Anda di halaman 1dari 6

Resume Eliminasi Fekal

Fisiologi defekasi

Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa


metabolisme, terbagi dua:

1. Sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang menjadi feses (eliminasi fekal)
2. Sampah yang dibuang baik melalui saluran lain seperti urine (eliminasi urin)

Usus besar berfungsi: absorpsi air dan zat gizi, melindungi mukosa dinding usus karena
sekresi lendir yang mengandung ion bikarbonat, dan mengangkut produk pencernaan di
sepanjang lumen kolon kemudian dieliminasi melalui saluran anus.
Rektum punya lipatan untuk membantu menahan feses di rektum. Saluran anus ada otot
sfingter internal dan eksternal untuk pengeluaran feses.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum.

Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal

Usia: kalo bayi organnya belum sempurna (terutama perkembangan neuromuskular) jadi
belum bisa mengontrol eliminasi fekal (sampe usia 2/3 tahun). Remaja: pertumbuhan usus
besar dengan pesat. Lansia: penurunan fungsi sistem GI akhirnya merusak proses
pencernaan dan eliminasi.
Diet: serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna, memungkinkan terbentuknya masa
dalam materi feses. Kecuali bayi karena ususnya belum matang jadi belum dapat
mentoleransi makanan berserat. Gas kayak kol, bawang merah, membuat dinding usus
berdistensi, meningkatkan motilitas kolon. Susu beberapa individu sulit mencernanya bisa
bikin diare, distensi gas, dan kram.
Asupan cairan: cairan mengencerkan isi usus, memudahkannya bergerak melalui kolon
kecuali susu.
Kebiasaan: individu merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka
sendiri atau jadwal aktivitas yang padat bisa bikin nahan defekasi akhirnya konstipasi.
Aktivitas fisik: dapat meningkatkan gerakan peristaltik, sementara imobilitas dapat
menurunkan gerakan peristaltik (Potter & Perry, 2010).
Faktor psikologis: stres itu gak baik bisa bikin diare atau konstipasi. Kalo bikin diare
berarti proses digestif terjadi cepat dan gerak peristaltik meningkat sementara konstipasi
karena saraf otonom sistem pencernaan akan memperlambat penyampaian impuls dan
menurunkan gerakan peristaltik.
Posisi: normalnya duduk jadi kalo ada pasien imobilisasi susah mengkontraksikan otot-
otot buat defekasi.
Nyeri: dapat menekan keinginan untuk BAB berisiko timbulnya konstipasi.
Kehamilan: ukuran janin yang terus bertambah dan peningkatan tekanan pada rektum
mengakibatkan obstruksi sementara karena janin menghambat jalan keluar feses ujung-
ujungnya konstipasi.
Anestesi: dapat menghentikan gerakan peristaltik secara sementara. Pembedahan: kalo
melibatkan usus besar akan menghentikan gerakan peristaltik secara temporer.
Medikasi: kayak laksatif sama katartif dapat memperlancar defekasi.
Pemeriksaan diagnostik: misalnya sebelum diperiksa pasien disuruh minum obat-obatan
tertentu dan/atau puasa makan minum bisa terjadi perubahan defekasi.

Perbedaan karakteristik feses normal dan abnormal serta kemungkinan penyebab


ketidak normalan feses

Karakteristik Keadaan Normal Keadaan Abnormal Sebab Keadaan Abnormal


Warna Anak-anak: kuning Putih atau berwarna Tidak adanya empedu
Dewasa: cokelat tanah liat
Hitam atau pekat Mencerna zat besi atau
(melena) perdarahan sistem
pencernaan bagian atas
Merah Perdarahan sistem
pencernaan bagian bawah,
hemoroid
Pucat disertai lemak Malabsorpsi lemak
Mukus berkilat Konstipasi spastik, kolitis,
mengedan yang berlebihan
Mukus berdarah Darah pada feses, inflamasi,
infeksi
Bau Tajam, dipengaruhi Perubahan yang tidak Darah pada feses atau
oleh jenis makanan tampak infeksi
Konsistensi Berbentuk, lembek Cair Diare, absorpsi berkurang
Keras Konstipasi
Frekuensi Bervariasi: anak- Anak-anak, lebih dari
anak, 4-6 x/ hari 6x atau < 1x selama 1-
(ASI), 1-3 x/hari 2 hari; dewasa, > 3
(susu); dewasa, 1 x/hari, < 1x seminggu
x/hari atau 2-3
x/minggu

Jumlah 150 g/hari (dewasa) Hipomotilitas atau


hipermotilitas
Bentuk Bergantung diameter Bentuk meruncing Obstruksi, peristaltik sering
rektum seperti pensil
Isi Makanan yang tidak Darah, pus, benda Perdarahan internal, infeksi,
dicerna, bakteri mati, asing, mukus, cacing objek yang tertelan, iritasi,
lemak, pigmen inflamasi
empedu, sel yang Lemak yang berlebihan Sindrom malabsorpsi,
melapisi mukosa enteritis, penyakit
usus, air pankreatitis, pembedahan
reseksi usus
Masalah-masalah eliminasi fekal

Konstipasi: susah defekasi karena feses keras, kering atau bahkan dalam seminggu bisa
gak berdefekasi sama sekali. Normalnya kan 2 3 x/minggu. Adanya pergerakan feses di
usus besar berjalan lambat kemudian mengakibatkan bertambahnya waktu reabsorpsi
cairan. Penyebab: kurang serat, cairan, dan aktivitas, kebiasaan defekasi tidak teratur,
perubahan rutinitas, kurang privasi, penggunaan laksatif, gangguan emosional, serta
mediaksi.
Impaksi: komplikasi konstipasi. Impaksi berat: tumpukan feses yang keras (sampe ke
kolon sigmoid) tidak bisa dikeluarkan.
Diare: kebalikan konstipasi (feses encer saking encernya sampe gak kebentuk,
peningkatan frekuensi defekasi 5 x/hari, cepatnya pergerakan fekal di kolon akhirnya
susah buat absorpsi air sama elektrolit). Penyebab: stres, medikasi, alergi/intoleransi
makanan, cairan, dan obat-obatan, serta penyakit kolon.
Inkontinensia alvi: hampir sama kayak inkontinensia urin bedanya yang ini feses. Jadi
hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran gas (inkontinensia parsial)
dan fekal (inkontinensia mayor).
Flatulens: flatus (bersumber dari kerja bakteri di usus besar atau udara yang tertelan atau
difusi gas antara darah dan usus) yang berlebihan di usus dan menyebabkan peregangan
dan distensi usus. Penyebabnya makanan kayak kol, bawang merah, bedah abdomen,
narkotik.
Hemoroid: dilatasi dan penggelembungan vena pada lapisan rektum terjadi karena klien
mengedan saat BAB, kehamilan, gagal jantung, dan penyakit liver kronis.

Pengkajian keperawatan untuk masalah eliminasi fekal

Riwayat keperawatan: pola defekasi, gambaran feses, masalah yang terjadi, faktor yang
mempengaruhi eliminasi, keberadaan dan penatalaksanaan ostomi.
Pemeriksaan fisik:
a. Inspeksi abdomen: cari keberadaan distensi, massa, asimetris, atau gelombang
peristalsis yang tampak, dan keabnormalan.
b. Auskultasi: di area tengah abdomen. Adanya bising usus menandakan pergerakan
cairan dan udara melalui saluran usus. Normalnya, terdengar setiap 5-10 detik atau 5-
35 x/menit.
c. Perkusi: suara yang biasanya muncul yaitu timpani (bernada tinggi, keras, atau
musikal) karena adanya gas di abdomen, usus kecil, dan kolon. Suara tumpul (dull)
menandakan adanya feses dan cairan.
d. Palpasi: (1) palpasi ringan untuk mendeteksi massa, area spasme muskular atau
kekakuan, dan area yang nyeri; (2) palpasi dalam untuk mengetahui ukuran dan bentuk
organ serta massa abdomen.
Pemeriksaan lab: spesimen feses dan tes guaiak/pemeriksaan darah samar di feses (fecal
occult blood testing, FOBT) dengan cara menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam
feses.

Pemeriksaan diagnostik dalam mengkaji masalah-masalah eliminasi fekal dan


implikasi keperawatannya

Intinya kalo implikasi harus informed consent, pasien tanda tangan, dan atur asupan makan
minum.
Uji noninvasif

a. Pemeriksaan GI bagian atas adalah pemeriksaan medis kontras (umumnya barium) yang
ditelan dengan menggunakan sinar-X sehingga dokter dapat melihat esofagus bagian
bawah, lambung, dan duodenum (Potter & Perry, 1999). Implikasi keperawatan sebelum
tes: (Potter & Perry, 1999)
Klien menandatangani surat persetujuan tindakan.
Klien berpuasa setelah tengah malam
Perawat menjelaskan bahwa tes akan berlangsung selama beberapa jam dengan
perubahan posisi yang sering, namun tetap dalam ketidaknyamanan yang minimal.
Perawat menjelaskan bahwa barium memiliki rasa seperti kapus.
Implikasi keperawatan selama tes: (Potter & Perry, 1999)
Tes dilakukan di radiologi dan teknisi yang menjelaskan langkah-langkahnya.
Implikasi keperawatan setelah tes: (Potter & Perry, 1999)
Klien dapat mengonsumsi makanan setelah tes.
Klien harus mengeluarkan barium agar tidak terjadi impaksi usus sehingga perawat
menginstruksikan klien untuk meningkatkan asupan cairannya.

Uji invasif

a. Endoskopi atau gastroskopi saluran GI bagian atas (upper GI, UGI) dapat memperlihatkan
esofagus, lambung, dan duodenum. Implikasi keperawatan sebelum tes: (Potter & Perry,
1999)
Klien menandatangani surat persetujuan tindakan.
Klien berpuasa setelah tengah malam.
Perawat memberikan obat penenang dan antikolinergik sesuai program.
Implikasi keperawatan selama tes: (Potter & Perry, 1999)
Perawat menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan kepada klien.
Perawat meletakkan spesimen jaringan di dalam wadah dengan label yang benar dan
ditutup rapat.
Perawat memiliki persediaan alat gawat darurat untuk mengantisipasi jika terjadi
komplikasi pernapasan.
Implikasi keperawatan setelah tes: (Potter & Perry, 1999)
Perawat menginstruksikan klien untuk tidak makan atau minum sampai refleks
menelan kembali pulih (2-4 jam).
Perawat menjelaskan mengenai suara serak dan luka pada tenggorok adalah normal
selama beberapa hari. Gunakan cairan dingin dan berkumur dengan salin normal
dapat meredakan suara serak.
Perawat mengobservasi adanya perdarahan, demam, nyeri abdomen, serta sulit
menelan dan bernapas.
b. Sigmoidoskopi memperlihatkan anus, rektum, kolon sigmoid dan proktoskopi
memperlihatkan anus, rektum. Implikasi keperawatan sebelum tes: (Potter & Perry, 1999)
Klien menandatangani surat persetujuan tindakan.
Klien menerima enema di malam dan pagi hari sebelum tes.
Klien diizinkan sarapan ringan.
Perawat menjelaskan bahwa klien akan merasa tidak nyaman dan ingin defekasi saat
instrumen dimasukkan.
Perawat menjelaskan bahwa klien akan merasa kembung (gas pain) karena saat tes
dokter menggunakan udara untuk mengembangkan usus.
Perawat memposisikan klien dengan menekuk lutut klien ke dada dan kepala ke
bawah.
Perawat menyelimuti klien untuk menghindari terpaparnya bagian tubuh yang tidak
perlu, menjaga privasi, dan meminimalkan rasa malu klien.
Implikasi keperawatan selama tes: (Potter & Perry, 1999)
Perawat tetap menyelimuti klien dan mengobservasi adanya distres pernapasan.
Perawat menyediakan swab kapas yang panjang untuk digunakan dokter mengambil
lendir.
Perawat meletakkan spesimen jaringan ke dalam wadah yang sesuai dengan label
tepat dan ditutup rapat.
Perawat menentramkan klien.
Implikasi keperawatan setelah tes: (Potter & Perry, 1999)
Perawat mengobservasi adanya perdarahan dan nyeri rektum atau abdomen serta
demam.
Perawat mengingatkan klien untuk mengobservasi adanya darah di feses dan
melaporkannya ke perawat jika ada perdarahan.

Anda mungkin juga menyukai