Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

EPIDEMIOLOGI PADA KASUS KERACUNAN MAKANAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi


Dosen Pengampu : Ns. Sumandar, S.Kep, M. Kep

Oleh :

Umiatun

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL INSYIRAH


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
PEKANBARU
2021
Keracunan Makanan
1. Pengertian
Keracunan makanan adalah gastroenteritis akut yang disebabkan oleh konsumsi dari
bahan makanan atau minuman yang mengandung mikroorganisme patogen atau racun mereka
atau jenis zat kimia beracun. Insiden keracunan makanan adalah umum di antara hostel, hotel,
menyusui komunal, dan selama musim festival. Kisah biasa adalah, tiba-tiba mengalami
gejala serupa dalam kelompok orang dengan riwayat asupan terakhir dari makanan dari
sumber yang sama.
Menurut Gaman dan Sherington (1996 : 255-256) yang mengatakan bahwa keracunan
makanan adalah gejala yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan yang beracun atau
terkontaminasi bakteri atau mikroorganisme. Gejala yang paling umum adalah sakit perut,
pusing, muntah dan diare. Makanan yang dapat menyebabkan terjadinya gejala keracunan
makanan, bisa juga nampak kurang membahayakan, misalnya warna, rasa dan bentuk fisik
yang tampak normal dan tidak ada tanda-tanda kerusakan, tetapi ternyata mengandung
bakteri atau mikroorganisme yang membahayakan.

2. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebabnya :
1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun,
seperti jamur beracun, ketela hijau, gadung atau umbi racun.
2. Infeksi mikroba (bacterial food infection), yaitu disebabkan bakteri pada saluran
pencernaan makanan yang masuk kedalam tubuh atau tertelannya mikroba dalam
jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti salmonellosis
streptococcus.
3. Racun/toxin mikroba (bactrical food poisoning), yaitu racun atau toxin yang dihasilkan
oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang
membahayakan seperti racun botulism tang disebabkan oleh colostridium pseudomonas
cocovenenas. Terdapat pada tempe bongkrek.
4. Kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk dalam tubuh dalam jumlah
yang membahayakan seperti, arsen, cadmium, pestisida dengan gejala depresi
pernafasan sampai coma dan dapat meninggal.
Ditinjau dari penyebabnya, keracunan makanan disebabkan oleh tiga hal yaitu :
1.  Keracunan Makanan Secara Kimiawi
Keracunan makanan secara kimiawi disebabkan terdapatnya bahan kimia beracun
dalam makanan. Keracunan tersebut dapat berasal dari bahan kimia pertanian, yang
sengaja dipergunakan untuk kegiatan produksi. Penggunaan pembasmi rumput dan
insektisida sangat penting untuk memperoleh hasil yang baik, tetapi beberapa dari
senyawa ini dapat membahayakan jika digunakan tidak sesuai dengan aturan karena dapat
bersifat toksis jika dikonsumsi dalam dosis yang tinggi. Sedangkan pada jumlah yang kecil
biasanya tidak menimbulkan pengaruh bahaya di dalam tubuh. Bahan kimia pembasmi
rumput dan insektisida harus diuji terlebih dahulu sebelum dipasarkan dan petani harus
diberi instruksi yang rinci tentang cara-cara penggunaannya yang baik. Keracunan juga
dapat disebabkan oleh bahan-bahan yang berasal dari logam tertentu (misalnya timah,
merkuri, dan kadmium) di dalam tubuh. Kadar kadmium dan merkuri yang tinggi telah
ditemukan pada ikan yang ditangkap dari perairan yang mengalami cemaran bahan
buangan industri. Keracunan timah dapat timbul oleh air minum yang melewati pipa yang
terbuat dari timah hitam.
2.  Keracunan Makanan Secara Biologis.
Keracunan makanan secara biologik karena memakan tumbuhan yang mengandung
substansi yang terdapat secara alami dan bersifat membahayakan. Biasanya jarang menjadi
penyebab keracunan makanan. Gangguan kesehatan yang dialami dapat terjadi karena
penyiapan makanan yang kurang baik ataupun pemilihan makanan yang tidak tepat
(misalnya mengkonsumsi jamur beracun).
Gangguan kesehatan yang dialami dapat beragam, mulai dari yang ringan hingga
membahayakan jiwa, tergantung dari jenis jamur yang dikonsumsi. Gejala yang sering
timbul adalah mual, muntah & diare. Beberapa jenis jamur dapat menghasilkan toksin
syaraf, yang menyebabkan berkeringat, gemetar, halusinasi & bahkan koma.Ada beberapa
spesies jamur beracun, seperti Amanda phalloides dan A. Virosa, yang dapat
menyebabkan sakit dan juga dapat menyebabkan kematian. "Deadly nightshade " adalah
sejenis tanaman semak yang tumbuh di selurula Eropa dan Asia . Semua bagian tanaman
tersebut mengandung obat "Belladonna", yang kadang-kadang digunakan dalam
pengobatan untuk penyembuhan asma, penyakit paru-paru, dan penyakit jantung. Tetapi
obat tersebut juga dapat menyebabkan kematian, jika dosisnya terlalu tinggi, kematian
juga dapat terjadi pada anak-anak yang keracunan akibat memakan buah dari tanaman
tersebut. Jenis-jenis kentang yang merupakan anggota keluarga "nightshade", salah
satunya adalah kentang hijau yang mengandung bahan yang disebut solanin, yang
menyebabkan sakit bahkan kematian bila dimakan dalam jumlah yang banyak.
Asam oksalat dalam bentuk kalium oksalat, terdapat di dalam getah tanaman
seperti bayam. Senyawa tersebut juga terdapat dalam tubuh manusia dalam jumlah yang
sangat kecil. Tetapi jika dalam jumlah yang banyak senyawa tersebut dapat berbahaya,
dan mengkonsumsi bayam dalam jumlah yang banyak juga dapat membahayakan tubuh
manusia.
3.  Keracunan Makanan Karena Mikroorganisme
Pada dasarnya mikroorganisme dapat membantu kehidupan makhluk hidup yang
lain, tetapi mikroorganisme juga dapat membahayakan karena beberapa dari jenis
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan sakit yang cukup serius pada makhluk hidup
yang lain ( Gaman dan Sherrington, 2000 : 255 ).
Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya keracunan makanan, yang
medicastore ambil dari emedicinehealth.com :
a.  Virus
1) Norovirus
Adalah kelompok virus yang menyebabkan penyakit yang tidak terlalu
berat (sering disebut dengan flu perut/flu usus). Gejala yang timbul adalah mual,
muntah, diare, nyeri perut, sakit kepala & demam. Gejala-gejala tersebut biasanya
akan hilang dengan sendirinya dalam waktu 2-3 hari. Virus ini menjadi penyebab
paling umum dalam kasus keracunan makanan pada orang dewasa & biasanya
masuk kedalam tubuh melalui air, sayuran & kerang yang terkontaminasi oleh
feses, dapat juga dari orang ke orang.

2) Rotavirus
Dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan yang sedang hingga
berat, biasanya ditandai dengan diare cair & demam. Merupakan penyebab umum
keracunan makanan pada bayi & anak-anak, dan biasanya masuk kedalam tubuh
dari orang ke orang melalui kontaminasi feses pada makanan ataupun saat berbagi
tempat bermain.
3) Hepatitis A
Virus hepatitis A dapat menyebabkan keracunan makanan yang ditandai
dengan demam, hilangnya nafsu makan, nyeri perut & merasa lelah, yang kemudian
diikuti dengan mata & kulit yang berwarna kuning (jaundice). Gejala tersebut
biasanya berlangsung kurang dari 2 bulan, tetapi dapat kambuh & muncul lagi dalam
jangka waktu hingga 6 bulan. Virus tersebut masuk kedalam tubuh dari orang ke
orang melalui kontaminasi makanan oleh feses.
b. Bakteri
Bakteri dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan melalui 2 cara.
Beberapa bakteri dapat menginfeksi usus, yang menyebabkan terjadinya peradangan &
kesulitan untuk menyerap nutrisi & air, sehingga timbul diare. Bakteri jenis lain dapat
menghasilkan senyawa kimia dalam makanan (sering disebut dengan toksin) yang
berbahaya bagi sistem pencernaan manusia. Saat termakan, senyawa kimia tersebut
dapat menimbulkan mual, muntah, kegagalan ginjal bahkan kematian.
1) Salmonella
Salmonella adalah bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan
makanan dengan gejala mual, muntah, diare berat & sakit kepala serta nyeri
persendian (beberapa minggu kemudian). Pada orang dengan kekebalan tubuh
yang bermasalah (seperti pada penderita gagal ginjal, penderita HIV/AIDS atau
mereka yang menjalani kemoterapi), salmonella dapat menyebabkan penyakit yang
membahayakan jiwa. Bakteri tersebut biasanya masuk kedalam tubuh melalui
makanan yang tidak dimasak hingga matang (seperti pada telur, unggas, makanan
laut ataupun produk susu).
Salmonellosis mengacu pada sejumlah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
salmonella. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah demam
tifoid. Bentuk umum salmonellosis adalah gastroenteritis yang disebabkan oleh
bakteri salmonella gastro. Bakteri ini dapat menyebar dari orang ke orang dan dari
hewan ke orang. Makanan yang biasanya mengandung salmonella adalah daging,
daging unggas, susu dan telur. Salmonella sering ditularkan melalui kontak dengan
kotoran atau pakan ternak atau melalui makanan yang terkontaminasi kotoran
hewan. Buah dan sayuran yang tidak dicuci dengan bersih juga dapat menyebarkan
bakteri ini.’
Gejala gastroenteritis yang disebabkan oleh salmonella termasuk mual, kram
perut dan diare. Pada kasus yang parah, ada lendir dan darah pada tinja. Gejala
awal biasanya muncul 12 sampai 24 jam setelah menelan makanan yang
terkontaminasi. Keracunan ini biasanya tidak serius dan berlangsung selama dua
sampai lima hari. Namun, salmonellosis bisa berakibat fatal pada bayi, lansia dan
pasien yang sakit parah. Pada kasus yang sangat jarang, salmonella bisa menembus
aliran darah sehingga menyebabkan artritis, penyakit jantung, infeksi tulang dan
masalah perut jangka panjang.
Perawatan infeksi yang disebabkan oleh salmonella melibatkan banyak
minum untuk mengganti cairan yang hilang karena diare. Jika korban kehilangan
terlalu banyak cairan, dia harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan infus.
Antibiotik dan obat anti-diare mungkin diberikan untuk mengontrol gejala yang
parah.
2)       Campylobacter
Dapat menyebabkan gangguan kesehatan dengan gejala demam, diare cair,
sakit kepala & sakit pada otot. Campylobacter merupakan bakteri penyebab
keracunan makanan yang paling sering ditemui di dunia. Biasanya masuk kedalam
tubuh melalui konsumsi unggas mentah, susu mentah ataupun air yang
terkontaminasi oleh kotoran hewan.
3)       Escherichia coli (E coli)
Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang ditandai dengan diare cair
dalam jumlah banyak & dapat menjadi diare yang bercampur dengan darah.
Terdapat berbagai tipe dari bakteri jenis ini. Yang terberat dapat menyebabkan
terjadinya kegagalan ginjal & kematian (sekitar 3-5 % dari seluruh kasus). Bakteri
tersebut masuk kedalam tubuh melalui makan daging yang kurang matang, susu
yang tidak dipasteurisasi atau air minum yang terkontaminasi.
Kebanyakan strain Escherichia coli (E. coli) adalah bakteri bermanfaat
yang hidup dalam sistem pencernaan. Mereka tidak menyebabkan penyakit.
Namun beberapa strain E. coli dapat menyebabkan efek keracunan pada tubuh.
Salah satu strain yang paling ditakuti adalah E. coli 0157 yang menghasilkan racun
yang disebut toksin Shiga. Racun ini merusak sel-sel dinding usus sehingga
menimbulkan perdarahan. Toksin E. coli 0157 juga memecah sel darah merah,
menyebabkan anemia dan menurunkan jumlah trombosit. Pada 10% kasus,
keracunan E. coli berlanjut sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan
organ penting lainnya. Risiko kematian terutama tinggi pada anak-anak dan lansia.
E. coli 0157 memiliki masa inkubasi antara 1-3 hari. Waktu tersebut
dibutuhkan bakteri untuk melakukan perjalanan ke usus besar dan berkembang
biak di sana ke tingkat yang menyebabkan masalah. Karena bakteri terutama
memengaruhi usus besar, gejala utama adalah sakit perut dan diare. E. coli 0157
jarang menyebabkan muntah, meskipun penderita merasakan sakit perut dan diare
hebat sehingga ada bintik-bintik darah segar di tinjanya. Berbeda dengan jenis
keracunan makanan lainnya, E. coli 0157 sangat gigih dan membutuhkan waktu
seminggu atau lebih sebelum diare mereda.
Keracunan E. coli timbul karena mengkonsumsi daging, khususnya
daging sapi cincang. Jika daging tidak matang sepenuhnya, bakteri dapat bertahan
hidup dan berkembang biak di dalam tubuh kita bila dikonsumsi. Hanya perlu 10
bakteri hidup dalam burger atau sosis untuk dapat menyebabkan keracunan
makanan E. coli. Bakteri ini juga dapat menyebar melalui makanan atau air yang
tercemar kotoran hewan.
E. coli tidak terpengaruh oleh obat antibiotik. Perawatan keracunan E. coli
hanya bersifat suportif dengan banyak mengganti cairan yang hilang. Orang yang
mengalami masalah ginjal akibat komplikasi mungkin perlu perawatan
dialisis.Salah satu wabah terbesar E.coli 0157, terjadi di Wishaw di Skotlandia
pada tahun 1996 yang disebabkan oleh daging yang terkontaminasi. Sekitar 200
orang jatuh sakit, dua puluh di antaranya meninggal dunia.
E.coli termasuk bakteri gram negatif yang tidak membentuk spora,
berbentuk batang anaerob fakultatif dan tergolong kedalam famili
Enterobaktericeae. Secara tipikal bakteri ini akan tumbuh pada suhu sekitar 7-10°C
sampai 50°C dengan suhu optimal bagi pertumbuhannya adalah 37°C. Kuman
E.coli akan tumbuh pada kisaran pH 4,4-8,5. Nilai aw yang minimal untuk
pertumbuhannya adalah 0,95 .
Bakteri Escherichia coli secara normal (komensal) terdapat dalam saluran
usus besar/kecil pada anak-anak dan orang dewasa sehat dan jumlahnya dapat
mencapai 109 CFU/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi
fekal dan dibagi dalam dua kelompok yaitu non patogenik dan patogenik. Ada
empat kelompok patogenik penyebab diare yaitu EPEC (Enteropathogenic
Escherichia coli), ETEC (Enterotoxigenic Escherichia coli), EIEC (Enteroinvasive
Escherichia coli) dan VTEC (Verotoxin Escherichia coli).
Sumber EPEC, ETEC, EIEC, dan VTEC adalah manusia. Kontaminasi
makanan berasal dari karyawan pengelola makanan atau dari kontak dengan air
yang mengandung buangan manusia. Infeksi orang dewasa sehat memerlukan dosis
paling sedikit 108 sel baik melalui pangan atau air yang tercemar. Sumber utama
VTEC, EPEC, ETEC, EIEC terdapat pada alat pencernaan.
4)       Shigella (traveler's diarrhea)
Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang ditandai dengan demam, diare
yang bercampur lendir atau darah atau keduanya. Biasanya masuk kedalam tubuh
melalui air yang telah terkontaminasi dengan kotoran manusia.
5)       Listeria monocytogenes
Listeriosis adalah gangguan kesehatan yang ditandai dengan mual & muntah.
Pada beberapa orang yang terinfeksi dapat berkembang menjadi meningitis dari
bakteri ini. Biasanya masuk kedalam tubuh melalui makanan yang tidak dimasak,
seperti daging, sayuran, keju lembut & susu yang tidak dipasteurisasi. Wanita hamil
& bayi yang baru lahir mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita infeksi
yang serius.
6)       Clostridium botulinum (botulism)
Bakteri Clostridium botulinum menghasilkan racun yang mencegah
transmisi impuls saraf ke otot . Mual, muntah dan kram perut adalah gejala umum
yang ditimbulkannya. Efek dimulai pada syaraf di kepala sehingga menyebabkan
penglihatan kabur/ganda dan kesulitan menelan, kemudian menyebar ke punggung
sehingga menyebabkan kelumpuhan otot lengan, otot pernapasan, dan mungkin juga
otot kaki. Gejala ini biasanya muncul 4-36 jam setelah menelan toksin, tetapi bisa
memakan waktu hingga delapan hari.
Makanan kaleng adalah sumber utama botulisme (keracunan botulinum).
Selain itu, botulisme juga dapat bersumber dari makanan bayi, yang dapat berakibat
fatal bagi kelompok usia ini. Cara terbaik untuk mencegah botulisme adalah
mengikuti petunjuk yang benar dalam menyiapkan dan menyajikan makanan di
rumah. Makanan yang terkontaminasi sering memiliki bau busuk, meskipun tidak
selalu demikian.
Botulisme adalah kedaruratan medis yang harus segera mendapatkan
perawatan. Dengan tersedianya antitoksin, 90% lebih pasien botulisme dapat
diselamatkan. Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang mempengaruhi sistem
syaraf. Gejala biasanya ditandai dengan pandangan yang kabur, kemudian kesulitan
berbicara & kelemahan seluruh tubuh. Gejala lebih lanjut adalah kesulitan bernafas
& ketidak mampuan untuk menggerakkan lengan atau kaki. Bayi & anak-anak
terutama memiliki resiko yang lebih besar. Biasanya masuk kedalam tubuh melalui
makanan dalam kemasan kaleng yang mengandung toksin tersebut.
7)       Vibrio cholera
Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang ditandai dengan kram perut,
mual, muntah & demam menggigil. Biasanya masuk kedalam tubuh melalui daging
atau makanan laut yang tidak dimasak dengan sempurna (mentah).
8)       Vibrio parahaemolyticus
Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang ditandai dengan kram perut,
mual, muntah & demam. Biasanya masuk kedalam tubuh melalui memakan
makanan laut yang mentah atau kurang matang, terutama tiram.
9)       Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus termasuk bakteri gram positif, non motil, berbentuk
kokus yang anaerob fakultatif dan tidak membentuk spora. Suhu pertumbuhannya
berkisar antara 7°C- 48°C dengan pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 35-40°C.
Bakteri ini tumbuh pada kisaran pH 4,0-9,3. Nilai pH optimalnnya 7,0-7,5. Kisaran
nilai pH untuk pembentukan enterotoksin lebih sempit dan toksin yang diproduksi
lebih sedikit pada pH di bawah 6,0. Habitat bakteri ini adalah di kulit dan
pernapasan (WHO, 2006). Staphylococcus aureus menyebabkan infeksi pada luka,
menyebabkan rasa panas dan bisul-bisul. Bakteri ini juga salah satu penyebab
umum pada keracunan makanan. Sumber bakteri Staphylococcus aureus dapat
berasal dari tangan, rongga hidung, mulut dan tenggorokan pekerja. Hal ini
menjadi kritis jika pekerja yang sedang sakit tenggorokan dibiarkan bekerja.
Keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme ini, disebabkan oleh :
a. Orang yang menangani atau mengolah makanan
Staphyloccocus aureus, Salmonella, dan Clostridium perfringens semua dapat
dibawa oleh orang yang terlibat dalam penyiapan makanan.
b. Lingkungan atau area dan peralatan
Spora Clostridium perfringens dan Bacillus cereus dapat dijumpai pada debu di
ruangan tempat menyimpan bahan makanan. Juga, semua bakteri penyebab
keracunan makan dapat menyebar dengan kontaminasi silang.
c. Bahan makanan
d. Bahan makanan sendiri juga mengandung bakteri penyebab keracunan pada saat
dibawa ke dapur, atau bakteri dapat masuk ke bahan makanan karena kegagalan
pengolahan selama persiapan.
4.      Keracuanan Bahan Lain
a. Keracunan ciguatera
Disebabkan karena mengkonsumsi ikan yang mengandung toksin yang
berasal dari ganggang di laut dalam. Dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang
ditandai dengan mati rasa di daerah sekitar mulut , yang dapat menyebar ke tangan
& kaki, mual, muntah, sakit pada otot & kelemahan, sakit kepala, pusing & denyut
jantung yang tidak beraturan. Toksin tersebut juga dapat menimbulkan gangguan
pada indera perasa, dimana rasa panas akan terasa dingin & sebaliknya. Biasanya
ikan yang mengandung toksin tersebut berasal dari perairan tropis.
b. Pestisida
Dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang ditandai dengan pandangan kabur,
kelemahan, sakit kepala, kram, diare, peningkatan produksi lendir & tangan serta
kaki yang gemetar. Toksin masuk ketubuh melalui mengkonsumsi sayur & buah
yang terkontaminasi pestisida tanpa dicuci terlebih dahulu.

4. MASA INKUBASI
Seringkali pada saat penyelidikan, sumber keracunan makanan beracun sudah dapat
diidentifikasi waktu pemaparannya (waktu paparan), misalnya waktu pesta, waktu
pemberian makanan tambahan di sekolah dan sebagainya. Waktu antara saat makan
makanan yang dicurigai (waktu paparan) sampai kasus KLB keracunan pangan pertama
(KLB mulai) merupakan masa inkubasi terpendek KLB. Periode itu juga merupakan masa
inkubasi terpendek dari penyakit penyebab timbulnya KLB keracunan pangan. Sementara
waktu antara saat makan makanan yang dicurigai (waktu paparan) sampai kasus KLB
keracunan pangan terakhir (KLB berakhir, atau terakhir pada saat di lapangan) merupakan
masa inkubasi terpanjang KLB. Periode itu juga merupakan masa inkubasi terpanjang dari
penyakit penyebab timbulnya KLB keracunan pangan.
Rumus :

Apabila suatu bahan racun (R) diduga merupakan etiologi KLB (K) :
a) Jika masa inkubasi KLB KP-terpendek (K) < masa inkubasi bahan racun-
terpendek
(R), maka bahan racun (R) tersebut bukan etiologi KLB KP
b) Jika masa inkubasi KLB KP-terpanjang (K) > masa inkubasi bahan racun-
terpanjang (R), maka bahan racun (R) tersebut bukan etiologi KLB KP.
c) Jika periode KLB KP > selisih masa inkubasi bahan racun terpanjang-terpendek
(R), maka bahan racun (R) tersebut bukan etiologi KLB KP
Tabel 3. KLB Keracunan Pangan

Masa Masa Penyakit


No Nama Penyakit Inkubasi Inkubasi Disingkirkan
Terpendek Terpendek
1. V. Parahaemoli-ticus 2 jam Belum
2. C. perfringens 8 jam 3 jam Disingkirkan
3. Shigella dysentriae 12 jam Disingkirkan

5. PENGOBATAN KERACUNAN MAKANAN


Penanganan utama untuk kejadian keracunan makanan adalah dengan cara mengganti
cairan tubuh yang keluar (karena muntah atau diare) baik dengan minuman ataupun cairan
infus. Bila perlu, penderita dapat dirawat di rumah sakit. Hal ini tergantung dari beratnya
dehidrasi yang dialami, respon terhadap terapi & kemampuan untuk meminum cairan tanpa
muntah.
1. Pemberian obat anti muntah & diare.
2. Bila terjadi demam dapat juga diberikan obat penurun panas.
3. Antibiotika jarang diberikan untuk kasus keracunan makanan. Karena pada beberapa
kasus, pemberian antibiotika dapat memperburuk keadaan. Hanya pada kasus tertentu
yang spesifik, antibiotika diberikan untuk memperpendek waktu penyembuhan.
4. Bila mengalami keracunan makanan karena jamur atau bahan kimia tertentu
(pestisida). Penanganan yang lebih cepat harus segera diberikan, termasuk diantaranya
pemberian cairan infus, tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa ataupun
pemberian penangkal racunnya seperti misalnya karbon aktif. Karena kasus keracunan
tersebut sangat serius, sebaiknya penderita langsung dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan yang tepat.
5. Konsumsi Norit.
Konsumsi norit merupakan cara efektif sebagai salah satu penyerap apapun dalam
perut karena bersifat arang aktif. Konsumsi norit hanya efektif untuk keracunan
makanan yang terjadi didalam usus atau lambung saja, namun tidak efektif pada racun
yang sudah terlanjur menyebar pada aliran darah. Selain itu norit juga menyerap sari-
sari makanan yang diperlukan tubuh, yang tentu saja merugikan.
6. Konsumsi air kelapa hijau.
Konsumsi air kelapa hijau dimaksudkan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
keluar bersama muntah dan diare.
7. Minum susu.
Susu bersifat mengikat racun dalam tubuh agar tidak beredar lebih jauh, selain itu
susu bisa memicu muntah agar dapat mengeluarkan racun dalam makanan lebih
banyak. Namun perlu diketahui bahwa susu tidak dianjurkan bagi mereka yang
memiliki intoleransi laktosa ataupun alergi laktosa.
8. Tidak memberikan makanan padat kepada penderita.
Sebaiknya tidak memberikan makanan padat kepada penderita, terutama jika
penderita masih mual/muntah. Akan lebih baik jika penderita diberikan cairan sedikit
demi sedikit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat muntah/diare. Makanan
boleh diberikan kepada penderita jika penderita berhenti mual/muntah. Makanan yang
diberikan hendaknya yang bersifat lunak dan dalam porsi kecil agar mudah dicerna,
misalnya bubur.
6. EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF
Langkah-langkah investigasi KLB/wabah (CDC, 1992; Dwyer dan Groves, dalam
Nelson, dkk, 2005) meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan lapangan
Pada tahap ini harus dipersiapkan 3 kategori:
a. Persiapan investigasi
Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan:
 pengetahuan tentang berbagai penyakit yang potensial menjadi KLB/wabah
 pengetahuan tentang dan ketrampilan melakukan investigasi lapangan,
termasuk pengetahuan & teknik pengumpulan data dan manajemen spesimen
 pengetahuan dan ketrampilan melakukan analisis data dengan komputer
 dukungan tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai
 material dan instrumen investigasi, seperti kuesioner, bahan/sediaan
spesimen dan tes laboratorium
b. Persiapan administrasi
Dalam kategori ini tim kesehatan harus mempersiapkan aspek administratif
dari investigasi seperti: penyediaan perijinan, surat-surat atau dokumen formal/legal
dalam melakukan investigasi, penyediaan dana yang memadai, transportasi yang
dapat diandalkan, kerapian dalam dokumentasi, pembagian tugas dan koordinasi
dalam tim kesehatan, dll.
c. Persiapan konsultasi
Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan posisi tim kesehatan dalam
proses investigasi. Sebelum melakukan investigasi harus jelas, apakah tim kesehatan
memiliki peran langsung memimpin investigasi, atau hanya mitra dari
pejabat/petugas kesehatan setempat (misalnya tim atau organisasi kesehatan Arab
Saudi), atau berperan memberikan bantuan konsultasi terhadap pejabat/petugas
lokal. Mengenal dan menjalin kerjasama dengan petugas/staf/kontak lokal serta
otoritas setempat adalah sangat penting.
2. Konfirmasi kejadian KLB/wabah dan verifikasi diagnosis
a. Konfirmasi kejadian KLB/wabah
Pada situasi KLB/wabah, umumnya diasumsikan bahwa semua kasus-kasus
yang muncul saling terkait satu sama lain dan terjadi akibat hal atau sebab yang
sama. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa:
1) Kumpulan kejadian kesakitan (cluster) tersebut memang merupakan peningkatan
tidak wajar dari kasus-kasus yang saling berhubungan dan memiliki sebab yang
sama dan bukannya cluster sporadis kasus-kasus penyakit yang sama tapi tidak
saling berhubungan atau bahkan kumpulan kasus-kasus yang mirip yang
sebenarnya berasal dari beberapa penyakit yang berbeda.
2) Jumlah kasus memang melebihi yang diperkirakan (expected).
Bagaimana mengetahui jumlah kasus yang diperkirakan? Biasanya perkiraan
dapat dilakukan dengan membandingkan dengan jumlah kasus pada minggu atau
bulan sebelumnya atau dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya.
Data tentang jumlah kasus sebelumnya tentu harus diperoleh dari berbagai
sumber-sumber data yang tersedia di wilayah tersebut baik dari sistem surveilens
lokal, pencatatan dan pelaporan yang rutin di komunitas atau di berbagai fasilitas
kesehatan lokal, kegiatan survei atau asesmen yang bersifatad-hoc, dll.
3) Peningkatan jumlah kasus yang melebihi yang diperkirakan tersebut bukan
disebabkan oleh faktor-faktor lain yang artifisal (diluar peningkatan insiden
penyakit yang sesungguhnya), seperti misalnya peningkatan karena :
 perubahan definisi kasus
 peningkatan kegiatan penemuan kasus (case finding)
 peningkatan sistem/prosedur pelaporan lokal
 peningkatan kesadaran masyarakat untuk mecari pengobatan
 penambahan besar populasi
b. Verifikasi Diagnosis
Tujuan verifikasi diagnosis adalah:
1) memastikan bahwa penyakit/masalah kesehatan yang muncul memang telah
didiagnosis secara tepat dan cermat.
2) menyingkirkan kemungkinan kesalahan pemeriksaan laboratorium sebagai
pendukung diagnostik.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan:
1) ketrampilan klinis yang memadai dari tim kesehatan
2) kualitas pemeriksaan lab yang baik dan memenuhi standar tertentu yang
diharapkan
3) komunikasi yang baik antara tim kesehatan dan jamaah sakit, untuk menggali
secara lebih akurat riwayat penyakit dan pajanan potensial
3. Penentuan definisi kasus, identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan
a. Penentuan definisi kasus
Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang kriteria klinis untuk
menentukan apakah seseorang dapat diklasifikasikan sebagai penderita penyakit tsb.
Definis kasus dalam konteks KLB/wabah haruslah dibatasi oleh karateristik tertentu
dari, orang tempat dan waktu. Sekali ditetapkan maka definisi kasus ini harus
dipakai secara konsisten pada semua situasi dalam investigasi.
Berdasarkan derajat ketidakpastiannya diagnosis kasus dapat dibagi menjadi:
1) Kasus definitif/konfirmatif (definite/confirmed case) adalah diagnosis kasus
yang dianggap pasti berdasarkan verifikasi laboratorium
2) Kasus sangat mungkin (probable case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan
berdasarkan berbagai gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium
3) Kasus mungkin/dicurigai (possible/suspected case) adalah diagnosis kasus yang
ditegakkan berdasarkan sedikit gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi
laboratorium.
b. Identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan
Dalam rangka menghitung kasus, terlebih dahulu harus dipikirkan mekanisme
untuk mengidentifikasi kasus dari berbagai sumber kasus yang mungkin, seperti
dari/di:
1. fasilitas kesehatan, seperti BPHI, Pos Medik, RS,dll
2. pemukiman
3. sarana transportasi seperti pesawat
4. jemaah yang sakit atau keluarganya
Informasi yang dapat digali dari setiap kasus adalah:
1. identitas kasus, misal: nama, no. jamaah, no. kloter, nama asal embarkasi,
no/nama rombongan no/nama regu, dll.
2. karateristik demografis, misal; umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan
3. karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan tanda sakit yang dialami,
serta hasil lab
4. karateristik faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan sebab-sebab penyakit dan
faktor-faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan penyakit yang diteliti.
5. informasi pelapor kasus.
Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format pelaporan yang
standar, kuesioner atau form abstraksi/kompilasi data. Form abstraksi/kompilasi data
berisi pilihan informasi-informasi terpenting yang perlu didata untuk setiap kasus.
Bentuk format kompilasi tsb berupa baris-baris  daftar kasus (line listing). Pada format
line listing ini setiap kasus yang ditemui diletakkan pada setiap baris, sementara setiap
kolomnya berisi variabel penting kasus tsb. Kasus baru akan dimasukkan/ditambahkan
pada baris di bawah kasus sebelumnya, sehingga kita dapat memiliki daftar kasus yang
selalu diperbaharui (up-dated) berikut jumlahnya dari waktu ke waktu.
4. Tabulasi data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan waktu
KLB/wabah dapat digambarkan secara epidemiologis dengan melakukan tabulasi
data frekuensi distribusi kasusnya menurut karakteristik orang, tempat dan waktu.
Penggambaran ini disebut epidemiologi deskriptif.
Tabulasi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik orang dilakukan
untuk melihat apakah karakteristik orang/populasi tertentu memberikan tingkat risiko
tertentu untuk terjadinya penyakit. Karateristik orang yang lazim diteliti adalah
karakteristik demografis, klinis dan pajanan.
Deskripsi data frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik tempat
dimaksudkan untuk memperkirakan luasnya masalah secara geografis dan
menggambarkan pengelompokkan (clustering) dan pola penyebaran (spreading) penyakit
berdasarkan wilayah kejadian yang nantinya dapat dijadikan petunjuk untuk
mengidentifikasi etiologi penyakit tsb. Peta bintik (spot map) dan Peta area (area map)
merupakan bentuk penyajian data deskriptif menurut tempat yang sangat berguna.
Penerapan sistem informasi geografis (geografic information system atau GIS) berikut
piranti lunaknya dapat mendukung tercapainya tujuan tersebut di atas.
Deskripsi frekuensi distribusi kasus berdasarkan karateristik waktu dilakukan
untuk beberapa tujuan berikut ini:
a. mengetahui besarnya skala KLB/wabah dan kecenderungan waktu (time trend) dari
kejadian KLB/wabah tsb. Untuk mempermudah tercapainya tujuan ini KLB/wabah
dapat digambarkan menggunakan kurva epidemik (epi) ini.
b. memprediksi jalannya KLB/wabah di waktu-waktu mendatang
c. mengenal pola epidemi yang terjadi, apakah common source (berasal dari 1 sumber
yang sama dan menyebar sekaligus) atau propagated (menyebar dari orang ke orang)
atau campuran keduanya.
5. Pengumpulan specimen dan analisis laboratorium
Pengumpulan spesimen apabila memungkinkan dan layak (feasible) dapat
membantu konfirmasi diagnosis, bahkan untuk penyakit tertentu merupakan penentu
diagnosis, seperti misalnya pada kasus kolera, salmonelosis, hepatitis dan keracunan
logam berat. Namun harus dipahami bahwa setiap perangkat dan teknik tes laboratorium
memiliki nilai validitas (sensitifitas dan spesifisitas) tertentu yang akan menentukan
besarnya false positif atau false negatif dari diagnosis kasus.

Anda mungkin juga menyukai