. Dimerkaprol ternyata juga memberikan
perlindungan terhadap efek toksik logam berat lainnya (Sjamsudin,
1995). Dosis pemberian BAL dirancang dalam formasi komplek 2:1,
yaitu 2 molekul dimerkaprol dan 1 molekul logam. Ikatan tersebut
lebih stabil dan mudah larut dalam air, karena itu diharapkan dapat
mengkelat logam sangat kuat, juga dalam waktu yang sama segera
dapat diekskresikan ke luar tubuh (Darmono, 2001).
Untuk penderita yang terpapar Arsen secara akut dengan gejala
dermatitis dan pembengkakan paru-paru dan juga penderita yang
terpapar Arsen secara kronis dapat diberikan Dimercaprol (BAL =
British Anti Lewisite) 3-5 mg/kg intra muskular dalam (deep
intramuscular injection) tiap 4-6 jam (Kemenkes RI, 2012)
BAL jauh lebih efektif bila diberikan segera setelah pajanan
terhadap logam, karena BAL lebih efektif mencegah hambatan enzim
bergugus –SH daripada mengaktifkannya kembali. BAL
mengantagonis efek biologis logam terutama arsen, emas dan merkuri
yang membentuk merkaptid dengan gugus –SH selular esensial. BAL
juga digunakan dalam kombinasi dengan CaNa2EDTA untuk
mengobati keracunan timbal (Sjamsudin, 1995). Pemberian antidotum
tersebut dapat menyebabakan efek samping keracunan, yaitu
menaikkan tekanan darah; takikardia; mual, muntah, dan kejang perut;
sakit kepala dan berkeringat; terasa panas pada mulut, bibir,
tenggorokan dan penis; konjungtivitis, keluar darah dari hidung, air
mata meleleh, hipersalivasi; abses pada lokasi injeksi; gelisah; dan
demam pada anak (Darmono, 2001).
Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat
menembus pembuluh darah plasenta dan masuk ke tubuh janin. Pada
keadaan ini pemberian obat BAL tampaknya aman, tetapi D-
penicillamin tidak boleh diberikan karena bersifat teratogen pada janin
(Nurhayati, 2009).
2. Obat emetik
Antidotum untuk mengeliminasi Arsen dengan menginduksi
muntah menggunakan obat emetik antara lain Apomorphine, Zinc
Sulfat, Mustard, dan Ipecac yang diberikan selama 2 hari
dilanjutkan dengan pemberian minyak kastor.
3. Selenium
Untuk mengurangi toksisitas Arsen, penderita diberi Selenium
dalam makanan atau metionin yang mampu mengurangi lesi kulit.
Pemberian Ferrous Sulphate yang akan dikonversi oleh bakteri
dalam kolon menjadi ferrous sulfit yang kemudian akan berikatan
dengan Arsen yang selanjutnya akan diekskresikan melalui feses
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai