Anda di halaman 1dari 18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

PERCOBAAN II
SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIKA (EKSTRAVASKULER)
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang
dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari perubahanperubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan
sebagai fungsi dari waktu. Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu ruangan
besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah oleh membranmembran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan ekskresi obat dari dalam
tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena
proses ini tergantung pada lintasan obat melalui membran tersebut (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Konsep dasar dari farmakokinetika adalah salah satunya memahami
parameter-parameter farmakokinetika, yaitu parameter farmakokinetika primer
meliputi volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorbsi (Ka),
sekunder meliputi kecepatan eliminasi (Ke) dan T1/2 dan turunan meliputi AUC
dan Css. Dengan konsep-konsep tersebut dilakukan simulasi in vitro dengan
menggunakan suatu model farmakokinetika untuk mengukur parameterparameter farmakokinetika dan lebih memahami setiap parameternya. Setelah
dibuat suatu model farmakokinetik dalam praktikum ini dapat digunakan untuk
karakteristirisasi suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib obat dalam
sistem biologis jika diberikan dengan suatu pemberian rute utama dan bentuk
dosis tertentu.
2. Dasar Teori
Farmakokinetika adalah suatu ilmu yang mempelajari kuantitas obat
dalam tubuh sehubungan dengan waktu. Dengan kata lain, farmakokinetika
mempelajari bagaimana proses-proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi terjadi, berdasarkan kadar obat yang terukur dalam cairan tubuh vs
waktu setelah pemberian (Waldon, D.J. 2008).

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

Suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, apabila
obat tersebut melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membrane sel
mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid
semipermeabel (Shargel and Yu, 1998). Secara praktis, makna klinik dari
parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tetapan kecepatan absorpsi (Ka)
Tetapan kecepatan absorpsi menggambarkan kecepatan absorpsi, yakni
masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari tempat absorpsinya. Bila
terjadi hambatan dalam proses absorpsi, akan didapatkan nilai Ka yang lebih
kecil. Satuan dari parameter ini adalah fraksi persatuan waktu (jam-1 atau
menit-1).
2. Waktu mencapai kadar puncak (tmax)
Nilai ini menunjukkan kapan kadar obat dalam sirkulasi sistemik mencapai
puncak. Hambatan pada proses absorpsi obat dapat dengan mudah dilihat dari
mundurnya/memanjangnya t max.
3. Kadar puncak (Cmax)
Kadar puncak adalah kadar tertinggi yang terukur dalam darah/serum/plasma.
Cmax ini umumnya juga digunakan sebagai tolok ukur, apakah dosis yang
diberikan cenderung memberikan efek toksik atau tidak. Dosis dikatakan
aman apabila kadar puncak obat tidak melebihi kadar toksik minimal (KTM).
4. Tetapan kecepatan eliminasi(Kel)
Tetapan kecepatan eliminasi menunjukkan laju penurunan kadar obat setelah
proses-proses kinetik mencapai keseimbangan. Nilai ini menggambarkan
proses eliminasi, walaupun perlu diingat bahwa pada waktu itu mungkin
proses absorpsi dan distribusi masih berlangsung.
5. Waktu paro eliminasi (t1/2)
Waktu paro eliminasi adalah waktu yang diperlukan agar kadar obat dalam
sirkulasi sistemik berkurang menjadi separonya. Rumusnya adalah 0,693/Kel.
6. Luas daerah di bawah kurva vs. waktu (AUC)
Nilai AUC (Area Under Curve) dapat dihitung pada berbagai periode
pengamatan, sesuai kebutuhan. Nilai ini menggambarkan derajad absorpsi,
yakni berapa banyak obat diabsorpsi dari sejumlah dosis yang diberikan. Bila
intensitas efek obat sangat erat kaitannya dengan kadar, secara tidak langsung

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

nilai ini juga akan menggambarkan durasi dan intensitas efek obat. (Joenoes,
Z. N. 2002)
Bentuk model yang menerangkan kinetik obat setelah pemberian ekstravaskuler
adalah:

Persamaan yang merangkan perubahan kadar obat dalam darah, plasma, serum,
atau sampel hayati lainnya pada tiap waktu (Ct) adalah:

F = ketersediaan hayati (bioavailabilitas)


Dev = dosis obat yang diberikan secara ekstravaskular
Dari persamaan terebut dapat diketahui bahwa semakin cepat atau banyak
obat yang diabsorpsi masuk ke dalam system sirkulasi atau semakin besar dosis,
maka semakin cepat dan tinggi kadar obat di dalam darah. Demikian sebaliknya,
semakin banyak obat yang terdistribusi ke dalam jaringan, semakin rendah kadar
obat di dalam darah (Hakim, L., 2011).

3. Tujuan Percobaan
a. Tujuan Umum : Memahami konsep farmakokinetika suatu obat.
b. Tujuan Khusus:
Mempelajari konsep farmakokinetika suatu obat dengan menggunakan
simulasi invitro.
Membedakan profil farmakokinetika suatu obat dengan dosis, rute
pemakaian, klirens, dan volume distribusi yang berbeda.

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

Menerapkan analisis farmakokinetika dalam perhitungan parameter


farmakokinetika.
B. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN
1. BAHAN
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah metilen merah dan air suling.
2. ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spektrofotometer, magnetic
stirrer, tabung reaksi, pipet ukur, gelas beaker 1L/2L, dan pipet volume 25 ml/30
ml.
C. CARA KERJA
1. Macam Percobaan
Simulasi
Dilakukan satu macam percobaan secara intravaskuler
I : Dosis 20 mg, klirens 200ml/15 menit, Vd 0,5 L
II : Dosis 10 mg, klirens 100ml/15 menit, Vd 0,5 L
III : Dosis 20 mg, klirens 200ml/15 menit, Vd 1 L
IV : Dosis 10 mg, klirens 100ml/15 menit, Vd 1 L
Hasil
2. Tahapan Percobaan
a. Pembuatan Larutan Baku Kerja Metilen Merah
Metilen Merah
Ditimbang 10 mg
Dilarutkan dalam 100 ml air suling
Larutan baku Induk 100 mcg/ml
Diencerkan dengan air suling sampai didapat
kadar 10;20;40;60;80;100 mcg/ml
Larutan Baku Kerja Metilen Merah
b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan Baku Kerja 2 dan 5 mcg/ml
Diukur panjang gelombang maksimum pada
spektrofotometer
Diamati nilai serapan pada 530-570 nm
Dibuat kurva serapan
Ditentukan maksimal
18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

Hasil
c. Pembuatan Kurva Baku
Larutan Baku Kerja
Dilakukan pengamatan serapan pada semua larutan baku
kerja pada maksimalyang telah didapat
Dibuat table pengamatan dari kurva kadar larutan baku kerja
terhadap serapan
Dihitung koefisien korelasinya dan dibuat persamaan
garisnya
Hasil
d. Simulasi Model Farmakokinetika Invitro
Rute Ekstravaskuler, kompartemen satu terbuka
Gelas beaker
Diisi air suling secara kuantitatif , sesuai dengan nilai Vd
Dijalankan alat stirrernya
Ditambah metilen merah 1/5-1/4 dosis ke dalam gelas beker
sesuai dengan dosis yang telah ditentukan sebelumnya
Dihomogenkan
Diambil sampel larutan metilen merah berkali kali sebesar
nilai Cl dan segera digantikan volume yang diambil dengan
air suling

Dilakukan berulang sampai semua dosis metilen merah


masuk
Dilakukan pengambilan sampel larutan metilen merah
berkali-kali sebesar Cl dan segera digantikan volume yang
diambil dengan air suling
Diukur serapan sampel pada maksimalyang telah
diperoleh
Digunakan air suling sebagai blanko
Dihitung parameter farmakokinetika
Hasil

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

D. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


60 g/ml
M1.V1 = M2.V2
200g /ml. V1 = 60 g/ml. 10 ml
V1 = 3 ml ad 10 ml
40 g/ml
M1.V1 = M2.V2
80 g/ml. V1 = 40 g/ml. 10 ml
V1 = 5 ml ad 10 ml
20 g/ml
M1.V1 = M2.V2
100 g/ml. V1 = 20 g/ml. 10ml
V1 = 2 ml ad 10 ml
10 g/ml
M1.V1 = M2.V2
100 g/ml. V1 = 10 g/ml. 10ml
V1 = 1 ml ad 10 ml

1. Pembuatan kurva baku


10 mg ad 50 ml = 10 mg/ 50 ml
= 0,2 mg/ ml
= 200 g/ ml
2. Pengenceran
100 g/ml
M1.V1 = M2.V2
200 g/ml. V1 =100 g/ml. 10 ml
V1 = 5 ml ad 10 ml
80 g/ml
M1.V1 = M2.V2
200g /ml. V1 = 80 g/ml. 25 ml
V1 = 10 ml ad 25 ml

3. Perhitungan AUC, t1/2 dan K


AUCI = (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (9,99+0) x (15-0)
2
= 74,925 g.menit/ml

2
= (15,69+26,69) x (75-60)
2
= 317,85 g.menit/ml
AUCVI = (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (9,19+15,69) x (90-75)
2
= 186,6 g.menit/ml
AUCVII = (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (5,19+9,19) x (105-90)
2
= 107,85 g.menit/ml
AUCVIII = (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (2,89+5,19) x 15
2
= 60,6 g.menit/ml
AUCIX = (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (1,49+2,89) x (135-120)

AUCII = (C1+C0) x (t1-t0)


2
= (16,09+9,99) x (30-15)
2
= 195,6 g.menit/ml
AUCIII = (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (19,89+16,09) x (45-30)
2
= 269,85 g.menit/ml
AUCIV = (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (26,69+19,89) x (60-45)
2
= 349,35 g.menit/ml
AUCV = (C1+C0) x (t1-t0)

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

2
= 32,85 g.menit/ml
AUCtot = AUCI+AUCII+AUCIII
+AUCIV+AUCV+AUCVI
+AUCVII+AUCVIII+AUCIX
= 74,925 + 195,6 + 269,85 +
349,35 + 317,85 + 186,6 +
107,85 + 60,6 + 32,85
= 1595,475 g.menit/ml

Ke = 2,303 x (-b)
= 2,303 x (-(-0,016))
= 0,037 ppm/menit
Harga t1/2
t1/2 =
t1/2 =

0,037

t1/2 = 18,73 menit

Harga Ke
4. Penimbangan Bahan Baku
Berat Wadah
Berat Metilen Merah
Berat Wadah + Metilen Merah

0 mg
10 mg
10 mg

Penimbangan Metilen Merah Sampel

Berat Wadah
Berat Metilen Merah
Berat Wadah + Metilen
Merah

217 mg
5 mg
223 mg

Berat Wadah
Berat Metilen Merah
Berat Wadah + Metilen
Merah

189,3 mg
5 mg
183,8 mg

Berat Wadah
Berat Metilen Merah
Berat Wadah + Metilen
Merah

190,3 mg
5 mg
185,3 mg

Berat Wadah
Berat Metilen Merah
Berat Wadah + Metilen
Merah

196,4 mg
5 mg
189,2 mg

5. Pembuatan Kurva Baku


Kadar

Absorbansi (A)

10 ppm

0,165 A

20 ppm

0,254 A

40 ppm

0,466 A

60 ppm

0,687 A

max = 530 nm
R = 0,999
a = 0,0581
b = 0,01
y = 0,0581 + 0,01 x

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

80 ppm

0,898 A

100 ppm

1,073 A

6. Tabel Nilai Serapan Metilen Merah pada Berbagai Model


Kel

II

III

t (s)

Absorbansi (A)

Kadar (C)

Log (C)

0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135
0
15
30
45
60
75
90
105
120
135

0
0,158
0,219
0,257
0,325
0,215
0,150
0,110
0,087
0,073
0
0,143
0,205
0,256
0,283
0,240
0,201
0,172
0,148
0,129
0
0,125
0,160
0,191
0,211
0,180
0,154
0,134
0,120
0,105

0
9,99
16,09
19,89
26,69
15,69
9,19
5,19
2,89
1,49
0
8,49
14,69
19,79
22,49
18,19
14,29
11,39
8,99
7,09
0
6,69
10,19
13,29
15,29
12,19
9,59
7,59
6,19
4,69

0
0,999
1,206
1,298
1,426
1,195
0,963
0,715
0,460
0,173
0
0,928
1,167
1,296
1,351
1,259
1,155
1,056
0,953
0,850
0
0,825
1,008
1,123
1,184
1,086
0,981
0,880
0,791
0,671

18

t vs log c
a = 2,44
b = - 0,016
R = -0,999

a = 1,758
b = - 0,0067
R = -0,999

a = 1,5916
b = - 0,0067
R = - 0,999

Ke :
0,037
ppm/mnt
T1/2 :
18,73 mnt

Ke :
0,0154
ppm/mnt
T1/2 :
45 mnt

Ke :
0,0155
ppm/mnt
T1/2 : 44,7
mnt

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

IV

0
15
30
45
60
75
90
105
120
135

0
0,081
0,103
0,128
0,151
0,140
0,132
0,123
0,117
0,111

0
2,29
4,49
6,99
9,29
8,19
7,39
6,49
5,89
5,29

0
0,36
0,66
0,85
0,97
0,91
0,87
0,81
0,77
0,72

a = 1,1629
b = - 0,0033
R = -0,998

7. Tabel Nilai AUC


Kelompok
AUC
I
1595,475 g menit/mL
II
1522,875 g menit/mL
III
1250,475 g menit/mL
IV
804,975 g menit/mL
8. Kurva Larutan Metilen Merah
Kurva Larutan Baku

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Kelompok 4

18

Ke :
0,0075
ppm/mnt
T1/2 : 92,4
mnt

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

Kelompok 3

Kelompok 4

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

E. PEMBAHASAN
Percobaan simulasi model in vitro farmakokinetik ini bertujuan untuk
menjelaskan proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian secara
ektravaskuler dan mengetahui profil farmakokinetik obat. Dalam metode ini, suatu
wadah digambarkan sebagai kompartemen tubuh dimana obat mengalami profil
farmakokinetik dari absorpsinya hingga eliminasi obat. Sampel untuk percobaan ini
yaitu metilen merah yang akan di uji aktifitas farmakokinetiknya dengan
menggunakan metode model in vitro.
Perbedaan pemberian secara intravaskuler dan ekstravaskuler pada
praktikum adalah perlakuan dalam menambahkan obat dalam suatu wadah yang
dianggap kompartemen tubuh untuk membedakan profil absorbsi dan eliminasi.
Pada pemberian intravaskuler dosis obat (20 mg) dimasukkan pada waktu 0
kemudian diambil klirensnya seketika setelah obat homogen dalam wadah, hal
tersebut diibaratkan obat langsung masuk ke saluran sistemik tanpa melalui proses
absorbsi. Sedangkan pemberian ekstravaskuler pada waktu 0 tidak ada obat pada
sirkulasi sistemik (tidak ada obat yang dimasukkan dalam wadah) kemudian
dilakukan klirens yang pertama, setelah klirens pertama obat dimasukkan dalam
wadah hingga menit ke-60 dengan dosis yang sama. Hal tersebut menunjukkan
bahwa obat secara ekstravaskuler mengalami proses absorbsi dengan konsentrasi
yang meningkat sebelum dieliminasi. Pada menit ke-60 hingga 135 konsentrasi
menurun seiring terjadinya proses distribusi dan eliminasi.
Pembuatan larutan baku induk metilen merah 200 ppm dibuat dengan cara
melarutkan 10 mg metilen merah dalam 50 ml air suling. Dari larutan baku induk
dibuat konsentrasi bertingkat 10;20;40;60;80;100 g/ml. Larutan baku kerja tersebut
kemudian di uji dalam spektrofotometer untuk menentukan nilai absorbansinya
hingga didapatkan persamaan linier dan regresinya.
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada
pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik
tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular
umumnya obat mengalami absorpsi. Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik,
obat akan didistribusikan, sebagian mengalami pengikatan dengan protein plasma
dan sebagian dalam bentuk bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai
ditempat kerjanya dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa
biotransformasi obat diekskresikan dari dalam tubuh melalui organ-organ ekskresi,
terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses ini berjalan serentak. Perbedaan
jalur pemberian obat menyebabkan ketersediaan obat dalam cairan tubuh berbeda
pula. Intravascular memiliki bioavailibilitas yang lebih tinggi (100%) karena obat
langsung
didistribusikan
ke
sistemik.
Sedangkan
pada

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

ekstravaskular,bioavailibilitasnya lebih rendah dibanding intravascular. Hal ini


dikarenakan obat mengalami proses absorpsi terlebi dahulu (Zunilda,.dkk, 1995).
Perbedaan selanjutnya terjadi pada kurva berikut :

Gambar 1. Kurva ekstravaskular

Gambar 2. Kurva intravaskular

Parameter farmakokinetika dari kedua jalur pemberian obat tersebut terdapat


sedikit perbedaan, yaitu pada proses absorpsi. Parameter yang digunakan adalah
tetapan kecepatan absorpsi (Ka). Absorpsi adalah proses perpindahan obat dari
tempat pemberian/aplikasi menuju ke sirkulasi/peredaran darah yang selanjutnya
mencapai target aksi obat. Tetapan kecepatan absorbs (Ka) menggambarkan
kecepatan absorbsi, yaitu masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik dari
absorbsinya (saluran cerna pada pemberian oral, jaringan otot pada pemberian
intramuskular). Parameter inilah yang membedakan antara ekstravaskular dengan
intravascular. Hal ini dikarenakan saat pemberian intravascular, obat langsung
masuk ke sistemik, tidak melalui proses absorpsi dulu (Neal, 2006).
Proses distribusi diilustrasikan oleh larutan dalam gelas beker. Parameter
farmakokinetika yang digunakan yaitu Volume distribusi (Vd) merupakan volume
hipotesis cairan tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat
pada konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam darah (Ansel, 2006).
Digunakan satu wadah sebagai ilustrasi model kompartemen satu terbuka. Model ini
menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan
perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan (Shargel, 1988).
Klirens merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan
eliminasi obat yang merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang
dibersihkan dari kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum eliminasi
obat terjadi pada ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang
merupakan jumlah dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler, 1991).
Setiap pengambilan larutan klirens pada wadah ditambahkan kembali air
suling sebanyak 200 ml untuk menggambarkan kondisi sink dalam tubuh. Tahap
selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap larutan dengan menggunakan

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

spektrofotometer UV-VIS pada 530 nm untuk menentukan kadar metilen merah yang
diekskresikan per satuan waktu. Hasil absorbansi setiap larutan digunakan untuk
menentukan konsentrasinya dengan menggunakan kurva baku metilen merah yang
telah diketahui sebelumnya.
Hasil pengamatan dapat diketahui bahwa konsentrasi metilen merah
mengalami kenaikan kadar, lalu mencapai puncak pada konsentrasi tertentu hingga
mengalami penurunan kadar yang sebanding dengan selang waktu dari larutan yang
diambil. Proses absorpsi terjadi pada menit ke-0 hingga konsentrasi tertinggi pada
menit ke-60 yang ditunjukkan dengan adanya grafik yang naik. Selanjutnya proses
distribusi dan eliminasi terjadi pada menit ke-60 hingga 135 di mana terjadi
penurunan grafik.
Berdasarkan percobaan pemberian obat melalui intravena, dapat diketahui
parameter primer yang menunjukan profil farmakokinetiknya yaitu volume
distribusi sebesar 500 ml dan klerens sebesar 200ml/15 menit. Ka tidak dihitung
karena pada percobaan ekstravaskular ini yang dibuat grafik regresi linier hanya
mulai menit ke-60 hingga 135. Dari parameter primer didapatkan parameter
sekunder berupa t1/2 sebesar 18,73 menit dan harga K sebesar 0,037/menit.
Kemudian adapula parameter turunan salah satunya AUC dari sample metilen
merah didapatkan nilai sebesar 1595,475 g menit/mL. AUC (Area Under Curve)
adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya
kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan
merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk
membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan
eliminasinya tidak mengalami perubahan (Waldon, 2008).
Waktu paruh yang diberi simbol T1/2 merupakan waktu yang diperlukan
tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula. Obat dengan T1/2
pendek akan berada di dalam tubuh lebih singkat dibanding dengan yang
mempunyai T1/2 panjang. Pada aplikasinya, obat dengan T1/2 pendek perlu diberikan
dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk
mempertahankan kadar efektif di dalam darah (Hakim, L, 2011). Hasil percobaan
dari ke empat kelompok menunjukkan perbedaan t1/2. Dari keempat t1/2 tersebut,
kelompok 1 memperoleh t1/2 yang lebih pendek dari kelompok lain. Hal ini
menunjukkan bahwa proses eliminasi obat yang terjadi di dalam tubuh secara cepat
sehingga dalam waku singkat, separuh konsentrasi obat dapat dikeluarkan dari
tubuh.
Luas daerah di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu dari t = 0
sampai t = ~ (AUC < 0-~) menunjukkan suatu ukuran dari jumlah total obat aktif
yang mencapai sirkulasi sistemik AUC tidak tergantung pada rute pemberian dan
proses eliminasi obat selama proses eliminasi obat tidak berubah. AUC dapat

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

ditentukan dengan suatu prosedur integrasi numeric, metode rumus trapesium atau
secara langsung dengan menggunakan planimeter. Satuan AUC adalah konsentrasi
waktu (misalnya, mg jam/ml) (Ganiswara, S.G., 1995).
Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan t(s) sebagai sumbu x dan log (C) sebagai
sumbu y, sehingga diperoleh t versus log C. Dari kurva tersebut diperoleh nilai
a=2,44 ; b=-0,016 dan R=-0,999. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut
memasuki rentang 0-1. Nilai tersebut sebanding dengan hasil kelompok lain yang
rata-rata memiliki nilai R=-0,99, sedangkan nilai regresi yang paling baik yaitu 1
(Makoid, M.C., Vuchetich, P.J.N and Banakar, U.V., 1999). Berdasarkan keempat
kelompok, didapatkan bahwa nilai AUC terbaik diperoleh oleh kelompok 1, yaitu
1595,475 g menit/mL. nilai tersebut tergolong tinggi jika dibanding nilai AUC
kelompok lain.
F. KESIMPULAN
Simulasi model in vitro farmakokinetika digunakan untuk menguji profil
farmakokinetika obat dalam suatu wadah yang digambaran seperti kompartemen
darah dalam tubuh sebagai tempat didistribusikan dan dieliminasikannya obat.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diketahui profil farmakokinetika
metilen merah dari beberapa parameter yaitu parameter primer berupa Vd sebesar
500ml dan klirens (Cl) sebesar 200ml/15 menit. Parameter sekunder yang diketahui
yaitu berupa t1/2 sebesar 18,73 menit dan harga Ke sebesar 0,037 ppm/menit,
sedangkan parameter turunan yaitu AUC dari sample metilen merah didapatkan
nilai sebesar 1595,475 g.menit/ml.
G. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C., 2006, Pharmaceutical Calculations: the pharmacists handbook,
Lippicontt William and Wilkins, Philadelpia.
Ganiswara, S.G.,1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi Keempat, Jakarta: Bagian
Farmakologi FKUI, Hal: 3 6.
Hakim, L, 2011, Farmakokinetik Klinik. Yogyakarta : PT Bursa Ilmu.
Joenoes, ZN, 2002, Arsprescribendi jilid 3, Airlangga University Press: Surabaya.
Makoid, M.C., Vuchetich, P.J.N and Banakar, U.V., 1999, Basic Pharmacocinetic,
First edition, Pakistan: Virtual University Press.
Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat. Edisi kelima. Penerjemah: Mathilda B
Widianto, Bandung: Penerbit ITB, Hal. 5, 51, 358.
Neal, Michael J., 2006, Farmakologi Medis, Edisi kelima, Jakarta: Erlangga.
Shargel, 1998, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya: Airlangga
University Press.

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

Tjay dan Rahardja, 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek
Sampingnya, Edisi V, Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Waldon, D.J., 2008, Pharmacokinetics and Drug Metabolism. Cambridge: Amgen,
Inc., One Kendall Square, Building 1000, USA.
Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi, Dalam
Farmakologi dan Terapi, Penerjemah: Bagian farmakologi FKUI, Jakarta:
Universitas Press.
H. LAMPIRAN
1. Apa yang dimaksud dengan model farmakokinetika dan mengapa diperlukan model
farmakokinetika ? sebutkan macamnya !
Jawab: Model farmakokinetika merupakan penggambaran sistem biologik yang
kompleks yang dibuat penyederhanaan anggapan mengenai pergerakan obat
(Sriwidodo, 1985). Model Farmakokinetik merupakan suatu hubungan matematik
yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang
diperiksa. Tujuan dibuat model farmakokinetika ialah untuk menyederhanakan
struktur tubuh (hewan atau manusia) yang begitu kompleks menjadi model
matematik yang sederhana, sehingga mempermudah menerangkan nasib obat
(ADME) di dalam tubuh (Hakim, 2012).
Model farmakokinetik berguna untuk (Shargel & Yu, 1988):
Memperkirakan kadar obat dalam plasma, jaringan dan urine pada berbagai
pengaturan dosis
Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual
Memperkirakan kemungkinan akumulasi obat dngan aktivitas farmakologi
atau metabolit metabolit
Menghibungakan kemungkinan konsentrasi obat dengan aktivitas
farmakologik atau toksikologik
Menilai perubahan laju atau tingkat availabilitas antar formulasi
Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhi absorbsi,
distribusi dan eliminasi
Menjelaskan interaksi obat
Macam macam model farmakokinetika
1. Model Mammillary
Model terdiri atas satu atau lebih kompartemen perifer yang dihubungkan ke
suatu kompartemen sentral. Kompartemen sentral mewakili plasma dan
jaringan-jaringan yang perfusinya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan
dengan obat. Model mamillary dapat dianggap sebagai suatu sistem yang
berhubungan secara erat, karena jumlah obat dalam setiap kompartemen dalam

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

setiap sistem tersebut dapat diperkirakan setelah obat dimasukkan ke dalam


suatu kompartemen tertentu. Menurut Mammillary model kompartemen dibagi
menjadi :
a. Kompartemen satu terbuka iv
Perfusi terjadi sangat cepat seperti tanpa proses distribusi sebab distribusi
tidak diamati karena terlalu cepatnya. (Hanya ada satu fase yaitu eliminasi).
b. Kompartemen satu terbuka ev
Sebelum memasuki kompartemen sentral, obat harus mengalami absorbsi.
(Terdiri dari 2 fase yaitu absorbsi dan eliminasi).
c. Kompartemen 2 terbuka intravaskuler
Kompartemen dianggap hanya satu dan ada proses distribusi dari sentral ke
perifer atau sebaliknya. Tidak ada proses absorbsi tetapi ada proses
eliminasi.
d. Kompartemen 2 terbuka ekstravaskuler
Obat mengalami proses absorpsi, distribusi dan eliminasi.
2. Model Caternary
Dalam farmakokinetika model mammilary harus dibedakan dengan macam
model kompartemen yang lain yang disebut model caternary. Model caternary
terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain
menjadi satu deretan kompartemen. Sebaliknya, model mammilary terdiri atas
satu atau lebih kompartemen yang mengelilingi suatu kompartemen sentral.
3. Model Fisiologik (Model Aliran)
Model fisiologik juga dikenal sebagai model aliran darah atau model perfusi,
merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik dan
fisiologik yang diketahui. Makna yang nyata dari model fisiologik adalah dapat
digunakannya model ini dalam memprakirakan farmakokinetika pada manusia
dari data hewan. Jadi, parameter-parameter fisiologik dan anatomik dapat
digunakan untuk memprakirakan efek obat pada manusia berdasar efek obat
pada hewan (Shargel dan Yu, 1988)
2.

Apa yang dimaksud dengan volume distribusi dan klirens suatu obat ?
Jawab: Volume distribusi merupakan parameter yang menerangkan seberapa luas
suatu obat terdistribusi dalam tubuh. Volume ini tidak bermakna faal atau tidak ada
kaitannya dengan faal. Volume distribusi dipengaruhi oleh :
Perfusi darah Yaitu seberapa cepat dan banyak obat masuk dalam darah.
Lipofilitas obat
Seberapa kuat obat terikat oleh protein plasma, protein darah maupun
protein jaringan

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

Vd = Jumlah obat di dalam tubuh / C


Klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang berhubungan
dengan konsentrasi obat :
CL = Laju Eliminasi / C
Klirens dapat dirumuskan berkenaan dengan darah (CLb), plasma (CLp) atau
bebas dalam urin (CLu), bergantung pada konsentrasi yang diukur. Eliminasi obat
dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi dalam ginjal, paru, hati dan
organ lainnya. Dengan membagi laju terjadi pada setiap organ dengan konsentrasi
obat yang menuju pada organ menghasilkan klirens pada masing- masing obat
tersebut. Kalau digabungkan klirens-klirens yang terpisah sama dengan klirens
sistemik total (Katzung, 2001).
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ
dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume
distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005). Untuk beberapa obat
rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Obat - obat yang
diberikan secara oral diabsorbsi secara normal dalam duodenal dari usus halus dan
ditransport melalui pembuluh mesenterika menuju vena porta hepatik dan ke hati
sebelum ke sirkulasi sistemik. Obat-obat yang dimetabolisme dalam jumlah besar
oleh hati atau sel-sel mukosa usus halus menunjukkan avaibilitas sistemik yang
jelek jika diberikan secara oral. Metabolisme secara oral sebelum mencapai sirkulasi
umum disebut first pass effect atau eliminasi presistemik (Shargel, 2005).
3.

Parameter farmakokinetika mana yang dikaitkan dengan jumlah obat dalam tubuh
untuk pengukuran kadar obat dalam plasma ?
Jawab: Parameter farmakokinetik yang berkaitan dengan jumlah obat dalam tubuh
untuk mengukur kadar obat didalam plasma adalah volume ditribusi. Volume
distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut. Vd adalah salah
satu faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam
tubuh. Vd merupakan suatu parameter yang berguna untuk menilai jumlah relatif
obat di luar kompartemen sentral atau dalam jaringan. Volume distribusi
menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat (C) dalam darah
atau plasma (Shargel dan Yu, 2005).
Obatobat yang memiliki volume distribusi yang sangat tinggi mempunyai
konsentrasi yang lebih tinggi di dalam jaringan ekstravaskular daripada obat-obat
yang berada dalam bagian vaskular yang terpisah, yakni obat-obat tersebut tidak
didistribusikan secara homogen. Sebaliknya, obat-obat yang dapat bertahan secara
keseluruhan di dalam bagian vaskular yang terpisah, pada dasarnya mempunyai

18

Laporan Akhir Praktikum Farmakokinetika Dasar

kemungkinan minimum Vd yang sama dengan komponen darah di mana komponenkomponen tersebut didistribusi (Angestiarum, 2015).
4.

Jelaskan faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis
yang sama diberikan pada pasien yang berbeda?
Jawab: faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis
yang sama diberikan pada pasien yang berbeda adalah
Berat badan : obat yang besifat lipofilik ketika terjadi kenaikan berat badan
makan volume distribusinya pun akan mengalami peningkatan sehingga kadar
obat daram darah sedikit sedangkan obat yang bersifat hidrofilik tidak
berpengaruh ketika terjadi kenaikan berat badan.
Aliran darah : semakin cepat aliran darah, kecepatan absorbsi semakin besar
sehingga obat lebih cepat dimetabolisme atau berada dalam plasma.
Protein plasma : albumin salah satunya apabila obat banyak yang terikat kuat
pada protein plasma mempunyai Vd yang kecil serta kadar obat dalam darah
tinggi.

18

Anda mungkin juga menyukai