Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA & FARMAKOKINETIKA

“SIMULASI MODEL IN VITRO FARMAKOKINETIKA OBAT SETELAH


PEMBERIAN SECARA INFUS INTRAVENA 2 KOMPARTEMEN
TERBUKA”

KELOMPOK 3B 2015:

1. Sonia Warda Qistia 11151020000054


2. Zahrotul Anis 11151020000060
3. Afifah Amatullah 11151020000066
4. Aliyatul Himmah 11151020000067
5. Siti Maryam 11151020000069
6. M. Hugo Syavisfa 11151020000108

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya Laporan Biofarmasetika dan farmakokinetika tentang “Simulasi
Model In Vitro Farmakokinetik Obat Setelah Pemberian Secara Intravena 2
Kompartemen Terbuka” ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum


Biofarmasetika dan Farmakokinetika pada Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Laporan ini disusun berdasarkan literatur yang terpercaya,
diakui dan dapat dijadikan rujukan dalam menyusun sebuah karya ilmiah.

Dalam penulisan laporan ini, kami menggunakan Bahasa Indonesia yang


sederhana, singkat, padat dan jelas. Kami berharap laporan ini dapat memberikan
manfaat baik kepada penulis maupun pembaca.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


baik langsung maupun tidak langsung sehingga Laporan Praktikum Biofarmasetika
dan Farmakokinetika ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, sehingga kami
berharap pembaca dapat memberi kritik dan saran guna perbaikan laporan ini.

November 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aktivitas serta toksisitas suatu obat tergantung pada lama keberadaan dan
perubahan zat aktif di dalam tubuh. Aktivitas ini dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Nasib obat di dalam tubuh dikenal dengan istilah
farmakokinetika. Fase farmakokinetik ini merupakan salah satu unsur penting
yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat biofase dan
selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat. Fase farmakokinetika terdiri
dari absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi.
Farmakokinetika obat dapat diilustrasikan dalam model yang dikenal
dengan istilah model farmakokinetika atau kompartemen. Model
farmakokinetik sendiri dapat memberikan penafsiran yang lebih teliti tentang
hubungan kadar obat dalam plasma dan respons farmakologik. Salah satu model
kompartemen yang biasa digunakan untuk perhitungan farmakokinetika adalah
model kompartemen satu terbuka.
Mempelajari ilustrasi model kompartemen secara teoritis perlu di dukung
dengan aplikasi untuk lebih memudahkan pemahaman mahasiswa. Oleh sebab
itu, pada praktikum ini dilakukan praktikum model farmakokinetika in vitro
intravena 2 kompartemen terbuka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses farmakokinetika obat didalam tubuh setelah
pemberian secara bolus intravena dengan simulasi model in vitro
farmakokinetik obat mengikuti model dua kompartemen terbuka?
2. Apa perbedaan prinsip model satu kompartemen dan dua kompartemen
pada pemberian i.v bolus?
3. Bagaimana cara menentukan berbagai parameter farmakokinetik pada
model 2 kompartemen terbuka?
4. Bagaimana cara memplot data kadar obat dalam fungsi waktu dan skala
semilogaritmik?
1.3 Tujuan
1. Dapat menjelaskan proses farmakokinetika obat didalam tubuh setelah
pemberian secara bolus intravena dengan simulasi model in vitro
farmakokinetik obat mengikuti model dua kompartemen terbuka.
2. Mampu membedakan prinsip model satu kompartemen dan dua
kompartemen pada pemberian i.v bolus.
3. Mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetik pada model 2
kompartemen terbuka.
4. Mampu memplot memplot data kadar obat dalam fungsi waktu dan skala
semilogaritmik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek
tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi (Ganiswara, 2007).
Adapun parameter farmakokinetik yang digunakan untuk mengetahui
bioavabilitas suatu obat adalah (Ganiswarna :2005).
1. Daerah dibawah kurva (Area Under Curva) adalah integritasi batas obat di dalam
darah dari waktu t = o hingga t, dimana besar AUC berbanding lurus dengan
jumlah total obat yang diabsorbsi. AUC merupakan salahsatu parameter untuk
menentukan bioavabilitas. Cara yang paling sederhana untuk menghitung AUC
adalah dengan metode trapezoid.
2. Volume distribusi adalah suatu parameter farmakokinetik yang menggambarkan
luas dan intensitas distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi bukan
merupakan vilume yang sesungguhnya dari ruang yang ditempati obat dalam
tubuh, tetapi hanya volume tubuh. Besarnya volume distribusi dapat digunakan
sebagai gambaran, tingkat distribusi obat dalam darah.
3. Konsentrasi Tinggi Puncak (Cpmax) adalah konsentrasi dari obat maksimum yang
diamati dalam plasma darah dan serum pemberian dosis obat. Jumlah obat
biasanya dinyatakan dalam batasan konsentrasinya sehubungan dengan volume
spesifik dari darah, serum dan plasma.
4. Waktu Puncak (tmax) adalah waktu yang dibutuhkan unsure untuk mencapai level
obat maksimum dalam darah (tmax). serta parameter ini menunjukan laju absorsi
obat dari formulasi. Laju absorbsi obat, menentukan waktu diperlukan untuk
dicapai konsentrasi efektif minimum dan dengan demikian untuk awal dari efek
farmakolpgis yang dikendaki.
5. Waktu paruh obat (t½) adah gambaran waktu yang dibutuhkan untuk suatu level
aktivitas obat dan emnjadi separuh dari leval asli atau level yang dikendaki
6. Tetapan absorbsi (Ka) adalah parameter yang mengambarkan laju absorbsi suatu
obat, dimana agar suatu obat diabsorbsi mula-mula obat harus larut dalam cairan.
7. Tetapan eliminasi (K) adalah parameter yang gambarkan laju eliminasi suatu
obat tubuh. Dengan ekskresinya obat dan metabolit obat, aktivitas dan
keberadaan obat dalam tubuh dapat dikatakan berakhir.
Farmakologi medis adalah ilmu mengenai zat-zat kimia (obat) yang
berinteraksi dengan tubuh manusia. Interaksi-interaksi ini dibagi menjadi dua jenis
(Neal, 2006) :
1. Farmakodinamik, yaitu efek obat terhadap tubuh, dan
2. Farmakokinetik, yaitu bagaimana tubuh mempengaruhi obat dengan berlalunya
waktu (yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi).
Ada banyak cara “pengiriman” obat atau memasukannya kedalam tubuh. Ada
beragam “rute” mulai menelan melalui mulut (oral), ke kulit melalui permukaan
tubuh (topical), disuntikkan kebawah kulit (subkutan), disuntikkan langsung ke
pembuluh darah (Intravena), atau disuntikkan pada oto (Intramuskular) (Parker,
2007).
Obat dapat diberikan secara oral atau parenteral (yakni melalui jaur
nongastrointestinal) (Neal, 2006).
Parenteral, bukan melalui saluran pencernaaan tetapi dengan penyuntikan
lewat jalur lain, seperti subkutan, intramuscular dan lain-lain (Dorland, 2011).
Obat-obat parenteral diberikan melalui injeksi yang meliputi rute pemberian
secara intravena, intramuscular, subkutan, intratecal, dan intraarteri.Oleh karena itu,
obat-obat ini harus memenuhi standar sterilisasi dan osmolaritas yang ketat.Selain
itu, karena obat-obat ini diinjeksikan secara kedalam jaringan atau aliran darah,
setiap kesalahan perhitungan dapat menyebabkan efek samping yang serius (Ansel,
2006).
Bentuk sediaan parenteral (di luar usus) dapat berupa larutan, suspense,
emulsi, dan serbuk steril dalam air atau minyak (Syamsuni, 2006).
Jika obat diberikan secara suntikan intravena, maka obat masuk ke dalam
darah dan secara cepat terdistribusi kejaringan.Penurunan konsentrasi obat dalam
plasma dari waktu kewaktu (yaitu kecepatan eliminasi obat) dapat diukur (kanan
atas) dengan mengambil sampel darah secara berulang.Pada awalnya serigkali
konsentrasi menurun dengan cepat, namun kemudian kecepatan penurunan
berkurang secara progresif.Kurva tersebut disebut eksponensial, dan hal ini berarti
pada waktu tertentu terjadi eliminasi fraksi konstan pada obat dalam satu satuan
waktu. Banyak obat menunjukkan suatu penurunan eksponensial dalam konsentrasi
plasma karena kecepatan kerja proses eliminasi obat biasanya proporsional
terhadap konsentrasi obat dalam plasma (Neal, 2006).
Proses yang terlihat adalah(Neal, 2006) :
1. Eliminais urin oleh filtrasi glomerulus
2. Metabolisme, biasanya oleh hati
3. Ambilan oleh hati dan selanjutnya eliminasi melalui empedu
Suntikan intravena.Obat langsung masuk kedalam sirkulasi dan tidak
melewati sawar absorpsi (Neal, 2006).
Segera sesudah infuse dari pemberian bahan intravena ,konsentrasi obat
dalam darah maksimum, yang diindikasikan sebagai Cmax dalam gambar 1. untuk
pemberian obat oral, untuk yang diabsorpsi kedalam darah lebih lambat dari pada
dengan pemberian obat intravena, hal ini memudahkan untuk mengumpulkan
sampel darah pada variasi waktu setelah pemberian dan mengamati kenaikan
konsentrasi dari obat, atau hasil biotransformasinya dan mencatat waktu yang
dilewati, Tmax, untuk daerah konsentrasi maksimum, Cmax, penggambaran
konsentrasi obat dengan waktu dan mencocokkan poin percobaan untuk
memberikan garis lengkung tunggal pada kecepatan yang konstan, k, dan waktu
paruh, t½ , pada hilangnya garis lengkung, dengan pemberian AUC oleh Cmax /k ,
yang mana tiap unit dari berat (mol) per unit volume dikalikan oleh waktu. Untuk
contoh g(moles) l-1 h pada gambar 1 . kerap kali hilangnya bagian kurva dapat di
model dengan lebih satu garis lengkung, yang mana tempat klirens dikatakan sesuai
untuk bentuk kompartemen, dengan karakteristik garis lengkung (eksponensial)
oleh kecepatan yang konstan k dan t½ (Dabrowiak, James C.2009).
Keuntungan bentuk sediaan ini adalah terhindar dari perusakan obat atau
inaktivasi dalam saluran ganstrointestinal; dapat digunakan bila obat sedikit
diabsorpsi dalam saluran gastrointestinal sehingga obat tidak cukup untuk
menimbulkan respons; bila dikehendaki dapat menghasilkan efek obat yang cepat
( pada keadaan gawat); kadar obat yang diperoleh sesuai yang diharapkan karena
tidak ada atau sedikit sekali dosis obat yang berkurang; dan dapt diberikan kepada
penderita yang kesulitan menelan, misalnya karena muntah atau koma (Syamsuni,
2006).
Kerugian bentuk sediaan parenteral adalah efek toksiknya sulit dinetralkan
bila terjadi kesalahan pemberian obat.Selain itu, harga obatnya lebih mahal
daripada obat oral karena harus dibuat steril (Syamsuni, 2006).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


 Aquadest
 Obat Paracetamol
 Wadah Kompartemen 2
3.2 Cara Kerja

Kedalam dua wadah yang saling berhubungan diisi air sejumlah 1 liter
(volume distribusi). Kemudian kedalamnya dimasukkan sekaligus (i.v bolus)
larutan obat dengan kadar tertentu ke dalam wadah 1 (dianggap sebagai
kompartemen sentral/darah). Cairan dalam wadah 1 kemudian segera
dikeluarkan dengan suatu kecepatan konstan (dianggap sebagai proses eliminasi).
Cairan yang hilang karena dieliminasi kemudian diganti dengan air sehingga
volume distribusinya konstan. Ambil cuplikan sebanyak 5 ml pada waktu 2,5 ;
5 ; 7,5 ; 10 ; 15 ; 20 ; 30 ; 45 ; 60 menit setelah larutan obat dimasukkan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

1. Pembuatan Parasetamol
pembuatan larutan paracetamol IV Bolus 25 ppm
Awalnya membuat larutan 1000 ppm
N1 x V1 = N2 x V2
1000 x V1 = 25 x 800
V1 = 25000/1000
V1 = 20 ml

2. Kurva Kalibrasi

3. Data Konsentrasi per satuan waktu

Menit Abs Cp (ppm) Ln Cp

2.5 0.682 26.57270694 3.279884634


5 0.630 24.24608501 3.188255162
7,5 0.567 21.42729306 3.064665486
10 0.498 18.34004474 2.909086906
15 0.444 15.92393736 2.767823471
20 0.779 15.45637584 2.738021594
30 0.517 9.5950783 2.26125029
45 0.313 5.031319911 1.615682357

60 0.177 1.988814318 0.687538641

4. Kurva konsentrasi persatuan waktu

KURVA KOMPARTEMEN 2 KELAS B


4

3 y = -0.0429x + 3.4305 KURVA


R² = 0.9834 KOMPARTEMEN 2
2 KELAS B
Linear (KURVA
1
KOMPARTEMEN 2
0 KELAS B)
0 20 40 60 80

5. Kurva Eliminasi

Menit Cp (ppm) Ln Cp
20 15.45637584 2.738021594
30 9.5950783 2.26125029
45 5.031319911 1.615682357
60 1.988814318 0.687538641
kurva eliminasi
3
y = -0.0505x + 3.7833
2 R² = 0.993
ln cp
1 Linear (ln cp)

0
0 20 40 60 80

6. Kurva Distribusi

Menit Cp (ppm) Cp CP’ CP’’ Ln CP’’


2.5 26.57270694 3.65675 38.73525 12.16254 2.498361
5 24.24608501 3.5305 34.14103 9.894949 2.292024
7.5 21.42729306 3.40425 30.09172 8.664425 2.159226

kurva distribusi
2.6
2.5 y = -0.0678x + 2.6557
2.4 R² = 0.9846
kurva distribusi
2.3
2.2
Linear (kurva
2.1 distribusi)
0 2 4 6 8

7. Parameter

No Parameter Teori Percobaan


1 Dosis (D) 20.000 µg 20.000 µg
20 𝑚𝑔 𝐶𝑜 = 𝐴 + 𝐵
𝐶𝑜 =
2 Konsentrasi (Co) 800 𝑚𝑙 𝐶𝑜 = 14,235 𝑝𝑝𝑚 + 43,94 𝑝𝑝𝑚
= 25 𝑝𝑝𝑚
𝐶𝑜 = 58,1826ppm
𝛽 = 𝐶𝑙/𝑉𝑑
𝛽
Konstanta Eliminasi 𝛽= 0,0505/menit
3 24 𝑚𝑙 ⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
(β) =
800 𝑚𝑙
= 0,03/menit
Konstanta Distribusi 𝛼 = 0,0678/menit
4 −
(α)
Persamaan
Kurva Eliminasi
5 B -
Anti Ln 3,7833 = 43,94 ppm

persamaan
A - Kurva Distribusi
Anti Ln 2,655 = 14,235ppm
𝐴 𝑥 𝐵 (𝛽 − 𝛼)2
Konstanta sentral  𝐾12 =
6 - Co (A x β + B x α)
perifer (K12)
𝐾12 = 0,0008/menit
𝐴𝑥𝛽+𝐵𝑥𝛼
𝐾21 =
Co
Konstanta perifer 
7 - 𝐾21 = 0,0635/menit
sentral (K21)

1 0,693
1 0,693 𝑡 =
𝑡 = 2 K
2 K
1 0,693
1 0,693 𝑡 =
8 Waktu Paruh (t1/2) 𝑡 = 2 0,0505
2 0,03/menit
1
1 𝑡 = 13,7227 menit
𝑡 = 23,1 menit 2
2

𝐶𝑙 = 𝛽 𝑥 𝑉𝑑
9 Klirens (Cl) 24 ml/menit = 0,0505⁄𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝑥 366,67 𝑚𝑙
𝐶𝑙 = 18,516 ml/menit
𝐴𝑈𝐶 = 𝐴⁄𝛼 + 𝐵⁄𝛽

14,235 𝑝𝑝𝑚
𝐴𝑈𝐶 =
− 0,0678/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
10 AUC
43,94 𝑝𝑝𝑚
+
0,505/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑚𝑔
𝐴𝑈𝐶 = 1,0802 /𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑚𝑙
𝐷𝑜
𝑉𝑑 =
Co
Volume Distribusi
11 800 ml 20.000µ𝑔
(Vd) 𝑉𝑑 =
58,1826ppm
𝑉𝑑 = 366,67 ml
𝑪𝒑 = 𝟏𝟒, 𝟐𝟑𝟓𝒆−𝟎,𝟎𝟔𝟕𝟖𝒕 + 𝟒𝟑, 𝟗𝟒𝒆−𝟎,𝟎𝟓𝟎𝟓𝒕
4.2 Pembahasan

Dalam model dua kompartemen dianggap bahwa obat terdistribusi kedalam dua
kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, yaitu darah,
cairan ekstraseluler dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi. Kompartemen-
kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua merupakan
kompartemen jaringan, yang berisi jaringan- jaringan yang berkesetimbangan secara lebih
lambat dengan obat. Model ini menganggap obat dieliminasi dari kompartemen sentral.

Model kompartemen ganda diperlukan untuk menjelaskan adanya kurva kadar


dalam plasma-waktu yang tidak menurun secara linier sebagai suatu proses laju order
kesatu setelah pemberian injeksi IV cepat. Dalam model kompartemen ganda, obat
didistribusikan dengan laju reaksi yang tidak sama ke dalam berbagai kelompok jaringan
yang berbeda. Jaringan-jaringan yang mempunyai aliran darah paling tinggi dapat
berkesetimbangan dengan kompartemen plasma. Jaringan- jaringan dengan perfusi tinggi
ini begitu juga darah dapat dinyatakan sebagai kompartemen sentral.

Sewaktu distribusi awal terjadi, obat dilepaskan ke satu atau lebih kompartemen
perifer yang terdiri atas sekelompok jaringan dengan aliran darah lebih sedikit tetapi
jaringan-jaringan dalam kompartemen tersebut mempunyai aliran darah dan afinitas yang
sama terhadap obat. Perbedaan-perbedaan itu menyebabkan adanya kurva log konsentrasi
obat dalam plasma-waktu yang non linier. Setelah terjadi kesetimbangan obat dalam
jaringan perifer, maka kurva kadar dalam plasma-waktu mencerminkan eliminasi obat
dari tubuh yang mengikuti order kesatu.
Pada percobaan kali ini dilakukan simulasi in vitro model farmakokinetika rute
intravaskular kompartemen dua terbuka dengan menggunakan Paracetamol yang
dianggap sebagai obat terhadap waktu. Percobaan ini disimulasikan dengan keadaan yang
ada didalam tubuh dimana obat diberikan secara intravena. Percobaan simulasi model in
vitro farmakokinetik obat secara bolus intravena dilakukan dengan tujuan untuk
memahami proses in vitro dan perkembangan kadar obat dalam darah setelah pemberian
obat secara bolus intravena, mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada
skala semilogaritmik dan mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetika obat
yang berkaitan dengan pemberian obat secara bolus intravena. Percobaan ini
menggunakan model farmakokinetik secara in vitro yang digunakan untuk
menggambarkan dan menginterpretasikan sekumpulan data yang diperoleh dari
percobaan yang dilakukan. Dalam metode ini, suatu wadah digambarkan sebagai
kompertemen tubuh dimana obat mengalami profil farmakokinetik dari distribusinya
hingga eliminasi obat.

Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah Paracetamol yang dianggap
sebagai obat yang diberikan melalui rute IV. Adapun langkah kerja pertama disiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan. Kemudian dibuat larutan induk 1000 ppm dengan
melarutkan Paracetamol 100 mg dengan 100 ml aquadest dalam labu ukur. Menurut FI
III (1979) dilihat dari kelarutannya, dimana paracetamol ini larut dalam 7 bagian etanol,
70 bagian air dan dalam 13 bagian aseton. Kemudian dikocok untuk mendapatkan
campuran yang homogeny sehingga diperoleh larutan Paracetamol dengan konsentrasi
1000 ppm. Lalu diambil 20ml dari larutan induk untuk membuat larutan parasetamol
dengan konsentrasi 25ppm.

Perlakuan pertama yang dilakukan yaitu diukur 800 ml aquadest dan dimasukkan
kedalam alat simulasi dua kompartemen intravena yang sudah disetting kemudian
ditempatkan diatas penangas air hingga suhu mencapai 37 °C, hal ini disesuaikan dengan
suhu fisiologi tubuh manusia yaitu 37-38 °C. Klirens diatur sebanyak 24ml/menit. Pada
percobaan ini, medium yang digunakan adalah air, dimana air merupakan cairan penyusun
utama dalam tubuh manusia sehingga dapat disesuaikan dengan proses yang terjadi
didalam tubuh. Wadah yang berisi aquadest dengan suhu 37 °C, menggambarkan kondisi
darah ketika sediaan injeksi intravena diadministrasikan. Sedangkan larutan dalam alat
tersebut di ilustrasikan sebagai Volume distribusi (Vd) obat dalam tubuh. Volume Vd
menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum
( Setiawati, 2005). Kemudian dimasukkan larutan sampel Paracetamol alat tersebut yang
berisi aquadest dan dilakukan pengadukan dengan menggunakan magnetic stirrer.
Magnetic stirrer berguna untuk mengaduk cairan sehingga obat dapat terdispersi secara
merata pada cairan. Setelah itu diambil larutan sebanyak 10 mL pada waktu 2,5, 5, 7,5,
10, 15, 20, 30, 45 dan 60 menit dengan cara mengambil cuplikan sebanyak 10 mL pada
waktu-waktu tersebut. Cairan ( Cuplikan ) yang telah diambil akan diganti dengan
aquadest sesuai dengan volume yang diambil yakni 10 ml, agar larutan tetap konstan dan
hal ini dilakukan karena system peredaran darah manusia adalah system peredaran darah
tertutup sehingga volume cairan (darah) akan konstan, tetapi yang berubah adalah
konsentrasi obat dalam darah. Masing – masing sampel yang telah ditampung per interval
waktu tersebut kemudian diukur kadar Paracetamol dalam cairan tersebut dengan melihat
absorbansinya pada spektrofotometer UV Vis. Tujuan penggunaan spektrofotometri UV
Vis karena mempunyai kelebihan yaitu gabungan antara spektrofotometer UV dan Visible,
menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda yakni sumber cahaya ultra ungu dan
sumber cahaya tampak.

Setelah dilakukan pengukuran serapan dengan spektrofotometer UV Vis,


didapatkan nilai absorbansi untuk larutan yang diambil pada menit ke 2,5, 5, 7,5, 10, 15,
20, 30, 45 dan 60 secara berturut– turut yaitu 0.682, 0,630, 0,567, 0,498, 0,444, 0,779,
0,517, 0,313, dan 0,177. Nilai absorbansi tersebut masing-masing dimasukkan kedalam
persamaan regresi larutan baku Paracetamol yang telah diketahui sebelumnya.
Berdasarkan pengamatan diperoleh konsentrasi Paracetamol pada masing – masing waktu
pengambilan pada menit ke 2,5, 5, 7,5, 10, 15, 20, 30, 45 dan 60 berturut – turut adalah
sebesar 26,57 ppm, 24,25 ppm, 21,42 ppm, 18,34 ppm, 15,92 ppm, 15,46 ppm, 9,59 ppm,
5,03 ppm dan 1,98 ppm. Dari data yang diperoleh tersebut dapat diketahui bahwa
konsentrasi Paracetamol mengalami penurunan kadar sebanding dengan selang waktu
dari cuplikan yang diambil. Kemudian dari data konsentrasi tersebut dapat diperoleh nilai
Ln C sampel sebesar 3.279884634 (menit ke 2,5), 3.188255162 (menit ke 5),
3.064665486 (menit ke 7,5), 2.909086906 (menit ke 10), 2.767823471 (menit ke 15),
2.738021594 (menit ke 20), 2.26125029 (menit ke 30), 1.615682357 (menit ke 45) dan
0.687538641 (menit ke 60). Grafik kurva kadar dalam plasma-waktu tidak menurun
secara linear sebagai proses tunggal, laju orde kesatu. Kurva kadar plasma-waktu
nonlinear terjadi oleh karena beberapa obat berdistribusi ke dalam kelompok jaringan
yang berbeda dengan laju yang berbeda. Pada model ini, obat terdistribusi ke dalam dua
kompartemen, kompartemen sentral dan jaringan atau perifer. Berdasarkan kurva yang
didapat proses distribusi terjadi pada waktu ke 2,5 menit, 5 menit dan 7,5 menit.
Sedangkan proses eliminasi terjadi pada waktu 20 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit.
Berdasarkan percobaan pemberian obat dengan rute bolus intravena ini, dapat
dihitung parameter farmakokinetiknya dari obat tersebut [Co, k, Vd (Volume distribusi),
Cl (Klirens), dan t 1/2 (waktu paruh )]. Parameter primer dari profil farmakokinetik
Paracetamol yaitu Volume distribusi (Vd) didapatkan sebesar 366,67 ml. Volume
distribusi (Vd) merupakan volume hipotesis cairan tubuh yang akan diperlukan untuk
melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam
darah (Ansel,2006). Kemudian klirens (Cl) didapatkan sebesar 18,516 ml/menit. Klirens
merupakan parameter farmakokinetik yang menggambarkan eliminasi obat yang
merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari
kompartemen tubuh setiap waktu tertentu, secara umum eliminasi obat terjadi pada ginjal
dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang merupakan jumlah dari
klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatic) (Mutschler, 1991).

Berdasarkan parameter ini, dapat ditentukan pula parameter sekundernya yaitu


waktu paruh (t ½) sebesar 13,72 menit. Waktu paruh yang diberi symbol t ½ merupakan
waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi obat sebanyak 50% dari kadar semula.
Obat dengan t 1/2 pendek akan berada didalam tubuh lebih singkat disbanding dengan
yang mempunyai t 1/2 panjang. Pada aplikasinya,obat dengan t 1/2 pendek perlu diberikan
dengan interval waktu lebih pendek, misalnya diberikan 2-3 kali sehari untuk
mempertahankan kadar efektif didlam darah (Hakim, L,. 2012). Selain itu parameter
sekunder yang digunakan adalah kecepatan eliminasi dimana berdasarkan hasil percobaan,
kecepatan eliminasinya (K) adalah sebesar 0,050/ menit dan kemudian didapatkan pula
nila Co sebesar 58,18 ppm . Selanjutnya ditentukan pula parameter turunan salah satunya
AUC. AUC yang didapatkan pada kelompok 2 ini sebesar 1,0802 µg.menit/ml. AUC
(Area Under Curve) adalah permukaan dibawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik
turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung secara matematis
dan merupakan ukuran untuk bioavaibilitas suatu obat. AUC dapar digunakan untuk
membandingkan kadar masing – masing plasma obat bila penentuan kecepatan
eliminasinya tidak mengalami perubahan ( Waldon,2008). AUC dapat ditentukan dengan
suatu prosedur integrasi nuerik, metode rumus trapesium atau secara langsung
menggunakan planimeter. Satuan AUC adalah konsentrasi waktu (misalnya mg jam/ml)
(Ganiswara, S.G,. 1995). Setelah itu, dapat ditetapkan konstanta distribusi karena pada
praktikum ini terdapat fase distribusi sebesar 0,0678/menit. Dapat dihitung pula nilai A
dari kurva distribusi sebesar 14,325 ppm. Sedangkan nilai B dari kurva eliminasi sebesar
43,94 ppm.

Secara teoritis juga dihitung parameter farmakokinetiknya, yaitu k, waktu paruh,


Klirens, Konsentrasi plasma dan AUC. Hasil perhitungan secara teoritis adalah sebagai
berikut :

k = 0,03 / menit

t½ = 23,1 menit

Cl = 24 ml /menit

Co = 25 ppm

Dari hasil data diatas, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil perhitungan
teoritis dan hasil praktikum. Hal ini kemungkinan disebabkan dari perlakuan selama
simulasi in vitro yang kurang maksimal. Sehingga diperoleh nilai absorbansi yang tidak
linier. Menyebabkan perhitungan farmakokinetik tidak sesuai dengan perhitungan secara
teoritis. Selama pengambilan cuplikan dari alat, larutan dimungkinkan tidak berada dalam
kondisi homogen. Serta faktor-faktor lainnya yang dapat memungkinkan nilai teoritis dan
nilai berdasarkan praktikum yang berbeda signifikan.
BAB V

KESIMPULAN

1. Model kompartemen ganda diperlukan untuk menjelaskan adanya kurva kadar


dalam plasma-waktu yang tidak menurun secara linier sebagai suatu proses laju
order kesatu setelah pemberian injeksi IV cepat.
2. Berdasarkan kurva yang didapat proses distribusi terjadi pada waktu ke 2,5 menit,
5 menit dan 7,5 menit. Sedangkan proses eliminasi terjadi pada waktu 20 menit,
30 menit, 45 menit, dan 60 menit
3. Berdasarkan pengamatan diperoleh konsentrasi Paracetamol pada masing –
masing waktu pengambilan pada menit ke 2,5, 5, 7,5, 10, 15, 20, 30, 45 dan 60
berturut – turut adalah sebesar 26,57 ppm, 24,25 ppm, 21,42 ppm, 18,34 ppm,
15,92 ppm, 15,46 ppm, 9,59 ppm, 5,03 ppm dan 1,98 ppm. Dari tsb dapat diketahui
bahwa konsentrasi Paracetamol mengalami penurunan kadar sebanding dengan
selang waktu dari cuplikan yang diambil.
4. Waktu paruh (t ½) yang di dapat sebesar 13,72 menit. kecepatan eliminasinya (K)
adalah sebesar 0,050/ menit dan kemudian didapatkan pula nila Co sebesar 58,18
ppm . AUC yang didapatkan 1,0802 µg.menit/ml. AUC (Area Under Curve), nilai
A dari kurva distribusi sebesar 14,325 ppm. Sedangkan nilai B dari kurva
eliminasi sebesar 43,94 ppm.
5. Dari hasil perhitungan data yang di peroleh, terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil perhitungan teoritis dan hasil praktikum. Hal ini kemungkinan
disebabkan dari perlakuan selama simulasi in vitro yang kurang maksimal.
Sehingga diperoleh nilai absorbansi yang tidak linier. Menyebabkan perhitungan
farmakokinetik tidak sesuai dengan perhitungan secara teoritis.
DAFTAR PUSTAKA

Shargel, L., dan Yu, AB., 1988, Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan,

Airlangga University Press: Surabaya.

Waldon, D.J. (2008). Pharmacokinetic and Drug Metabolism. Cambridge: Amgen, Inc.,
One Kendall Square, Building 1000, USA.

Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, 88, Penerbit ITB, Bandung.

Hakim, L., 2012, Farmakokinetika, Bursa Ilmu: Yogyakarta.

Setiawati, A., 2005, Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4.Jakarta :
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
LAMPIRAN

Botol infus di gantung berisi aquadest selang infus di masukkan di dalam


kompartemen dan di atur laju alirannya

Masukkan larutan PCT ke dalam Ambil sebanyak 10 ml pada menit yang


kompartemen telah di tentukan, lalu di ujidi spektro
Larutan yang di ambil di ganti dengan
aquadest

Anda mungkin juga menyukai