Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA

SANDHIE BUDI HIMAWAN


041210613
2022.1/UPBJJ UT YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TERBUKA

MEI 2022

di UNIVERSITAS SEBELAS MARET

KOTA SURAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Kode/Nama MK Praktikum : BIOL4314/Praktikum Biokimia


Nama Mahasiswa : Sandhie Budi Himawan
NIM : 041210613
Program Studi : Biologi
UPBJJ-UT : Yogyakarta

Laporan praktikum ini telah diperiksa dan disetujui di

Universitas Sebelas Maret pada 09 Juni 2022

Menyetujui

Instruktur,

Dr. Widya Mudyantini, S.Si.,M.Si


NIP. 197305051999032001
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Sebelas
Maret. Waktu praktikum yaitu hari Sabtu - Minggu tanggal 21 - 22 Mei 2022
pukul 07.00 – 16.00 WIB dengan susunan dengan jadwal praktikum sebagai
berikut

Hari, Tanggal Kegiatan

Sabtu - Minggu tanggal 21 - 22 1. Uji Spesifik Gula Pereduksi dengan Uji


Mei 2022 Fehling dan Benedict
2. Uji Saponifikasi
3. Uji Kualitatif Biuret Untuk Penentuan
Protein
4. Penentuan Kadar Protein TErlarut
5. Analisis Kandungan Klorofil dalam
Jaringan Tanaman
6. Isolasi DNA Total Tanaman
PENENTUAN PROTEIN METODE BRADFORD

PENDAHULUAN
Protein adalah polimer biologi berbentuk rantai molekul panjang yang
tersusun atas molekul-molekul kecil asam amino yang saling berikatan dengan
ikatan peptida. Asam amino sendiri merupakan molekul dengan gugus karboksil
(-COOH) dan amino (-NH2) terikat dengan gugus acak (-R). Perbedaan gugus
acak menentukan jenis asam amino serta menentukan protein yang terbentuk.
Gugus pada asam amino tersebut dapat berupa senyawa aromatik, rantai panjang
karbon, sulfida, amina, dan sebagainya (Underwood 2001). Protein sendiri
berfungsi banyak dikarenakan keragamannya. Antara lain sebagai enzim, senyawa
transport, protein kontraktil, protein regulator, katalisator, dan protein struktural.
Sifat fisika dan kimia dari protein hampir sama dengan asam amino,
monomernya. Protein memiliki bobot molekul besar, sehingga ketika dilarutkan
akan membentuk senyawa koloid, juga protein tidak dapat melalui membrane
semipermeabel dikarenakan sifatnya itu. Protein dapat menggumpal jika ditambah
alkohol atau diberi panas karena protein akan menarik mantel air yang
melingkupinya. Protein juga bisa mengalami denaturasi dan renaturasi yaitu
pemutusan ikatan-ikatan molekul pada protein dan penggabungan kembali ikatan
tersebut. Hal tersebut bisa diakibatkan pengaruh suhu, pH, dan logam berat.
Protein juga bersifat amfoter serta memiliki titik isolistrik dikarenakan memiliki
gugus karboksil sekaligus amina (Harold 2001).
Protein murni ataupun yang terdapat di dalam campuran dapat ditentukan
kadarnya dengan metode analisis kualitatif maupun kuantitatif. Metode kualitatif
meliputi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitropsida, dan
reaksi Sakaguchi. Sedangkan secara kuantitatif meliputi metode Kjaldehl, metode
kromatografi (cara fraksionasi), metode titrasi formol, metode Lowry, metode
spektrofotometri visible (biuret), metode spektrofotometri UV, dan metode
Bradford (Ambarsari et al. 2006).
Praktikum ini bertujuan menentukan kadar protein dalam suatu sampel
dengan metode Bradford, yaitu dengan metode spektrofotometri menggunakan
kurva standar.

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah spektrofotometer,
gelas piala, gelas ukur, tabung reaksi, pipet volumetrik, pipet tetes, autopipet, labu
Erlenmeyer, alumunium foil, bulb, dan gelas pengaduk. Bahan-bahan yang
digunakan pada praktikum ini antara lain larutan standar Bovine Serum Albumin
(BSA), reagen Bradford, sampel tahu, sampel tempe, sampel bakso dan larutan
NaCl.

Prosedur Percobaan
Pembuatan kurva standar. Enam tabung reaksi dibersihkan dan
dikeringkan, kemudian diberi label masing-masing tabung ke-1, 2, 3, 4, 5. Tabung
ke-1 diisi 100 μL larutan NaCl. Tabung ke-2 diisi campuran BSA 10 μL dan NaCl
90 μL. Tabung ke-3 diisi campuran BSA 20 μL dan NaCl 80 μL. Tabung ke-4
diisi campuran BSA 30 μL dan NaCl 70 μL. Tabung ke-5 diisi campuran masing-
masing BSA dan NaCl 50 μL. Tabung ke-6 diisi 100 μL larutan BSA saja.
Sebanyak 5 mL reagen Bradford ditambahkan ke dalam masing-masing tabung
reaksi. Semua tabung kemudian dikocok hingga homogen dan dibiarkan kurang
lebih 15 menit dengan penutup alumunium foil agar larutan tidak menguap.
Tabung ke-1 digunakan sebagai blanko. Kemudian semua tabung diukur nilai
absorbannya dengan memasukkan larutan ke dalam kuvet dan diukur pada
panjang gelombang 595 nm di spektrofotometer. Setelah itu dibuat kurva
hubungan antara absorban dan konsentrasi protein sebagai kurva standar.
Penentuan konsentrasi protein sampel. Larutan sampel protein
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diukur nilai absorbannya. Pengukuran
dilakukan dua kali. Nilai absorban yang diperoleh digunakan untuk menentukan
konsentrasi sampel. Konsentrasi sampel ditentukan dengan memasukkan nilai
absorban ke persamaan garis yang sudah diperoleh pada percobaan pertama.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Konsentrasi serta nilai absorban untuk penentuan kurva standar dapat
dilihat pada tabel 1, kurva standar BSA dapat dilihat pada gambar 1, sedangkan
nilai konsentrasi protein sampel bisa dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Kurva Standar BSA


Tabung Konsentrasi mg/mL A
1 0,2 0,004
2 0,4 0,008
3 0,6 0,009
4 0,8 0,111
5 1 0,014

1.2
1 y = 0,0023+ 0,0023x
0.8 R = 0,0023
absorbansi

0.6
Series1
0.4
Linear (Series1)
0.2
0
1 2 3 4 5 6
-0.2
konsentrasi (mg/mL)

Gambar 1. Kurva Standar BSA


Tabel 2. Konsentrasi Protein Sampel
Sampel Konsentrasi (mg/mL) A
1 - 0, 0930 0.056
2 -0,1418 0.014
3 0,4541 0.537

Sampel 1
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
0,056 = 0,0023 + 0,0023𝑥
0,0023𝑥 = 0,00537
0,00537
𝑥=
0,0023
𝑥 = 23,34 𝑚𝑔/𝑑𝐿
Sampel 2
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
0,014 = 0,0023 + 0,0023𝑥
0,0023𝑥 = 0,056 - 0,0023
0,00537
𝑥=
0,0023
𝑥 = 23,34 𝑚𝑔/𝑑𝑙

Sampel 3
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
0,537 = 0,0023 + 0,0023𝑥
0,0023𝑥 = 0,537 − 0,0023
0,5347
𝑥=
0,0023
𝑥 = 232,47𝑚𝑔/𝑑𝑙
Metode Bradford adalah salah satu metode dalam penentuan kadar protein
suatu bahan. Prinsip kerjanya didasarkan pada peningkatan secara langsung zat
warna Coomasie Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein yang mengandung
residu asam amino dengan rantai samping aromatik (tirosin, triptofan, dan
fenilalanin) atau bersifat basa (arginin, histidin, dan leusin). Reagen CBBG bebas
berwarna merah kecoklatan (Imaks 465 nm), sedangkan dalam suasana basa reagen
CBBG akan berbentuk anion yang akan mengikat protein membentuk warna biru
(Imaks 595 nm). Jumlah CBBG yang terikat pada protein proporsional dengan
muatan positif yang ditemukan pada protein (Stoscheck 1990).
Metode Bradford banyak digunakan karena cara pewarnaannya yang
praktis dan memiliki nilai sensitivitas tinggi. Nilai sensitivitasnya empat kali dari
metode Lowry. Metode ini dapat mendeteksi sampel yang mengandung protein
kurang dari 0,01 mg/mL. Selain itu metode Bradford lebih cepat dan akurat,
melibatkan langkah-langkah pencampuran yang lebih sedikit, tidak memerlukan
pemanasan, dan memberikan respon kolorimetri lebih stabil dibandingkan dengan
metode lain (John 2009). Namun, respon reagen Bradford rentan terhadap
pengaruh nonprotein, khususnya detergen, dan menjadi semakin nonlinier pada
tinggi akhir konsentrasi berbagai protein yang berguna. Respon Bradford juga
bervariasi tergantung dari komposisi protein, sehingga dibutuhkan protein solusi
standar (Neide et al. 2003).
Reagen Bradford dibuat dengan melarutkan 0,025 g Coomasie Brilliant
Blue ke dalam 12,5 mL etanol 95%, kemudian ditambahkan 25 mL asam fosfat
85%. Larutan diencerkan dengan akuades hingga mencapai volume 250 mL dan
dihomogenkan. Selanjutnya disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam
botol gelap dan suhu rendah (Khopkar 2007).
Berdasarkan percobaan pembuatan kurva standar menggunakan blanko
untuk menghitung nilai dari transmitan atau absorban dasar didapatkan nilai
absorban yaitu 0; 0,133; 0,660; 0,335; 0,474; 0,983. Kenaikan nilai absorban
seharusnya semakin meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi dari BSA,
namun ternyata pada praktikum ini tidak demikian. Hal ini dapat disebabkan
tercemarnya BSA, NaCl, atau reagen Bradford. Selain itu dapat disebabkan
ketidaksesuaian takaran dalam pencampuran larutan yang akan diukur nilai
absorbannya. Sedangkan pada percobaan penentuan konsentrasi protein sampel
menggunakan kurva standar pada percobaan sebelumnya. Digunakan konsentrasi
protein sampel yang sama, kemudian setelah dimasukkan ke persamaan kurva
standar didapatkan dua nilai absorban yang tidak terlalu berbeda jauh, yaitu 0,922
dan 0,733.

SIMPULAN
Kadar protein dari suatu sampel bisa ditentukan dengan beberapa metode,
salah satunya metode Bradford. Metode Bradford menggunakan prinsip
spektrofotometri untuk melihat nilai absorban dan hubungannya dengan protein
yang diikat zat warna CBBG. Konsentrasi sampel bisa ditentukan setelah
membuat kurva standar dari percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari L, Madayanti F, Moels MR, Akhmaloka. 2006 Pengaruh mutasi
D802N pada aktivitas polimerase DNA Pol I ITB-1. Sains & Teknologi
38A(2): 89-98.
Harold H, Craine LE, Hart DJ. 2001. Kimia Organik Edisi ke-11. Michigan (US):
Michigan State University.
John EC. Bradford for checking protein assay on mixed biological samples
(techniques and instrumentation in analytical chemistry). Elsevier Science.
19(8): 83-92.
Khopkar S. 2007. Konsep Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Neide KKK, Gonalves MM, Zaia CTBV, Zaia DAM. 2003. Determination of total
proteins in cow milk powder samples: a comparative study between the
Kjeldahl method and Spectrophotometric method. Journal of Food
Composition and Analysis 16(8): 507-516.
Stoschechk CM. 1990. Increased uniformity in the response of the coomasie blue
protein assay to different proteins. Analytical Biochemistry 18(4) 111-116.
Underwood AL. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta (ID): Erlangga.
PENENTUAN PROTEIN METODE BIURET
Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat
bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Di samping berat molekul yang
berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda pula. Ada protein yang
mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar larut dalam air. Rambut dan
kuku adalah suatu protein yang tidak larut dalam air dan tidak mudah bereaksi,
sedangkan protein yang terdapat dalam bagian putih telur mudah larut dalam air
dan mudah bereaksi (Poedjiadi, 2005).

Dalam kehidupan, protein memegang peranan yang penting pula. Proses


kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu
protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Di samping itu hemoglobin dalam
butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen
dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian
pula zat-zat yang berperan untuk melawan bakteri penyakit atau yang disebut
antigen, juga suatu protein (Poedjiadi, 2005).

Sangat luar biasa pula bahwa semua protein di dalam semua makhluk, tanpa
memandang fungsi dan aktivitas biologinya, dibangun oleh susunan dasar yang
sama, yaitu 20 asam amino baku, yang molekulnya sendiri tidak mempunyai
aktivitas biologi. Lalu, apakah yang memberikan suatu protein aktivitas enzimnya,
protein lain aktivitas hormon, dan yang lain lagi aktivitas antibody ? Bagaimana
kimiawi protein-protein ini berbeda ? Secara cukup sederhana, protein berbeda
satu sama lain karena masing-masing mempunyai deret unit asam amino sendiri-
sendiri. Asam amino merupakan abjad struktur protein, karena molekul-molekul
ini dapat disusun dalam jumlah deret yang hampir tidak terbatas, untuk membuat
berbagai protein dalam jumlah yang hampir tidak terbatas pula (Lehninger, 1982).

Uji Biuret
Uji biuret digunakan untuk menunjukkan adanya ikatan peptida dalam suatu zat
yang diuji. Adanya ikatan peptida mengindikasikan adanya protein, karena asam
amino berikatan dengan asam amino yang lain melalui ikatan peptida membentuk
protein. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terbentuk ketika atom karbon dari
gugus karboksil suatu molekul berikatan dengan atom nitrogen dari gugus amina
molekul lain. Reaksi tersebut melepaskan molekul air sehingga disebut reaksi
kondensasi.

I. Alat Dan Bahan :


Bahan : Alat :
- Larutan Albumin 2% - Gelas Kimia
- Larutan Gelatin - Pipet Tetes
- Larutan Kaldu - Gelas Ukur
- Larutan CuSO4 0,01 M - Labu Ukur
- Larutan NaOH 0,1 M
- Aquadest

II. Prosedur Percobaan :

Uji Biuret

Tambahkan 1 ml NaOH 2,5 N ke dalam 3 ml larutan protein dan aduk.


Tambahkan setetes CuSO4 0,01 M. Aduk, jika tidak timbul warna,
tambahkan lagi setetes atau 2 tetes CuSO4.

III. Hasil Pengamatan :


Bahan Prosedur Hasil Pengamatan
3 ml larutan putih telur Putih telur (bening) + NaOH
a. Putih telur 2% +1 ml NaOH 6 N + 5 (bening)  larutan bening +
tetes CuSO4 0,5 % 5 tetes CuSO4 (Biru) 
bening + 1 tetes CuSO4
(ungu kebiruan)  ungu
kebiruan.
b. Larutan Gelatin 3 ml larutan Gelatin +1 Larutan Gelatin (Keruh) +
ml NaOH 2,5 N + 5 tetes NaOH (Bening)  larutan
CuSO4 0,5% Keruh + 5 tetes CuSO4
(Biru)  bening + 1 tetes
CuSO4 (Biru)  Biru

c. Larutan Kaldu
3 ml larutan kaldu +1 ml Larutan Kaldu (Bening) +
NaOH 2,5 N + 5 tetes NaOH (Bening)  larutan
CuSO4 0,5% Bening + 5 tetes CuSO4
(Biru)  bening + 1 tetes
CuSO4 (Biru)  Biru
Keunguan

VIII. Mekanisme Reaksi


IX. Pembahasan

Pada percobaa kali ini kami melakukan uji terhadap protein. Uji yang kami
gunakan yaitu uji biuret. Adapun sampel protein yang kami gunakan yaitu Kaldu
, putih telur 2 %, dan Larutan Gelatin. Reagen yang digunakan yaitu biuret,
dimana reagen ini didapatkan dengan mereaksikan larutan NaOH dan CuSO 4.
Adapun tujuan dari uji biuret ini adalah untuk membuktikan ada atau tidaknya
ikatan peptide pada suatu protein. Dimana reaksi positif pada uji biuret ini
ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi ungu.

Pada sampel putih telur dan larutan kaldu, ketika putih telur dan larutan
kaldu di tambahkan dengan NaOH putih telur akan berubah menjadi sedikit
kental. Hal ini dikarenakan adanya ikatan peptide dalam putih telur yang
menandakan adanya protein. Setelah ditambahkan CuSO4 putih telur yang
sebelumnya berwarna bening kemudian berubah menjadi warna ungu. Hal ini
terjadi karena warna ungu yang terbentuk berasal dari kompleks koordinasi antara
Cu2+ dengan gugus amida karboksil dari ikatan peptida dalam larutan basa. Untuk
sampel larutan gelatin tidak terjadi perubahan warna (Biru). Hal ini menunjukan
bahwa sampel larutan putih telur dan larutan kaldu tersebut positif terhadap uji
biuret, sedangkan larutan gelatin tersebut negatif terhadap uji biuret

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami dapatkan, larutan yang memiliki


warna ungu paling pekat adalah larutan putih telur. Yang kedua yaitu larutan
kaldu.r. Hal ini sesuai dengan dasar teori yang ada, dimana sampel yang memiliki
lebih banyak kandungan protein maka warna nya akan semakin pekat. Dimana
dari ketiga sampel larutan yang memiliki protein paling banyak yaitu putih telur,
kemudian larutan kaldu. Dari hasil pengamatan juga dapat dilihat perbedaan
warna antara larutan yang berbeda konsentrasi. Dimana semakin tinggi
konsenstrasi makan warna nya akan semakin pekat. Pada percobaan ini kami
membandingkan beberapa sampel yang berbeda dengan reagen yang sama untuk
melihat sampel mana yang memiliki kandungan protein paling banyak.

X. Kesimpulan

1. Larutan kaldu, putih telur positif terhadap uji biuret.


2. Larutan gelatin negatif terhadap uji biuret
3. Reaksi positif dengan reagen biuret (CuSO4 dan NaOH) ditandai
dengan perubahan warna larutan menjadi ungu.
4. Warna ungu yang dihasilkan pada uji biuret menunjukan adanya
ikatan peptida pada larutan tersebut
5. Semakin pekat warna maka kandungan proteinnnya akan semakin
banyak

LAMPIRAN GAMBAR

Daftar Pustaka
Diana,hasty.2013. Uji Biuret. (online).
(http://www.pendidikanbio.blogspot.com/2013/11/uji-biuret.html, diakses
tanggal 8 september 2014)
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia : Jilid I. Diterjemahkan oleh :
Maggy Thenawidjaja. Jakarta : Erlangga.
Poedjiadi, Ana dan F.M. Titin Supriyanti. 2005. Dasar-Dasar Biokimia : Edisi
Revisi. Bandung : UIP (UI-Press).

UJI SPESIFIK GULA PEREDUKSI DENGAN UJI FEHLING


DAN BENEDICT
PENDAHULUAN

Karbohidrat itu sendiri merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen


yang terdapat di alam. Senyawa ini pernah disangka “hidrat dari karbon”, sehingga
disebutlah karbohidrat. Pada tahun 1880 dinyatakan bahwa gagasan “hidrat dari
karbon” merupakan gagasan yang salah dan sebenarnya karbohidrat adalah
polihidroksi aldehida dan keton atau turunankeduanya (Fessenden 1986).

Karbohidrat didefinisikan secara umum sebagai senyawa dengan rumus


molekul Cn(H2O)n. Karbohidrat adalah turunan aldehid atau keton dari alkohol
polihidroksi atau senyawa turunan sebagai hasil hidrolisis senyawa kompleks
(Girinda 1986).

Karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan merupakan cadangan makanan


yang disimpan dalam akar, batang, dan biji sebagai pati (amilum). Karbohidrat dalam
tubuh manusia dan hewan dibentuk dari beberapa asam amino, gliserol lemak, dan
sebagian besar diperoleh dari makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
(Sirajuddin dan Najamuddin 2011). Karbohidrat ditemukan pada setiap sel makhluk
hidup yang berperan antaralain sebagai alat komunikasi sel (Winarno 2008).

Ada 3 jenis karbohidrat berdasarkan penggolongan ini, yaitu, Monosakarida,


Disakarida (oligosakarida), dan Polosakarida (Wardiana dan Santoso 2010). Baik pada
hewan maupun manusia, energi disimpan sebagai glikogen dan pada tanaman
sebagai pati. Kedua jenis karbohidrat tersebut merupakan polisakarida (Sumarlin
2006). Untuk mengindentifikasi makanan tersebut mengandung karbohidrat maka,
dilakukan uji kualitatif. Uji kualitatif yang dilakukan seperti uji Fehling dan Uji
Benedict
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. Pipet tetes
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f. Bunsen, kasa dan kaki tiga
g. Penjepit Tabung
h. Batang pengaduk
2. Bahan
a. Larutan Kanji
b. Larutan Madu
c. Larutan Sirup
d. Reagen Benedict
e. Larutan Fehling
f. Kertas saring atau kertas biasa
g. Korek api
h. Air suling atau air aquadest
i. Tissue
3. Prosedur
A. Benedict

Masukkan 5 ml pereaksi benedict ke dalam tabung reaksi yang


bersih dan kering. Tambahkan 1 ml larutan glukosa dan panaskan dalam
penangas air selama 5 menit. Dinginkan (Pembentukan endapan hijau,
kuning atau merah menunjukan reaksi positif). Amati perubahan warna.
Amati dan catat perubahan warnanya.
B. Fehling
Memasukkan 1 ml larutan fehling A dan 1 ml fehling B ke dalam
tabung reaksi yang bersih dan kering. Menambahkan kedalamnya 1 ml (10
tetes) larutan glukosa (gula), dan memanaskan dalam penangas air sampai
mendidih. Mengamati dan mencatat apa yang terjadi.

4. Hasil Percobaan
a. Tabel Uji Benedict dan Fehling

No Perlakuan Pengamatan

1 5mL pereaksi benedict + 5 ml larutan Kanji Biru Muda

2 5mL pereaksi benedict + 5 ml larutan Madu Hijau Muda

3 5mL pereaksi benedict + 5 ml Larutan Sirup Hijau Kehitaman

4 1 mL pereaksi Fehling + 0,5 mL larutan Kanji Biru muda

5 1 mL pereaksi Fehling + 0,5 mL larutan Madu Hijau, ↓merah bata

6 1 mL pereaksi Fehling + 0,5 mL larutan Sirup Hijau, ↓merah bata

5. Kesimbulan dan Pembahasan

Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula


(karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida
dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pada uji Benedict,
pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam
gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun
fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha
hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa
dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict.
Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100
gram sodium carbonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram
copper (II) sulphate pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan akuadest
sebanyak 1 liter.
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi
dalam makanan, sampel karbohidrat (sukrosa, laktosa, fruktosa, maltosa,
dan galaktosa) dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi
benedict. Dipanaskan dalam waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses
ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau,
kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa
tinggi).
Dari hasil pengamatan, madu dan sirup mengalami perubahan
menjadi endapan merah bata yang disebabkan oleh larutan benedict yang
terdiri dari tembaga sulfat (CuSO4) sedangkan pada sampel larutan kanji
memberikan hasil negatif pada uji Benedict.Sedangkan pada amilum atau
kanji diperoleh reaksi yang negatif. Seperti diketahui bersama bahwa
larutan kanji atau amilum adalah polisakarida atau bisa juga disebut
karbohidrat kompleks sebab polisakarida tidak memiliki gugus gula
reduksi sehingga memberikan reaksi yang negatif pada uji Benedict. Bahwa
pada Larutan Madu dan Larutab mengalami oksidasi dan mampu mereduksi
senyawa yaitu melepaskan O2 sehingga terbentuk tembaga oksida (Cu2O)
yang kita lihat sebagai endapan merah bata. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut :
Pada uji Fehling pereaksi yang digunakan adalah pereaksi fehling.
Pereaksi ini dapat direduksi oleh selain karbohidrat yang mempunyai sifat
mereduksi juga dapat direduksi oleh reduktor lain. Pereaksi Fehling terdiri dari
dua larutan yaitu Fehling A dan Fehling B. Larutan Fehling A adalah
CuSO4 dalam air, sedangkan Fehling B adalah larutan garam KNitrat dan NaOH
dalam air. Kedua macam larutan ini disimpan terpisah dan baru dicampur
menjelang digunakan untuk memeriksa suatu karbohidrat. Dalam pereaksi ini ion
Cu²+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan
menjadi CuO2. Fehling B berfungsi mencegah Cu²+ mengendap dalam suasana
alkalis.
Uji fehling bertujuan untuk memperlihatkan ada atau tidaknya gula
pereduksi. Karena prinsip kerjanya adalah grafimetri sehingga dengan mudah
dapat ditentukan cuplikan yang mengandung karbohidrat. Pada percobaan
terlihat bahwa dari 3 yaitu Kanji, Madu, Sirup sampel yang diujikan hanya 2
sampel yang positif terhadap uji ini, sampel yang
memberikan hasil positif adalah larutan madu dan larutan sirup. Sedangkan
pada amilum atau kanji diperoleh reaksi yang negatif. Sudah diketahui bersama
bahwa larutan kanji atau amilum adalah polisakarida atau bisa juga disebut
karbohidrat kompleks sebab polisakarida tidak memiliki gugus gula reduksi
sehingga memberikan reaksi yang negatif pada uji Fehling.

LAMPIRAN GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA

Clark,John M. 1964. Experimental Biochemistry. WH Freeman and Company.


San Franciso

Eaton,David C. 1980. The World of Organic Chemistry.Mc-Graw-Hill Book


Company. New york.

Hutagalung, Halomoan. 2004. Karbohidrat. Universitas Sumatera Utara:


Sumatera Utara

Mulasari, Surahma Asti dan Tri Wahyuni Sukesi. 2013. Biokimia. Penerbit
Pustaka Kesehatan: Yogyakarta

Morrison, Robert Thornton. 1983. Organic Chemistry Fourth Edit. New York:
New York University.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka: Jakarta.


UJI SAPONIFIKASI

PENDAHULUAN

Lemak dan minyak adalah senyawa lipida yang paling banyak di alam.
Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan konsistensi/sifat fisik pada suhu
kamar, yaitu lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair. Perbedan
titik cair dari lemak disebabkan karena perbedaan jumlah ikatan rangkap, panjang
rantai karbon, bentuk cis atau trans yang terkandung di dalam asam lemak tidak
jenuh (Sartika, 2008).
Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh
dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam lemak
pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau
tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap.
Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh
(saturated fatty acid/SFA) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap.
Sedangkan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak
tidak jenuh (unsaturated fatty acids), dibedakan menjadi Mono Unsaturated Fatty
Acid (MUFA) memiliki 1 (satu) ikatan rangkap, dan Poly Unsaturated Fatty Acid
(PUFA) dengan 1 atau lebih ikatan rangkap (Sartika, 2008).
Jumlah atom karbon pada asam lemak berkisar antara 4 sampai 24 atom
karbon, dengan pembagian antara lain asam lemak rantai pendek/SCFA (2–4 atom
karbon), rantai medium/MCFA (6–12 atom karbon) dan rantai panjang/LCFA
(>12 atom karbon). Semua lemak bahan pangan hewani dan sebagian besar
minyak nabati men- gandung asam lemak rantai panjang. Titik cair asam lemak
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon. Umumnya asam lemak
yang menyusun lemak bahan pangan secara alami terdiri dari asam lemak dengan
konfigurasi posisi cis minyak kelapa sawit, kedelai, jagung, canola dan kelapa
(Sartika, 2008).
Lipid tidak memiliki rumus molekul yang sama, akan tetapi terdiri dari
beberapa golongan yang berbeda. Berdasarkan kemiripan struktur kimia yang
dimiliki, lipid dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu Asam lemak, Lemak dan
fosfolipid. Lemak secara kimiadiartikan sebagai ester dari asam lemak dan
gliserol. Rumus umum lemak yaitu: R1,R2,dan R3 adalah rntai hidrokarbin dengan
jumlah atom karbon dari 3 sampai 23, tetapi yang paling umum dijumpai yaitu 15
dan 17 (Salirawati, 2007).
Lemak digolongkan berdasarkan kejenuhan ikatan pada asam lemaknya.
Adapun penggolongannya adalah asam lemak jenuh dan tak jenuh. Lemak yang
mengandung asam-asam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang tidak memiliki
ikatan rangkap. Dalam lemak hewani misalnya lemak babi dan lemak sapi,
kandungan asam lemak jenuhnya lebih dominan. Asam lemak tak jenuh adalah
asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap. Jenis asam lemak ini dapat di
identifikasi dengan reaksi adisi, dimana ikatan rangkap akan terputus sehingga
terbentuk asam lemak jenuh (Salirawati ,2007).
Fungsi lipid seperti minyak dan lemak sebagai nutrisi dan juga merupakan
sumber energi utama yang digunakan sebagai energi cadangan makanan yang
disimpan pada jaringan adiposa dalam tubuh, dalam bentuk lipoprotein fosfalipid
yang berfungsi sebagai pengangkut zat-zat yang melewati membran sel. Steroid
senyawa-senyawa memiliki beberapa fungsi misalnya kolestrol berperan dalam
proses pengangkutan lemak dalam tubuh. Estrogen dan testoleron berfungsi
sebagai hormon kelamin: dehidroksikolestrol dan ergastrol berperan sebagai
provitamin D (Sutresna, 2009).
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, =
sabun dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai
membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak
hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan
dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas.
Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada
umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH.
Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan
dengan sabun yang dibuat dengan KOH

A. Alat dan Bahan


Alat
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. Pipet tetes
d. Gelas kimia
e. Gelas ukur
f. Bunsen, kasa dan kaki tiga
g. Penjepit Tabung
h. Batang pengaduk
Bahan
a. Minyak kelapa
b. Larutan NaOH
c. Etanol
d. Akuades
Cara Kerja
1. Memasukkan 2 mL minyak Kelapa ke dalam erlenmeyer 250 mL
2. Menambahkan 1 gram NaOH dan 2 mL larutan Etanol
3. Memanaskan erlenmeyer dalam air mendidih selama 10-15 menit
4. Mendinginkan larutan dalam bejana berisi air dingin kemudian
mengambil zat padat yang terbentuk denga batang pengaduk
5. Melarutkan dalam sedikit air didalam tabung reaksi, terbentuknya
larutan berbusa menunjukkan bahwa terjadinya reaksi penyabunan

Kesimpulan dan Pembahasan


Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan bahwa hasil uji
saponifikasi pada sambel minyak sawit adalah terjadi reaksi positif saponfikasi
Reaksi positif ditandai dengan munculnya busa dan lama kelamaan
alkohol akan menguap. Untuk menyempurnakan reaksi hidrolisis, maka dilakukan
pemanasan ± 15 menit sampai busa (sabun) yang terbentuk larut semuanya.
Dilakukan pemanasan berfungsi untuk mempercepat hidrolisis, homogenisasi
untuk menghomogenkan larutan dengan pereaksi. Setelah dilakukan pemansan
kemudian di tambahkan aquades. Dan dikocok hingga berbusa. Pada hasil
analisis percobaan diperoleh sampel lemak minyak kelapa menghasilkan
busa. Maka dari percobaan ini menandakan bahwa lemak kulit ayam mengandung
trigliserida.
Lemak dan minyak dapat terhidrolisis dengan bantuan basa kuat, seperti
NaOH atau KOH melalui pemanasan dan menghasilkan asam lemak (sabun) dan
gliserol. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi saponifikasi merupakan reaksi
yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan alkali yang menghasilkan
sabun dan gliserol. Prinsip dalam proses saponifikasi, yaitu lemak akan
terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Alkali yang biasa
digunakan pada uji saponifikasi adalah NaOH dan KOH. Untuk menghasilkan
sabun yang keras digunakan NaOH, sedangkan untuk menghasilkan sabun yang
lunak atau sabun cair digunakan KOH. Perbedaan antara sabun keras dan lunak
jika dilihat dari kelarutannya dalam air yaitu sabun keras bersifat kurang larut
dalam air jika dibandingkan dengan sabun lunak.
Apabila rantai karbon itu pendek, maka jumlah mol asam lemak besar,
sebaliknya apabila rantai karbonnya panjang maka jumlah mol asam lemak kecil.
Jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram lemak
disebut bilang penyabunan. Jika sejumlah sampel disabunkan dengan larutan
KOH berlebih dalam alkoloh. Maka KOH akan bereaksi dengan triliserida, yaitu
tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak.

Reaksi yang terjadi adalah :


LAMPIRAN GAMBAR

DAFTAR PUSTAKA
Andry, 2008, Teknologi Lemak Dan Minyak, http://www.pdf-search-
engine.com.
Julianty., Riza, 2008. Analisis Kadar Lemak, http://www.pdf-search-
engine.com.

Lehninger., Albert., 1982, Dasar-dasar Biokimia, Gramedia, Jakarta


Scy Tech Encyclopedia, 2008, Lipid
Soerawidjaja., T., 2005, Mendorong Upaya Pemanfaatan dan
Sosialisasi Biodiesel Secara Nasional , Makalah disampaikan
pada pertemuan duabulanan ke-3 LP3E KADIN Indonesia,
Jakarta.

Sudarmadji., Slamet., et al, 1996, Prosedur Analisis Bahan Makanan


dan Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta..
https://id.wikipedia.org/wiki/Etanol

ANALISIS KANDUNGAN KLOROFIL DALAM JARINGAN


TANAMAN

PENDAHULUAN

Warna daun berasal dari klorofil, pigmen warna hijau yang terdapat di dalam
kloroplas. Energi cahaya yang diserap klorofil inilah yang menggerakkan sitesis molekul
makanan dalam kloroplas. Kloroplas ditemukan terutama dalam sel mesofil, yaitu
jaringan yang terdapat di bagian dalam daun. Karbon dioksida masuk ke dalam daun,
dan oksigen keluar, melalui pori mikroskopik yang di sebut stomata (Campbell, dkk,
2002).
Klorofil adalah pigmen hijau fotosintetis yang terdapat dalam tanaman, Algae
dan Cynobacteria. nama "chlorophyll" berasal dari bahasa Yunani kuno: choloros = green
(hijau), and phyllon= leaf (daun). Fungsi krolofil pada tanaman adalah menyerap energi
dari sinar matahari untuk digunakan dalam proses fotosintetis yaitu suatu proses
biokimia dimana tanaman mensintesis karbohidrat (gula menjadi pati), dari gas karbon
dioksida dan air dengan bantuan sinar matahari (Subandi, 2008).

Klorofil merupakan zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau
yang berfotosintesis. Berdasarkan penelitian, klorofil ternyata tidak hanya berperan
sebagai pigmen fotosintesis. Proses fotosintesis membutuhkan klorofil, maka klorofil
umumnya disintesis pada daun untuk menangkap cahaya matahari yang jumlahnya
berbeda pada tiap spesies tergantung dari faktor lingkungan dan genetiknya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi sintesis klorofil meliputi: cahaya, gula atau karbohidrat, air,
temperatur, faktor genetik dan unsur-unsur nitrogen, magnesium, besi, mangan, Cu, Zn,
sulfur, dan oksigen.

Faktor utama pembentuk klorofil adalah nitrogen (N). Unsur N merupakan unsur
hara makro. Unsur ini diperlukan oleh tanaman dalam jumlah banyak. Unsur N
diperlukan oleh tanaman, salah satunya sebagai penyusun klorofil. Tanaman yang
kekurangan unsur N akan menunjukkan gejala antara lain klorosis pada daun. Tanaman
tidak dapat menggunakan N2 secara langsung. Gas N2 tersebut harus difiksasi oleh
bakteri menjadi amonia (NH3) (Hendriyani dan Setiari, 2009).

Klorofil pada tumbuhan ada dua macam, yaitu klorofil a dan klorofil b.
perbedaan kecil antara struktur kedua klorofil pada sel keduanya terikat pada protein.
Sedangkan perbedaan utama antar klorofil dan heme ialah karena adanya atom
magnesium (sebagai pengganti besi) di tengah cincin profirin, serta samping
hidrokarbon yang panjang, yaitu rantai fitol (Santoso, 2004).

Semua tanaman hijau mengandung klorofil a dan krolofil b. Krolofil a terdapat


sekitar 75% dari total klorofil. Kandungan klorofil pada tanaman adalah sekitar 1% basis
kering. Dalam daun klorofil banyak terdapat bersama-sama dengan protein dan lemak
yang bergabung satu dengan yang lain. Dengan lipid, klorofil berikatan melalui gugus
fitol-nya sedangkan dengan protein melalui gugus hidrofobik dari cincin porifin-nya.
Rumus empiris klorofil adalah C55H72O5N4Mg (klorofil a) dan C55H70O6N4Mg (klorofil b)
(Subandi, 2008).
Antara klorofil a dan klorofil b mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda,
dimana klorofil a di samping bias menyerap energi cahaya, klorofil ini juga bias merubah
energi cahaya dan tidak bisa merubahnya menjadi energi kimia dan energi itu akan
ditransfer dari klorofil b ke klorofil a. Klorofil b ini tidak larut dalam etanol tai dapat larut
dalam ester, dan kedua jenis klorofil ini larut dalam senyawa aseton (Devlin, 1975).

Ketika tingkat radiasi tinggi, biasanya kloroplas tersusun berbaris di sepanjang


dinding radial sel, menjadi terlindung satu sama lain dari kerusakan akibat cahaya.
Dalam cahaya redup dan sering dalam gelap, kloroplas terpsah menjadi dua kelompok
yang tersebar di sepanjang dinding di sisi terdekat dan terjauh dari sumber cahaya;
dengan demikian, memaksimumkan penyerapan cahaya. Pergerakan plastid ini, yang
bergantung pada arah cahaya dan juga tingkat iradiansi, merupakan contoh adanya
fototaksis.

Pada semua spesies, kloroplas itu sendiri tidak menyerap cahaya yang
mengakibatkan fototaksis; sebaliknya, cahaya yang diserap di tampat lain di dalam sel
menyebabkan pergerakan kloroplas melalui efeknya pada aliran sitoplasma, dan efek itu
berasal dari interaksi antara mikrofilamen dan mikrotubul. Secara ekologis, pergerakan
kloroplas tampak penting, terutama untuk meningkatkan penyerapan cahaya pada
iradiansi rendah dan untuk mengurangi penyerapan ketika iradiansi tinggi sekali, yang
mungkin akan menyebabkan solariasi atau perusakan lainnya oleh cahaya (Salisbury dan
Ross, 1995).

Peningkatan kandungan klorofil a dan b menyebabkan kemampuan dalam


menangkap energi radiasi cahaya klon toleran lebih efisien dibandingkan dengan klon
peka, sehingga fotosintesis klon toleran lebih tinggi dibandingkan dengan klon peka.
Klorofil a dan b berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Klorofil b berfungsi sebagai
antena fotosintetik yang mengumpulkan cahaya. Peningkatan kandungan klorofil b yang
pada kondisi ternaungi berkaitan dengan peningkatan protein klorofil sehingga akan
meningkatkan efisiensi fungsi antena fotosintetik pada Light Harvesting Complex II (LHC
II). Penyesuaian tanaman terhadap radiasi yang rendah juga dicirikan dengan
membesarnya antena untuk fotosistem II. Membesarnya antena untuk fotosistem II
akan meningkatkan efisiensi pemanenan cahaya (Hidema et al., 1992).

Klorofil b berfungsi sebagai antena yang mengumpulkan cahaya untuk kemudian


ditransfer ke pusat reaksi. Pusat reaksi tersusun dari klorofil a. Energi cahaya akan
diubah menjadi energi kimia di pusat reaksi yang kemudian dapat digunakan untuk
proses reduksi dalam fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 1991).

Sejak tipe-tipe atom atau molekul yang sedikit berbeda pada tingkat energinya,
yang substansi menyerap cahaya dengan suatu karakteristik panjang gelombang yang
berbeda. Ini biasanya ditunjukkan selama penyerapan sinar pada tiap gelombangnya.
Sebagai contoh, klorofil a sangat kuat pada panjang gelombang 660 nm pada sinar
merah dan paling rendah pada panjang gelombang 430 nm pada sinar biru. Ketika
gelombang itu berpindah maka sinar yang ada di sebelah kiri adalah sinar hijau yang bisa
kita lihat (Guiltmond and Hopkins, 1983).

Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari


spektrofotometer dan fotometer akan menghasilkan sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang energi secara relatif. Jika energi tersebut ditransmisikan maka akan
ditangkap oleh klorofil yang terlarut tersebut. Pada fotometer filter sinar dari panjang
gelombang yang diinginkan akan diperoleh dengan berbagai filter yang punya spesifikasi
melewati banyaknya panjang gelombang tertentu. (Noggle dan Fritz, 1979).

Dari semua radiasi matahari yang dipancarkan, hanya panjang gelombang


tertentu yang dimanfaatkan tumbuhan untuk proses fotosintesis, yaitu panjang
gelombang yang berada pada kisaran cahaya tampak (380-700 nm). Cahaya tampak
terbagi atas cahaya merah (610 - 700 nm), hijau kuning (510 - 600 nm), biru (410 - 500
nm) dan violet (< 400 nm). Masing-masing jenis cahaya berbeda pengaruhnya terhadap
fotosintesis. Hal ini terkait pada sifat pigmen penangkap cahaya yang bekerja dalam
fotosintesis. Pigmen yang terdapat pada membran grana menyerap cahaya yang
memiliki panjang gelombang tertentu. Pigmen yang berbeda menyerap cahaya pada
panjang gelombang yang berbeda (Pratama, 2009).

Alat Spektrofotometer sangat mahal, sehingga hanya sedikit tempat yang


memilikinya. Penggunaan alat penunjang seperti cuvet, pemakaiannya juga harus
dengan hati-hati. Untuk itulah, tujuan utama dari percobaan ini adalah untuk
mempelajari dan memberikan latihan cara penggunaan Spektrofotometer. Untuk
keperluan ini, penentuan kadar klorofil adalah salah satu contoh dalam penggunaan
Spektrofotometer ini. Spektrofotometer yang akan digunakan dalam percobaan ini
adalah Spektrophotometer UV Vace UH-5300 Hitachi
METODOLOGI

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bayam (Amaranthus sp),
aseton 60% dan 80%. Dan alat yang digunakan berupa mortar dan alu, gelas ukur, labu
ukur, tabung reaksi, Spektrophotometer UV Vace UH-5300 Hitachi.

Untuk percobaan pengukuran kadar klorofil dilakukan percobaan mengukur


kadar klorofil dari suatu tanaman dengan kode Sampel daun A dan samoel Daun B

Untuk membandingkan kadar klorofil dari daun-daun tadi digunakan cara


pengukuran yang dilakukan oleh Arnon (1949) yaitu, 1 gram daun yang masih segar
dirajang kecil-kecil. Rajangan diekstrak dengan aseton 60% sebanyak 100 mL, dengan
cara menggerusnya didalam mortal selama 5 menit. Diyakinkan bahwa semua pigmen
klorofil dari daun telah keluar seluruhnya dan hal ini dapat dilihat dari ampasnya yang
berwarna putih. Ekstrak klorofil disaring dengan saringan Buchner dan selanjutnya
dimasukan ke dalam labu ukur 100 ml. Penambahan aseton 80% hanya diperlukan
apabila volume ekstrak dalam labu ukur belum mencapai batas 100 ml. Dengan
menggunakan cuvet, Optica Dencity (OD) diukur dari ekstrak dengan menggunakan
panjang gelombang 663 nm dan 645 nm.
Konsentrasi klorofil dapat dihitung dengan rumus Arnon (1949) dengan
membandingkan OD pada 663 nm dan 645 nm dalam sel yang tebalnya 1 cm dengan
menggunakan koefisien absorbsi spesifik yang telah ditentukan oleh Mac Kinner (1941)
sebagai berikut :

Klorifil total (mg/l) = 20,2 D645 + 0.02 D663


Klorofil a = 12,7 D663 + 2,69 D645
Klorofil b = 22,9 D645 + 0,02 D663
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil pengamatan praktikum menggunakan spektofotometer

no indeks mode A B
663 nm 645 nm
1 0 Abs 0.000 0.000
2 0 Abs 0.472 0.221
3 0 Abs 0.594 0.218
4 0 Abs 0.615 0.240

Hasil pengamatan untuk kadar klorofil daun muda


Jenis klorofil
No.
Klorofil a Klorofil b Klorofil total
1. 6,58889 5,07034 4,47364

Hasil pengamatan untuk kadar klorofil daun dewasa


Jenis klorofil
No.
Klorofil a Klorofil b Klorofil total
1. 8,4561 5,5083 4,84603

Pada praktikum kali ini untuk penentuan kadar klorofil menggunakan daun
dengan umur yang berbeda yaitu daun umur muda yaitu daun yang diambil pada pucuk,
dan daun dewasa yaitu. Masing-masing daun tersebut diekstrak dan ekstrak tersebut
dibiarkan selama 1 minggu. Setelah diekstrak, terlihat jelas perbedaan warna ekstrak
dari daun yang berbeda usianya. Untuk warna ekstrak tercerah didapat pada daun
setengah tua.
Selanjutnya dilakukan penentuan kadar klorofil dengan menggunakan alat yang
disebut dengan spektrofotometer. Harga alat ini sangat mahal sehingga dalam
penggunaannya perlu dilakukan secara hati-hati.
Untuk menggunakan alat tersebut pertama isi akuades pada cuvet yang
nantinya akan dijadikan sebagai blanko, kemudian diletakkan pada spektofotometer
dengan hati-hati dan selanjutnya ditekan tombol zero untuk mengkalibrasi alat tersebut.
Selanjutnya isi cuvet lainnya dengan ekstrak daun bayam (Amaranthus spinosus) yang
ada. Masukkan 1 cuvet berisi ekstrak daun bayam ditempat cuvet berisi akuades
diletakkan sebelumnya sedangkan cuvet berisi akuades dipindahkan pada posisi diatas
cuvet berisi ekstrak daun bayam. Lalu spektofotometer kembali dikalibrasi. Setelah
pengkalibrasian selesai, maka dipilih panjang gelombang yang diinginkan yang tertera
pada monitor spektrofotometer. Klorofil yang terkandung pada ekstrak daun bayam
tersebut selanjutnya akan ditembakkan sesuai dengan panjang gelombang yang telah
dipilih dan nantinya akan terlihat nilai kadar klorofil dari ekstrak daun bayam yang
diukur pada monitor.
Prinsip kerjanya adalah menentukan kadar klorofil dengan spektrum cahaya
(panjang gelombang) tertentu yang dipancarkan ke molekul klorofil didalam alat
tersebut. Senyawa tertentu hanya menyerap foton yang bersesuaian dengan panjang
gelombang tertentu dan oleh karena itu setiap pigmen memiliki spektrum absorbsinya
yang unik. Klorofil a dan klorofil b karena memiliki absorbsi spektrumnya yang kuat pada
kisaran panjang gelaobang 600-700 nm. Klorofil-a (C55H72O5N4Mg) yang berwarna hijau
tua dan klorofil-b (C55H70O6N4Mg) yang berwarna hijau muda. Klorofil-a dan b paling kuat
menyerap cahaya di bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya
hijau (500-600 nm).
Dari pengukuran kadar klorofil menggunakan alat Spektrofotometer, ternyata
kadar klorofil pada daun tua memang lebih banyak yaitu 4,8603 mg/l dibandingkan
dengan daun muda yaitu 4,47364 mg/l
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung klorofil total yaitu:
Klorofil Total (mg/l) = 20,2 D645 + 0,02 D663
Diperolehnya hasil tersebut dapat dikarenakan pada daun dewasa kadar
klorofilnya sudah sedikit berkurang dibandingkan dengan daun setengah tua. Hal ini
dapat terjadi karena rusaknya klorofil yang ada.
Dari hasil percobaan juga diperoleh hasil bahwa dari kedua sampel daun dengan
umur yang berbeda diperoleh kadar klorofil a lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
klorofil b. Hal ini sesuai dengan pernyataan Subandi (2008) bahwa Semua tanaman hijau
mengandung klorofil a dan krolofil b. Krolofil a terdapat sekitar 75 % dari total klorofil.
Untuk menghitung klorofil a dan klorofil b menggunakan rumus:
Klorofil a = 12,7 D663 + 2,69 D645
Klorofil b = 22,9 D645 + 0,02 D663
Jadi setelah melakukan praktikum ini praktikan dapat mengetahui dan
menggunakan spektofotometer sesuai prosedur yang benar dalam satu diantara
kegunaanya yaitu penentuan kadar klorofil.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum Penentuan Kadar Klorofil secara Spektoskopi maka


dapat disimpulkan bahwa kadar klorofil total tertinggi didapatkan pada ekstrak daun
dewasa 4,8603 mg/l dan daun muda hanya 4,47364 mg/l
Selanjutnya diperoleh bahwa kadar klorofil a pada semua ekstrak sampel daun
lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan kadar klorofil b.
Pengukuran jumlah klorofil dapat dengan dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV Vace UH-5300 Hitachi dan dibutuhkan keterampilan dan
pengetahuan khusus dalam penggunaannya. Pada daun yang masih muda konsentrasi
klorofil masih rendah, sedangkan daun setengah tua sangat tinggi dan menurun drastis
pada daun dewasa akibat penuaan. Tingginya konsentrasi klorofil menunjukkan
tingginya penyerapan energi cahaya oleh daun itu sendiri. Semakain tinggi penyerapan
cahaya pada daun maka semakin maksimal kinerja dalam proses fotosintesisnya.

.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell dkk. 2002 Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Devlin, Robert M. 1975. Plant Physiology Third Edition. New York: D. Van
Nostrand.

Djukti dan Purwoko, Bambang Sapta. 2003. Pengaruh Naungan Paranet


Terhadap Sifat Toleransi Tanaman Talas (Colocasia esculenta (L.)
Schott). Ilmu Pertanian, Vol. 10 No. 2, 2003: 17-25.

Hendriyani, Ika Susanti dan Setiari, Nintya. 2009. Kandungan Klorofil dan
Pertumbuhan Kacang Panjang (Vigna sinensis) pada Tingkat Penyediaan
Air yang Berbeda. J. Sains & Mat. Vol 17 No. 3, Juli 2009: 145-150.

Hidema J, Makino A, Kurita Y, Mae T, Ohjima K. 1992. Changes in the Level of


Chlorophyll and Light-harvesting Chlorophyll a/b Protein PS II in Rice
Leaves Agent Under Different Irradiances from Full Expansion Through
Senescense. Plant Cell Physiol 33(8): 1209-1214.

Lakitan. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Noggle, Ray, R dan Fritzs, J. George. 1979. Introductor Plant Physiology. New
Delhi: Mall of India Private Ilmited.

Pratama, Tomi Anugrah. 2009. Fotosintesis. (online).


(http://thetom022.files.wordpress.com/2009/06/fotosintesis.pdf.,

Salisbury, Frank B. dan Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung:


Penerbit ITB.

Santoso. 2004. Fisiologi Tumbuhan. Bengkulu: Universitas Muhammadiyah


Bengkulu.

Subandi, Aan. 2008. Metabolisme. (online).


(http://metabolisme.blogspot.com/2007/09,

Suyitno. 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan Lanjut. Yogyakarta: UNY.

Taiz L and Zeiger E. 1991. Plant Physiology. Tokyo: The Benyamin/Cumming


Publishing Company Inc.
ISOLASI DNA TOTAL TANAMAN DAN ELEKTROFORESIS
DNA GENOM

PENDAHULUAN
DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang anti pararel dengan
komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan
pasangan basa. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik dan
bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set lengkap dari
materi genetik (DNA) yang dimiliki suatu organisme dan terorganisasi menjadi
kromosom. DNA juga dapat diisolasi, baik pada manusia maupun tumbuhan.
Isolasi DNA merupakan langkah yang tepat untuk mempelajari DNA. Prinsipnya
ada dua, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk
memisahkan campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang
mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul
ringan akan berada pada bagian atas tabung (Aditia, 2010).
DNA pada organisme tingkat tinggi seperti manusia, hewan dantumbuhan
terdapat di dalam inti sel, dan beberapa organ lain didalam sel seperti mitokondria
dan kloroplast. Penyebutan nama DNAjuga didasarkan pada lokasi asalnya. DNA
genome inti nuclear DNA genome berasal dari inti sel, DNA genom mitokondria
& mitochondrial DNA genome berasal dari mitokondria, DNA genomkloroplast
berasal dari kloroplast. Pada organisme tingkatrendah, DNA penyusun kromosom
dan plasmid dibungkus oleh dindingsel &pada bakteri atau dibungkus oleh protein
tertentu pada. kromosom eukariot berbentuk linear sedangkan kromosom
prokariot berbentuk sirkular. selain itu prokariot juga mengandung satu atau lebih
plasmid. Plasmid merupakan mulekul DNA sirkular dengan ukuran yang jauh
lebih kecil dibanding kromosom (Anggie, 2011).
Terdapat organel-organel bermembran ganda di dalam sitoplasma, termasuk
mitokondria baik pada tumbuhan maupun hewan. Oleh karena itu perlu dilakukan
isolasi DNA pada tanaman dan hewan untuk mengetahui dan mempelajari DNA
dari tanaman dan hewan tersebut. Sel eukariotik memiliki DNA lebih banyak,
lengkap dengan komponen-komponen lain. DNA tanaman dan hewan tersimpan
dalam nucleusyang terbungkus oleh membran. Isolasi DNA merupakan langkah
yang tepat untuk mempelajari DNA. Prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi.Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran
berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat
molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan
berada pada bagian atas tabung. Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam
fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian
bawah. Presipitasi merupakan langkah yang dilakukan untuk mengendapkan suatu
komponen dari campuran (Restu, 2012).
Tahapan terakhir dari ektraksi ini adalah penambahan buffer TE. Buffer TE
berfungsi untuk melarutkan DNA yang dihasilkan dan menjaga DNA agar tidak
mudah rusak. Dalam buffer TE mengandung EDTA yang berfungsi sebagai
senyawa pengkelat yang mengikat ion Magnesium, yaitu kofaktor yang
diperlukan untuk altivtas berbagai enzim nuclease (Yuwono, 2008).
Elektroforesis gel agarosa adalah teknik paling baik yang pernah dibuat dan
secara rutin digunakan di laboratorium klinis untuk analisis protein dan DNA
pada berbagai cairan biologis (serum, urin, CSF). Teknik ini merupakan teknik
yang menggunakan prinsip elektroforesis zona. Seperti yang diketahui, molekul
protein bermigrasi pada medium padat/gel yang direndam dengan suatu larutan
penyangga di bawah pengaruh medan listrik. Migrasi ini tergantung pada muatan
listrik, titik isoelektrik bersih dan massa molekul protein (Yuwono, 2008)
Prinsip kerja elektroforesis gel dimulai saat molekul yang bermuatan listrik
ditempatkan pada medium berisi tenaga listrik. Molekul yang digunakan dalam
praktikum elektroforesis adalah molekul DNA yang bermuatan negatif. Molekul
akan bermigrasi menuju kutub positif atau kutub negatif berdasarkan muatan yang
terkandung di dalamnya. Molekul-molekul yang bermuatan negatif (anion) akan
bergerak menuju kutub positif (anoda), sedangkan molekul-molekul yang
bermuatan positif (kation) akan bergerak menuju kutub negatif (katoda) DNA
memiliki muatan negatif karena mengandung gugus O. Oleh karena itu, arah
migrasi DNA adalah dari kutub negatif ke kutub positif (Masniawati, 2000)
Migrasi DNA tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran
molekul DNA, konsentrasi gel, bentuk molekul, densitas muatan, pori-pori gel,
voltase, dan larutan buffer elektroforesis. Pertama, ukuran molekul DNA.
Molekul yang berukuran lebih kecil akan cepat bergerak melewati gel karena
hambatan yang akan dihadapi tidak lebih banyak dibandingkan molekul
berukuran besar. Kedua, konsentrasi gel. Semakin tinggi konsentrasi agarosa,
semakin kaku gel yang dibuat sehingga sukar untuk dilewati molekul-molekul
DNA. Konsentrasi agarosa yang lebih tinggi memudahkan pemisahan DNA yang
berukuran kecil, konsentasi agarosa yang lebih rendah memudahkan pemisahan
DNA dengan ukuran yang lebih besar. Ketiga bentuk molekul. Molekul yang
memiliki bentuk elips atau fibril akan lebih cepat bergerak dibandingkan dengan
yang berbentuk bulat. Keempat densitas muatan. Densitas muatan yaitu muatan
per unit volume molekul. Molekul dengan densitas muatan tinggi akan bergerak
lebih cepat dibandingkan molekul dengan densitas muatan yang rendah. Kelima,
pori-pori gel. Semakin kecil pori-pori gel yang digunakan, semakin lambat
pergerakan molekul DNA. Keenam, voltase. Semakin tinggi tegangan listrik yang
diberikan, semakin cepat pergerakan molekul DNA. Ketujuh, larutan buffer
elektroforesis. Buffer dengan kadar ion tinggi akan menaikkan konduktansi listrik
sehingga mempercepat migrasi DNA (Aditia, 2010).
Lokasi fragmen DNA yang terbentuk seperti pita – pita pada elektroforesis
dapat diamati secara spesifik dengan menggunakan pewarna. Pewarna tersebut
dapat berupa etidium bromida atau gel red. Etidium bromida memiliki kelebihan
yaitu mudah digunakan dan akan menghasilkan warna terang apabila terpapar
sinar UV. Kelebihan gel red yaitu tidak memiliki sifat mutagen seperti etidium
bromida (Kusuma, 2010).
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui prinsip kerja dan terampil melakukan isolasi DNA beberapa
tanaman menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle
(1987).
2. Mengetahui kualitas dan kuantitas DNA hasil isolasi secara langsung serta
faktor–faktor yang mempengaruhinya.
3. Mengetahui prinsip kerja pemisahan menggunakan elektroforesis.
4. Mengetahui prinsip pengamatan pita-pita (bands) pada gel agarosis hasil
pemisahan menggunakan elektroforesis.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan

Bahan untuk isolasi DNA tanaman:


1. Sampel daun yang sudah dibekukan dalam freezer selama 24 jam
2. Larutan buffer pengekstrak CTAB (50 ml): CTAB 2% (w/v) + NaCl
1,4 M + Buffer Tris –HCL 0,1 M (pH 8) + EDTA 0,05 M (pH 8) +
ddH2O steril (hingga 50 ml). Agar mutu DNA yang diperoleh lebih
baik, pada saat membuat buffer pengekstrak dapat dimodifikasi
dengan penambahan antioksida 1% polyvinylpyrrolidone (PVP) dan /
atau 1% mercaptoethanol (v/v). (larutan buffer harus fresh, dibuat
sesaat sebelum digunakan. Larutan buffer hanya bertahan 1 hari).
3. Larutan kloroform: Isoamil alkohol (24 : 1) (v/v)
4. Isopropanol (2-propanol)
5. Na- asetat 3 M (pH 5,2)
6. Etanol 70% dingin
7. Larutan buffer TE (50 ml) (pH 8,0 yang mengandung RNA-se (bebas
DNA-se)
8. Pasir kuarsa
9. Aquadest steril & tissue
Bahan untuk analisis DNA menggunakan elektroforensis:
1. Agarose
2. Buffer Tae 1x
3. Etridium bromide
4. Parafilm
5. Sarung tangan plastik
6. Loading-dye
Bahan untuk penetapan DNA menggunakan spektrofotometer:
1. DNA hasil isolasi
2. Akuadest steril
Alat untuk analisis DNA menggunakan elektroforensis:
1. Mortar
2. Pestle
3. Microtube 2 dan 1,5 ml
4. Micropipet
5. Microtip
6. Water bath
7. Icebath
8. Refrigerated centrifuge
9. Botol pereaksi
10. Gunting
11. Timbangan analitis
12. Tusuk gigi steril
Alat untuk analisis DNA menggunakan elektroforensis:
1. Erlenmeyer 25 ml
2. Microwave
3. Elektroforensisi (Agarose Gel Electrophoresis System)
4. Micropipet
5. Microtip
6. UV transilluminator
7. Icebath

B. Cara Kerja
A) Isolasi DNA Tanaman
Ditimbang masing-masing daun 200 mg dan dihaluskan dengan
mortar dan pastle, kemudian ditambahkan 1 ml larutan buffer CTAB,
hasil lysis dipindahkan ke mikrotube dan bilas mortar dengan buffer
CTAB 1 ml, selanjutnya Divortex kurang lebih 2 menit, dipanaskan di
waterbath dengan suhu 65oC selama 1 jam (15 menit dibolak-balik)
kemudia divortex lagi kurang lebih 2 menit, selanjutnya sentrifuge
8.000 rpm 5 menit, lalu larutan diambil 1 ml dan dipindahkan ke
mikrotube baru, ditambahkan 1 ml kloroform: isoamil alkohol (24:1)
dan dibolak-balik 5 menit, di sentrifuge 10.000 rpm selama 10 menit
dan dipindahkan supernata ke mikrotube baru, dihitung volumenya,
selanjutnya ditambahkan 0,6 vol isopropanol dan 0,1 Na-asetat 3 M
(pH 5,2) lalu di sentrifuge kembali dengan 10.000 rpm selama 3
menit, kemudian dibuang supernata, cuci dengan etanol dingin dan
disentrifuge 10.000 rpm selama 3 menit, terakhir ditambahkan buffer
TE.
B) analisis DNA menggunakan elektroforensis
1 gram agarose ditambahkan 100 ml TAE 1x kemudian di
microwave, lalu
dituang 20 ml larutan ke erlenmeyer 25 ml dan ditunggu hingga agak
dingin, kemudian ditambahkan 1 ml etridium bromide, dan dicampur
hingga rata lalu dituang dalam cetakkan dan pasang sisir kemudian
didiamkan selama 30 menit dan ditambahkan buffer TAE sampai
menggenang, selajutnya Sampel DNA diambil 5 ml dan dicampur
dengan 3 ml loading dye di parafilm, Campuran tersebutk kemudian
dimasukkan ke sumur gel, di running el-fo selama 15 menit, lalu gel
diambil dan dipindahkan ke UV-transiluminator dan diamati bands
DNAnya.

III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Pada praktikum ini menggunakan 2 jenis daun yaitu daun kacang dan daun
pepaya. Namun ada empat jenis yaitu tanaman A adalah daun pepaya ditambah
kuarsa, tanaman B daun pepaya, tanaman C daun kacang ditambah kuarsa dan
tanaman D daun kacang. Pemberian kuarsa ini untuk mengetahui apakah ada
perbedaan hasil yang ditambah kuarsa dengan tidak.
DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi
untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler.
DNA terdapat pada nukleus, mitokondria dan kloroplas. Perbedaan di antara
ketiganya adalah: DNA nukleus berbentuk linear dan berasosiasi sangat erat
dengan protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk
sirkular dan tidak berasosiasi dengan protein histon. Selain itu, DNA mitokondria
dan kloroplas memiliki ciri khas, yaitu hanya mewariskan sifat-sifat yang berasal
dari garis ibu. Hal ini sangat berbeda dengan DNA nukleus yang memiliki pola
pewarisan sifat dari kedua orang tua.
Tahap pertama isolasi DNA adalah penghancuran membran dan dinding sel
dengan cara ditumbuk serta tambahkan larutan buffer CTAB sebanyak 1 ml untuk
menbantu saat proses penghancuran. Ternyata tanaman yang ditambah dengan
kuarsa lebih cepat halus karena kuarsa sifatnya seperti garam membantu peoses
penghalusan saat ditumbuk. Tuang sebanyak 2 ml ekstrak daunnya kedalam
microtube dan vortex selama kurang lebih 2 menit agar benar benar tercampur.
Proses ini bertujuan untuk mengendapkan asam nukleat dan polisakarida asam,
sedangkan protein-protein tetap berada dalam larutan CTAB. Proses inkubasi
dalam watrbath berguna untuk memaksimalkan kerja laruttan buffer CTAB untuk
pemisahan dan pengendapan asam nukleat dan polisakarida asam yang menempel
pada DNA. Setelah itu baru padatan dibagian bawah microtube dibuang dan
ditambahkan klorofrom : isomali alkohol(24:1) hal ini bertujuan untuk
mendenaturasi protein, dan untuk membersihkan DNA dari sisa protein dan
polisakarida.
Pengamatan hasil isolasi DNA tanaman

Sampel Ada/tidak
Warna DNA
DNA
Sampel Daun
Tidak ada Tidak ada
Cabai

Pengamatan hasil analisis DNA menggunakan Elektroforensis


Penambahan senyawa pereduksi seperti merchaptoetanol dalam proses
isolasi DNA dapat mencegah proses oksidasi senyawa fenolik sehingga
menghambat aktivitas radikal bebas yang dihasilkan oleh oksidasi fenol terhadap
asam nukleat. Buffer CTAB dengan kandungan garam yang tinggi dapat
memisahkan polisakarida dari dinding sel, sedangkan PVP dapat mengurangi
browning akibat kandungan fenol pada daun muda. Pada prinsipnya optimasi
prosedur ini bertujuan melindungi DNA genom dari degradasi akibat senyawa
sekunder yang dilepaskan ketika sel dihancurkan atau kerusakan akibat
penanganan fisik.
Sedangkan untuk melakukan analisi DNA pada praktikum ini menggunkan
alat yang disebut elektroforesis. Menurut Jean and Francois G (2010)
elektroforesis gel agarosa adalah teknik paling baik yang pernah dibuat dan secara
rutin digunakan di laboratorium klinis untuk analisis protein dan DNA pada
berbagai cairan biologis (serum, urin, CSF). Teknik ini merupakan teknik yang
menggunakan prinsip elektroforesis zona. Seperti yang diketahui, molekul protein
bermigrasi pada medium padat/gel yang direndam dengan suatu larutan
penyangga di bawah pengaruh medan listrik. Migrasi ini tergantung pada muatan
listrik, titik isoelektrik bersih dan massa molekul protein.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan terlihat tidak terdapat pita-pita
pada hasil elektroforesis. Lokasi fragmen DNA yang terbentuk seperti pita – pita
pada elektroforesis tidak dapat diamati secara spesifik dengan menggunakan
secara spesifik.
IV. KESIMPULAN
1. Prinsip kerja isolasi DNA adalah penghancuran dinding sel dengan cara
menumbuk daun tanpa tulang diatas mortar dan pestle, lalu penghilangan
protein dan RNA menggunakan beberapa larutan buffer, pengendapan DNA
dengan menggunakan isopropanol dan Na-assetat pada sampel dan yang
terakhir adalah pemanenan DNA yaitu dengan diperolehnya DNA.
2. Kualitas dan kuantitas DNA hasil isolasi dikatakan baik dika hasilnya
banyak dan terlihat keberadaannya sebelum sentrifugasi terakhir. DNA yang
baik adalah yang berwarna putih, jika DNA tidak berwarna putih mungkin
pada saat proses pencucian DNA kurang bersih.
3. Prinsip kerja elektroforesis gel yaitu molekul akan bermigrasi menuju kutub
positif atau kutub negatif berdasarkan muatan yang terkandung di dalamnya.
Molekul-molekul yang bermuatan negatif (anion) akan bergerak menuju
kutub positif (anoda), sedangkan molekul-molekul yang bermuatan positif
(kation) akan bergerak menuju kutub negatif (katoda) DNA memiliki muatan
negatif karena mengandung gugus O. Oleh karena itu, arah migrasi DNA
adalah dari kutub negatif ke kutub positif.
4. Prinsip pengamatan pita-pita (bands) pada gel agarosis hasil pemisahan
menggunakan elektroforesis tidak dapat diamati secara spesifik dengan
menggunakan pewarna. Pewarna tersebut dapat berupa etidium bromida
atau gel red.

DAFTAR PUSTAKA
Aditia. 2010. Isolasi DNA. (online)
http://sharkestaditia.academia.edu/2010/03/isolasiDNA.html. Diakses 30
Maret 2018
Anggie. 2011. Manfaat Isolasi DNA. (online)
http://anggiemyblog.academia.edu/2011/04/laporan-isolasi-dna.html.
Diakses tanggal 30 Maret 2018

Kusuma, S.A.F. 2010. Prinsip kerja elektroforesis. PCR : Bandung.

Masniawati, A. 2000. Keragaman genetik kelapa dalam mapanget-32 (dmt-32)


hasil penyerbukan sendiri berdasarkan penandamolekuler random
amplified polymorphic DNA (RAPD). Tesis Pascasarjana. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Restu, Muh.2012. Jurnal Optimalisasi Teknik Ekstraksi dan Isolasi DNA
Tanaman Suren (Toona Sureni Merr) untuk Analisis Keragaman Genetik
berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Fakultas
Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Yuwono, Triwibowo. 2008. Biologi Molekuler. Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai