Anda di halaman 1dari 10

DISOLUSI

I. TUJUAN
I.1 Mahasiswa mengenal teknis uji disolusi
I.2 Mahasiswa mampu menghitung kadar obat terdisolusi
I.3 Mahasiswa mampu membuat profil disolusi

II. PRINSIP
II.1 Berdasarkan penggunaan alat uji disolusi dan parameter uji disolusi
II.2 Berdasarkan table hitung uji disolusi
II.3 Berdasarkan grafik antara waktu dan persen disolusi

III.TEORI
Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke
dalam pelarut menghasilkan suatu pelarutan. Dalam sistem biologic perlarutan
obat dalam media aqueos merupakan suatu bagian penting sebelum kondisi
absorbs sistemik. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat
kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran
cerna sering mengendalikan laju absorpsi sistemik obat (Shargel dan Andrew,
2015).
Uji disolusi merupakan hal yang harus dilakukan untuk merancang suatu
sediaan tablet agar laju pelepasan obat dari tablet tersebut dapat diketahui.
Obat yang memiliki disolusi yang baik akan memberikan bioavabilitas yang
baik pula sehingga semakin banyak jumlah obat yang diabsorpsi secara utuh
oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Laju disolusi dapat
berhubungan langsung dengan kemanjuran suatu obat dan merupakan suatu
karakteristik mutu yang penting dalam menilai mutu obat yang digunakan
peroral untuk mendapatkan efek sistemik. Selain itu, uji disolusi merupakan
salah satu parameter penting dalam pengembangan produk dan pengendalian
mutu obat (Gunawi, 2012).

3.1 Konsep Disolusi


1. Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atau
serbuk) masuk ke dalam fase larutan seperti air.
2. Intinya, ketika obat melarut, partikel-partikel padat memisah dan
molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan tampak menjadi
bagian dari cairan tersebut
3. Disolusi adalah proses pelepasan senyawa obat dari sediaan dan
melarut dalam media pelarut

3.2 Kecepatan Disolusi


Kecepatan disolusi adalah jumlah zat aktif yang dapat larut dalam
waktu tertentu pada kondisi antar permukaan cair-padat, suhu, dan
komposisi media yang dilakukan. Laju disolusi telah dirumuskan oleh
Noyes dan Whitney pada tahun 1997.

3.3 Macam-macam Disolusi


1. Disolusi Intrinsik
Disolusi ini didefinisikan sebagai suatu kecepatan disolusi zat aktif
murni di bawah kondisi luas permukaan yang konstan. Abropsi dengan
kecepatan disolusi intinsik kurang lebih 1mg/menit/cm 2 akan sangat
mungkin bebas dari masalah kecepatan disolusi (Agoes, 2018).

2. Disolusi Partikulat

Disolusi partikulat digunakan untuk mempelajari pengaruh ukuran


partikel terhadap kecepatan disolusi. Luas permukaan solida tidak
dibuat konstan (Agoes, 2018).
Metode keranjang dan dayung USP merupakan metode pilihan untuk uji
disolusi bentuk sediaan oral padat.

A. Metode Keranjang (Basket)


Metode ini terdiri atas keranjang silindri yang ditahan oleh tangkai
motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat
yang ebrisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak
yang bersuhu konstan 37C. kecepatan berputar dan posisi keranjang harus
memenuhi syarat khusus dalam USP. Tersedia standar kalibrasi pelarutan
untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah
dipenuhi (Agoes, 2018).
B. Metode Dayung (Paddle)
Metode ini terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusu, berfungsi
memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung diikat
secara vertical ke suatu motor yang berputa dengan kecepatan terkendali.
Tablet atau kapsul disimpan dalam labu pelarutan yang berasal bulat yang
berfungsi memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat disimpan
pada suatu suhu konstan 37C. metode ini sangat peka terhadap
kemiringan dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang
tidak tepat secara drastic dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar
kalibrasi pelarutan yang sama digunakan untuk memeriksa pelarutan
sebelum uji dlaksanakan (Agoes, 2018).

IV. ALAT DAN BAHAN

4.1 Alat
4.1.1 Thermometer raksa
4.1.2 Timbangan analitis
4.1.3 Dissolution tester
4.1.4 Spektrofotometer UV-Vis
4.2 Bahan
4.2.1 Tablet CTM
4.2.2 Aquadest

V. DATA PENGAMATAN
Dalam pengujian disolusi obat X 600 mg, diketahui :
1. Media disolusi dapar fosfat 900 mL
2. Volume sampling 5 mL
3. Persyaratan Q 45 - 80%
4. Pengujian 60 menit
5. RPM 100
6. Disolusi tipe 1
Data disolusi
Time Point Absorbansi
1 0,077
5 0,308
10 500
15 0,571
20 0,629
30 0,690
40 0,686
50 0,684
60 0,681

Persamaan Kurva Baku ( y = 0,0113x – 0,0528 )


5.1 Perhitungan Konsentrasi (Ppm)
1. y = 0,0113x – 0,0528
0,077 = 0,0113x – 0,0528
0,077 + 0,0528 = 0,0113x
0,1298 = 0,0113x
X = 11,49
Ppm 2. y = 0,0113x – 0,0528
0,308 = 0,0113x – 0,0528
0,308 + 0,0528 = 0,0113x
0,3608 = 0,0113x
X = 31,92
Ppm 3. y = 0,0113x – 0,0528
0,500 = 0,0113x – 0,0528
0,500 + 0,0528 = 0,0113x
0,5528 = 0,0113x
X = 48,92
Ppm 4. y = 0,0113x – 0,0528
0,571 = 0,0113x – 0,0528
0,571 + 0,0528 = 0,0113x
0,6238 = 0,0113x
X = 55,20
Ppm 5. y = 0,0113x – 0,0528
0,629 = 0,0113x – 0,0528
0,629 + 0,0528 = 0,0113x
0,6818 = 0,0113x
X = 60,34
Ppm 6. y = 0,0113x – 0,0528
0,690 = 0,0113x – 0,0528
0,690 + 0,0528 = 0,0113x
0,7428 = 0,0113x
X = 65,73 Ppm
7. y = 0,0113x – 0,0528
0,686 = 0,0113x – 0,0528
0,686 + 0,0528 = 0,0113x
0,7388 = 0,0113x
X = 65,38
Ppm 8. y = 0,0113x – 0,0528
0,684 = 0,0113x – 0,0528
0,684 + 0,0528 = 0,0113x
0,7368 = 0,0113x
X = 65,20
Ppm 9. y = 0,0113x – 0,0528
0,681 = 0,0113x – 0,0528
0,681 + 0,0528 = 0,0113x
0,7338 = 0,0113x
X = 64,94 Ppm
5.2 Tabel Hitung Pengujian Disolusi
Diketahui :
1. Media Disolusi
2. Jumlah Zat Aktif
3. Volume Cuplikan/Sampling

Tabel 5.2 Perhitungan Pengujian Disolusi


Mg Terkoreksi
Time (C) Mg Faktor %
(Setelah
Point Ppm Terdisolusi Koreksi Terdisolusi
Dikoreksi)
1 11,49 10,34 0,057 10,40 1,73
5 31,92 28,74 0,159 28,95 4,82
10 48,92 44,03 0,244 44,49 7,41
15 55,20 49,68 0,276 50,42 8,40
20 60,34 54,31 0,302 55,34 9,22
30 65,73 59,16 0,329 60,52 10,08
40 65,38 58,84 0,327 60,53 10,08
50 65,20 58,68 0,326 60,70 10,11
60 64,94 58,45 0,325 60,78 10,13

Persentase Disolusi Q45-80%


Q45 = 10, 04
VI. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan pada simulasi praktikum, dilakukan
praktikum mengenai disolusi obat. Tujuannya yaitu untukmengetahui
bagaimana teknis uji disolusi dan kadar obat terdisolusi. Disolusi didefinisikan
sebagai proses dimana suatu zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan
suatu pelarutan. Uji disolusi merupakan hal yang harus dilakukan untuk
merancang suatu sediaan tablet agar laju pelepasan obat dari tablet tersebut
dapat diketahui. Obat yang memiliki disolusi yang baik akan memberikan
bioavabilitas yang baik pula sehingga semakin banyak jumlah obat yang
diabsorpsi secara utuh oleh tubuh.
Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang penting sebagai
parameter dalam pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada
pengukuran kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaanya. Uji
disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji
disolusi berhubungan dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh. Uji
disolusi penting sebagai petunjuk untuk pengembangan formulasi dan produk
obat, kontrol kualitas selama proses produksi memastikan kualitas bioekivalen
in vitro antar batch dan regulasi pemasaran produk obat.
Alat yang digunakan untuk pengujian disolusi yaitu disolusi tester yang
memiliki prinsip kerja yaitu pada saat tablet dimasukan ke dalam medium
disolusi maka tablet akan mengalami proses disolusi sesuai dengan waktu
disolusi tablet tersebut. Selain menggunakan disolusi tester, pada praktikum
kali ini juga menggunakan spektropotometer yang digunakan untuk mengukur
absorban dari zat yang terdapat dalam tablet. Prinsip kerja dari
spektrofotometer ini yaitu sinar atau cahaya yang datang melalui sampel
sebagian akan diserap dan terhitung sebagai absorban (A) dan sebagian lagi di
pantulkan terhitung sebagai transmitan (%T).
Pemipetan dilakukan pada waktu-waktu yang berbeda yaitu pada menit ke
5, 10, 15, 20, 30,40 dan 60. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pada menit
keberapa tablet yang diuji tersebut dapat terdisolusi dengan baik pada medium
pelarutnya.
Uji disolusi dilakukan dapat dengan menggunakan alat atau paddle disolusi
tipe 1 dan 2 USP. Pada praktikum, alat yang digunakan yaitu tipe 1 yang
berbentuk keranjang/basket. Alat uji tipe 1 ini biasanya untuk sediaan
kapsul/serbuk. Pada alat tipe 1 ini, kapsul atau serbuk tidak mengambang
dalam cairan, maka kapsul atau serbuk dimasukkan kedalam keranjang. Dalam
pengujian disolusi diperlukan suatu waktu obat uji melarut dalam kurun waktu
yang ditentukan sesuai monografi hal ini disebut dengan persyaratan disolusi.
Pengujian disolusi dilakukan selama 60 menit pada kecepatan 100 RPM
dengan persyaratan disolusi pada suatu obat X ditentukan sebagai Q 45-80%
yang artinya, dalam 45 menit bahan aktif obat harus sudah terdisolusi 80%
tidak boleh kurang dari 80%, apabila kurang berarti obat tersebut memiliki
disolusi yang buruk karena obat tidak terdisolusi atau tidak melarut. Obat X
(600mg) dalam 1 kapsulnya harus larut dalam 480mg (80% dari 600mg).
Suatu obat harus dilakukan pengujian disolusi karena
Pengujian disolusi digunakan untuk mengetahui secara invitro pelepasan zat
aktif obat dari bentuk sediaan menjadi bentuk terlarut. Disolusi berhubungan
dengan dimensi mutu obat yaitu efisiensi suatu sediaan obat, karena obat akan
efektif jika zat aktif dalam obat dapat sampai diresptor dalam jumlah yang
cukup. Disolusi menggambarkan kecepatan obat melarut dan seberapa banyak
konsentrasi melarut sehingga obat berefek baik atau cepat sehingga dapat
dikatakan disolusi obat dipengaruhi oleh kelarutan zat aktif. Obat memberi
efek yang baik dipengaruhi oleh absorpsi obat dalam darah dan cairan tubuh,
dan absorpsi dipengaruhi oleh disolusi yang dimana disolusi ini juga
dipengaruhi
oleh kelarutan. Akan tetapi uji disolusi bukanlah uji kelarutan.
Pengujian disolusi memerlukan media disolusi sebagai pengganti cairan
tubuh. Media disolusi harus memiliki pH yang sesuai dengan pH tubuh atau
target kerja obat. Media disolusi yang digunakan pada pengujian ini yaitu
dapar fosfat 900mL, dapar fosfat ini memiliki pH sekitar 7,4 sehingga
digunakan untuk meniru pH usus. Pemilihan kondisi pH pada percobaan in
vitro sangat penting karena kondisi pH akan berbeda pada lokasi obat di
sepanjang saluran cerna, sehingga akan mempengaruhi kelarutan dan laju
disolusi obat.
Sampel obat yang telah diuji disolusi dengan alat tipe 1, dilakukan
pengukuan dengan spektrofotometer untuk mengetahui serapan dari larutan uji
untuk ditetapkan kadarnya. Kemudian didapatkan absorbansi dan kurva baku
dengan persamaan y = 0,0113x – 0,0528. Absorbansi dirubah menjadi
konsentrasi dalam ppm dengan mensubstitusikannya pada persamaan. Setelah
konsentrasi didapatkan kemudian akan dihitung berapa mg obat terdisolusi dan
faktor koreksi. Faktor koreksi merupakan kemungkinan kesalahan saat
melakukan sampling. Kemudian ditentukan mg terkoreksi yang ditentukan
dengan mengoreksi terhadap faktor terkoreksi. Lalu ditentukan % disolusi
yang dilakukan dengan membuat perbandingan antaar mg terdisolusi dengan
bobot zat aktif dan yang terakhir yaitu membuat grafik.anatar time point
(waktu) dengan % disolusi.
Disolusi ini sangat penting karena jika tidak terdisolusi dengan baik maka
obat tidak bisa menimbulkan efek farmakologi yang diinginkan. Pada
praktikum kali ini dicari Q45 dengan 80% disolusi yaitu didapatkan persentase
disolusi 10,04%. Persentase disolusi ini didapatkan dari hasil perbandingan
antara mg terdisolusi dengan bobo zat aktif atau sampel yang diuji.
VII. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai pengujian disolusi obat dapat


diukur dengan medium yang menyerupai cairan didalam tubuh. Dan pada
praktikum didapatkan Q45-80% yaitu 10,04%.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G.2018.Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi Revisi. Bandung: ITB
Gunawi, dkk. 2012. “Peningkatan Laju Disolusi Tablet Peroksikam
Menggunakan Polisorbat 80”. Jurnal Acta Pharmaciae Indonesia. Volume8 Nomor 1

Shargel, L and Andrew. 2015. Biofarmasi dan Farmakokinetik Terapan. Edisi


II. Surabaya: Universitas Airlangga Press.

Anda mungkin juga menyukai