Anda di halaman 1dari 22

Case Control Study Desain

Disusun Oleh Kelompok 2:

 Dwi Pratiwi 1801011074


 Dameria Simangunsong 1801011072
 Feti Marida 1801011078
 Heni Febri Yasmita Sitorus 1801011080
 Lisa Romauli Aruan 1801011084
 Faisal Siregar 1801011183
 Sofiannur Khoirunnisa 1801011466
 Vivi Silvia Rosa 1801011474

PROGRAM STUDI SARJANA FARMSI


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
TP. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Case
Control Study Design ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Farmakoepidemiologi Semester V. Adapun topic
yang dibahas dalam makalah ini mengenai Case Control Study Design.
Penulis juga mnegucapkan terimakasih kepada semua pihak terutama teman-
teman yang telah berkontribusi dan mendukung secara moral untuk tersajinya
makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan kami, sehingga penulis sangat
mengharapkan keritik dan saran yang membangun.
Kiranya makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kita semua
sehingga kita dapat mengetahui mengenai Case Control Study Design.

Medan, 11 November 2020

penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
…....................................................................................i

Daftar Isi ……………………………………………………………….ii

BAB I (PENDAHULUAN)
…………………………………………….1

1.1 Latar Belakang ………………………………….............................1

1.2 Rumus Masalah…………………………………………………….2

1.3 Tujuan………………………………………………………………2

BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)……………………………………..3

2.1 Definisi Farmakoepidemiologi


…………………………………….3

2.2 Definisi Case Control ………………………………………………


5

2.3 Tahap Penelitian Case Control ……………………………………


6

2.4 Kelebihan da n Kekurangan Case Control


………………….......11

2.5 Telaah Jurnal


……………………………………………………..11

BAB III (PENUTUP) …………………………………………………


17
ii
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………….17

3.2 Saran ………………………………………………………………


17

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus dikembangkan
dinegara-negara luar menjadi tolak ukur masyarakat di negara Indonesia untuk ikut
mengembangkan dunia pengetahuan dan teknologi dinegara ini.Dunia kesehatan
juga terus melakukan  perkembangan  perkembangan baik dibidang dibidang
teknologi teknologi dan ilmu pengetahuannya. pengetahuannya. Salah satu cara
yang dilakukan adalah terus melakukan penelitian-penelitian dibidang kesehatan.
Penelitian merupakan salah satu upaya dalam  pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.Dalam dunia kefarmasian, kefarmasian, dipelajari ilmu
farmakoepidemiologi.Dimana ilmu ini merupakan Ilmu yang mempelajari tentang
penggunaan obat dan efeknya pada sejumlah  besar manusia. Penelitian merupakan
salah satu upaya dalam pengembangan ilmu  pengetahuan  pengetahuan dan
teknologi. teknologi. Berbagai Berbagai jenis penelitian penelitian atau studi saat
ini mengharuskan kita berfikir kritis untuk dapat menentukan studi yang tepat kita
gunakan sesuai dengan masalah, tempat, dan waktu yang akan kita teliti.
Berdasarkan perannya, farmakoepidemiologi dibedakan menjadi Studi
Observasional yang membahas tentang Studi Kasus Control (case control), studi
potong lintang (cross sectional) dan studi Kohor, serta Studi Eksperimental yang
membahas tentang Eksperimen dengan kontrol random (Randomized Controlled
Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi). Berbagai jenis penelitian atau studi saat
ini mengharuskan kita berfikir kritis untuk dapat menentukan studi yang tepat kita
gunakan sesuai dengan masalah, tempat, dan waktu yang akan kita teliti. Salah
satunya adalah studi case control. Penelitian case control merupakan penelitian
jenis analitik observasional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara
kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Hal tersebut
bergerak dari akibat ( penyakit ) ke sebab ( paparan ). Ciri-ciri dari  penelitian
penelitian case control control adalah pemilihan pemilihan subyek yang didasarkan
didasarkan pada  penyakit  penyakit yang diderita, diderita, kemudian kemudian
lakukan lakukan pengamatan pengamatan yaitu subyek mempunyai riwayat
terpapar faktor penelitian atau tidak.

1
1.2 Rumus Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis merumuskan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan farmakoepidemiologi dan studi case kontrol?
2. Apa saja kelebihan dan kelemahan studi case kontrol?
3. Apa karakteristik penelitian case kontrol?
4. Bagaimana langkah langkah dalam penelitian case kontrol?
5. Apa contoh jurnal penelitian case kontrol?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi farmakoepidemiologi dan studi case kontrol
2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan studi case kontrol.
3. Menjelaskan karakteristik penelitian case kontrol.
4. Menjelaskan langkah langkah dalam penelitian case kontrol.
5. Memberikan contoh jurnal penelitian case kontrol.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Farmakoepodemiologi


Kata epidemiologi berasal dari kata Yunani epidemi , yang berarti menimpa
masyarakat. Jadi pada awalnya minat para epidemiolog adalah melakukan
investigasi epidemi dan bagaimana mengatasinya.Pada tahun 1970 MacMahon dan
Pugh mendefinisikan epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari penyebaran dan
penentu dari frekwensi penyakit pada manusia.
Definisi ini menekankan pada penyelidikan distribusi penyakit pada manusia dan
faktor-faktor penentunya.Dalam perkembangannya lingkup epidemiologi meluas
sehingga meliputi bidang kesehatan lainnya. Hal ini tampak dari definisi yang
dikemukakan oleh Last pada tahun 1998 yaitu Epidemiologi mempelajari
penyebaran dan penentu dari keadaan-keadaan dan peristiwa yang berkaitan
dengan kesehatan dalam suatu populasi tertentu dan penerapannya dari hasil-hasil
studi tersebut untuk  penanggulangan  penanggulangan masalah-masalah masalah-
masalah kesehatan. kesehatan. Yang dimaksud dimaksud dengan  penyebaran
penyebaran peristiwa peristiwa (penyakit (penyakit dan masalah masalah
kesehatan) kesehatan) adalah distribution, yaitu dimana orang sakit atau peristiwa
sakit diklasifikasikan menurut berbagai variabel.
Variabel-variabel ini biasanya dikelompkkan dalam tiga variabel utama yang
berkaitan dengan Orang (sifat-sifat yang mengalami), Tempat (sifatsifat tempat
terjadi) dan Waktu (waktu, musim dan sifat-sifat lain yang  berkaitan  berkaitan
dengan waktu kejadian).Bagian kejadian).Bagian epidemiology epidemiology ini
sering disebut disebut sebagai epidemiologi deskriptif.Dan hasilnya pada
umumnya dapat dipakai menyusun hipetesis dan hipotesis ini diuji dalam
penelitian epidemiologi analitik. Penelitian epidemiologik analitik dibagi menjadi
2 studi, yaitu:
a. Studi Observasional : Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang
(cross sectional) dan studi Kohor
b. Studi Eksperimental : Eksperimen dengan kontrol random (Randomized
Controlled Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi).

3
Adapun tujuan dari Farmakoepidemiologi ialah :
a. Menggambarkan status kesehatan populasi  
b. Menentukan Menentukan sebab masalah k masalah kesehatan esehatan
c. Menentukan riwayat alamiah suatu penyakit
d. Mengevaluasi suatu tindakan intervensi kesehatan
e. Meramalkan terjadinya masalah kesehatan di populas.
f. Menanggulangi masalah kesehatan yang terjadi dengan tindakan  pencegahan
atau pengobatan.
Kegunaan epidemiologi makin meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi
mengenai masalah-masalah kesahatan lainnya.Epidemiologi tidak hanya digunakan
untuk keadaan-keadaan kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik
kedokteran yang umumnya bersifat individual atau  bersifat  bersifat populasi
populasi maka populasinya t populasinya terbatas erbatas dan berciri berciri khusus
yaitu p yaitu para  penderita  penderita klinik tersebut.Epidemiologi
tersebut.Epidemiologi juga banyak digunakan digunakan untuk mengevaluasi
program-program pelayanan kesehatan.Selain perannya yang tradisional yaitu
mencari dan atau menentukan etiologi penyakit. Last dalam tahun 1987
menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal, yaitu;
a. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi lebih
buruk ?  
b. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang  potensial?
c. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency
d. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan
e. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda
f. Identifikasi ifikasi sindroma Lumping and spittin spitting , Mencari penyebab-
Case control and cohort studies.
g. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda i. Analisis keputusan klinis

4
2.2 Definisi Case Control Study.
Case control merupakan suatu metode yang termasuk dalam golongan studi
analitik yang bersifat retrospektif (backward direction) yang digunakan untuk
membandingkan orang dalam sampel yang terkena  penyakit  penyakit sebagai
sebagai kelompok kelompok case, dan orang sehat/tanpa sehat/tanpa penyakit
penyakit sebagai sebagai kelompok control. Studi ini digunakan untuk
mengidentifikasi faktorfaktor yang bertanggung jawab pada perkembangan
terakhir penyakit atau masalah penggunaan obat. Studi case-control dirancang
untuk menilai hubungan antara kejadian suatu penyakit dan paparannya. Status
penyakit ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian mengusut riwayat paparannya
ke belakang. Studi case-control adalah ke belakang. Studi case-control adalah
desain utama desain utama yang digunakan untuk yang digunakan untuk
menentukan hubungan antara penggunaan obat dan efek sampingnya atau reaksi
sampingnya. Penelitian case control merupakan penelitian jenis analitik
observasional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok kasus
dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Hal tersebut bergerak dari
akibat ( penyakit ) ke sebab
( paparan ). Ciri-ciri dari  penelitian  penelitian case control control adalah
pemilihan subyek yang didasarkan didasarkan pada  penyakit  penyakit yang
diderita, diderita, kemudian lakukan pengamatan yaitu subyek mempunyai riwayat
terpapar faktor penelitian atau tidak. Penelitian case control dapat digunakan untuk
mencari hubungan seberapa jauh faktor resiko mempengaruhi terjadinya suatu
penyakit. Misalnya adalah hubungan antara intensitas atau jangka waktu
penyemprotan   nyamuk demam berdarah berdarah ( Fooging Fooging ) dengan
seberapa seberapa  banyak warga yang terjangkit peny  banyak warga yang
terjangkit penyakit DBD. akit DBD. Penelitian Case Control adalah suatu
penelitian analitik yang menyangkut bagaimana factor risiko dipelajari dengan
menggunakan  pendekatan  pendekatan “retrospective”. “retrospective”. Case
Control Control dapat dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh factor
risiko mempengaruhi terjadinya  penyakit  penyakit mis: hubungan hubungan
antara kanker serviks serviks dengan perilaku perilaku seksual, seksual, hubungan
antara tuberculosis anak dengan vaksinasi BCG atau hubungan antara status gizi
bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu. Desain Case control
sering dipergunakan para peneliti karena dibandingkan dengan kohort, ia lebih
murah, lebih cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel yang besar.
Bahkan untuk penyakit yang  jarang,  jarang, case control merupakan merupakan
satu-satunya penelitian penelitian yang mungkin dilaksanakan untuk
mengindentifikasi factor resiko. Misalnya, kita ingin menentukan apakah
pemberian esterogen pada ibu pada periode sekitar konsepsi mempertinggi risiko
terjadinya kelainan jantung bawaan. Dengan mengetahui bahwa insiden penyakit
5
jantung bawaan pada BBL dari ibu yang tidak mendapat mendapat esterogen
esterogen adalah 8 per 1000.
Pada studi kohort diperlukan ±4000 ibu tepajan dan 4000 ibu tidak terpajan factor
risiko untuk dapat mendeteksi potensi peninggian risiko sebanyak 2x sedangkan
dengan Case Control hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol. Bila yang
diteliti adalah kelainan jantung yang khusus, misalnya malformasi konotrunkus
yang kekerapannya hanya 2 per 1000 maka untuk penelitian kohort diperlukan
15.700 ibu terpajan dan 15.700 ibu tidak terpajan esterogen sedangkan untuk Case
Control tetap hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol.

2.3 Tahap Penelitian Case Control


Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut :
a) Merumuska Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai
Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitian kemudian
disususn hipotesis yang akan diuji validitasnya. Misalnya pertanyaannya adalah :
Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur pada kehamilan muda
dengan kejadian penyakit jantung bawaan pada bayi yang dilahirkan ? Hipotesis
yang ingin diuji adalah: Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada
ibu yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan PJB disbanding pada ibu
yang anaknya tidak menderita PJB.
b) Mendeskirips Mendeskiripsikan variable penelitian
faktor risiko, efek penelitian: faktor risiko, efek Intensitas pajanan faktor resiko
dapat dinilai dengan cara mengukur dosis,frekuensi atau lamanya pajanan. Ukuran
pajanan terhadap faktor resiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat besifat :
•  Dikotom, Dikotom, yaitu apabila hany apabila hanya terdapat 2 kategori,
misalnya pernah minum jamu peluntur atau tidak.
•  Polikotom, Polikotom, pajanan pajanan diukur pada lebih pada lebih dari 2
tingkat, misalny tingkat, misalnya tidak a tidak  pernah, kadang-kadang,atau
sering terpajan.
•  Kontiniu, pajanan diukur dalam sk Kontiniu, pajanan diukur dalam skala kontinu
atau n ala kontinu atau numerik, umerik, misalnya umur dalam tahun, paritas,
berat lahir. Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :
•  Lamanya Lamanya pajanan (misalnya pajanan (misalnya jumlah bu jumlah bulan
pemakaian lan pemakaian AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus
menerus.
•  Saat mendapat mendapat pajanan pajanan pertama pertama
•  Bilakah Bilakah terjadi terjadi pajanan pajanan terakhir terakhir Diantara
pelbagai ukuran tersebut, yang paling sering digunakan adalah variable
independen ( faktor resiko) berskala nominal dikotom (ya atau tidak) dan

6
variable dependen (efek, penyakit) berskala nominal dikotom (ya atau tidak )
pula.

c) Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus,kontrol), dan cara


untuk pemilihan subyek penelitian.
Kasus
cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak
subyek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam  praktik  praktik hal ini
hampir tidak mungkin d mungkin dilaksanakan, ilaksanakan, karena penelitian
penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang jarang, yang
diagnosisnya biasanya ditegakkan dirumah sakit. Mereka ini dengan sendirinya
bukan subyek yang representatif karena tidak menggambarkan kasus dalam
masyarakat. Pasien menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien yang tidak
datang ke idak datang ke rumah sakit. Beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan
dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk studi kasus-kontrol agar sampel yang
dipergunakan mendekati keadaan dalam populasi.
Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama)
Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens (kasus  baru).
baru). Kalau kita mengambil mengambil kasus prevalens prevalens (kasus lama
dan baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau mortalitasnya
sangat tinggi, kelompok kasus tidak menggambarkan kedaan dalam  populasi
populasi (bias Neyman). Neyman). Misalnya, Misalnya, pada penelitian penelitian
kasus-kontrol kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung
bawaan, apabila dipergunakan kasus prevalens, maka hal ini tidak menggambarkan
keadaan sebenarnya, mengingat sebagian pasien penyakit jantung  bawaan  bawaan
mempunyai mempunyai angka kematian kematian tertinggi tertinggi pada periode
periode neonates neonates atau masa bayi. Dengan demikian pasien yang telah
meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian.
Tempat pengumpulan kasus
Bila di autu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang baik dan
lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber di masyarakat
( population  population based ), karena kasus yang ingin diteliti tercatat dengan
baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah yang  benar benar mempunyai
mempunyai registrasi registrasi yang baik, sehingga sehingga terpaksa terpaksa
diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit ( hospital based ). Hal ini
menyebabkan terjadinya bias yang cukup penting (bias Berkson), karena
karakteristik pasien yang berobat ke rumah sakit mungkin berbeda dengan
karakteristik pasien yang tidak berobat ke rumah sakit.

7
Saat diagnosis
Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah tulang) maka saat
ditegakkannya diagnosis boleh diakatakan sama dengan mula timbulnya penyakit
(onset ). Tetapi banyak penyakit yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan
denga tepat (contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam
keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor resiko perlu diyakinkan
bahwa pajanan faktor yang diteliti terja  bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi
sebelum di sebelum terjadinya efek, dan terjadinya efek, dan  bukan terjadi setelah
timbulnya efek atau penyakit yang dipelajari. dipelajari. Contoh : Ingin diketahui
hubungan diet dengan kejadian kanker kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap
diet sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah mengubah dietnya
oleh karena terdapatnya gejala penyakit. Penelitian terhadap penyakit yang
timbulnya manifestasi memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multiple,  perlu
perhatian perhatian ekstra untuk menentukan menentukan saat gejala pertama
pertama timbul. timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus jangan
dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan terjadinya pajanan setelah timbul
penyakit.
Kontrol
Pemilihan control member masalah yang lebih besar daripada  pemilihan
pemilihan kasus, oleh karena control control semata mata ditentukan ditentukan
oleh  peneliti,  peneliti, sehingga sehingga sangat terancam terancam bias. Perlu
ditekankan ditekankan bahwa control harus berasal dari populasi yang sama
dengan kasus, agar risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah
kanker  payudara  payudara berhubungan berhubungan dengan penggunaal
penggunaal pil KB, maka criteria criteria inklusi untuk control adalah subyek yang
memiliki peluang untuk minum pil KB yaitu wanita yang menikah, dalam usia
subur (wanita yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum pil
kontrasepsi). Ada bebrapa Ada bebrapa cara untuk memilih co untuk memilih
control yang baik :
•  Memilih kasus Memilih kasus dan control control dari po dari populasi y pulasi
yang sama : Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu
sedangkan control diambil secara acak dari populasi sisanya. Dapat  juga kasus
dan control control diperoleh diperoleh dari populasi populasi yang telah
ditentukan sebelumnya yang biasanya lebih kecil (misalnya dari studi kohort).

8
•  Matching. C Matching. Cara kedua ara kedua untuk mend untuk mendapatkan
con apatkan control yang trol yang baik ialah baik ialah dengan cara melakukan
matching , yaitu memilih control dengan karakteristik yang sama dengan kasus
dalam semua variable yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali
variable yang diteliti. diteliti. Bila matching matching dilakukan dilakukan
dengan baik, maka pelbagai pelbagai variable yang mungkin berperan terhadap
kejadian penyakit (keculai yang sedang diteliti) dapt dismakan, sehingga dapat
diperoleh asosiasi yang lebih kuat antara variable yang sedang diteliti dengan
penyakit. Teknik ini mempunyai keuntungan kain, yakni jumlah subyek yang
diperlukan lebih sedikit. Namun jangan terjadi o terjadi overmatching,
vermatching, yaitu matching matching pada variable y variable yang nilai resiko
relative terlalu rendah. Apabila terlalu dalam mencari subyek kelompok control.
Di lain sisi harus pula dihindarkan undermatching yakni tidak dilakukan
penyertaan terhadap varibelvariabel yang potensial menjadi peransu
(confounder) penting.
•  Cara lainnya adalah Cara lainnya adalah dengan memilih lebih dengan memilih
lebih dari satu kelompok dari satu kelompok kontrol. Karena sukar mencari
kelompok control yang benar-benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu
kelompok control. Milanya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakit, maka
satu control diambil dari pasien lain di rumah sakit yang sama, dan control
lainnya berasal dari daerah tempat tinggal kasus. Apabila ratio odds yang
didapatkan dengan menggunakan 2 kelompok control tersebut tidak banyak
berbeda, hal tersebut akan memperkuat asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio
odds antara kasus dengan masing-masing control sangat berbeda, berarti salah
satu atau kedua hasil tersebut tidak sahih, dengan kata lain terdapat  bias, dan
perlu diteliti letak bias tersebut. Contoh : Suatu penelitian kasus-kontrol ingin
mencari hubungan antara pasien penyakit AIDS pada pria dengan
homoseksualitas. Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS
dirumah sakit A. untuk kelompok control pertama dipilih secara acak dari pasien
dengan  penyakit lain yang dirawat di rumah sakit tersebut dan tidak dan tidak
menderita menderita AIDS (diperoleh rasio odds sebesar 6,3), sedangkan
kelompok control kedua dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal
berdekatan dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio odds 9,0).
Walaupun pada kelompok control pertama lebih banyak penyakit lain
dibandingkan pada control kedua, ternyata pada kedua kelompok control praktik
homoseksualitas jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kasus,
sehingga rasio odds pada kedua kelompok control hampir sama. Hal ini jelas
9
memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara homoseksualitas dengan
terjadinya AIDS.

d) Menetap Menetapkan besar kan besar sampel Jumlah subyek yang perlu
diteliti
untuk memperlihatkan adanya hubungan antara faktor risiko dengan penyakit
perlu ditentukan sebelum penelitian dimulai. Pada dasarnya untuk penelitian kasus
control jumlah subyek yang diteliti bergantung pada :
a. Beberapa frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi; ini  penting
penting terutama terutama apabila apabila control control diambil diambil dari
populasi. populasi. Apabila Apabila densitas pajanan risiko terlalu kecil atau
terlalu besar, mungkin  pajanan  pajanan resiko pada kasus dan control control
hampir sama sehingga sehingga diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui
perbedaannya.  
b. Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R). ermakna (R).
c. Derajat kemaknaan (α ) dan kekuatan (power= 1- β) yang dipilih. Biasa dipilih α
= 5%, Biasa dipilih α = 5%, β = 10% atau 20% (power = 90% β = 10% atau 20%
(power = 90% atau 80%) atau 80%)
d. Rasio antara Rasio antara jumlah kasus control. jumlah kasus control. Bila
dipilih Bila dipilih control lebih control lebih  banyak,  banyak, maka jumlah
kasus dapt dikurangi. dikurangi. Bila jumlah control control diambil c kali
jumlah kasus, maka jumlah kasus dapt dikurangi dari n menjadi (c+1)n/2c. e.
Apakah pemilihan control dilakukan dengan matching atau tidak. Diatas telah
disebut bahwa dengan melakukan matching maka  jumlah subyek yang  jumlah
subyek yang diperlukan untuk diteliti menja diperlukan untuk diteliti menjadi
lebih sedikit. di lebih sedikit.
e) Melakukan Pengukuran
Pengukuran variable efek dan faktor risiko merupakan hal yang dentral pada
studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah didefenisikan denganjelas dalam
usulan penelitian. Pengukuran faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu
lampau juga sering menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data objektif, missal
rekam medis kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik, hasil
laboratorium, atau pelbagai henis hasil pencitraan. Namun lebih sering  penentuan
penentuan pajanan pajanan pada masa lalu dilakukan dilakukan semata-mata
semata-mata dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya
dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin dipengaruhi oleh
statusnya (mengalami outcome atau tidak).
f) Menganalisis hasil penelitian
10
Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat sederhana yaitu
penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks yakni dengan analisis
multivariate pada studi kasus control dengan lebih dari satu faktor resiko. Ini
ditentukan oleh apa yang ingin diteliti bagaimana cara memilih control (matched
atau tidak), dan terdapatnya variable yang menggangu ataupun yang tidak.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control


Kelebihan
a. Studi kasus-kontrol dapat, atau kadang bahkan merupakan satusatunya, cara
untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang.  
b. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
c. Biaya yang diperlukan relative murah.
d. Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit.
e. Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan berbagai factor resiko sekaligus
dalam satu penelitian.
Kekurangan
a. Data mengenai pajanan terhadap faktor resiko diperoleh dengan mengandalakan
daya ingat atau rekam medis. Daya ingat responden ini menyebabkan terjadinya
recall bias, karena responden yang mengalami efek cenderung lebin=h
mengingat  pajanan  pajanan terhadap terhadap faktor resiko dari pada responden
responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini rekam
medis yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat.  
b. Validasi mengenai informasi kadang kadang sukar diperoleh.
c. Oleh karena kasus maupun control dipilih oleh peneliti maka sukar untuk
meyakinkan bahwa kedua kelompok tersebut benar sebanding dalam pelbagai
faktor eksternal dan sumber bias lainnya.
d. Tidak dapat memberikan incidence rates.
e. Tidak dapat diapakai untuk menentukan lebih dari 1 variabel dependen, hanya
berkaitan dengan satu penyakit ata dependen, hanya berkaitan dengan satu
penyakit atau efek.

2.5 Telaah Jurnal Desain Case Control


jurnal dapat diakses di file:///C:/Users/User/Downloads/9437-31769-5-PB.pdf.
a. Judul Jurnal
PENGARUH KARAKTERISTIK PASIEN YANG TERPASANG KATETER
INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS. Nella Mega Fadhilah Haritya
Akbar , Muhammad Atoillah Isfandiari2 1FKM UA,Departemen Epidemiologi,
FKM UA: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

11
b. Abstrak
Latar belakang: Kejadian flebitis menempati urutan keempat sebagai infeksi
yang sering ditemukan pada pasien selama menjalani masa perawatan di rumah
sakit. Indonesia merupakan negara dengan angka kejadian flebitis tertinggi kelima
setelah India, Iran, Malaysia, dan Filipina. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh karakteristik pasien yang terpasang kateter intravena
terhadap kejadian flebitis. Metode: Desain penelitan ini adalah case control dengan
besar sampel 45 pasien pada kelompok kasus dan kontrol. Sampel kasus pada
penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosa flebitis sedangkan sampel kontrol
adalah pasien yang tidak terdiagnosa flebitis di RSU Haji Surabaya pada bulan
Januari - April 2017. Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, jenis
kelamin, status gizi, riwayat hipertensi dan riwayat diabetes melitus, sedangkan
variabel dependen adalah kejadian flebitis. Pengolahan data menggunakan analisis
regresi logistik berganda. Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa dari faktor
karakteristik pasien yang berpengaruh terhadap kejadian flebitis yaitu usia (p =
0,01; OR = 9,63; 95% CI = 3,67 < OR < 25,25), jenis kelamin (p = 0,01; OR =
4,84; 95% CI = 1,85 < OR < 12,66), status gizi (p = 0,01; OR = 4,01; 95% CI =
1,69 < OR < 9,66), riwayat hipertensi (p = 0,01; OR = 6,18; 95% CI = 2,47 < OR <
15,51), dan riwayat diabetes melitus (p = 0,01; OR = 17,88; 95% CI = 6,05 < OR <
52,85). Kesimpulan: Karakteristik pasien yang berpengaruh terhadap kejadian
flebitis adalah usia, jenis kelamin, status gizi, riwayat hipertensi dan riwayat
diabetes mellitus.
c. Metode
Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain studi case
control. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi kasus dan populasi
kontrol. Populasi kasus adalah semua pasien yang terpasang kateter intravena dan
terdiagnosis flebitis pada bulan Januari - April 2017 di RSU Haji Surabaya.
Populasi kontrol adalah semua pasien yang terpasang kateter intravena dan tidak
terdiagnosis flebitis pada bulan Januari - April 2017 di RSU Haji Surabaya.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani rawat inap pada
bulan Januari - April 2017, tidak mempunyai riwayat flebitis sebelumnya dan
kelompok usia remaja awal sampai dengan manula ( 65 tahun). Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini adalah pasien luka bakar dan apnoe. Penentuan besar sampel
pada penelitian ini menggunakan perbandingan jumlah kasus dan kontrol yaitu 1:1
12
dengan desain studi case control tidak berpasangan, sehingga didapatkan besar
sampel sebanyak 45 pasien untuk kelompok kasus dan 45 pasien untuk kelompok
kontrol. Pengambilan sampel kasus maupun kontrol menggunakan teknik non
probability sampling (pemilihan sampel tidak secara random) dengan metode
purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan atas dasar
pertimbangan peneliti dan sering digunakan dalam penelitian klinis di mana pasien
yang memenuhi kriteria inklusi direkrut dalam penelitian (Acharya, Prakash,
Saxena, & Nigam, 2013). Pengumpulan data dalam penelitian ini berupa data
sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien di RSU Haji Surabaya.
Instrumen penelitian berupa lembar pengumpulan data yang terdiri dari variabel
dependen yaitu kejadian flebitis dan variabel independen yaitu usia pasien, jenis
kelamin, status gizi, riwayat hipertensi dan riwayat diabetes melitus. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni - Juli tahun 2017 di RSU Haji Surabaya.

d. Hasil

13
e. Pembahasan

Usia Pasien
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar pasien yang terdiagnosis
flebitis berusia ≥ 60 tahun dengan persentase sebesar 77,80% dan OR sebesar 9,63
yang artinya pasien berusia ≥ 60 tahun mempunyai risiko 9,63 kali mengalami
infeksi flebitis dibandingkan dengan pasien berusia < 60 tahun. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyanti (2015), bahwa pasien
yang berusia ≥ 60 tahun lebih rentan terjadi flebitis. Hal ini terkait dengan kondisi
vena pasien yang cenderung rapuh, tidak elastis dan mudah hilang (kolaps), selain
itu usia pasien juga merupakan salah satu faktor pemicu timbulnya trombus dan
hiperkoagulasi sehingga meningkatkan risiko terjadinya flebitis. Susanti (2014)
mengungkapkan bahwa pasien yang berusia lanjut dengan usia ≥ 60 tahun
mengalami penurunan sistem imunitas di dalam tubuh (immunocompetence).
Penurunan fungsi kelenjar timus yang merupakan organ tempat diferensiasi dan
maturasi sel limfosit T terjadi pada usia lanjut (usia ≥ 60 tahun). Fungsi timus
mulai menurun pada usia 1 tahun dan akan terjadi penurunan yang signifikan
setelah usia 40 tahun, selain itu diperkirakan pada usia 70 tahun ruang epitel timus
yang tersisa kurang dari 10% dari total jaringan timus. Hal ini akan mengakibatkan
produksi sel limfosit T yang merupakan kekebalan seluler dalam tubuh akan
berkurang, sehingga meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, kanker,
kelainan autoimun, atau penyakit kronik.

Jenis Kelamin
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar pasien yang terdiagnosis
flebitis berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 82,20 % dan OR
sebesar 4,84 yang artinya pasien dengan jenis kelamin perempuan mempunyai
risiko 4,84 kali mengalami infeksi flebitis dibandingkan dengan pasien dengan
jenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pattola, Rakhmat, & Basri (2013) yang menunjukkan bahwa
14
perempuan lebih rentan untuk terinfeksi flebitis karena adanya penurun daya tahan
tubuh yang lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Perempuan
lebih sering mengalami penurunan daya tahan tubuh akibat adanya siklus
menstruasi yang menyebabkan kekurangan sel darah merah dalam tubuh terutama
hemoglobin. Hemoglobin di dalam tubuh berfungsi untuk mengangkut oksigen ke
seluruh jaringan tubuh, namun ketika terjadi penurunan kadar hemoglobin,
kebutuhan ke daerah sentral akan lebih diutamakan dan berakibat pada
berkurangnya perfusi ke jaringan perifer dimana lokasi pemasangan infus secara
umum di ekstremitas atas. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Soraya,
Kristiyawati, & Arif (2014) yang menyatakan bahwa flebitis cenderung terjadi
pada pasien dengan jenis kelamin perempuan dengan persentase sebanyak 71,90%.
Secara anatomi struktur tubuh dan masa otot perempuan jauh lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Flebitis pada perempuan dipengaruhi oleh kekuatan otot,
kelenturan, kekenyalan kulit, jaringan adiposa subkutis dan penggunaan alat
kontrasepsi kombinasi.

Status Gizi
Hasil penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar pasien yang terdiagnosis
flebitis berstatus gizi malnutrisi dengan persentase sebesar 68,90% dan OR sebesar
4,01 yang artinya pasien dengan malnutrisi mempunyai risiko 4,01 kali mengalami
flebitis dibandingkan dengan pasien dengan status gizi normal. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian Andriyani, Satari, & Amalia (2013) yang menunjukkan
bahwa pasien yang memiliki status gizi kurang akan lebih rentan untuk terkena
penyakit infeksi karena pada pasien dengan malnutrisi baik berstatus gizi kurang
(underweight) maupun lebih (overweight) cenderung memiliki vena yang rapuh
dan tidak elastis sehingga mudah mengalami flebitis. Penelitian Basuki & Nofita
(2017) menjelaskan bahwa status gizi yang kurang akan memengaruhi penurunan
pertahanan tubuh seseorang terhadap suatu infeksi.

Riwayat Hipertensi
seperti hipertensi (Andria, 2013). Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian
besar pasien yang terdiagnosa flebitis menderita hipertensi dengan persentase
sebesar 75,60% dan OR sebesar 6,18 yang artinya pasien dengan hipertensi
mempunyai risiko 6,18 kali mengalami infeksi flebitis dibandingkan dengan pasien
yang tidak hipertensi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Rizky (2016),
yang menyatakan bahwa 38% responden menderita hipertensi dan terinfeksi
flebitis.

15
Riwayat Diabetes Melitus
Kejadian flebitis erat kaitannya dengan riwayat penyakit kronis yang diderita
pasien. Pasien dengan riwayat penyakit kronis dan infeksi lebih berisiko tinggi dan
rentan terkena penyakit flebitis. Penelitian yang dilakukan oleh Enes, Opitz, de
Faro, & Pedreira (2016) menunjukkan bahwa 13,10% kejadian flebitis terjadi
karena adanya penyakit penyerta seperti penyakit kronis dan infeksi. Riwayat DM
merupakan salah satu faktor risiko dalam kejadian flebitis. Hasil penelitian
didapatkan bahwa sebagian besar pasien yang terdiagnosis flebitis menderita DM
dengan persentase sebesar 86,70% dan OR sebesar 17,88 yang artinya pada pasien
DM mempunyai risiko 17,88 kali mengalami flebitis dibandingkan dengan pasien
yang tidak DM. Risiko terjadinya flebitis pada pasien dengan DM sering dikaitkan
dengan rendahnya aliran darah ke perifer yang memicu timbulnya arterosklerosis.
Luka akibat insersi terapi intravena yang tidak kunjung sembuh juga merupakan
port of entry mikroorganisme sehingga dapat menginvasi dan menginfeksi
pembuluh darah pasien terutama di daerah sepanjang lokasi insersi (Fitriyanti,
2015). Penelitian yang dilakukan oleh Milutinović, Simin, & Zec (2015) juga
menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan flebitis. Pernyataan ini didukung dengan konfirmasi temuan dari
penelitian Rizky (2016), yang menyatakan bahwa peningkatan risiko flebitis lebih
tinggi pada pasien DM terkait dengan adanya kemungkinan terjadinya kerusakan
endotel yang diinduksi oleh DM sebagai faktor predisposisi dan pencetus inflamasi
pada dinding vena.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Case control merupakan suatu metode yang termasuk dalam golongan studi
analitik yang bersifat retrospektif (backward direction) yang digunakan untuk
membandingkan orang dalam sampel yang terkena  penyakit  penyakit sebagai
sebagai kelompok kelompok case, dan orang sehat/tanpa sehat/tanpa penyakit
penyakit sebagai sebagai kelompok control.
Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut :
a) Merumuska Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai,
b) Mendeskirips Mendeskiripsikan variable ikan variable penelitian: faktor risiko,
efek penelitian: faktor risiko, efek,
c) Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus,kontrol), dan cara untuk
pemilihan subyek penelitian. Kasus,
d) Menetap Menetapkan besar kan besar sampel,
e) Melakukan Pengukuran,
f) Menganalisis hasil penelitian
Kelebihan Case Control
a. Studi kasus-kontrol dapat, atau kadang bahkan merupakan satusatunya, cara
untuk meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang.  
b. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
c. Biaya yang diperlukan relative murah.
d. Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit.
e. Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan berbagai factor resiko sekaligus
dalam satu penelitian.
Kekurangan Case Control
a. Data mengenai pajanan terhadap faktor resiko
b. Validasi mengenai informasi kadang kadang sukar diperoleh.

17
c. Oleh karena kasus maupun control dipilih oleh peneliti maka sukar untuk
meyakinkan bahwa kedua kelompok tersebut benar sebanding dalam pelbagai
faktor eksternal dan sumber bias lainnya.

3.2 Saran
Pembaca diharapkan dapat memperbanyak latihan dan membaca  berbagai
berbagai sumber untuk meningkatkan meningkatkan pengetahuan pengetahuan dan
keterampilan keterampilan dalam memahami berbagai studi penelitian yang
nantinya akan mempermudah dalam penulisan proposal maupun KTI.
DAFTAR PUSTAKA

Stefani, tari., 2016. Makalah Case Control, Jakarta Universitas Pembangunan


Nasional. https://www.scribd.com/document/358951952/Makalah-Case-Control”.
11 November 2020.

Mega, nela., 2018. Pengaruh Karakteristik Pasien yang Terpaasng Kateter Intavena
Terhadap Kejadian Fleblitis., Surabaya Universitas Airlangga.”
file:///C:/Users/User/Downloads/9437-31769-5-PB.pdf”. 11 November 2020.

18

Anda mungkin juga menyukai