I.
TUJUAN PERCOBAAN Mempelajari pengaruh keadaan bahan (baku) obat (polimorfi, hidrat, solvat) terhadap kecepatan disolusi intrinsiknya sebagai preformulasi untuk bentuk sediannya. DASAR TEORI Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan secara sederhana. Disolusi merupakan proses dimana zat padat melarut secara prinsip dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut. Karakteristik fisik sediaan, proses pembasahan sediaan kemampuan penetrasi media disolusi ke dalam sediaan, proses pengembangan, proses integrasi dan degadrasi. Sediaan merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristik disolusi obat dari sediaan. Setelah pemberian secara insitu dapat timbul endapan zat aktif yang biasanya berbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan endapan tersebut selanjutnya akan melarut lagi. Dengan demikian, pemberian sediaan larutan tidak selalu dapat mengakibatkan penyerapan yang segera. (Alache, 1998) Sebagian besar metode pelarutan berhubungan dengan produk obat, kadarnya suatu obat baru dapat diuji untuk pelarut tanpa pengaruh dari bahan tambahan atau dari proses fabrikasi. Pelarutan dari suatu serbuk obat dengan mempatahkan suatu luas permukaan yang tetap disebut pelarutan intrinsic. Pelarutan intrinsik biasanya dinyatakan dalam mg/cm2menit. Dalam salah satu metode basket disesuaikan untuk uji kelarutan serbuk dengan menempatkan serbuk dalam suatu cakram yang dicetakkan dengan menjepit ke dasar keranjang. Klirens intrinsik digunakan untuk menggambarkan kemampuan hati untuk menghilangkan obat dalam keadaan tidak adanya pembatasan aliran sebagai pencemaran aktivitas yang melekat dari mixed function oxidases. Klirens hepatis berhubungan dengan faktor aliran darah, hati, dan klirens intrinsik hati. (Shargel, 1988) Laju disolusi intrinsik merupakan laju dimana suatu padatan melarut di dalam suatu pelarut dalam batasan kuantitatif. Bila suatu tablet sediaan obat lainnya dimasukkan ke dalam saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Jika obat tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padatan juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul dan granul yang lain emngalami pemecahan menjadi partikel-partikel yang halus. Disintegrasi, deagregasi, dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana oat tersebut diberikan. (Voight, 1999)
II.
1. 2. 3. 4. 5. a. b. -
Pengujian disolusi sangat bermanfaat karena merupakan faktor pembatas dalam absorbsi obat. Pengujian disolusi digunakan untuk membuktikan kesesuaian dengan spesifikasi kampendial dan dapat merupakan persyaratan dalam registrasi obat. Disolusi digunakan pula selama pengembangan produk dan pengujian stabilitas sebagai bagian dari spesifikasi produk. Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi suatu obat dari sediaan dikelompokkan menjadi : Faktor terkait pada sifat fisika kimia obat Faktor terkait pada formulasi obat Faktor terkait dengan bentuk sediaan Faktor terkait pada obat uji disolusi Faktor terkait pada parameter pengujian disolusi Faktor terkait dengan sifat fisika kimia obat Factor yang mempengaruhi kelarutan Polimorfisme Keadaan amorf Asam bebas, basa bebas, bentuk garam Pembentukan kompleks, larutan padat Ukuran partikel Surfaktan Faktor yang mempengaruhi luas permukaan (tersedia) untuk disolusi Ukuran partikel Variabel manufakturing
III. ALAT DAN BAHAN Alat : 1. Penyangga (holder) pellet 2. Motor pemutar 3. Stopwatch 4. Spektrofotometer UV 5. Timbangan analitik 6. Alat-alat gelas 7. Tabung disolusi 8. Thermostat dengan penangan air Bahan : 1. Pellet bahan obat 2. Lilin cair 3. Medium disolusi 4. Reagensia
III.
CARA KERJA Dibuat pellet bentuk tablet dengan mencetak 300 mg bahan obat dengan tekanan 5 ton selama 5 menit.
Diletakkan pada penyangga lalu bagian atas dituangi lilin cair, sehingga hanya ada 1 pellet terbuka yang langsung dapat bersinggungan dengan medium disolusi.
Ditutup penyangga yang sudah berisi sampel lalu ditutup dan dihubungkan dengan motor pemutar.
Diatur suhu tabung percobaan yang telah diisi 250 mL medium disolusi dengan thermostat pada 37 0,50C.
Dicelupkan pellet yang sudah dipasang pada penyangga dalam medium disolusi.
Dipasang pada motor pemutar dan segera diputar dengan kecepatan 100 put/menit (jarak antara permukaan pellet dengan dasar tabung disolusi 2 cm).
Diambil sampel hasil disolusi tiap selang waktu dan cairan yang diambil segera diganti medium disolusi dengan volume yang sama.
Pembuatan kurva baku Stok asam salisilat yang disediakan 10 mg% Diambil larutan stok 10 mg% (kadar 1,5 ; 7,5 ; 10 ; 12,5)
Dibuat regresi liniernya. IV. ANALISIS CARA KERJA Pada percobaan uji disolusi intrinsic diaur suhu tabung yang telah diisi medium disolusi dengan thermostat pada 370,50C. hal ini ditujukan agar suhu percobaan sama dengan suhu tubuh sehingga bisa sesuai dengan keadaan yang sebenarnya jika obat di dalam tubuh. Langkah pada percobaan ini adalah mempersiapkan seerangkat alat disolusi kemudian pellet yang berupa zat murni dari asam salisilat anhidrat dimasukkan ke dalam penyangga sebelumnya, bagian atas dituangi lilin cair. Hal ini dilakukan agar hanya 1 pellet yang dapat saling bersinggungan dengan medium disolusi sehingga diperoleh hasil yang valid. Sapel diambil kemudian ditentukan kadarnya secara spektrofotometri dengan penambahan FeNO3 1% sehingga akan membentuk kompleks warna. Selainitu juga harus diperhatikan OT dari asam salisilat berkisar 5 10 menit, pada waktu tersebut terbentuk kompleks warna yang maksimal sehingga diperoleh nilai kadar dapat maksimal. Kadar asam salisilat ditetapkan secara spektrofotometri vis dengan serapan berdasarkan pembentukan warna kompleks.
V. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
HASIL DAN PERHITUNGAN Nama bahan obat (pellet) : Asam Salisilat Berat pellet : 0,4910 g Medium disolusi : air Diameter pellet : 1,3 cm Luas pellet : 2,065 cm2 Volume sampel : 5 mL KURVA BAKU ASAM SALISILAT Y = 0,00625 X + 0,00469 r = 0,9999
max = 526 nm Operating time = 5 menit a. Sampel obat T Kadar Tak Pengenceran Absorbansi (menit) (mg/mL) terkoreksi 2 1 0,008 0,53 0 5 1 0,072 10,77 0,0106 10 1 0,129 19,89 0,226 15 1 0,185 28,85 0,6238 20 25 30 45 60 75 90 1 1 1 1 1 2 2 0,254 0,296 0,346 0,521 0,685 0,480 0,458 39,89 46,61 54,61 82,61 108,85 76,05 72,53 1,2008 1,9986 2,9308 4,023 5,6752 7,8522 9,3732 C Koreksi 0,53 10,7806 20,116 29,4738 41,0908 48,6086 W 132,5 2695,15 5029 7368,45 10272,7 12152,15 2,65 A 50 1017,03 1897,73 2780,37 3876,5 4585,72 5428,38 8172,92 10804,35 7915,3 7726,72
57,5408 14385,2 86,633 21658,25 114,5262 28631,55 83,9022 20975,55 81,9032 20475,8
a. Menghitung Kadar Obat Y = 0,00625 X + 0,00469 T (menit) Absorbansi Kadar obat Y = 0,00625 X + 0,00469 0,008 = 0,00625 X + 0,00469 X = 0,5296 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,072 = 0,00625 X + 0,00469 X = 10,77 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,129 = 0,00625 X + 0,00469 X = 19,89 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,185 = 0,00625 X + 0,00469 X = 28,85 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,254 = 0,00625 X + 0,00469 X = 39,89 Y = 0,00625 X + 0,00469
0,008
0,072
10
0,129
15
0,185
20 25
0,254 0,296
30
0,346
45
0,521
60
0,685
75
0,480
90
0,296 = 0,00625 X + 0,00469 X = 46,61 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,346 = 0,00625 X + 0,00469 X = 54,61 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,521 = 0,00625 X + 0,00469 X = 82,61 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,685 = 0,00625 X + 0,00469 X = 108,85 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,480 = 0,00625 X + 0,00469 X = 76,05 Y = 0,00625 X + 0,00469 0,458 = 0,00625 X + 0,00469 X = 72,53 Pengenceran
+ faktor sebelumnya +0
+ faktor sebelumnya +0
= 1,2008 fk = 25 46,61 = = 1,9986 fk = 30 54,61 = = 2,9308 fk = 45 82,61 = = 4,023 fk = 60 108,85 = = 5,6752 fk = 75 76,05 = = 7,8522 fk = 90 72,53 = = 9,3732 c. Terkoreksi Terkoreksi = kadar + fk T (menit) 2 Kadar (mg/mL) 0,53 Fk 0 Terkoreksi Terkoreksi = kadar + fk = 0,53 + 0 = 0,53 Terkoreksi = kadar + fk = 10,77 + 0,0106 = 10,7806 Terkoreksi = kadar + fk = 19,89 + 0,226 + 7,8522 + 5,6752 + 4,023 + 2,9308 + 1,9986 + 1,2008 + faktor sebelumnya
+ faktor sebelumnya
+ faktor sebelumnya
+ faktor sebelumnya
+ faktor sebelumnya
+ faktor sebelumnya
5 10
10,77 19,89
0,0106 0,226
15
28,85
0,6238
20
39,89
1,2008
25
46,61
1,9986
30
54,61
2,9308
45
82,61
4,023
60
108,85
5,6752
75
76,05
7,8522
90
72,53
9,3732
= 20,116 Terkoreksi = kadar + fk = 28,85 + 0,6238 = 29,4738 Terkoreksi = kadar + fk = 39,89 + 1,2008 = 41,0908 Terkoreksi = kadar + fk = 46,61 + 1,9986 = 48,6086 Terkoreksi = kadar + fk = 54,61 + 2,9308 = 57,5408 Terkoreksi = kadar + fk = 82,61 + 4,023 = 86,633 Terkoreksi = kadar + fk = 108,85 + 5,6752 = 114,5262 Terkoreksi = kadar + fk = 76,05 + 7,8522 = 83,9022 Terkoreksi = kadar + fk = 72,53 + 9,3732 = 81,9032
d.
W (Jumlah Obat Terlarut) W = C koreksi volume medium T (menit) 2 C Koreksi 0,53 Volume medium 250 Jumlah obat terlarut W = C koreksi volume medium W = 0,53 250 = 132,5 W = C koreksi volume medium W = 10,7806 250 = 2695,15 W = C koreksi volume medium W = 20,116 250 = 5029 W = C koreksi volume medium
10,7806
250
10 15
20,116 29,4738
250 250
20
41,0908
250
25
48,6086
250
30
57,5408
250
45
86,633
250
60
114,5262
250
75
83,9022
250
90
81,9032
250
W = 29,4738 250 = 7368,45 W = C koreksi volume medium W = 41,0908 250 = 10272,7 W = C koreksi volume medium W = 48,6086 250 = 12152,15 W = C koreksi volume medium W = 57,5408 250 = 14385,2 W = C koreksi volume medium W = 86,633 250 = 21658,25 W = C koreksi volume medium W = 114,5262 250 = 28631,55 W = C koreksi volume medium W = 83,9022 250 = 20975,55 W = C koreksi volume medium W = 81,9032 250 = 20475,8
e. A (Luas Permukaan) A= = 2,65 T (menit) 2 5 10 15 20 25 30 45 60 W 132,5 2695,15 5029 7368,45 10272,7 12152,15 14385,2 21658,25 28631,55 A 50 1017,03 1897,73 2780,37 3876,5 4585,72 5428,38 8172,92 10804,35
2,65
20975,55 20475,8
7915,3 7726,72
VI.
PEMBAHASAN Disolusi merupakan proses dimana suatu zat padat melarut. Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlihat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni supaya partikel padat terdisolusi. Molekul solut pertama-tama harus memisahkan diri dari permukaan padatan, kemudian bergerak menjauhi permukaan memasuki pelarut, tergantung pada kedua proses ini dan cara bagaimana transport berlangsung. Perilaku disolusi dapat digambarkan secara fisika. Ada 3 dasar model fisika yang dapat menggambarkan mekanisme kecepatan disolusi yang terlibat dalam zat murni, yaknimodel lapisan difusi (diffusion layer model), model halangan antar muka (interfacial barier model), dan model dankwert (Dankwert model). Laju disolusi intrinsic dapat didefinisikan sebagai laju disolusi dari suatu zat aktif murni yang diperoleh dengan menjaga konstan kondisi-kondisi yang bisa mempengaruhi laju disolusi zat tersebut, yaitu luas permukaan, suhu, laju pengadukan, pH, dan kekuatan ionik dari medium disolusi yang digunakan. Dengan demikian, besarnya laju disolusi intrinsik suatu zat aktif tidak dipengaruhi oleh faktor formulasi sehingga bisa dijadikan ukuran kelarutan inharen obat tersebut di dalam medium disolusi. Pelarutan intrinsik merupakan pelarutan dari suatu serbuk yang mempertahankan luas permukaan yang tetap, yang biasanya dinyatakan dalam mg/cm2 menit. Obat-obat tersebut umumnya meliputi obat-obat yang kecepatan disolusinya sangat lambat yang disebabkan oleh kelarutannya yang sangat lambat yang disebabkan oleh kelarutannya yang sangat kecil. Dalam praktikum ini, bahan obat yang digunakan adalah Asam Salisilat dengan medium disolusi 250 mL dan volume sampel 5 mL, digunakan operating time yaitu 5 menitdan persamaan kurva baku Y = 0,00625 X + 0,00469 pada panjang gelombang 526 nm. Dalam proses disolusi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu luas permukaan padatan (obatnya), dimana massa yang sama ukuran lebih kecil, maka luas permukaan lebih besar, dispersibilitas (keterbagian) serbuk padatan dalam medium, porositas porinya banyak. Maka, apabila semakin luas permukaannya, pada proses ini ukuran partikel selalu berubah, semakin lama semakin kecil. Faktor kedua yang mempengaruhi adalah kelarutan, dimana konsentrasi jenuh (besaran yang
statis dengan kenaikan waktu akan tetap, tetapi termodinamik yang dipengaruhi oleh pH dan suhu). Konsentrasi ditentukan apabila volume rendah, kadar obat akan tinggi. Kelarutan tidak dipengaruhi oleh proses pengadukan, karena pengadukan hanya mempengaruhi proses melarutnya zat itu. Obat atau bahan obat yang memerlukan solven banyak untuk larut, berarti kelarutannya kecil, begitu juga sebaliknya. Dapat dinyatakan bahwa pH mempengaruhi kelarutan, asam-asam dengan kelarutan rendah akan mengendap (dalam ukuran kecil) tetapi akan terjadi redisolusi yang cepat terlarut. Uji disolusi pada praktikum ini menggunakan alat disolusi dengan menggunakan 250 mL, medium disolusi pH 1 8, pada suhu 370C dengan kecepatan putar 50 putaran permenit. Grafik hubungan W/A (massa terlarut persatuan luas) versus t (waktu) akan menghasilkan kurva yang mendekati gradient nol pada waktu pertama yaitu 2 menit, sebagi pendekatan Cs dan Ct. Cs merupakan kadar jenuh atau maksimal solute pada temperatur. Dari pengeplotan hasil praktikum, maka diperoleh sebuah garis lurus dari regresi linier t vs W/A yang merupakan slope, dan inilah yang dinamakan laju disolusi intrinsik. Persamaan kurva baku yang didapat yaitu 99,506x + 1521,9, sehingga didapatkan harga slope yang merupakan kecpatan disolusi intrinsik sebesar 99,506 mg/menit/cm2. Kecepatan disolusi intrinsik lebih dari 0,1 mg/menit/cm2 menunjukkan tidak ada masalah serius pada absorbansinya. Dari model fisikanya, merupakan model lapisan difusi karena terlihat bahwa kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas permukaan bahan obat dan kelarutannya.
VII. KESIMPULAN 1. Kecepatan disolusi intrinsik 99,506 mg/menit/cm2, kecepatan ini lebih dari 0,1 mg/menit/cm2 menunjukkan tidak ada masalah serius pada absorbansinya. 2. Sesuai dengan model lapisan difusi karena terlihat bahwa kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas permukaan bahan obat dan kelarutannya. 3. Hasil percobaan sesuai dengan teori yang jika kecepatan disolusi intrinsik < 0,1 mg/menit/cm2 menunjukkan masalah yang serius, namun pada percobaan > 0,1 mg/menit/cm2 menunjukkan sehingga tidak ada masalah serius. VIII. DAFTAR PUSTAKA Agoes. 2008. Seri Farmasi Industri Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkendali. ITB. Bandung Alache. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasetika, Edisi kedua. Airlangga University Press. Surabaya Shargel. 1998. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya Voight. 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta