PERCOBAAN I
SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIKA (INTRAVASKULER)
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Farmakokinetika dapat didefenisikan sebagai setiap proses yang
dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Dalam arti sempit farmakokinetika khususnya mempelajari
perubahan-perubahan konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah
dan jaringan sebagai fungsi dari waktu. Tubuh kita dapat dianggap sebagai
suatu ruangan besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah
oleh membran-membran sel. Sedangkan proses absorpsi, distribusi dan
ekskresi obat dari dalam tubuh pada hakekatnya berlangsung dengan
mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung pada lintasan obat
melalui membran tersebut (Tjay dan Rahardja, 2002).
Konsep dasar dari farmakokinetika adalah salah satunya memahami
parameter-parameter farmakokinetika, yaitu parameter farmakokinetika
primer meliputi volume distribusi (Vd), klirens (Cl), dan kecepatan absorbsi
(Ka), sekunder meliputi kecepatan eliminasi (Ke) dan T1/2 dan turunan
meliputi AUC dan Css. Dengan konsep-konsep tersebut dilakukan simulasi in
vitro dengan menggunakan suatu model farmakokinetika untuk mengukur
parameter-parameter farmakokinetika dan lebih memahami setiap
parameternya. Setelah dibuat suatu model farmakokinetik dalam praktikum ini
dapat digunakan untuk karakteristirisasi suatu obat dengan meniru suatu
perilaku dan nasib obat dalam sistem biologis jika diberikan dengan suatu
pemberian rute utama dan bentuk dosis tertentu.
2. Dasar Teori
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular.
Pada pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi
sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara
ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda, dkk, 1995).
Suatu model dalam farmakokinetik adalah struktur hipotesis yang
dapat digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku
dan nasib obat dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu pemberin
rute utama dan bentuk dosis tertentu (Hargel, Leon, 2005).
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambakan dengan
suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem
biologi dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua.
Kadang-kadang perlu untuk menggunakan multi kompartemen, dimulai
dengan determinasi apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model
kompartemen satu dan jika tidak pas dapat mencoba model yang memuaskan.
Sebenarnya tubuh manusia adalah model kompartemen multimilion,
mengingat konsentrasi obat dalam organel yang berbeda, sel atau jaringan.
Dalam tubuh kita memiliki jalan masuk untuk dua jenis cairan tubuh, darah
dan urin (Hargel, Leon, 2005).
Cairan mengisis kembali
secara otomatis untuk
menjaga volume yang
tetap
Cairan keluar
klirens (Cl),
(Hakim, L, 2011).
3. Tujuan Percobaan
a. Tujuan Umum : Memahami konsep farmakokinetika suatu obat.
b. Tujuan Khusus:
Hasil
c. Pembuatan Kurva Baku
Larutan Baku Kerja
Dilakukan pengamatan serapan pada semua larutan baku kerja
pada maksimalyang telah didapat
Dibuat table pengamatan dari kurva kadar larutan baku kerja
terhadap serapan
Dihitung koefisien korelasinya dan dibuat persamaan garisnya
Hasil
d. Simulasi Model Farmakokinetika Invitro
Rute Intravaskuler, kompartemen satu terbuka
Gelas beaker
V1 = 5 ml ad 10 ml
V1 = 2 ml ad 10 ml
10 g/ml -> M1.V1=M2.V2
100 g/ml. V1=10 g/ml. 10ml
V1 = 1 ml ad 10 ml
AUCII
AUCIII
= (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (0,284+0,435) x 15
2
= 444,75 g menit/ml
= (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (12,8+22,1) x 15
2
= 261,75 g menit/ml
= (C1+C0) x (t1-t0)
2
= (7,3+12,8) x 15
2
= 150,75 g menit/ml
AUCtot = AUCI+AUCII+AUCIII
= 444,75 + 261,75 + 150,75
= 857,25 g menit/ml
Harga K
K = 2,303 x (-b)
= 2,303 x (-(-0,016))
= 0,037
Harga t1/2
0,037
203,5 mg
10,4 mg
213,9 mg
204,4 mg
20 mg
224,4 mg
Absorbansi (A)
10
0, 169
20
0,279
40
0,497
60
0,717
80
0,936
100
0,140
t (s)
Absorbansi
(A)
Kadar
( c)
Log (c)
t vs log c
0
15
30
45
0,435
0,284
0,191
0,136
37,2
22,1
12,8
7,3
1,57
1,34
1,11
0,86
a: 1,574
b: - 0,0157
r: -0,999
T1/2 :
18,73
K : 0,037
II
0
15
30
45
0,281
0,233
0,197
0,145
21,8
17
13,4
8,2
1,34
1,23
1,13
0,91
a: 1,361
b: -9,27x10-3
r: -0,98
T1/2 : 33
K : 0,021
III
0
15
30
45
0,259
0,220
0,187
0,161
19,6
15,7
12,4
9,8
1,29
1,19
1,09
0,99
a: 1,29
b: - 0,006
r: -1
IV
0
15
30
45
0,164
0,154
0,143
0,133
10,1
9,1
8
7
1,0043
0,959
0,903
0,845
a: 1,00791
b: - 3,559x10-3
r: -0,998
AUC
857,25 g menit/ml
II
681 g menit/ml
III
842 g menit/ml
IV
384,75 g menit/ml
8. Kurva Baku
Kelompok 1
Kelompok 2
T1/2 :
50,218
K:
0,0138
T1/2 : 84,6
K:
8,8X10-3
Kelompok 3
Kelompok 4
E. PEMBAHASAN
Percobaan simulasi model in vitro farmakokinetik ini bertujuan untuk
menjelaskan proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah pemberian secara
intravena dan mengetahui profil farmakokinetik obat. Dalam metode ini, suatu
wadah digambarkan sebagai kompertemen tubuh dimana obat mengalami profil
farmakokinetik dari distribusinya hingga eliminasi obat. Sampel untuk percobaan
ini yaitu metilen merah yang akan di uji aktifitas farmakokinetiknya dengan
menggunakan metode model in vitro.
Langkah pertama dari percobaan ini yaitu membuat larutan baku induk
metilen merah 200 ppm dengan cara melarutkan 10 mg metilen merah dalam 50
ml air suling. Dari larutan baku induk dibuat konsentrasi bertingkat
10;20;40;60;80;100 g/ml. Larutan baku kerja tersebut kemudian di uji dalam
spektrofotometer untuk menentukan nilai absorbansinya hingga didapatkan
persamaan linier.
Langkah kedua yaitu penimbangan sampel metilen merah 20 mg
dilarutkan dengan air suling 500 ml dalam gelas beaker. Metilen merah dianggap
sebagai obat dengan pemberian secara intravena yang langsung terdistribusi
dalam saluran sistemik tanpa melalui absorbsi. Larutan dalam gelas beaker
diilustrasikan sebagai volume distribusi obat dalam tubuh. Volume distribusi (Vd)
merupakan volume hipotesis cairan tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan
jumlah total obat pada konsentrasi yang sama seperti yang ditemukan dalam darah
(Ansel, 2006). Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu
keseimbangan antara ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma
dan membuat nilai distribusi lebih besar, dengan ikatan pada protein plasma, yang
meningkatkan konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih
kecil. (Holford, 1998). Digunakan satu wadah sebagai ilustrasi model
kompartemen satu terbuka. Model ini menganggap bahwa berbagai perubahan
kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar
obat dalam jaringan (Shargel, 1988).
Setelah metilen merah dimasukkan dalam larutan, dilakukan pengadukan
secara terus menerus yang menggambarkan seperti aliran darah yang mengalir
dalam tubuh dengan kecepatan konstan. Larutan dalam wadah kemudian diambil
sebanyak 200 ml setiap 15 menit dari menit ke 0 hingga 45 yang dianggap
sebagai proses klirens (Cl) atau bersihan obat dari dalam tubuh. Klirens
merupakan parameter farmakokinetika yang menggambarkan eliminasi obat yang
merupakan jumlah volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari
kompartemen tubuh setiap waktu tertentu. Secara umum eliminasi obat terjadi
pada ginjal dan hati yang sering dikenal dengan istilah klirens total yang
merupakan jumlah dari klirens ginjal (renalis) dan hati (hepatik) (Mutschler,
1999).
Setiap pengambilan larutan klirens pada wadah ditambahkan kembali air
suling sebanyak 200 ml untuk menggambarkan kondisi sink dalam tubuh. Tahap
selanjutnya yaitu pengukuran konsentrasi setiap larutan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada 530 nm untuk menentukan kadar metilen merah yang
diekskresikan per satuan waktu. Hasil absorbansi setiap larutan digunakan untuk
menentukan konsentrasinya dengan menggunakan kurva baku metilen merah
yang telah diketahui sebelumnya.
Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa konsentrasi metilen merah
mengalami penurunan kadar sebanding dengan selang waktu dari larutan yang
diambil. Pada pemberian waktu ke-0, konsentrasi yang didapatkan mencapai 37,2.
Pada menit ke-15 konsentrasi menurun menjadi 22,1, pada menit ke 30
konsentrasi kembali menurun menjadi 12,8 dan pada menit ke 45 menurun
menjadi 7,3. Sehingga dapat dilihat bahwa laju eliminasi dari larutan metilen
merah semakin menurun seiring dengan perubahan waktu. Hasil yang didapat
merupakan data kompartemen satu terbuka secara intravaskuler. Data
menghasilkan grafik menurun karena pada rute ini obat langsung mencapai
konsentrasi 100% dan didistribusikan tanpa adanya tahapan absorbsi obat.
G. DAFTAR PUSTAKA
H. LAMPIRAN
1.
pengaturan dosis
Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual
Perfusi terjadi sangat cepat seperti tanpa proses distribusi sebab distribusi
tidak diamati karena terlalu cepatnya. (Hanya ada satu fase yaitu
eliminasi).
b. Kompartemen satu terbuka ev
Sebelum memasuki kompartemen sentral, obat harus mengalami absorbsi.
(Terdiri dari 2 fase yaitu absorbsi dan eliminasi).
c. Kompartemen 2 terbuka intravaskuler
Kompartemen dianggap hanya satu dan ada proses distribusi dari sentral
ke perifer atau sebaliknya. Tidak ada proses absorbsi tetapi ada proses
eliminasi.
d. Kompartemen 2 terbuka ekstravaskuler
Obat mengalami proses absorpsi, distribusi dan eliminasi.
2. Model Caternary
Dalam farmakokinetika model mammilary harus dibedakan dengan macam
model kompartemen yang lain yang disebut model caternary. Model
caternary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu
dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen. Sebaliknya, model
mammilary terdiri atas satu atau lebih kompartemen yang mengelilingi suatu
kompartemen sentral.
3. Model Fisiologik (Model Aliran)
Model fisiologik juga dikenal sebagai model aliran darah atau model perfusi,
merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik dan
fisiologik yang diketahui. Makna yang nyata dari model fisiologik adalah
dapat digunakannya model ini dalam memprakirakan farmakokinetika pada
manusia dari data hewan. Jadi, parameter-parameter fisiologik dan anatomik
dapat digunakan untuk memprakirakan efek obat pada manusia berdasar efek
obat pada hewan (Shargel dan Yu, 1988)
2.
Apa yang dimaksud dengan volume distribusi dan klirens suatu obat ?
Volume distribusi merupakan parameter yang menerangkan seberapa luas suatu
obat terdistribusi dalam tubuh. Volume ini tidak bermakna faal atau tidak ada
kaitannya dengan faal. Volume distribusi dipengaruhi oleh :
Perfusi darah Yaitu seberapa cepat dan banyak obat masuk dalam darah.
Lipofilitas obat
Seberapa kuat obat terikat oleh protein plasma, protein darah maupun
protein jaringan
Vd = Jumlah obat di dalam tubuh / C
Klirens suatu obat adalah faktor yang memprediksi laju eliminasi yang
berhubungan dengan konsentrasi obat :
CL = Laju Eliminasi / C
Klirens dapat dirumuskan berkenaan dengan darah (CLb), plasma (CLp) atau
bebas dalam urin (CLu), bergantung pada konsentrasi yang diukur. Eliminasi
obat dari tubuh dapat meliputi proses-proses yang terjadi dalam ginjal, paru, hati
dan organ lainnya. Dengan membagi laju terjadi pada setiap organ dengan
konsentrasi obat yang menuju pada organ menghasilkan klirens pada masingmasing obat tersebut. Kalau digabungkan klirens-klirens yang terpisah sama
dengan klirens sistemik total (Katzung, 2001).
Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau organ
dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume
distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005). Untuk beberapa
obat rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Obat - obat
yang diberikan secara oral diabsorbsi secara normal dalam duodenal dari usus
halus dan ditransport melalui pembuluh mesenterika menuju vena porta hepatik
dan ke hati sebelum ke sirkulasi sistemik. Obat-obat yang dimetabolisme dalam
jumlah besar oleh hati atau sel-sel mukosa usus halus menunjukkan avaibilitas
sistemik yang jelek jika diberikan secara oral. Metabolisme secara oral sebelum
mencapai sirkulasi umum disebut first pass effect atau eliminasi presistemik
(Shargel, 2005).
3.
Jelaskan factor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis
yang sama diberikan pada pasien yang berbeda ?
Berat badan : obat yang besifat lipofilik ketika terjadi kenaikan berat badan
makan volume distribusinya pun akan mengalami peningkatan sehingga kadar
obat daram darah sedikit sedangkan obat yang bersifat hidrofilik tidak
berpengaruh ketika terjadi kenaikan berat badan.
Aliran darah : semakin cepat aliran darah, kecepatan absorbsi semakin besar
sehingga obat lebih cepat dimetabolisme atau berada dalam plasma.
Protein plasma : albumin salah satunya apabila obat banyak yang terikat kuat
pada protein plasma mempunyai Vd yang kecil serta kadar obat dalam darah
tinggi.