Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI

Disusun Oleh:
RIMA HERAWATI
038SYE21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI

Disusun Oleh:
RIMA HERAWATI
038SYE21

Laporan Pendahuluan telah dikonsultasikan dan disetujui.

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

Bahjatun Nadrati,S.Kep., Ners., M.Kep Afif Febriandi,S.Kep., Ners


BAB I
LANDASAN TEORI

A. Konsep Fisiologi

1. Fisiologi Defekasi

Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai


kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang
sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja
sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan
dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan
dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis
masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi
perasaan di daerah perineum. Tekanan intra- abdominal bertambah dengan penutupan glottis
dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya
berakhir.

2. Fisiologi Miksi

Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya. proses eliminasi urine adalah ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu Kandung
kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang,
yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflex saraf yang disebut refleks
miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal,
setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.

B. Definisi

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang


berupa urin maupun fekal. Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil
filtrasi dari plasma darah di glomerolus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk di
fibrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin sebagian besar hasil filtrasi akan di serap
kembali di tubulus ginjal untuk di manfaatkan oleh tubuh.
Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal,
ureter, kandung kemah, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dan darah untuk
membentuk urine. Ureter mentranspor urine dan ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih
menyimpan urine sampai timbul keinginan ingin berkemih. Urine keluar dari tubuh melalui
ureter. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil
dikeluarkan dengan baik.
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,
penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan
sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :
1. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah padat yang berasal dari sistem
pencernaan.
2. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini
sering disebut buang air kecil.

C. Karakteristik Gangguan Kebutuhan Eliminasi


a. Eliminasi urine
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan, dimana sistem ini
terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses pembentukan urine berada di
ginjal melalui 3 proses yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.
b. Eliminasi alvi
Sistem yang berperan dalam eliminasi alvi adalah sistem pencernaan. Organ utama yang
berperan dalam eliminasi alvi adalah usus besar.proses eliminasi alvi adalah suatu upaya
pengosongan intestine. Pusat refleks ini terdapat pada medula dan spinal cord. Refleks
defekasi timbul karena adanya feses dalam rektum.

 Karakteristik Urine

No Keadaan Normal Intervensi


1 Warna Kekuning-kuningan Urin berwarna oranye gelap
menunjukkan adanya pengaruh obat,
sedangkan warna merah dan kuning
kecoklatan mengindikasikan adanya
penyakit
2 Bau Aromatik Bau menyengat merupakan indikasi
adanya masalah seperti infeksi, atau
penggunaan obat tertentu
3 Berat jenis 1,010-1,1030 Menunjukkan adanya konsentrasi
urine
4 Kejernihan Temag dan Adaya kekeruhan karena mukus atau
transparan pus
5 PH Sedikit asam (4,5- Dapat menunjukkan keseimbangan
7,5) asam basa, bila bersifat alkali
menunjukkan adanya aktivitas bakteri
6 Protein Molekul protein Pada kondisi kerusakan ginjal,
yang besar seperti molekul tersebut dapat melewati
albumin, fibrinogen, saringan masuk urine
atau globulin tidak
dapat disaring
melalui ginjal-urine
7 Darah Tak tampak jelas Hematuria menunjukkan trauma atau
penyakit pada saluran kemih bagian
bawah
8 Glukosa Adanya sejumlah Apabila menetap terjadi pada pasien
glukosa dalam urine diabetes melitus
tidak berarti hanya
bersifat sementara,
misalnya pada
seseorang yang
makan gula banyak

 Karakteristik feses

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab


1 Warna Bayi: kuning, Dewasa: coklat Putih, hitam/tar, Kurangnya kadar
atau merah empedu,perdarahan
saluran cerna
bagian atas atau
perdarahan saluran
cerna bagian
bawah
2 Bau Khas feses dan dipengaruhi Amis dan Darah dan infeksi
oleh makanan perubahan bau
3 Konsistensi Lunak dan berbentuk Cair Diare dan absorpsi
kurang
4 Bentuk Sesuai diameter rektum Kecil bentuknya Obstruksi dan
seperti pensil peristaltik yang
cepat
5 Konstituen Makanan yang tidak dicerna, Darah,pus,benda Internal bleeding,
bakteri yang mati, lemak, asing, mukus, infeksi, tertelan
pigmen,empedu, mukosa usus, atau cacing benda, iritasi, atau
air inflamasi

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Kebutuhan Eliminasi


1. Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi antara lain:
a. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak
tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuscular berkembang, biasanya
antara umur 2 - 3 tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus
otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik
dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga
mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada
proses defekasi.
b. Diet
Makanan adalah faktor utama mempengaruhi eliminasi feses. yang Cukupnya selulosa, serat
pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa
orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan,
di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi.
Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan
pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan peristaltik di colon. keteraturan pola aktivitas peristaltik dicolon.
c. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat
ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya
chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal,
sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
d. Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga
merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chime sepanjang colon. Otot-otot yang
lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau
pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan
(exercise), imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
e. Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk
diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui
juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang
berdampak pada konstipasi.
f. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelatihan buang air besar pada
waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari
setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari
fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola
eliminasi feses. Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit
mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.
g. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal.
Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan
diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa
obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas
usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat- obatan ini melunakkan feses, mempermudah
defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltic dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi miksi
a. Jumlah air yang diminum.
Semakin banyak air yang diminum jumlah urin semakin banyak. Apabila banyak air yang
diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah sedikit, sehingga pembuangan air jumlahnya
lebih banyak dan air kencing akan terlihat bening dan encer. Sebaliknya apabila. sedikit air yang
diminum, akibatnya penyerapan air ke dalam darah akan banyak sehingga pembuangan air
sedikit dan air kencing berwarna lebih kuning.
b. Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah.
Supaya tekanan osmotik tetap, semakin banyak konsumsi garam maka pengeluaran urin
semakin banyak.
c. Konsentrasi hormon insulin.
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering mengeluarkan urin. Kasus ini terjadi pada
orang yang menderita kencing manis.
d. Hormon antidiuretik (ADH).
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian belakang. Jika darah sedikit mengandung
air, maka ADH akan banyak disekresikan ke dalam ginjal, akibatnya penyerapan air meningkat
sehingga urin yang terjadi pekat dan jumlahnya sedikit. Sebaliknya, apabila darah banyak
mengandung air, maka ADH yang disekresikan ke dalam ginjal berkurang, akibatnya
penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.
e. Suhu lingkungan.
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan
mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang
menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya samakin
banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
f. Gejolak emosi dan stress.
Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga banyak
darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi, maka.
kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin buang air
kecil.

g. Minuman alkohol dan kafein.


Alkohol dapat menghambat pembentukkan hormon antidiuretika. Seseorang yang banyak
minum alkohol dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan meningkat.
E. Masalah/Gangguan Yang Timbul Pada Gangguan Kebutuhan Eliminasi
a. Eliminasi Urine
1. Retensi urin adalah penumpukan urine dalam bladder (kandung kemih) dan
ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih yang menyebabkan
distensi dari vesika urinaria yang ditandai dengan ketidaknyamanan daerah pubis.
2. Inkontinensia total adalah keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang
terus menerus dan tidak dapat diperkirakan, ditandai dengan terjadi pada saat tidak
diperkirakan, tidak ada distensi kandung kemih dan nokturi.
3. Inkontinentia stres adalah keadaan seseorang mengalami keilangan urine kurang dari 50
ml yang terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen, yang ditandai dengan adanya urin
menetes dengan penignkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering
miksi (lebih dari setiap 2 jam).
4. Inkontinentia refleks adalah dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak
dirasan, yang terjadi pada interval yang dapat diperkirakan apabila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu, ditandai dengan tidak ada dorongan untuk berkemih,
merasakan kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak
dihambat pada interval teratur.
5. Inkontinentia fungsional adalah seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara
involunter dan tidak dapat diperkirakan. Ditandai dnegan adanya dorongan untuk
berkemih dan kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine.
6. Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak
mampu mengontrol spingter eksterna
7. Urgency adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut mengalami inkontinen jika
tidak berkemih.
8. Dysuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih hal ini sering ditemukan pada
penyaki ISK (infeksi saluran kemih), trauama dan stiktur uretra (penyempitan uretra).
9. Polyuria adalah produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya
penignaktan intake cairan, defisiensi ADH (antideuretic hormone), penyakit ginjal
kronik.
10. Urinaria suppression adalah berhenti mendadak produksi urine, secara normal urine
diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.
b. Eliminasi Alvi
1. Konstipasi: Keadaan individu mengalami atau berisiko tinggi terjadinya stasis usus
besar yang berakibat jarang buang air besar, keadaan ini ditandai dengan adanya feses
yang keras, defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya bising usus, nyeri saat
mengejan dan defekasi dan keluhan pada rectum.
2. Konstipasi kolonik: keadaan individu mengalami atau berisiko mengalami pelambatan
pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering dan keras. Konstipasi kolonik
ditandai dengan adanya penurunan frekuensi eliminasi, feses kering dan keras,
mengejan saat defekasi, nyeri defekasi, distensi abdomen, tekanan pada rektum dan
nyeri abdomen.
3. Diare: keadaan individu mengalami atau berisiko sering mengalami pengeluaran feses
cair/tidak berbentuk atau keluarnya tinja yang encer terlalu banyak dan sering.
Frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari, nyeri/kram abdomen, bising usus meningkat.
4. Inkontinensia usus merupakan keadan individu mengalami perubahan kebiasaan
defekasi yang normal dengan pengeluaran feses involunter (sering juga dikenal
inkontinensia alvi). Orang mengalami inkontensia alvi dapat ditandai dengan hilangnya
kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat
kerusakan sfingter.
5. Kembung: keadaan flatus yang berlebihan di daerah testinal yang dapat menyebabkan
terjadinya distensi pada intestinal, hal ini dapat disebabkan karena konstipasi atau
penggunaan obat-obatan.
6. Hemorid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena disaluran anus yang
berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemoroid juga
sering disebut penyakit wasir atau ambeien.
7. Fecal impaction keadaan dimana masa feses keras di lipatan rectum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Masalah ini sering terjadi
pada orang yang mengalami sembelit dalam waktu yang lama yang dapat disebabkan
adanya aktivitas kurang, asupan rendah serat dan kelemahan tonus otot.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian
Mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan palpasi abdomen untuk area nyeri
tekan, distensi dan massa padat, spesimen feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya
darah. Identitas pasien yang perlu untuk dikaji meliputi:
1) Meliputi nama dan alamat
2) Jenis kelamin : kanker usus ini lebih banyak menyerang pada laki – laki.
3) Umur : paling sering menyerang orang yang berusia lebih dari 40 tahun
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan pertanyaan yang
bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya kata “ya” atau “tidak” atau
hanya dengan anggukan kepala atau gelengan. Contohnya: pasien mengeluh nyeri pada
bagian perut, (terasa sangat nyeri saat beraktivitas) badan lemas, mual muntah, nafsu makan
menurun, Lokasi nyeri pada abdomen.
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
penyakit lain. Orang yang sudah pernah terkena kanker usus besar dapat terkena kanker usus
besar untuk kedua kalinya.Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus
(endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena
kanker usus besar.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi kanker colon tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya mempunyai riwayat kanker usus
besar pada keluarga, maka kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
saudara anda terkena kanker pada usia muda.
e. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan – kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang
yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit seperti gizi buruk atau obesitas.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pada riwayat sosial ekonomi pasien terkait makanan dan nutrisi yang dikonsumsi oleh
pasien setiap harinya.
g. Riwayat Psikologi
Cara pasien menghadapi penyakitnya saat ini, dapat menerima, ada tekanan psikologis
berhubungan dengan sakitnya itu.Kita kaji tingkah laku dan kepribadian.
h. Persepsi kesehatan dan cara pemeliharaan kesehatan
Cara klien menjaga kesehatan, cara menjaga kesehatan, pengetahuan klien tahu tentang
penyakitnya, tanda dan gejala apa yang sering muncul, perilaku mengatasi kesehatan,
pengetahuan penyebab sakitnya.
i. Nutrisi metabolik
Makan atau minum, frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi, obat-obatan yang dikonsumsi.
j. Eliminasi
Pola buang air besar atau buang air kecil : teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan
nyeri. kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta masalah yang dialami. Ada atau
tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, retensi, dan gangguan lainnya. Kaji penggunaan
alat bantu.
k. Aktivitas dan latihan
Aktivitas sehari-hari yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, bantuan dalam
melakukan aktivitas, keluhan klien saat beraktivitas.
l. Tidur dan istirahat
Kualitas tidur klien, kebiasaan tidur klien, kebiasaan sebelum tidur klien.
m. Kognitif dan persepsi sensori
Pengkajian nyeri PQRST, penurunan fungsi Panca indera, alat bantu yang digunakan
misalnya kaca mata.
n. Persepsi dan konsep diri
Cara klien menggambarkan dirinya sendiri, pandangan klien terhadap penyakitnya, harapan
klien terhadap penyakitnya.
o. Peran dan hubungan dengan sesama
en dengan sesama, hubungan klien dengan orang lain keluarga, perawat dan dokter
p. Reproduksi dan seksualitas
Gangguan pada hubungan seksualitas klien, mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
q. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Cara klien menghadapi masalah, cara klien mengatasi solus.
r. Nilai dan kepercayaan
Kebiasaan dalam menjalankan agama, tindakan medis yang bertentangan dengan
kepercayaan klien, menjalankan ajaran agama yang dianut klien, persepsi terkait dengan
penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan klien
s. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Keadaan umum baik, kesadaran composmentis
Tanda vital:
a. Tekanan Darah : 140/90 mm/Hg
b. Nadi : 105 X/mnt
c. RR : 24 X/mnt
d. Suhu : 36°C
Interpretasi : Tekanan darah pasien tinggi karena pasien berusia hampir 60 tahun. Nadi
tinggi karena pasien biasanya nyeri, RR, suhu dalam batas normal dan tidak ada gangguan.
Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
a. Kepala
Inspeksi : Tidak ada benjolan / kanker kolon, tidak ada lesi dikepala, penyebaran rambut
merata, rambut bersih, hitam, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Mata
Inspeksi : Konjungtiva anemis, posisi dan kesejajaran mata normal, dilatasi pupil
normal, ada reaksi dengan cahaya, tidak memakai kacamata, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c. Telinga
Inspeksi : Bentuk dan ukuran telinga normal, tidak ditemukan pembengkakan, telinga
dalam keadaan bersih, ketajaman pendengaran normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Hidung
Inspeksi : bentuk hidung normal, simetris, pernapasan cuping hidung, bersih, tidak ada
pembengkakan, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e. Mulut
Inspeksi : Bibir : mukosa bibir kering, rongga mulut : jumlah gigi lengkap, lidah : bersih,
warna lidah putih
f. Leher
Inspeksi : bentuk normal, simetris, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening Palpasi : tidak ada nyeri tekan, teraba nadi karotis
g. Dada
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris, tidak ada retraksi dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru-paru sonor (normal), suara jantung pekak
Auskultasi : S1 - S2, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan seperti
ronkhi, wheezing, snoring
h. Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : Peristaltik normal (20x/menit)
Perkusi : Timpani Palpasi : tidak ada nyeri tekan
i. Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : gerak tangan antara dekstra dan sinistra seimbang, kekuatan otot
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : kekuatan otot dekstra sinistra 5
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa
j. Kulit dan kuku
Inspeksi :
Kulit : kulit lembab, warna kulit kuning langsat, turgor kulit baik
Kuku : kuku pendek dan bersih
Palpasi : CRT 2 detik
Keadaan lokal Kondisi umum pasien biasanya adalah composmentis degan nilai GCS 14
-15
c. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Eliminasi Urine
2. Retensi Urine
3. Konstipasi
d. Rencana Tindakan Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (SIKI)
(SLKI)
1. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri:
Eliminasi Urine tindakan BAB/BAK
keperawatan 3x24 Observasi
Gejala dan Tanda jam, diharapkan pola 1. Identifikasi kebiasaan BAK/BAB
mayor eliminasi urine sesuai usia
Subjektif pasien normal, 2. Monitor integritas kulit pasien
1. Desakan dengan kriteria hasil:
Terapeutik
Berkemih(urgens 1.sensasi berkemih
1. Buka pakaian yang diperlukan untuk
i) meningkat
memudahkan eliminasi
2. Urin 2.Desakan berkemih
2. Dukung penggunaan
menetes(dribblin (urgensi) menurun
toilet/commode/pispot/urinal secara
g) 3.Distensi kandung
konsisten
3. Sering buang air Kemih menurun
3. Jaga privasi selama eliminasi
kecil 4.Berkemih tidak
4. Ganti pakaian pasien setelah
4. Nokturia tuntas(hestency)
eliminasi, jika perlu
5. Mengompol menurun
5. Bersihkan alat bantu BAK/BAK
6. Enuresis 5.Volume residu
setelah digunakan
Objektif urine menurun
6. Latih BAK/BAB sesuai jadwal, jika
1. distensi kandung 6.Urine menetes
perlu
kemih (dribbling)
7. Sediakan alat bantu (mis. kateter
2. berkemih tidak menurun
eksternal, urinal). Jika perlu
tuntas(hesitancy) 7.Nokturia menurun
Edukasi
3. volume residu 8.Mengompol
1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
urin meningkat menurun
2. Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika
9.Enuresia menurun
Gejala dan Tanda perlu
Minor
Subjektif
(tidak tersedia)

Objektif
(tidak tersedia)

2. Retensi Urine Setelah dilakukan Katerisasi Urine


tindakan Observasi
Gejala dan Tanda keperawatan 3x24 1. Periksa kondisi pasien (mis.
mayor jam, diharapkan kesadaran, tanda-tanda vital,
Subjektif tanda dan gejala daerah perineal, distensi kandung
1. Sensasi retensi urine pasien kemih, inkontinensia urine, refleks
penuh pada tidak ada dengan berkemih)
kandung kriteria hasil: Terapeutik
kemih 1.sensasi berkemih 1. Siapkan peralatan, bahan-bahan
Objektif meningkat dan ruangan tindakan
1. Disuria/ 2.Desakan berkemih 2. Siapkan pasien: bebaskan pakaian
anuria (urgensi) menurun bawah dan posisikan dorsal
2. Distensi 3.Distensi kandung rekumben (untuk wanita) dan
kandung Kemih menurun supine (untuk alaki-laki)
kemih 4.Volume residu 3. Pasang sarung tangan
Gejala dan Tanda urine menurun 4. Bersihkan daerah perineal atau
Minor 5.Urine menetes preposium dengan cairan NaCl
Subjektif (dribbling) atau aquades
1. Dribbling menurun 5. Lakukan insersi kateter urine
Objektif 6.Nokturia menurun dengan menerapkan prinsip aseptik
1. Inkontensia 7.Enuresia menurun 6. Sambungkan kateter urin dengan
berlebihan urine bag
2. Residu urin 7. Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai
150 ml atau anjuran pabrik
lebih 8. Fiksasi selang kateter diatas
simpisis atau di paha
9. Pastikan kantung urine
ditempatkan lebih rendah dari
kandung kemih
10. Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine
2. Anjurkan menarik napas saat
insersi selang kateter
3 Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen konstipasi
tindakan 1. Identifikasi faktorfaktor yang
keperawatan selama menyebabkan konstipasi
3 x 24 Jam 2. Monitor tanda-tanda ruptur
konstipasi pasien bowel/peritonitis
teratasi dengan 3. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi
kriteria hasil: tindakan pada pasien
1) Pola BAB dalam 4. Konsultasikan dengan dokter
batas normal tentang peningkatan dan penurunan
2) Feses lunak bising usus
3) Cairan dan serat 5. Kolaburasi jika ada tanda dan gejala
adekuat
4) Aktivitas adekuat konstipasi yang menetap
5) Hidrasi adekuat 6. Jelaskan pada pasien manfaat diet
(cairan dan serat) terhadap
eliminasi
7. Jelaskan pada klien konsekuensi
menggunakan laxative dalam waktu
yang lama
8. Kolaburasi dengan ahli gizi diet
tinggi serat dan cairan
9. Dorong peningkatan aktivitas yang
optimal
10. Sediakan privacy dan keamanan
selama BAB

e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana ksehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien. S = subjektif O = objektif A =
Analisa P = Planning
1. Kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
2. Tanda-tanda vital pasien normal
3. Keadaan umum pasien normal
4. Turgor kulit dan bising usus normal
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Hidayat dan Musrifatul Uliyah, (2012). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Danar Fahmi Sudarsono, (2015). Diagnosis dan Penanganan Hemoroid.

Eti Rohayati. (2021). Keperawatan Dasar I, Buku Lovrinz Publishing.

Hidayat, A.A, (2012). Kebutuhan Dasar Manusia. HealBooks: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai