Oleh:
2022
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Dasar Teori
Uji in vitro adalah uji yang mengukur laju dan tingkat pelepasan zat
obat dari suatu produk obat. Di mana pengujian dilakukan di luar tubuh
untuk mengetahui kandidat suatu obat dengan memperoleh suatu efek
farmakologik, farmakokinetik dan toksisitas suatu obat (Ikrom, T.R, & all,
2014). Absorbsi obat adalah proses pergerakan obat dari tempat pemberian
ke dalam sirkulasi umum dalam tubuh yang melewati membran dan
kemudian sampai di jaringan atau organ. Pada umumnya obat di absorbsi
dari saluran pencernaan melalui mekanisme difusi pasif. Absorbsi suatu
senyawa obat diatur oleh kelarutan obat dan permeabilitas gastrointestinal.
Apabila kelarutan dan permeabilitas meningkat maka terjadi peningkatan
kecepatan (Cao, 2012). Absorbsi dari saluran gastrointestinal dipengaruhi
oleh sifat fisika dan kimia obat, bentuk sediaan, luas permukaan, laju
pengosongan lambung, mobilitas gastrointestinal, dan aliran darah ke
tempat absorbsi (Natalijah, 2020)
Difusi pasif adalah proses di mana molekul secara spontan berdifusi
dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi lebih
rendah. Sebagian besar obat melalui difusi pasif tenaga pendorong difusi
pasif adalah konsentrasi obat yang lebih tinggi di sisi mukosa di bandingkan
di dalam darah. Difusi pasif dapat dipengaruhi oleh derajat kelarutan obat
dalam lemak akan mempengaruhi absorpsi obat. Koefisien partisi
menyatakan partisi obat dalam minyak-air yang melewati membran
hipotetik dalam mukosa akan memiliki harga K yang lebih besar. Koefisien
Difusi adalah suatu tetapan untuk setiap obat yang dapat didefinisikan
sebagai sejumlah obat yang terdifusi melewati suatu membran dengan luas
tertentu untuk setiap satuan waktu. Dengan persamaan berikut:
𝑑𝑄
= 𝑃(𝐶𝑐𝐼)
𝑑𝑡
(Shargel, 2012)
Beberapa obat terdiri atas elektrolit lemah, baik asam lemah ataupun
basa lemah yang terlarut dalam larutan, Derajat ionisasi ini tergantung pada
pKa suatu obat dan pada pH larutan. Untuk obat asam pKa rendah berarti
relatif kuat, sedangkan untuk basa pKa tinggi yang relatif kuat. Bentuk ion-
ion umumnya larut baik dalam lemak sehingga mudah berdifusi melintasi
membran. (Shargel, 2012)
Obat dapat diberikan melalui rute parenteral, enteral, inhalasi,
intranasal, transdermal (perkutan), atau intranasal untuk absorpsi sistemik.
Setiap rute pemberian obat memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu.
Banyak obat tidak diberikan secara oral karena tidak terabsorpsi di
dalam saluran gastrointestinal dengan baik. Faktor biofarmasi seperti
kelarutan obat dalam air, permeabilitas membran sel, derajat ionisasi,
ukuran molekul, ukuran partikel, dan sifat bentuk sediaan juga akan
mempengaruhi penyerapan obat sistemik. Absorpsi berdasarkan aktivitas
fisika kimia molekul obat dipengaruhi oleh formulasi, pH, permeabilitas
regional usus, dan motilitas usus. (Shargel, 2012)
Permeabilitas merupakan masuk dan keluarnya senyawa atau ion
dari sel hidup yang sangat tergantung kepada kemampuan membran sel
untuk melakukannya. Suatu membran disebut permeabel jika dapat dilalui
zat, baik pelarut maupun zat terlarut. Disebut semipermeabel bila
melarutkan sebagian zat dan menahan zat lainnya, sedangkan jika tidak
dapat dilalui semua zat disebut impermeabel. (Shashank, 2018).
Permeabilitas membran tergantung kepada senyawa yang ada di sekitar sel
dan perubahan yang terjadi di luar dan di dalam sel. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya permeabilitas selektif atau permeabilitas
diferensial. Kecepatan lewatnya zat melalui membran ini tergantung kepada
keadaan zatnya. (Shargel, 2012)
1.2 Tujuan Praktikum
Mempelajari pengaruh pH terhadap absorpsi obat melalui saluran
pencernaan secara in vitro.
BAB II
METODOLOGI
Alat Bahan
Gelas Ukur, beaker gelas, Pipet Volume, Larutan NaCl 0,9% b/v
Tabung reaksi,
spektrofotometer UV-Vis
2.2 Cara Kerja
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Panjang gelombang Asam Salisilat = 302 nm
A = 0,0382
B = 0,035
Persamaan kurva baku
y = A + Bx
= 0,0382 + 0,035x
Kontrol
15 0,241 0,394
30 0,910 0,249
45 0,862 0,324
Sampel
15 0,146 0,043
30 0,182 0,028
45 0,205 0,085
Perhitungan Asam
Q’ = 1,4 . (-2,889)
= -4,0446
Fk = (1/75) . 0 + 0
=0
Qb = (-0,259) + 0
= -4,0446
Q’ = 1,4 . (-17,199)
= -24,0786
Fk = (1/75) . -29,848 + -0,0539
= -0,3986
Qb = -24,0786 + -0,3986
= -24,4772
Perhitungan Basa
Q’ = 1,4 . (-0,185)
= -0,259
Fk = (1/75) . 0 + 0
=0
Qb = (-0,259) + 0
= -0,259
Q’ = 1,4 . (-0,6048)
= -0,8467
Fk = (1/75) . (-0,259) + 0
= - 0,0034
Qb = (- 0,8467) + (-0,0034)
= - 0,8501
Q’ = 1,4. 0,984
= 1,3776
Fk = (1/75) . (-0,8467) + (- 0,0034)
= - 0,0146
Qb = 1,3776 + (- 0,0146)
= 1,3629
DAFTAR PUSTAKA
Cao, X. Y. (2012). Drug Absorption Principles. Biopharmaceutics Applications in
Drug Development,.
Ikrom, T.R, A. D., & all, e. (2014). Studi in vitro Ekstrak Etanol Daun Kamboja
sebagai Anti Aeromonas Hydrophyla. SAIN VETERINER.
Natalijah. (2020). Optimalisasi penggunaan hewan uji tikus (Rattus norvegicus)
dalam uji in vitro absorpsi obat per oral menggunakan metode usus
terbalik. INDONESIAN JOURNAL OF LABORATORY.
Shargel, L. &. (2012). Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New
York: : McGraw-Hill Companies.
Shashank, G. I. (2018). Understanding antibiotic resistance via outer membrane
permeability. Infection and Drug Resistance .
Lampiran