Kelompok 2, Shift D
Pukul 13.00 16.00 WIB
LABORATORIUM BIOFARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2017
MODEL IN VITRO FARMAKOKINETIK OBAT SETELAH
PEMBERIAN SECARA BOLUS INTRAVENA
I. TUJUAN
1. Memahami proses in vivo dan perkembangan kadar obat dalam darah setelah
pemberian obat secara bolus intravena.
2. Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala semilogarithma.
3. Mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetika obat yang berkaitan
dengan pemberian obat secara bolus intravena.
II. PRINSIP
1. Kompartemen
Pada model 1 kompartemen, obat menganggap tubuh seperti 1 ruang yang sama
dimana obat secara cepat terdistribusi ke semua jaringan.
Pada model 2 kompartemen, obat menganggap tubuh seperti 2 bagian:
Kompartemen sentral: organ2 dimana perfusi darahnya cepat (misalnya
hati, ginjal)
Kompartemen perifer: organ2 dimana perfusi darahnya lambat (misalnya
otot, lemak)
(Tan, et.al. 2007)
2. Ekstrasellular dan intrasellular
Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri
dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan
cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem
vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan
cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan
intraokuler, dan sekresi saluran cerna ( Neal. 2006).
3. Intravena bolus
Injeksi intravena (bolus) adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke
dalam pembuluh darah vena atau melalui karet selang infuse dengan
menggunakan spuit. Sedangkan pembuluh darah vena adalah pembuluh darah
yang menghantarkan darah ke jantung. Injeksi intravena bertujuan untuk
memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorpsi dari pada dengan injeksi perenteral
lain, menghindari terjadinya kerusakan jaringan serta memasukkan obat dalam
jumlah yang lebih besar.
(Ambarawati. 2009)
III. REAKSI
-
IV. TEORI DASAR
Obat yang diberikan secara oral dan intravena proses farmakokinetiknya akan
berbeda. Obat yang diberikan melalui rute per oral harus melewati dinding unsus
untuk memasuki aliran darah. Proses masuknya obat ke aliran darah dengan melewati
membran ini disebut proses absorpsi. Proses absorpsi ini dipengaruhi oleh banyak
faktor, namun faktor kelarutan obat memiliki peran penting di sini. . Obat yang
memiliki kelarutan tinggi dalam lemak dapat diabsorpsi dan terdistribusi dengan cepat
ke seluruh cairan tubuh. Beberapa obat akan berikatan dengan protein plasma,
kemudian terbentuklah keseimbangan antara obat terikat dan obat bebas. Obat yang
terikat pada protein plasma hanya terdapat pada sistem vaskular dan tidak dapat
menimbukan aksi farmakologis (Neal, 2006).
Pada kasus obat yang diberikan secara intravena, obat langsung terdistribusi ke
aliran darah tanpa mengalami proses absorpsi terlebih dahulu. Obat dengan rute ini
digunakan jika dalam keadaan (Neal, 2006) :
Saat membutuhkan efek yang cepat
Untuk pemberian kontinu seperti infus
Untuk volume yang besar
Untuk obat-obatan yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal jika diberikan
dengan cara lain (misalnya pada obat yang bersifat sitotoksik)
5.1.Alat
1. Beaker glass
Fungsi : untuk menyimpan larutan
2. Buret
Fungsi : untuk mengalirkan aquadest yang dianggap sebangai aliran darah
3. Hot plate
Fungsi : untuk menjaga suhu larutan tetap berada pada suhu 370C
4. Labu Ukur
Fungsi : untuk membuat larutan standar
5. Neraca analitik
Fungsi : untuk menimbang zat secara teliti
6. Pipet ukur
Fungsi : untuk memindahkan larutan
7. Pipet volum
Fungsi : untuk memindahkan larutan
8. Spektrofotometer UV-VIS
Fungsi : untuk mengukur absirbansi dari larutan
9. Syringe
Fungsi : untuk mengambil cuplikan atau sampel
10. Wadah uji in vitro
Fungsi : sebagai kompartemen. Larutan obat dimasukkan kedalam wadah
yang dianggap sebagai tempat obat.
5.2.Bahan
1. CTM
2. Aquadest
3. Aqua pro injeksi (API)
VI. PROSEDUR
Pembuatan Kurva Baku
100 mg CTM ditimbang menggunakan neraca analitik. CTM dilarutkan dalam labu
ukur 100 mL. Aquadest ditambahkan hingga tanda batas (1000ppm). Larutan stok
1000 ppm dipipet sebanyak 10 mL kemudian diencerkan dengan aquadest dalam labu
ukur 100 mL (100 ppm). Larutan standar 100 ppm dipipet sebanyak 4, 5, 6, 7, 8 mL
dan diencerkan masing-masing dengan aquadest dalam labu ukur 20 mL. Kemudian
diukur menggunkan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm.
C (ppm) =
100 =
Massa CTM = 10.000 g = 10 mg dalam 100 mL aquades
b. Pembuatan larutan CTM 40 ppm (40 g/mL)
V1 . N1 = V2 . N2
V1 x 100 ppm = 20 mL x 40 ppm
V1 = 8 mL
Jadi, sebanyak 8 mL CTM 100 ppm dipipet dan ditambahkan aquades hingga 20
mL.
Absorbansi mL.
Konsentrasi Rata - rata
1 2 3
20 0,2795 0,2793 0,2781 0,278967
Tabel 1 Data
Absorbansi Baku CTM
0,4
Absorbansi
0,3
Series1
0,2 Linear (Series1)
0,1
0
0 10 20 30 40 50
Konsentrasi (20 ppm)
2. Data Sampel
Absorbansi Rata -
t (menit)
1 2 3 rata
5 0,362 0,3615 0,3622 0,3619
% kadar = 0,52% %
b. Kadar CTM dalam sampel pada t = 10 menit
- Menghitung kadar CTM melalui kurva baku
A = 0.3535
y = 0,0137x+0,0077
0.0137x = y-0,0077
x = g/ml faktor pengenceran
x = 25,241 g/ml 10
x = 252,41 g/ml
- Menghitung % kadar CTM dalam sampel pada t = 10 menit
% kadar = 100%
252,41 g
% kadar = 100%
50000 g
% kadar = 0,50 %
% kadar = 0,46% %
% kadar = 0,46% %
% kadar = 0,47% %
% kadar = 0,43 %
y = -0,6796x + 255,55
Axis Title
R = 0,7411
1
Series1
Linear (Series1)
0,01
0 10 20 30 40 50 60 70
Axis Title
t2 = 51 menit
Menentukan k
k log Cp1 log Cp2
=
2,303 t2 t1
k log 250 log 220
=
2,303 51 13
k 2,398 2,342
=
2,303 38
0,129
k =
38
k = 3,395 x 10-3
Sehingga:
1. Volume distribusi
Dosis
Vd = Co
50.000 g
= 260 g/mL
= 192,31 mL = 0,192 L
2. Cleareance
Cl = Vd x k
= 0,192 x 0,204
= 0,04 L/jam
3. Waktu paruh
0,693
t1/2 =
0,693
= ,
= 3,4 jam
4. AUC
(dari grafik *dilampirkan)
270+228,98 g
I= 0,33 = 82,17 mL .
2
228,98+228,38 g
II= 0,167 = 38,23 mL .
2
228,9+237,01 g
III= 0,167 = 38,9 mL .
2
232,01 2,55 g
IV= = 302,177 mL .
2
g
Total AUC = 461,567 mL .
VIII. PEMBAHASAN
Pemberian secara bolus intravena berarti bahwa konsentrasi obat dalam darah
pada waktu awal pemberian adalah yang tertinggi. Dan kemudian akan menurun
seiring dengan bertambahnya waktu yang dikarenakan proses distribusi. Jika suatu
obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (IV bolus), seluruh dosis obat
akan segera masuk ke dalam tubuh. Oleh karena itu, laju absorpsi obat diberikan
dalam perhitungan. Injeksi bolus intravena sendiri adalah pemberian obat dengan cara
memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena atau melalui karet selang infuse
dengan menggunakan spuit. Sedangkan pembuluh darah vena adalah pembuluh darah
yang menghantarkan darah ke jantung. Injeksi intravena bertujuan untuk memperoleh
reaksi obat yang cepat diabsorpsi dari pada dengan injeksi perenteral lain,
menghindari terjadinya kerusakan jaringan serta memasukkan obat dalam jumlah
yang lebih besar.
Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (iv bolus),
seluruh dosis obat masuk tubuh dengan segera. Dalam hal ini tidak terjadi absorpsi
obat, dimana obat akan didistribusikan bersama sistem sirkulasi sistemik dan secara
cepat berkesetimbangan di dalam tubuh. Dalam model ini juga dianggap bahwa
berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang
sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, bukan berarti tidak menganggap
bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah sama pada berbagai
waktu. Jumlah obat di dalam tubuh tidak dapat ditentukan secara langsung, melainkan
dengan menentukan konsentrasi obat dalam plasma/darah setiap satuan waktu dan
mengalikannya dengan volume distribusinya, yaitu volume dalam tubuh dimana obat
tersebut melarut.
Bolus IV umumnya digunakan ketika dibutuhkan kerja yang cepat dari obat,
seperti dalam keadaan darurat, ketika obat-obatan tidak dapat dicairkan;
seperti kebanyakan obat kemoterapi kanker, dan ketika tujuan terapi untuk mencapai
tingkat kadar obat maksimum dalam aliran darah pasien. Bolus IV biasanya tidak
digunakan untuk pasien yang mengalami penurunan kinerja jantung,
penurunan pengeluaran urin, penurunan kinerja paru-paru, atau edema sistemik, hal
ini dikarenakan pasien tersebut mengalami penurunan toleransi terhadap obat.
Percobaan kali ini adalah menentukan parameter farmakokinetik dari obat dan
juga menentukan kadar obat per interval waktu yang telah ditentukan.Pertama, CTM
dibuat ke dalam bentuk injeksi intravena dengan konsentrasi 50 mg/ml. Sediaan
dibuat dengan menimbang 50 mg zat aktif (CTM) dan melarutkannya ke dalam 50 ml
aquadest. Profil zat aktif yang digunakan untuk dijadikan sediaan injeksi intravena
juga harus diperhatikan, misalnya data kelarutan zat aktif, karena syarat dari sediaan
injeksi, dimana zat aktif harus terdispersi secara molekular.
Setelah sediaan disiapkan, alat-alat yang akan digunakan juga disiapkan. Alat-
alat yang digunakan antara lain buret, penangas, wadah penampung yang memiliki
keran, dan juga vial untuk menampung sampel per interval waktu. Buret diisi dengan
aquadest hingga penuh, dan ditempatkan diatas wadah penampung yang memiliki
keran. Wadah penampung juga diisikan dengan aquades hingga 250 ml dan
ditempatkan diatas penangas air hingga suhu mencapai 37 C dan kemudian sediaan
dimasukkan seluruhnya. Sebelumnya, kecepatan keluarnya aquadest melalui keran
dan buret diatur terlebih dahulu hingga kecepatannya sama. Wadah yang berisi
aquadest dengan suhu 37C menggambarkan kondisi darah ketika sediaan injeksi
intravena diadministrasikan. Dimana saat diinjeksikan, konsentrasi obat adalah yang
tertinggi. Keran pada wadah penampung kemudian dibuka, dan kecepatan
pengeluarannya harus sama dengan buret. Hal ini menggambarkan sistem distribusi
pada sistem peredaran darah. Setelah obat diadministrasikan, konsentrasi dalam darah
akan berkurang per interval waktu, dan aquadest yg keluar dari buret dan masuk ke
wadah penampung akan menggantikan volume aquadest yg keluar dari wadah
penampung. Hal ini dilakukan karena sistem peredaran darah manusia adalah sistem
peredaran darah tertutup sehingga volume cairan (darah) akan konstan, yang berubah
adalah konsentrasi obat dalam darah. Sampling dilakukan pada menit ke 5, 10, 20, 30,
40, dan 60. Dan jumlah tetes dari buret dan keran wadah penampung juga dicatat per
menit.
(Area Under Curve) merupakan luas wilayah di bawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat
dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailinilitas (BA) suatu
obat. AUC juga dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma
obat bila penentuan kecepatanan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu,
kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Waldon,
2008).
IX. SIMPULAN
X. DAFTAR PUSTAKA
Handari, B.D., Djajadisastra, J., Silaban, D.R. 2006. Pengembangan Perangkat Lunak
Simulasi Komputer Sebagai Alat Bantu Dalam Analisis Farmakokinetik.
Makara Sains, 10(1) : 13-18.