Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN KERACUNAN

MAKANAN

Dosen Pembimbing:

Amelia Arnis, M. Nurs

Disusun Oleh:

Ana Amaliana P17120018004


Fitri Sundari P17120018016
Kharisma Yogi yulianti P17120018022
Sinta Sarah Nurjamilah P17120018037

Tingkat III A Keperawatan

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA I JURISAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................3
1.2 Tujuan.....................................................................................................................5
1.3 Manfaat...................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
2.1 Pengertian.....................................................................................................................6
2.2 Etiologi....................................................................................................................6
2.3 Manifestasi Klinis.................................................................................................10
2.4 Patofisiologi..........................................................................................................11
2.5 Pathway.................................................................................................................12
2.6 Komplikasi............................................................................................................13
2.6 Tes Diagnosis........................................................................................................13
2.7 Penatalaksanaan....................................................................................................15
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan................................................................................18
BAB III................................................................................................................................................28
3.1 Kesimpulan...............................................................................................28
3.2 Saran.........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang


membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan
dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan
permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain,
keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri,
kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, dan korban
bencana. Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya
kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat
darurat karena kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama di daerah
perkotaan (Media Aeculapius, 2007).

Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007),


keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon dari pasien,
keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya membawa pasien ke
rumah sakit untuk diberi perhatian/tindakan medis dengan segera. Kondisi yang
demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan
yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi yang baik dan tidak dalam
kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat adalah penderita yang oleh karena
suatu penyebab (penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak
segera ditolong akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal
(Sudjito, 2007).

Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia adalah
keracunan makanan. Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan karena
makan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme atau bahan kimia, atau
makanan yang memang mengandung racun. Makanan dapat terkontaminasi oleh
bahan kimia seperti timah atau seng yang menyebabkan keracunan makanan.
Beberapa jenis jamur dan ikan tertentu juga beracun jika dimakan. Kasus yang sering
muncul adalah keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti
bakteri, jamur, virus, dan parasit. Bakteri Staphylococcus menghasilkan racun yang
bisa menyebabkan muntah dan diare beberapa jam setelah makanan yang
terkontaminasi dikonsumsi. Bakteri Clostridium botulinum menyebabkan masalah
yang jauh lebih serius bahkan seringkali fatal, yakni jenis keracunan makanan yang
disebut botulisme. Tetapi pada beberapa kasus, gejala baru timbul beberapa hari
setelahnya. Gejala muntah dan diare yang berat akan menyebabkan tubuh kekurangan
cairan dan elektrolit, dan hal ini merupakan ancaman serius bagi jiwa penderita,
terutama jika tidak dilakukan penanganan segera.

Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010 menunjukkan,
48 juta orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat di rumah sakit, dan
3.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat kandungan berbahaya dalam makanan
yang mereka konsumsi. Menurut Badan POM dalam Dadi (2011), angka kejadian
keracunan makanan, sebagai salah satu manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM)
dapat menjadi indikator situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia
WHO memperkirakan bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan
kejadian yang terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan
1: 25 untuk negara berkembang.

Di tahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di Sentra


Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI ada 1.800
lebih, membuat lebih dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11 meninggal dunia.
Data nasional yang dirangkum Badan POM juga menjelaskan bahwa industri jasa
boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar
(31%) dibandingkan dengan pangan olahan (20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%)
(Lestari, 2009).

Dampak kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut


patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia dan faktor
lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang. Pada kebanyakan
kasus, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh dalam beberapa hari
atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain, khususnya di kalangan kelompok
masyarakat yang rentan (misalnya: lansia, bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang
mengalami malnutrisi serta gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan
dapat berakibat fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa/ (i) dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir
secara ilmiah terkait penanganan gawat darurat pasien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah.
1.2.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/ (i) mampu mengetahui dan memahami tentang:
1) Pathway keracunan makanan dan bahan makanan.
2) Pengkajian survei primer dan sekunder pada klien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan.
3) Manajemen penatalaksanaan gawat darurat pada klien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.
4) Mampu memahami asuhan keperawatan tentang keracunan makanan

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Penulis


Diharapkan agar penulis mempunyai tambahan wawasan dan
pengetahuan dalam melaksanakan asuhan keperawatan terkait
penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan makanan dan
bahan makanan.
1.3.2 Bagi Institusi Pelayanan
Menjadi acuan dalam melaksanakan proses keperawatan
dalam terkait penanganan kegawat daruratan pasien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan.
1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan keperawatan dan sebagai masukan dalam
peningkatan proses keperawatan terkait penanganan kegawat
daruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan.

BAB II
Tinjauan Teori

2.1 Pengertian

Racun adalah bahan yang jika tertelan, terhirup, teresap ke dalam kulit
(misalnya, dari tanaman), atau tersuntikan (misalnya, dari sengatan serangga),
bisa menyebabkan penyakit, kerusakan, dan kadang-kadang kematian (Jones &
Bartlett, 2007). Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk
merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009).
Keracunan makanan adalah keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu
zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya
bagi tubuh (Junaidi, 2011). Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang
terjadi setelah menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan
beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Junaidi,
2011).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa keracunan
adalah keadaan darurat yang dapat merusak sel dan sebagian fungsi tubuh akibat
masuknya suatu zat atau makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan
beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri.

2.2 Etiologi

Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum


yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang
tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan
oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia,
mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia
(Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan
keracunan, antara lain:
1) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk
spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak
dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah
badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda.
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak
lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena
itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatan di
campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali
menyababkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri
Burkholderia galdiolo yang menghasilakan racun berupa asam bongkrek
dan tooflatin serta memusnakan jamur Rhizopus karena efek antibiotic
dari asam bongkrek.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa
anggota suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari.
Gejala intoksikasi yaitu : mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah,
ptosis, strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
3) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit
perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan
mental, pingsan.
4) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan
dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang
disertai darah.
5) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh
keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab
penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah
mengkonsumsi ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi
karena polusi kimia dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang
tertangkap untuk dijual di pasar. Gejala-gejala keracunan berbagai
binatang laut tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya.
Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah
badan dan susah bernafas.
6) Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini
mengganggu oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom
oksidase. Beberapa jam setelah makan singkong timbul muntah, pusing,
lemah, kesadaran menurun sampai koma, dispneu, sianosis dan kejang.
7) Lain-lain
Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus,
atau parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan
oleh bakteri:
a) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah
atau kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan
benar. Masa inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5
hari. Gejala akan bertahan kurang dari 7 hari.
b) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah
atau daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu
lainnya. Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala
berlangsung selama 4-7 hari.
c) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering
ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti
pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu
yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga
seminggu. Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa
minggu.
d) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya
roti isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi
wanita hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini
karena berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan
serius lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga
beberapa minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.
e) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh
hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu
minggu. Bakteri ini menyebabkan disentri.

Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit,


yaitu:
a) Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba
histolytica bisa menyebabkan terjadinya disentri.
b) Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia
intestinalis.
c) Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh
Cryptosporidium.
d) Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan
menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi
makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani,
gejala bisa bertahan hingga berbulan-bulan.

Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus,


yaitu:
a) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi
ini menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang
terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi
adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.
b) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang
umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu
setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara
sekitar 6 hari.

2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:


1. Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi beberapa saat
setelah mengonsumsi makanan yang mengandung racun, atau dalam
waktu 12-72 jam. Keadaan ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak
racun yang masuk ke perut.
2. Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan makanan, dimana
tubuh melakukan usaha untuk membersihkan diri dari racun yang masuk.
3. Gejala berkembang cepat karena dosis besar
4. Anamnese menunjukkan ke arah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh
diri, pembunuhan atau kecelakaan
5. Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

2.4 Patofisiologi

Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik


ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang
layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun
mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang
kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung di dalam
makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan
yang akan dikonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat
memasuki tubuh seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing
yang masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan
berusaha membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena
seringnya muntah maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya
cairan tubuh yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehidrasi yang
tinggi maka lama kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat
dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan
homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak
segera diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat
menyebabkan pingsan sampai kematian.
2.5 Pathway

Makanan terkontaminasi yang mengandung


Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut, tempe, singkong Masuk ke saluran cerna
dll

Masuk ke pembuluh darah Masuk ke usus halus Masuk ke lambung

Iritasi pada lambung


Sel saraf terganggu
Diekskresikan oleh ginjal

Asam lambung meningkat


Tidak terjadi pelepasan
asetilkolin
Kristal asam kolat
menumpuk di dalam tubulus
Mual
ginjal, ureter dan uretra

Otot tidak dapat


berkontraksi Muntah

Obstruksi saluran kemih

Defisit volume cairan


Kelumpuhan otot

Gagal Ginjal Akut Infeksi usus

Hambatan mobilitas
fisik Diare
Gangguan fungsi saraf

Disfungsi saraf Fotopobia Kerusakan otak


Pandangan kabur

Kematian
Kaku sendi Sulit menelan
Gangguan bicara

Ketidakseimbangan
kebutuhan tubuh

Gangguan saraf otonom

Kelemahan otot, Nyeri kepala dan Pusat pernafasan


kram, opistototnus otot

Nafas cepat dan


Gangguan Nyeri akut dangkal
pergerakan

Pola nafas tidak


efektif
Intoleransi aktivitas

https://www.academia.edu/35321088/Materi_keracunan

2.6 Komplikasi
Komplikasi serius paling umum yang mungkin terjadi jika seseorang mengalami
keracunan makanan adalah dehidrasi.

Bagi mereka yang memiliki sistem tubuh rendah dapat mengalami dehidrasi parah ketika
kehilangan banyak cairan, sehingga mungkin perlu di rawat di rumah sakit dan menerima
cairan intravena.

1) Infeksi literasi, terjadi dijanin seringkali mengakibatkan janin yang lahir menjadi
premature

2) Coli ( E.Coli ), merupakan komplikasi serius yang menyebabkan sindrom uremik


hemilitik. Sindrom ini dapat merusak lapisan pembuluh darah kecil diginjal hingga
dapat menyebabkan gagal ginjal.

2.6 Tes Diagnosis

Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi


adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit.
Tes-tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab
terjadinya keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat
dilakukan di layanan kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya:
pemeriksaan mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan
parasit; pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk
membantu membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK
No. 5 Tahun 2014).
2) Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-
obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang
akibat hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan
asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam
plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada
keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun
ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3) Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular
yang menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus
diukur dan dilakukan urinalisis.
4) Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama
bergantung pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
5) Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar
dari 0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan
kuinidin.
6) CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks
dapat menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau
edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk
pemeriksaan CT-scan.

2.7 Penatalaksanaan

1. Keracunan Botullinum
Tanda dan Gejala :
- Masa laten 8 jam-8 hari
- Muntah
- Lemah
- Gangguan penglihatan
- Refleksi

Penanganan :

- Netralisasi dengan cairan


- Upayakan muntah dengan pemberian Na bicarbonate
- Kuras lambung
- Antidot ABS dosis 1 vial setiap 4 jam
2. Keracunan Makanan Laut
Tanda dan Gejala :
- Masa laten ¼ - 4 jam
- Pruritus
- Rasa panas disekitar mulut
- Lemah, rasa baal pada ekstremitas
- Mual, muntah
- Nyeri perut dan diare
- Sulit bernafas

Penanganan :

- Netralisasi dengan cairan


- Upayakan muntah
- Kuras lambung
- Berikan nafas buatan bila perlu
3. Keracunan Jengkol
Tanda Gejala :
- Masa laten beberapa jam – 48 jam
- Nafas, mulut dan air seni penderita bau jengkol
- Sakit pinggang yang disertai sakit perut
- Nyeri waktu buang air kecil
- Buang air kecil kadang disertai darah

Penanganan :

- Minum air putih yang banyak


- Obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk menghilangkan rasa
sakitnya
4. Keracunan Jamur
Tanda dan Gejala :
- Masa laten timbul dalam 6 jam
- Sakit perut disertai diare kadang bercampur darah, muntah
- Berkeringat banyak

Penanganan :

- Netralisasi dengan cairan


- Upayakan muntah
- Berikan norit 1-2 sendok makan dengan air hangat
- Berikan antidote SA 1 mg IV
- Jika mengandung Metilhidrazin berikan Pridoksin 25 mg/kg BB IV
- Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
- Diet tinggi karbohidrat
5. Keracunan Singkong
Tanda dan Gejala:
- Masa laten 1 – beberapa jam
- Mual dan muntah
- Sesak nafas
- Sianosis
- Dapat terjadi koma bahkan kematian

Penanganan :

- Netralisasi dengan cairan


- Upayakan muntah
- Berikan norit 1-2 sendok makan dengan air hangat
- Berikan amil nitrit 1 ampul 0.2 mL
- Antidot Na Nitrit 3% IV, stop bila TD ˂ 80 mmHg
- Berikan 50 mL Larutan Na Tiosulfat 25% IV→ 10’
- Berikan oksigen 100%
6. Keracunan Tempe Bongkrek
Tanda dan Gejala :
- Masa laten terjadi dalam beberapa jam
- Kejang perut
- Kejang otot-otot
- Sesak nafas, dapat terjadi kematian

Penangan :

- Netralisasikan dengan cairan


- Upayakan muntah
- Kuras lambung bila perlu
- Berikan norit 1-2 sendok makan dengan air hangat
- Berikan nafas buatan bila perlu
7. Keracunan makanan basi
Tanda dan Gejala :
- Mual, muntah
- Diare
- Nyeri kepala, demam
- Dehidrasi, dapat menyerupai disentri

Penanganan :

- Netralisasikan dengan cairan


- Upayakan muntah
- Berikan noit 1-2 sendok makan dengan air hangat

8. Dekontaminasi
a) Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 %
selama 15-20 menit, jika belum yakin bersih cuci kembali
b) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air
mengalir dingin atau hangat selama 10 menit
c) Gastroinstestinal
Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk pengenceran.
Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal
100cc untuk sesekali minum.
Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan

2.8.1 Pengkajian
A. PENGKAJIAN
1. Primary Survery
a) Airway and cervival control
b) Breathing and ventilation
c) Circulation and hemorrhage control
d) Disability
e) Exposure and Environment

a. Pengkajian secara tepat tentang ABC


1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas.
a. Jalan nafas paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara
nafas yang mengganggu
b. Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah
mulut dan menempatkan alat bantu nafas.
2) Apakah pernafasan efektif
a. Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan
capillary refill kurang dari 3 detik.
b. Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian
oksigendan penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang
belakang
a. Immobilisasi leher yang nyeri atai tidak nyaman dengan collar
spine jika injuri kurang dri 48 jam.
b. Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi
daerah tulang belakang dengan mengangkat pasien dengan
stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien effective
a. Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat
serta kering.
b. Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan
pasien pada posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam
intravena untuk pemberian bolus cairan 200 ml.
5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien
a. Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya
ingat akibat trauma pada pasien.
b. Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan
motoric.
c. AVPU

A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran


respon terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu
dan tempat.
V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi,
tidak berorientasi penug pada orang, waktu dan tempat.

P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada


suara tetapi respon terhadap rangsangan nyeri.

U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan


berdasarka jenis perlakuan, stabilitas tanda tanda vitaldan mekanisme ruda
paksa, berdasar kan penilaian :

A : Airway jalan nafas terkontrol servikal

B : Breathing dan ventilasi

C : Circulation dengan control perdarahan

D : Exposure/ environment control : Buka baju penderita tetapi


cegah hipotermia.

E : Exposure/ Kontrol Lingkungan

Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan resusitasi


dimna perlu, kemudian fiksasi penderitalalu transportasi.

1. Airway dengan control servikal


Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway.
Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang
dapat disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha
untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra
servikal karena kemungkinan patahnya tulang servikal
harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan
Chin lift atau jaw thrust. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Kemungkinan diduga patahnya tulang servikal diduga
apabila :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c. Setiap multitrauma ( trauma pada region 2 atau lebih)
d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah
tulang belakang bila biomekanika trauma mendukung.

Dalam keadaan curiga fraktur servikal, harus haru dipakai alai


immobilisasi. Bila alat immobilisasi ini harus di buka untuk
sementara, maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan
fraktur servikal dapatdisingkirkan. Bila ada gangguan jalan
nafas, maka sesuai BHD.

2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi padasaat bernafas mutlak
untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan CO dari
tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan difragma. Setiap komponen ini
harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan
yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan
masuknya udara kedalam paru. Perkusi dilakukan untuk
menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan
dinding dada yang mungkin mengganggu vnetilasi.
Perlakuan yang baik mengakibatkan gangguan ventilasi
yang berat adalah pneumotoraks, flail chest dengan
kontusio paru, open pneumotoraks dan hemotoraks-masif.
3. Circulation dengan control perdarahan
a. Volum darah dan jurang jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca
bedah yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang
cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi
harus disebabkan oleh hipovolemik, sampai terbukti
sebaliknya. Dugaan demikian maka diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamik
penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat
memberikaninformasi mengenai keadaan hemodinamik
yakni kesadaran, warna kulit dan nadi.
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi darah ke otak
dapat berkurang, yang akan mengakibatkan
penurunan kesadaran ( walaupun demikian
kehilangan darah yang dalam jumlah banyak belum
tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis
hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya
kemerahan, trauma pada wajah dan ektremitas,
jarang yang dalam keadaan hipovolemia.sebaliknya
wajah pucat keabu abuan dan kulit ekremitas yang
pucat, merupakan tanda tanda hipovolemia. Bila
memang disebabkan hipovolemia maka ini
menandakan kehilangan darah minimal 30% dari
volume darah.
3) Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri
karotis harus diperiksa bilateral, untuk kekuatan
nadi, kecepatan dan irama. Pada syok nadi akan
kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat, kuat dan
teratur biasanya merupakan tanda normo-volomia.
Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda
hipovolemia, namun harus diingat sebab lain yang
dapat menyebabkannya. Nadi yang tidak teratur
biasanya merupakan tanda tanda gangguan jantung.
Tidak ditemukannya pulsasi dari nadi arteri sentral.
b. Control perdarahan

Perdarahan hebat dikelola pada survey primer.


Perdarahaan eksternal dengan penekanan langsung pada
luka jangan di jahit terlebih dahulu. Spalk udara dapat
digunakan untuk mengontrol perdarahan. Spalk jenis ini
harus ditembus cahaya untuk dapat dilakukannya
pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan dipakai karena
merusak jaringan dan menyebabkan distal dari tourniquet.
Pemakaian dari hemostal memerlukan waktu dan dapat
merusak jaringan sekitar saraf seperti syaraf dan pembuluh
darah. Perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar
fraktur atau sebagai akibat dari luka tembus, dapat
menyebabkan perdarahan besar yang tidak terlihat.

4. Disability

Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan


neurologis ecara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.

GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat


meramalkan kesudahan (outcome) penderita. Penurunan
kesadaran dapat disebabkan perlukaan pada otak sendiri.
Penurunan kesadaran dapat menuntut dilakukannya
pemeriksaan terhadap keadaan perfusi, ventilasi dan oksigen.

Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat


kesadaran penderita. Walaupun sudah demikian bila
disingkirkan kemngkinan hipoksia tau hipovolemia sebagai
sebab penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dapat
dianggap sebagai penyebabnya sampai terbukti sebaliknya.

5. Exposure/ Kontrol Lingkungan


Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu
dapat membuka pakaian, misalnya membuka baju untk
melakukan pemeriksaan toraks fisik. Di rumah sakit
penderita harus dibuka seluruh pakaiannya untuk evaluasi.

2. Secondary survey
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai, resusitasi
dilakukan dari penderita stabil.
Survey sekunder adalah pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan tanda
tanda vital. Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita sudah
stabil.
a. Head to toe assessment
b. Ttv

B. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas, penurunan energy,
posisi tubuh yang menghambat paru d.d despnea, pola napas abnormal
b. Defisit volume cairan b.d muntah,diare
c. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
d. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake
tidak adekuat ( anoreksia,mual,muntah ),kesulitan menelan
e. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
Rencana Keperawatan

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor vital sign
keperawatan ...x 24 jam diharapkan 2) Identifikasi kebutuhan insersi
pola nafas menjadi efektif dengan jalan nafas buatan
kriteria hasil:
3) Posisikan pasien untuk
Status Pernapasan :
memaksimalkan ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan terganggu
4) Monitor status respirasi: adanya
dibuktikan dengan :
suara nafas tambahan
Kesadaran composmentis, TTV
menjadi normal, pernafasan menjadi
5) Kolaborasi dengan tim medis:

normal yaitu tidak mengalami nafas pemberian oksigen


Dangkal
2. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output,
keperawatan selama ...x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi 2) Observasi kulit kering
dengan kriteria hasil:
berlebihan dan membran
a. Tidak adanya tanda-tanda
mukosa, penurunan turgor kulit
dehidrasi
3) Anjurkan klien untuk
Vital sign dalam batas normal
meningkatkan asupan cairan per
oral
Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi
3. Setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian
keperawatan ...x 24 jam diharapkan nyeri secara komprehensif
nyeri berkurang, menghilang dengan termasuk lokasi, durasi
kriteria hasil:
frekuensi, karakteristik,
Pain level, dibuktikan dengan respon
kualitas dan faktor
nonverbal pasien menunjukkan tidak
presipitasi
ada nyeri, tanda vital dalam batas 2) Observasi reaksi nonverbal
normal, tidak ada masalah pola tidur, dari ketidaknyamanan
pasien melaporkan nyeri berkurang. 3) Bantu pasien dan keluarga
Pain control, dibuktikan dengan
untuk mencari dan
pasien dapat melakukan teknik
menemukan dukungan
nonfarmakologis untuk mengurangi
4) Kontrol lingkungan
nyeri.
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5) Kurangi faktor presipitasi
nyeri
6) Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
7) Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri:
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
11) Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
4. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output
keperawatan selama ...x 24 jam makanan/cairan dan hitung
pemenuhan nutrisi dapat masukan kalori perhari sesuai
adekuat/terpenuhi dengan kriteria
kebutuhan
hasil:
2) Kaji kebutuhan nutrisi parenteral
Status Gizi Asupan Makanan dan
3) Pilih suplemen nutrisi sesuai
Cairan ditandai pasien nafsu makan
kebutuhan
meningkat, mual dan muntah hilang,
pasien tampak segar
4) Bantu pasien memilih makanan

Status Gizi; Nilai Gizi terpenuhi yang lunak dan lembut


dibuktikan dengan BB meningkat, BB 5) Berikan nutrisi yang dibutuhkan
tidak turun. sesuai batas diet yang dianjurkan
6) Kolaborasikan pemberian anti
emesis sesuai indikasi
5. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan
keperawatan selama ...x24 jam klien dalam melakukan aktivitas
diharapkan klien dapat memenuhi 2) Kaji adanya fakor yang
kebutuhan dirinya dengan kriteria
menyebabkan kelelahan
hasil:
3) Monitor nutrisi dan sumber
a. Ketidaknyamanan setelah
energi yang adekuat
beraktivitas berkurang
4) Bantu klien dalam memenuhi
Dapat memenuhi kebutuhan sehari-
kebutuhannya
hari
5) Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan tubuh.
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung pada dosis
dan cara pemberiannya. Proses keracunan dapat berlangsung secara perlahan,
dan lama kemudian baru menjadi kegawatdaruratan, atau dapat juga
berlangsung dengan cepat dan segera menjadi keadaan gawat darurat.
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang
mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh
protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat
racun.

3.2 Saran
1. Diharapkan mahasiswa hendaknya benar-benar memahami manajemen
kegawatdaruratan pada klien dengan kasus keracunan, sehingga dapat
menerapkan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien.
2. Untuk pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan makalah ini, sehingga mempermudah mahasiswa dalam pembuatan
makalah yang lebih baik, sehingga dapat dijadikan acuan bagi peserta
didik lainnya.

| 28
DAFTAR PUSTAKA
CH Andriani (2016) Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Timggi Ilmu Kesehatan
Santo Borromeus Padalarang. Diakses melalui google scholar pada tanggal 3
Agustus 2020

Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape Medical
News. January 30, 2013.

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:


http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-
berbahaya/. Diakses tanggal 3 Agustus 2020.

Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In: Tierney
LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis and Treatment
2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.

Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus bacteriophage
BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8.

Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar
2012;112(3):417-29.

Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius, FKUI,
Jakarta.

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator


Diagnostik, edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3.
Jakarta: EGC.

| 29
Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.
Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-kegawatdaruratan-pada-
pasien.html. Diakses tanggal 3 Agustus 2020.

https://www.academia.edu/31985432/MAKALAH_ASKEP_KERACUNAN_KGD

https://www.academia.edu/35321088/Materi_keracunan

| 30

Anda mungkin juga menyukai