Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOFARMASI DAN FARMAKOKINETIKA

“STUDI ABSORPSI OBAT SECARA IN VITRO”

Oleh:

1. Puan Vindi (612010041)

2. Rosa Amelia (612010047)

3.. Yohanvi Ayu (612010076)

UNIVERSITAS MA CHUNG MALANG

2022
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Dasar Teori
Uji in vitro adalah uji yang mengukur laju dan tingkat pelepasan zat
obat dari suatu produk obat. Di mana pengujian dilakukan di luar tubuh
untuk mengetahui kandidat suatu obat dengan memperoleh suatu efek
farmakologik, farmakokinetik dan toksisitas suatu obat (Ikrom, T.R, & all,
2014). Absorbsi obat adalah proses pergerakan obat dari tempat pemberian
ke dalam sirkulasi umum dalam tubuh yang melewati membran dan
kemudian sampai di jaringan atau organ. Pada umumnya obat di absorbsi
dari saluran pencernaan melalui mekanisme difusi pasif. Absorbsi suatu
senyawa obat diatur oleh kelarutan obat dan permeabilitas gastrointestinal.
Apabila kelarutan dan permeabilitas meningkat maka terjadi peningkatan
kecepatan (Cao, 2012). Absorbsi dari saluran gastrointestinal dipengaruhi
oleh sifat fisika dan kimia obat, bentuk sediaan, luas permukaan, laju
pengosongan lambung, mobilitas gastrointestinal, dan aliran darah ke
tempat absorbsi (Natalijah, 2020)
Difusi pasif adalah proses di mana molekul secara spontan berdifusi
dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi lebih
rendah. Sebagian besar obat melalui difusi pasif tenaga pendorong difusi
pasif adalah konsentrasi obat yang lebih tinggi di sisi mukosa di bandingkan
di dalam darah. Difusi pasif dapat dipengaruhi oleh derajat kelarutan obat
dalam lemak akan mempengaruhi absorpsi obat. Koefisien partisi
menyatakan partisi obat dalam minyak-air yang melewati membran
hipotetik dalam mukosa akan memiliki harga K yang lebih besar. Koefisien
Difusi adalah suatu tetapan untuk setiap obat yang dapat didefinisikan
sebagai sejumlah obat yang terdifusi melewati suatu membran dengan luas
tertentu untuk setiap satuan waktu. Dengan persamaan berikut:
𝑑𝑄
= 𝑃(𝐶𝑐𝐼)
𝑑𝑡
(Shargel, 2012)
Beberapa obat terdiri atas elektrolit lemah, baik asam lemah ataupun
basa lemah yang terlarut dalam larutan, Derajat ionisasi ini tergantung pada
pKa suatu obat dan pada pH larutan. Untuk obat asam pKa rendah berarti
relatif kuat, sedangkan untuk basa pKa tinggi yang relatif kuat. Bentuk ion-
ion umumnya larut baik dalam lemak sehingga mudah berdifusi melintasi
membran. (Shargel, 2012)
Obat dapat diberikan melalui rute parenteral, enteral, inhalasi,
intranasal, transdermal (perkutan), atau intranasal untuk absorpsi sistemik.
Setiap rute pemberian obat memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu.
Banyak obat tidak diberikan secara oral karena tidak terabsorpsi di
dalam saluran gastrointestinal dengan baik. Faktor biofarmasi seperti
kelarutan obat dalam air, permeabilitas membran sel, derajat ionisasi,
ukuran molekul, ukuran partikel, dan sifat bentuk sediaan juga akan
mempengaruhi penyerapan obat sistemik. Absorpsi berdasarkan aktivitas
fisika kimia molekul obat dipengaruhi oleh formulasi, pH, permeabilitas
regional usus, dan motilitas usus. (Shargel, 2012)
Permeabilitas merupakan masuk dan keluarnya senyawa atau ion
dari sel hidup yang sangat tergantung kepada kemampuan membran sel
untuk melakukannya. Suatu membran disebut permeabel jika dapat dilalui
zat, baik pelarut maupun zat terlarut. Disebut semipermeabel bila
melarutkan sebagian zat dan menahan zat lainnya, sedangkan jika tidak
dapat dilalui semua zat disebut impermeabel. (Shashank, 2018).
Permeabilitas membran tergantung kepada senyawa yang ada di sekitar sel
dan perubahan yang terjadi di luar dan di dalam sel. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya permeabilitas selektif atau permeabilitas
diferensial. Kecepatan lewatnya zat melalui membran ini tergantung kepada
keadaan zatnya. (Shargel, 2012)
1.2 Tujuan Praktikum
Mempelajari pengaruh pH terhadap absorpsi obat melalui saluran
pencernaan secara in vitro.
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan

Gunting Bedah, Gunting, Pinset Tikus Putih Jantan yang sudah


dipuasakan 24 jam

Gelas Ukur, beaker gelas, Pipet Volume, Larutan NaCl 0,9% b/v
Tabung reaksi,

Pipet, Batang Pengaduk, Pipa Kapiler Eter

Benang jahit, Benang kasur Seng Sulfat

Penggaris Barim Hidroksida

Vial 15 ml 6pcs Aquadest

Vortex, Centrifuge Cairan asam PH 1,2

Tabung Crane&Wilson Cairan basa PH 7,4

waterbath, stopwatch Oksigen

spektrofotometer UV-Vis
2.2 Cara Kerja
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Panjang gelombang Asam Salisilat = 302 nm
A = 0,0382
B = 0,035
Persamaan kurva baku
y = A + Bx
= 0,0382 + 0,035x

Kontrol

Waktu (Menit) Asam Basa

15 0,241 0,394

30 0,910 0,249

45 0,862 0,324

Sampel

Waktu (Menit) Asam Basa

15 0,146 0,043

30 0,182 0,028

45 0,205 0,085
Perhitungan Asam

Menit Konsentrasi Konsentrasi Cs-Ck Q’ Fk Qb


Kontrol Sampel (µg/mL) (µg) (µg) (µg)
(Ck) (Cs)
(µg/mL) (µg/mL)

15 5,794 2,905 -2,889 -4,0446 0 -4,0446

30 24,908 3,848 -21,06 -29,848 -0,0539 -29,901

45 21,649 4,45 -17,199 -24,0786 -0,3986 -24,4772

Kontrol Asam (15 menit)


y = A + Bx
0,241 = 0,0382 + 0,035 x
x = 5,794

Sampel Asam (15 menit)


y = A + Bx
0,043 = 0,0382 + 0,035 x
x = 2, 905

Q’ = 1,4 . (-2,889)
= -4,0446

Fk = (1/75) . 0 + 0
=0
Qb = (-0,259) + 0
= -4,0446

Kontrol Asam (30 menit)


y = A + Bx
0,910 = 0,0382 + 0,035 x
x =24,908

Sampel Asam (30 menit)


y = A + Bx
0,043 = 0,0382 + 0,035 x
x = 3,848
Q’ = 1,4 . (-21,06)
= -29,848
Fk = (1/75) . (-4,04406) + 0
= -0,0539
Qb = (-29,848) + (-0,0539)
= -29,901

Kontrol Asam (45 menit)


y = A + Bx
0,862 = 0,0382 + 0,035 x
x = 21,649

Sampel Asam (45 menit)


y = A + Bx
0,043 = 0,0382 + 0,035 x
x = 4,45

Q’ = 1,4 . (-17,199)
= -24,0786
Fk = (1/75) . -29,848 + -0,0539
= -0,3986
Qb = -24,0786 + -0,3986
= -24,4772
Perhitungan Basa

Menit Konsentrasi Konsentrasi Cs-Ck Q’ Fk Qb


Kontrol Sampel (µg/mL) (µg) (µg) (µg)
(Ck) (Cs)
(µg/mL) (µg/mL)

15 0,394 0,209 -0,185 -0,259 0 -0,259

30 0,249 -0,183 -0,432 -0,6048 - 0,0034 - 0,8501

45 0,324 1,308 0,984 1,3776 - 0,0146 1,3629

Kontrol Basa (15 menit)


y = A + Bx
0,394 = 0,0382 + 0,035 x
x = 9,397

Sampel Basa (15 menit)


y = A + Bx
0,043 = 0,0382 + 0,035 x
x = 0,209

Q’ = 1,4 . (-0,185)
= -0,259
Fk = (1/75) . 0 + 0
=0
Qb = (-0,259) + 0
= -0,259

Kontrol Basa (30 menit)


y = A + Bx
0,249 = 0,0382 + 0,035 x
x = 5,602

Sampel Basa (30 menit)


y = A + Bx
0,028 = 0,0382 + 0,035 x
x = -0,183

Q’ = 1,4 . (-0,6048)
= -0,8467
Fk = (1/75) . (-0,259) + 0
= - 0,0034
Qb = (- 0,8467) + (-0,0034)
= - 0,8501

Kontrol Basa (45 menit)


y = A + Bx
0,324 = 0,0382 + 0,035 x
x = 8,166

Sampel Basa (45 menit)


y = A + Bx
0,085 = 0,0382 + 0,035 x
x = 1,308

Q’ = 1,4. 0,984
= 1,3776
Fk = (1/75) . (-0,8467) + (- 0,0034)
= - 0,0146
Qb = 1,3776 + (- 0,0146)
= 1,3629

Persamaan hubungan antara Qb dengan Waktu


Parameter Absorpsi Asam
y = -0.6811x + 0,9583
Pm = b/konsentrasi asam salisilat
= -0,6811/ 0,1
= -6,811

Lag time = a/b


= 0,9583/ -0,6811
= -1,4069

Parameter Absorpsi Basa


y = -0.0541x - 1.5373
Pm = b/konsentrasi asam salisilat
= -0,0541/ 0,1
= -0,541

Lag time = a/b


= - 1.5373/-0.0541
= 28,4159
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian absorbsi obat secara in
vitro dengan menggunakan hewan uji tikus putih jantan. Dilakukan
pembedahan pada tikus yang telah dipuasakan selama 24 jam. Kemudian,
usus yang di bawah pilorus sekitar 15 cm usus dipotong dan dibuang,
selanjutnya diukur kembali sepanjang 20 cm. Dari 20 cm usus tersebut
dipotong menjadi 2 bagian sehingga tiap usus memiliki ukuran 10 cm. Lalu,
usus dibalik dengan bantuan pipa kapiler dan pinset sehingga bagian
mukosa berada diluar. Selanjutnya, usus yang bagian mukosa diluar diikat
ke dalam alat crane dan wilson yang diisi dengan larutan mukosal (PH 1,2
dan 7,2). Kemudian, masukkan ke dalam waterbath dengan bagian dalam
usus diisi dengan cairan serosal sebanyak 1,4 ml dan dialiri oksigen
sebanyak 100 gelembung per menit selama 15, 30 dan 45 menit pemberian
gas tersebut agar proses absorpsi yang terjadi sama seperti di dalam tubuh.
Setelah mendapatkan cairan serosal dari pengamatan usus tersebut
kemudian diencerkan dengan cara 1 ml cairan usus ditambah dengan 2 ml
cairan seng sulfat dan 2 ml cairan barium hidroksida. Kemudian dilakukan
spektrofotometri untuk mengetahui data absorbansi.
Absorpsi merupakan proses pergerakan obat dari tempat pemberian
ke dalam sirkulasi darah dalam tubuh dengan melewati membran dan
kemudian sampai pada jaringan atau organ. Suatu obat yang bersifat asam
akan terabsorbsi optimum pada pH asam (lambung) dan obat yang bersifat
basa terabsorpsi optimum di pH basa (usus). Asam Salisilat merupakan
senyawa yang bersifat asam lemah sehingga memiliki penyerapan optimum
pada pH lambung. Suatu tetapan absorpsi suatu obat dapat didefinisikan
sebagai masuknya suatu obat ke dalam sirkulasi obat.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, nilai pm yang
diperoleh dengan penggunaan cairan mukosal asam yaitu sebesar -6,811
Sementara itu, pada penggunaan cairan mukosal basa diperoleh nilai sebesar
-0,541, hal ini dinyatakan seberapa besar absorpsi obat yang terjadi. Pm
adalah parameter yang menggambarkan potensi membran absorpsi untuk
dapat dilalui suatu zat. Qkum/A adalah parameter yang menggambarkan
jumlah total obat yang ditranspor pada menit terakhir percobaan per
milimeter persegi luas permukaan absorpsi. Ka adalah parameter yang
menggambarkan kecepatan perpindahan suatu zat melewati suatu membran
absorpsi.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, nilai lag time yang
diperoleh dengan penggunaan cairan mukosal asam yaitu sebesar -1,4069.
Sementara itu, pada penggunaan cairan mukosal basa diperoleh nilai sebesar
28,4159. Lag time merupakan penundaan waktu absorpsi obat sebelum
permulaan orde kesatu terjadi. Lag time pada suatu obat dapat diamati
dengan adanya dua garis residual yang diperoleh dengan cara feathering
kurva kadar plasma absorpsi obat dan waktu yang berpotongan pada suatu
titik t=0, lag time pada t0 menyatakan permulaan absorpsi obat atau dapat
dikatakan awal mula kerja obat dengan berapa lama waktu obat yang
diperlukan untuk mencapai konsentrasi efektif minimum.
Hasil negatif yang didapatkan pada percobaan kali ini diakibatkan
karena adanya kesalahan pada waktu yang dihitung saat percobaan. Waktu
yang seharusnya terjadi antara 15 menit langsung berjalan ke 30 menit tetapi
praktikan memulai kembali ke waktu 0 sampai 30 menit. Adapun dapat
terjadi kemungkinan karena kontaminasi zat aktif yang digunakan dan
ketidak telitian praktikan dapat proses penyiapan usus saat akan digunakan
untuk praktikum. sehingga hasil yang didapatkan memperoleh nilai negatif
baik percobaan asam dan basa.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum studi absorpsi obat secara in-vitro dengan
menggunakan usus dari tikus jantan putih dapat diketahui tetapan absorpsi dan lag
time asam suatu obat dengan asam dan basa. percobaan ini mendapatkan hasil dari
lag time kurang dari 15 menit. Sehingga dapat dikatakan bahwa absorpsi obat
berjalan optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Cao, X. Y. (2012). Drug Absorption Principles. Biopharmaceutics Applications in
Drug Development,.
Ikrom, T.R, A. D., & all, e. (2014). Studi in vitro Ekstrak Etanol Daun Kamboja
sebagai Anti Aeromonas Hydrophyla. SAIN VETERINER.
Natalijah. (2020). Optimalisasi penggunaan hewan uji tikus (Rattus norvegicus)
dalam uji in vitro absorpsi obat per oral menggunakan metode usus
terbalik. INDONESIAN JOURNAL OF LABORATORY.
Shargel, L. &. (2012). Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New
York: : McGraw-Hill Companies.
Shashank, G. I. (2018). Understanding antibiotic resistance via outer membrane
permeability. Infection and Drug Resistance .
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai