Anda di halaman 1dari 46

Biofarmasetik Sediaan Per-oral

Pengertian Pemberian Per-oral


Pemberian sediaan per oral merupakan pemberian
obat melalui mulut yang paling lazim karena
penggunaannya yang sangat praktis, mudah dan aman.
Cara pemberian obat per oral paling banyak dipakai
diluar lingkungan rumah sakit, terutama untuk
pengobatan sendiri. Pada penderita penyakit menahun
dengan jangka perawatan yang lama seperti obat
antiepileptic, antidiabetik dan lain-lain. Pada anak-anak
pemberian per oral lebih dapat diterima karena
umumnya sediaan mengandung sirup dengan aroma
yang enak dan cara pemberian yang mudah.
Penggunaan sediaan per oral dapat menjadi
kemungkinan gangguan pencernaan yang disebabkan
oleh kekurangan enzim, adanya infeksi setempat
seperti infeksi usus parasitosis tertentu serta untuk
melindungi mukosa yang meradang atau pada tukak
saluran cerna. sehingga pada pemberian per oral tidak
dilihat kemudahannya saja namun beberapa
kemungkinan hal yang tidak diinginkan juga harus
dipertimbangkan pada pemberian per oral.
Ada beberapa hal yang merupakan kontra indikasi pada
pemberian obat per oral yang harus dipertimbangkan, yaitu:
Keadaan patofisiologik penderita, misalnya pada suatu sediaan
antirematik yang tidak dapat diberikan per oral tanpa risiko
dimuntahkan sebelum obat bereaksi.
Pada cairan lambung yang asam,zat aktif tertentu dapat dirusak
oleh enzim pencernaan seperti lipase atau terjadi pengikisan
mukosa. Salah satu cara mengatasi kelemahan ini dapat dibuat
sediaan bersalut yang tahan terhadap cairan lambung.
Enzim proteolitik yang ada pada saluran cerna dapat merusak
polipeptida atau protein ( insulin, hormone, polipeptida. Serum).
Enzim flora usus dapat berpengaruh pada sediaan oral.
Interaksi antara zat aktif dan bahan cairan lambung yang akan
membentuk senyawa kompleks sehingga sulit untuk diserap.
Apabila dibutuhkan zat aktif yang dapat segera mencapai kadar
dalam darah yang tinggi, maka penggunaan per oral dianggap
kurang sesuai.
Beberapa zat aktif yang dimetabolisme pada membrane usus
dapat rusak saat memasuki aliran darah.
Harus diperhatikan kemungkinan adanya “efek lintas pertama
(first pass effect)” dan klirens yang merpakan proses
metabolisme yang menubah zat aktif menjadi bentuk yang tidak
aktif sehingga obat kurang sesuai bila diberikan per oral.
Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna
Mulut
Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut oleh karena
itu, farmasetik (disolusi) adalah fase pertama dari kerja
obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu
dilarutkan agar dapat diabsorbsi. Obat dalam bentuk
padat (tablet atau pill) harus di disintegrasi
menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat
larut kedalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai
disolusi. Obat dalam bentuk cair sudah dalam bentuk
larutan.
 Anatomi
Mulut adalah rongga lonjong pada permukaan saluran
penceranaan. Terdiri atas dua bagian, bagian luar yang
sempit, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan bibir
dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang
dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua
gigi, dan di sebelah belakang dengan awal faring. Di
dalam mulut terdapat tiga kelenjar ludah, yaitu: kelenjar
parotis, kelenjar submandibularis, kelenjar sublingualis.
kelenjar ludah berfungsi mengeluarkan saliva. Saliva
memiliki pH 6,7-7,8 mengandung enzim ptyalin,
fungsinya untuk membebaskan zat aktif dari obat. 
 Fisiologi
 Mukosa , Permukaan bagian dalam mulut lebih sempit, ditutupi
oleh lapisan mukosa yang sangat tipis, bening dan agak
melekat : adanya ayaman kapiler “ tight junction” pada mukosa
yang tipis tersebut memudahkan penyerapan. Selanjutnya
prinsip ini digunakan untuk pemberian zat aktif per lingual.
 Pengeluaran air liur (saliva).
 Air liur terutama mengandung enzim ptyalin yang merupakan
suatu amylase dengan pH aktivitas optimum 6,7. Proses
hidrolisa ptyalin terhadap amilum akan berlanjut sekitar 30
menit didalam lambung,walaupun pH-nya menurun karena
bercampur dengan cairan lambung.
Esofagus
 Anatomi
Esofagus adalah suatu organ silindris berongga
dengan panjang sekitar 25cm dan diameter 3 cm.
Esophagus terutama berfungsi untuk menghantarkan
makanan dan obat dari faring ke lambung, dengan
gerakan peristaltic. Esofagus dimulai dari belakang
rongga mulut sampai lambung serta dibatasi oleh cardia
lambung dan sphincter pharingo-oesophagica yang
membuka selama 0,5-1 detik saat penelanan. Cardia
merupakan saluran sempit yang relaks setelah penelana.
Dinding bagian dalam esophagus dilapisi oleh mukosa
tipis tanpa kelenjar dengan epitel malfigi.
 Fisiologi
Esofagus berawal pada area laring dan faring, melewati
difragma dan hiatusesophagus (lubang) pada area sekitar
vertebra toraks kesepuluh, dan membuka kearah lambung.
Fungsi esophagus menggerakkan makanan dari faring ke
lambung melalui gerak peristalsis. Mukosa esophagus
memproduksi sejumlah besar mukus untuk melumasi dan
melindungi esofagus.

Obat yang ditelan berjalan sepanjang esophagus dan


didorong oleh gelombang peristaltic lapisan otot. Gaya
gravitasi berperan sekunder sehingga tidak mempengaruhi
pemberian obat pada penderita sakit yang berbaring.
Lambung
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi
pasif, maka sebagai barier absorbsi adalah
membran epitel saluran cerna yang seperti halnya
semua membran sel epitel saluran cerna, yang
seperti halnya semua membran sel ditubuh kita,
merupakan lipid bilayer. Dengan demikian , agar
dapat melintasi membran sel tersebut, molekul
obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah
terlebih dulu larut dalam air).
Karena harga pH sangat asam, dalam lambung diabsorpsi
terutama asam lemah dan zat netral yg lipofil, contoh asetosal
dan barbital Obat yang bersifat asam lemah, hanya sedikt sekali
teruarai menjadi ion dalam lingkungan asam kuat di lambung,
sehingga absorpsinya baik sekali di dalam organ ini. Sebaliknya,
basa lemah terionisasi baik pada pH lambung dan hanya sedikit
diabsorpsi, seperti;alkaloida dan amfetamin. Lama perlewatan
dalam lambung, tergatung pada kondisi pengisian dan bahan
kandungan lain yang terdapat dalam lambung, 
pengosongan yang cepat pada pemberian obat pada
saat lambung kosong. Bahan yang peka terhadap asam, harus
dilindungi dari asam lambung dengan zat penyalut yang tahan
terhadap asam.
 Anatomi
Panjang sekitar 25 cm dan lebar 10 cm dan memiliki
kapasitas volume1 1 ½ liter. Secara anatomis lambung
dibagi atas fundus, korpus dan antrum pilorikum atau
pilorus. Lambung terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan
tunika serosa atau lapisan luar, muskularis, submukosa,
danmukosa. Kandungan lambung adalah asam lambung,
mucus, polisakarida, protein mineral, dan cairan lambung
yang memiliki pH 1,9. Hormone gastrin diproduksi oleh
sel G yang terletakpada
daerah pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastr
ic untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen.
Subtansi lain yang diseksresi oleh lambung adalah enzim
dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion kalium, natrium
dan klorida.
Fungsi lambung dibagi menjadi dua yaitu fungsi motorik dan
fungsi pencernaan dan sekresi. Fungsi motorik
dibagi menjadi tiga yaitu fungsi reservoir (menyimpan makanan
sampai mekanan tersebut sedikit demi sedikit dicernakan dan
bergerak pada saluran cerna.), fungsi mencampur(memecah
makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya
dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi
lambung.), fungsi pengosongan lambung.
Fungsi pencernaan dan sekresi dibagi menjadi tiga, yaitu
pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, pencernaan karbohidra
t dan lemak olehamylase dan lipase, sintesis dan pelepasan
gastrin yang dipengaruhi oleh protein pada makanan,
peregangan antrum, dan rangsangan vagus, sekresimucus
membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
Adanya makanan di dalam lambung, maka lambung melakukan fase
digestive dan apabila tidak terdapat makanan dalam lambung, maka
lambung melakukan fase interdigestive. Selama Proses digestive:
 Partikel-partikel makanan atau padatan yang lebih besar
dari 2mm ditahan di dalam lambung.
 Partikel yang lebih kecil dikosongkan melalui sphincter
pilorik dengan laju orde kesatu tergantung pada isi dan
ukuran makanan.
 Selama fase interdigestive lambung istirahat selama 30-
40 menit sesuai dengan waktu istirahat yang sama
dengan usus.
 Terjadi kontraksi peristaltic yang diakhiri dengan house
keeper contraction yang kuat yang memindahkan
segala sesuatu yang ada dalam lambung ke usus halus.
 Dengan cara yang sama, partikel yang besar dalam usus
halus akan berpindah hanya selama waktu housekeeper
contraction.
Apabila suatu obat diberikan pada saat fase digestive
maka obat tersebut dapat tinggal dalam lambung
selama beberapa jam. Bahan makanan yang berlemak
akan memperpanjang waktu tinggal obat dalam
lambung. Jika obat diberikan selama fase
interdigestive, obat akan berpindah secara sepat ke
dalam usus halus.

Pelarutan obat dalam lambung juga dipengaruhi oleh 
ada atautidaknya makanan, karena pH lambung
normal pada keadaan istirahat adalah 1, bila ada
makanan pH menjadi naik menjadi 3-5. Waktu tinggal
yang lebih lama di dalam lambung, obat dapat terkena
pengadukan yang kuat dalam lingkungan asam.
 Fisiologi
Pengeluaran cairan lambung terjadi karena tiga
proses yaitu : prosesmekanik (kontak makanan
dengan dinding lambung), proses hormonal(sekresi
lambung) dan persarafan.
Usu Halus
Usus halus merupakan organ absorpsi terpenting,
baik untuk makanan maupun untuk obat. Peningkatan
luas permukaan diperlukan untuk absorpsi yang
cepat, dapat dicapai melalui lipatan mukosa, jonjot
mukosa dan mikrovili.
Harga pH dari asam lemah dalam duodenum sampai
basa lemah dalam bagian usus halus bagian dalam.
Dalam usus halus berlaku kebalikannya, yaitu basa
lemah yang diserap paling mudah,misalnya alkaloida.
Beberapa obat yang bersifat asam atau basa kuat
dengan derajat ionisasi tinggi dengan sendirinya
diabsorpsi dengan sangat lambat.
Zat lipofil yang mudah larut dalam cairan usus
lebih cepat diabsorpsi. Absorpsi dari usus ke dalam
sirkulasi berlangsung cepat bila obat diberikan
dalam bentuk terlarut (obat cairan, sirup atau obat
tetes). Obat padat (tablet, kapsul atauserbuk), lebih
lambat karena harus dipecah dulu dan zat aktifnya
perlu dilarutkan dalam cairan lambung-usus. Disini,
kecepatan larut partikel(dissolution rate) berperan
penting. Semakin kecil,maka semakin cepat larut
dan semakin cepat diabsorpsi. Sehingga, senyawa
yang bersifat basa lemah, sangat baik diabsorpsi di
usus halus, karena hanya sedikit yang terionisasi.
 Anatomi
Usus halus memiliki panjang kira-kira 6m dan
diameternya 2-3cm. Terdiri dari duodenum memiliki
pH 4-6 dan waktu transit selama 15 menit, jejunum
memiliki pH 6-7 dan waktu transit 2-3½ jam, dan
ileum memiliki Ph 6-8, fungsinya untuk sekresi dan
absorpsi. Bagian pertama dari usus halus steril
sedangkan bagian akhir yang menghubungkan secum
(bagian awal dari usus besar) mengandung bakteri.
Usus adalah tempat absorpsi makanan dan obat yang
sangat besar karena usus halus memiiki mikrovilli
usus halus yang memberikan luas permukaan yang
sangat besar untuk absorpsi obat dan makanan.
Konsistensi usus halus berupa cairan kental
seperti bubur.Waktu transit untuk makanan dari
mulut ke secum memerlukan waktu sekitar 4-6
jam, sedangkan waktu transit sediaan padat dari
95% populasi sekitar 3 jam atau kurang. Dua
cairan pencerna masuk duodenum, yaitu cairan
ampedu melalui hati dan getah prankeas dari
prankeas. Ada tiga gerakan yang terjadi pada
usus halus, yaitu: segmentasi, peristaltic, dan
pendule.
 Fisiologi
Usus halus terdiri atas beberapa lapisan
melingkar, berupa jaringan otot(musculus) dan
lapisan lender (mukosa). Lapisan yang paling
dalam(lapisan mukosa) sangat berperan pada
proses penyerapan obat.
Usus Besar (Kolon)
 Anatomi
Usus besar atau kolon yang kira-kira 1½ meter panjangnya
merupakan sambungan dari usus halus. Usus besar dibagi
menjadi 3 bagian yaitu kolon asendes, kolon transverses
dan kolon desendens. Fungsi usus besar tidak untuk
absorpsi, tetapi sebagai organ dehidrasi dan saluran untuk
mengeluarkan feses (defekasi). Isi kolon memiliki pH 7,5-
8. Antibiotic yang tidak diabsorpsi tidak sempurna akan
mempengaruhi flora normal bakteri dalam kolon. Usus
besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi
makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum maka semua
zat telah diabsorpsi dan bersifat cair. Selama perjalanan
didalam kolon isinya menjadi makin padat karena terjadi
reabsorpsi air dan ketika mencapai rectum feses bersifat
padat. Gerakan peristaltic dalam kolon sangat lamban dan
diperlukan waktu kira-kira 16 sampai 20 jam bagi isinya
untuk mencapai flexura sigmoid.
 Fisiologi

Bila usus halus merupakan organ penyerapan maka usus


besar merupakan agen penyerapan air, penampungan dan
pengeluaran bahan-bahan feces. Didalam usus besar
terdapat aktivitas penggetahan yang lemah.
Pada bagian akhir ileum, pH berkisar antara 7,5-8, tetapi di
caecum hidup flora mikroba yang dapat merusak lapisan
selulosa tertentu untuk mendapatkan zat tepung pada bagian
pertama usus besar terjadi penurunan pH yang diikuti
dengan pembasaan yang diiringi dengan berkembangnya
flora pembusuk yang menghasilan amoniak dan basa amina,
adanya flora tersebut didukung oleh pengeluaran protida
dari mukosa dengan reaksi keasaman yang ditimbulkan oleh
flora fermentasi. Keseimbangan flora tersebut akan
terganggu dengan bahan obat seperti antibiotik dan
mengeluarkan senyawa yang mempengaruhi aktivitas obat
Fisologi Gastro Intestinal
A. Kecepatan Pengosongan Lambung
 Secara anatomis, obat yang tertelan dengan cepat mencapai perut.
 Akhirnya, perut mengosongkan isinya ke usus kecil. Karena
duodenum memiliki kapasitas terbesar untuk penyerapan obat dari
saluran pencernaan, penundaan waktu pengosongan lambung untuk
obat untuk mencapai duodenum akan memperlambat laju dan
mungkin tingkat penyerapan obat, sehingga memperpanjang waktu
onset untuk obat.
 Beberapa obat, seperti penicillin, tidak stabil dalam asam dan terurai
jika pengosongan perut tertunda. Obat lain, seperti aspirin, dapat
mengiritasi mukosa lambung selama kontak yang berkepanjangan.
 Tingkat pengosongan lambung lebih cepat dalam bentuk larutan &
suspensi daripada bentuk sediaan padat & bentuk yang tak
terintegrasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengosongan lambung
adalah:

• Volume makanan
• Komposisi makan
• Keadaan fisik dan viskositas makanan
• Suhu makan
• PH gastrointestinal
• Tekanan elektrolit dan osmotik
• Postur tubuh
• Keadaan emosional
• Keadaan penyakit.
B. Motilitas usus
• Gerakan peristaltik normal mencampur isi duodenum,
membawa partikel obat ke dalam kontak intim dengan
sel mukosa usus.
• Obat harus memiliki waktu yang cukup (waktu
tinggal) di tempat penyerapan untuk penyerapan
optimal. Dalam kasus motilitas tinggi di saluran usus,
seperti diare, obat memiliki waktu tinggal yang sangat
singkat dan sedikit kesempatan untuk penyerapan yang
memadai.
C. Stabilitas obat di Gastrointestinal
• Metabolisme atau degradasi oleh enzim atau hidrolisis
kimia dapat mempengaruhi penyerapan obat dan
dengan demikian mengurangi Bioavabilitas.
• Penghancuran/destruction di asam lambung.
• Umumnya masalah dengan obat yang diberikan secara
oral.
D. Transit usus:
• Waktu transit usus panjang diinginkan untuk penyerapan obat
lengkap, mis. untuk formulasi yang dilapisi enterik & untuk
obat yang diserap dari situs tertentu di usus.
• Kontraksi peristaltik meningkatkan penyerapan obat dengan
meningkatkan kontak membran obat dan dengan meningkatkan
pelepasan terutama obat-obatan yang sulit larut.
• Dipengaruhi oleh makanan, penyakit, dan obat-obatan.
misalnya metoclopramide yang mendorong transit usus &
dengan demikian meningkatkan penyerapan obat yang cepat
larut sementara antikolinergik menghambat transit usus dan
meningkatkan penyerapan obat-obatan yang sulit larut.
E. Aliran darah ke GIT:
• Setelah obat diserap dari usus kecil, itu masuk melalui pembuluh ke
vena portal hati dan hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Setiap
penurunan aliran darah , seperti pada kasus gagal jantung kongestif,
akan menurunkan laju pengangkatan obat dari saluran usus, sehingga
mengurangi tingkat ketersediaan obat.
• GIT memiliki tingkat perfusi yang lebih tinggi karena secara ekstensif
dipasok oleh jaringan kapiler darah.
• Oleh karena itu, bantu dalam mempertahankan kondisi masuk &
gradien konsentrasi untuk penyerapan obat dengan cepat membuang
obat dari tempat kerja.
• Aliran darah sangat penting untuk penyerapan aktif obat-obatan.
• Obat-obatan atau obat-obatan yang sangat menyerap yang terserap
melalui pori-pori - perfusi GI adalah pembatasan laju sementara obat-
obat dengan perfusi GI permeabilitas yang buruk.
• Perfusi meningkat setelah makan & bertahan selama beberapa jam
tetapi absorpsi tidak terpengaruh.
F. Pengaruh Makanan
• Kehadiran makanan di saluran pencernaan dapat mempengaruhi
bioavailabilitas obat dari produk obat oral . Makanan yang dicerna
mengandung asam amino, asam lemak, dan banyak nutrisi yang dapat
mempengaruhi pH usus dan kelarutan obat-obatan. Efek makanan tidak selalu
dapat diprediksi dan dapat memiliki konsekuensi klinis yang signifikan.
• Beberapa efek makanan pada bioavailabilitas obat dari produk obat termasuk:
 Keterlambatan pengosongan lambung
 Stimulasi aliran empedu Perubahan pH saluran GI
 Peningkatan aliran darah
 Perubahan metabolisme luminal dari substansi obat
 Interaksi fisik atau kimia dari makanan dengan produk obat atau obat zat
Penyerapan beberapa antibiotik, seperti penicillin dan tetrasiklin, menurun
dengan makanan; Sedangkan obat lain, terutama obat yang larut dalam lemak
seperti griseofulvin dan metazalone, lebih baik diserap ketika diberikan
dengan makanan yang mengandung kandungan lemak tinggi.
Umur

Pada bayi, pH lambung tinggi dan permukaan usus dan


aliran darah ke GIT rendah yang mengakibatkan pola
penyerapan yang berubah dibandingkan dengan orang
dewasa.

Pada orang tua, penyebab gangguan penyerapan obat


termasuk pengosongan lambung yang berubah,
penurunan luas permukaan usus dan aliran darah GI,
insiden achlorhydria yang lebih tinggi dan
pertumbuhan bakteri di usus kecil.
Faktor dan keberadaan obat lain
Faktor Klinis:
1) Penyakit Penyakit Parkinson mungkin mengalami kesulitan
menelan dan sangat mengurangi motilitas gastrointestinal. Sebuah
kasus dilaporkan di mana pasien tidak dapat dikontrol dengan
obat levodopa oral biasa karena penyerapan yang buruk. Infus
larutan levodopa oral menggunakan jtube memberikan kontrol
yang cukup terhadap gejalanya. Pasien dengan antidepresan
trisiklik (imiprimine, amitriptyline, dan nortriptyline) dan obat
antipsikotik (fenotiazin) dengan efek samping antikolinergik
mungkin telah mengurangi motilitas gastrointestinal atau bahkan
obstruksi intestinal. Penundaan dalam penyerapan obat, terutama
dengan produk slow release, telah terjadi.
2. Achlorhydric patients mungkin tidak memiliki produksi asam
yang memadai di perut; lambung HCl sangat penting untuk
melarutkan dasar bebas larut. Banyak obat-obat basa lemah yang
tidak dapat membentuk garam-garam terlarut akan tetap tidak larut
dalam lambung ketika tidak ada asam hidroklorik yang hadir dan
karena itu tidak diserap. Bentuk-bentuk garam dari obat-obatan ini
tidak dapat dipersiapkan karena basa bebas mudah mengendap
karena dasar yang lemah. Dapson, itraconazole, dan ketoconazole
mungkin juga kurang terserap dengan adanya achlorhydria. Pada
pasien dengan gangguan refluks asam, inhibitor pompa proton,
seperti omeprazole, membuat achlorhydric perut, yang juga dapat
mempengaruhi penyerapan obat. Pemberian jus jeruk, cola, atau
minuman asam lainnya dapat memfasilitasi penyerapan beberapa
obat yang membutuhkan lingkungan asam.           
 
3. Pasien HIV-AIDS rentan terhadap sejumlah gangguan
gastrointestinal (GI), seperti peningkatan waktu transit
lambung, diare, dan achlorhydria. Waktu transit lambung yang
cepat dan diare dapat mengubah penyerapan obat yang
diberikan secara oral. Achlorhydria dapat atau tidak dapat
menurunkan absorpsi, tergantung pada keasaman yang
diperlukan untuk penyerapan obat tertentu. Indinavir,
 misalnya, membutuhkan lingkungan asam yang normal untuk
penyerapan. Range terapeutik indinavir sangat sempit,
sehingga konsentrasi serum yang optimal sangat penting untuk
obat ini menjadi berkhasiat.
4. Pasien gagal jantung kongestif (CHF) dengan edema persisten telah
mengurangi aliran darah splanknik dan mengembangkan edema pada
dinding usus. Selain itu, motilitas usus diperlambat. Aliran darah yang
berkurang ke usus dan mengurangi motilitas usus menyebabkan
penurunan penyerapan obat. Sebagai contoh, furosemide (Lasix), loop
diuretik yang umum digunakan, tidak menentu dan mengurangi
penyerapan oral pada pasien dengan CHF dan penundaan dalam onset
aksi.

5. Penyakit Crohn adalah penyakit radang usus kecil dan kolon distal.
Penyakit ini disertai oleh daerah penebalan dinding usus, pertumbuhan
bakteri anaerob, dan kadang-kadang obstruksi dan kerusakan usus. Efek
pada penyerapan obat tidak dapat diprediksi, meskipun gangguan
penyerapan dapat berpotensi terjadi karena berkurangnya luas
permukaan dan dinding usus yang lebih tebal untuk difusi.
2) Obat-obatan
a. Obat antikolinergik secara umum dapat mengurangi sekresi asam lambung.
Propantheline bromide adalah obat antikolinergik yang dapat memperlambat
pengosongan perut dan motilitas usus kecil. Antidepresan trisiklik dan
fenotiazin juga memiliki efek samping antikolinergik yang dapat
menyebabkan peristaltik yang lebih lambat di saluran GI. Pengosongan perut
yang lebih lambat dapat menyebabkan keterlambatan dalam penyerapan
obat.
b. Metoclopramide adalah obat yang merangsang kontraksi lambung,
melemaskan sfingter pilorus, dan, secara umum, meningkatkan peristaltik
usus, yang dapat mengurangi waktu efektif untuk penyerapan beberapa obat
dan dengan demikian mengurangi konsentrasi obat puncak dan waktu untuk
mencapai puncak obat konsentrasi. Misalnya, penyerapan digoxin dari tablet
dikurangi oleh metoclopramide tetapi ditingkatkan oleh obat antikolinergik,
seperti propantheline bromide. Membiarkan lebih banyak waktu di perut
untuk tablet untuk larut umumnya membantu dengan pembubaran dan
penyerapan obat yang sulit larut, tetapi tidak akan membantu untuk obat
yang tidak larut dalam asam lambung.
c. Antasid tidak boleh diberikan dengan simetidin, karena antasid dapat
mengurangi penyerapan obat. Antasid yang mengandung alumunium,
kalsium, atau magnesium dapat kompleks dengan obat-obatan    17 seperti
tetracycline, ciprofloxacin, dan indinavir, menghasilkan penurunan dalam
penyerapan obat. Untuk menghindari interaksi ini, antasid harus diminum 2
jam sebelum atau 6 jam setelah pemberian obat. Seperti disebutkan,
penghambat pompa proton, seperti omeprazol, membuat achlorhydric perut,
yang juga dapat mempengaruhi penyerapan obat.
d. Cholestyramine adalah resin penukar ion yang tidak dapat diserap untuk
pengobatan hiperlipemia. Cholestyramine mengadsorpsi warfarin, tiroksin,
dan loperamide, mirip dengan arang aktif, sehingga mengurangi penyerapan
obat-obatan ini.
e. Penyerapan kalsium dalam duodenum adalah proses aktif yang difasilitasi
oleh vitamin D, dengan penyerapan kalsium sebanyak empat kali lebih
banyak dari pada di negara defisiensi vitamin D. Dipercaya bahwa protein
pengikat kalsium, yang meningkat setelah pemberian vitamin D, mengikat
kalsium dalam sel usus dan memindahkannya keluar dari pangkal sel ke
sirkulasi darah.

Anda mungkin juga menyukai