Anda di halaman 1dari 8

Struktur, Anatomi, dan Sirkulasi Darah pada Sistem Perkemihan

Manusia pada dasarnya tersusun atas sel-sel yang membentuk jaringan,


organ, dan sistem dari gabungan beberapa organ. Sistem tersebut antara lain
berupa sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem pernapasan, dan sistem imun.
Diantara beberapa sistem tersebut, masih terdapat sistem eliminasi yang fungsinya
tidak kalah penting jika dibandingkan dengan sistem tubuh yang lain. Sehingga,
jika sistem eliminasi terganggu maka tubuh akan mengalami keabnormalan yang
dirasakan oleh tubuh. Oleh karena itu, untuk mengenal lebih baik mengenai sistem
eliminasi, studi literatur ini akan membahas dengan pokok bahasan struktur
anatomi serta peredaran darah yang ada pada sistem eliminasi, khususnya pada
perkemihan.
Sistem perkemihan memiliki
fungsi dasar untuk mengeluarkan
sisa-sisa hasil metabolisme yang ada
di dalam tubuh, dimana sistem ini
terdiri dari ginjal, ureter, urinary
bladder (kandung kemih), dan urethra
(Martini, Nath, & Bartholomew,
2012). Keempat organ yang
menyusun sistem perkemihan tersebut
memiliki struktur serta fungsi yang
berbeda. Scanlon & Sanders (2007)
menjabarkan bahwa proses dari
pembentukkan urin merupakan fungsi
khusus yang dimiliki oleh ginjal, sedangkan sisa organ lainnya memiliki tanggung
jawab dalam saluran pengeluaran urin dan tidak akan merubah isi dari kandungan
urin tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut penjabaran struktur dan fungsi dari
sistem perkemihan tersebut:
1) Ginjal
Ginjal terletak dibelakang rongga abdomen tepatnya pada sisi
kolumna vertebralis. Dari segi bentuknya, ginjal merupakan organ yang
sering diibaratkan seperti kacang
(Sherwood, 2010). Secara
normal, ginjal memiliki panjang
berkisar antar 10-12 cm dengan
lebar 5-7 cm, dan ketebalan 3 cm
pada orang dewasa (Tortora &
Derrickson, 2012). Ginjal
memiliki fungsi sebagai
stabilator dari lingkungan cairan
internal. Hal tersebut berupa mempertahankan keseimbangan di dalam
tubuh, menjaga osmolaritas cairan tubuh, mempertahankan asam-basa
tubuh, mengatur konsentrasi ion (Sherwood, 2010).
Tortora & Derrickson (2012) menjabarkan anatomi organ ginjal
menjadi dua bagian, yaitu bagian anatomi eksternal dan internal. Berikut
adalah anatomi ginjal eksternal:
Hilus ginjal merupakan bagian pada ginjal yang dilaui oleh ureter,
pebuluh darah, limfa, dan saraf.
Lapisan jaringan pada ginjal terbagi menjadi tiga bagian
o Kapsul ginjal merupakan bagian yang paling dalam. Lapisan
ini tersusun atas otot polos, jaringan ikat iregular transparan
yang tersambung dengan bagian terluar ureter. Lapisan ini
berfungsi sebagai pelindung ginjal dari trauma, selain itu
menjaga bentuk ginjal.
o Kapsul adiposa merupakan lapisan tengah yang diselubungi
oleh jaringan lemak. Lapisan ini berfungsi sama seperti kapsul
ginjal dalam hal pelindung dari trauma dan menjaga agar organ
ginjal tetap berada dalam rongga abdominal.
o Renal fascia merupakan lapisan superfisial yang berfungsi
dalam membuat ginjal menyatu dengan struktur yang ada
disekelilingnya.

Setelah penjabaran anatomi eksternal, berikut adalah anatomi


internal ginjal berdasarkan penjabaran Tortora & Derrickson (2012):
Korteks ginjal merupakan anatomi ginjal pada bagian frontal dan
berwarna merah terang. Tekstur yang dimiliki korteks ginjal halus dan
terbentang dari kapsul ginjal hingga basis piramid ginjal.
Medula ginjal merupakan bagian yang lebih dalam dari korteks ginjal
dan berwarna coklat kemerahan. Piramid ginjal merupakan susunan
yang ada pada medula ginjal.
Parenkima merupakan susunan yang dibentuk oleh korteks dan
piramid ginjal. Di dalamnya terdapat unit fungsional bernama nefron.
o Renal corpuscle berfungsi sebagai tempat untuk memfiltrasi
plasma darah. Terdiri dari dua bagian yaitu glomerulus dan
glomerular atau biasa disebut dengan kapsula bowman.
o Tubulus ginjal merupakan tempat berlalunya cairan yang sudah
difiltrasi. Tubulus ginjal dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
Tubulus kontortus proksimal berfungsi untuk
mereabsorpsi air, ion, dan nutrisi organik
Lengkung henle merupakan penghubung antara tubulus
kortortus proksimal dan distal. Berfungsi juga untung
merearbsopsi air di bagian descending limb dan sodium
dan klorida pada ascending limb.
Tubulus kontortus distal berfungsi dalam sekresi ion,
asam, toksin, dan obat.
o Collecting duct mensekresi ion sodium, potasium, hidrogen dan
bikarbonat.
o Papillary duct berfungsi untuk menyalurkan urin ke minor
calyx.
2) Ureter
Sherwood (2010) mengatakan bahwa ureter merupakan saluran
yang memiliki struktur dinding dari otot polos dan terdiri dari dua saluran
yang masing-masing mengangkut urin dari ginjal kanan dan kiri untuk
ditampung di kandung kemih. Ureter memiliki panjang 25-30 cm dengan
bentuk tabung yang memiliki diameter yang bervariasi tiap individu
sekitar 1- 10 mm dan berdinding tebal (Tortora & Derrickson, 2012).
Ureter dikatakan sebagai saluran yang retroperineal seperti organ ginjal.
Retroperineal sendiri diartikan sebagai organ/saluran/bagian yang terletak
dibelakang peritoneum rongga perut (Scanlon & Sanders, 2007).

Ureter memiliki tiga lapisan jaringan yang membentuknya. Lapisan


terdalam adalah mukosa transisional epitelium yang diselubungi oleh
lamina propria. Lapisan tersebut berfungsi dalam perenggangan saluran
untuk menyesuaikan volume cairan urin yang berbeda-beda. Lapisan yang
kedua adalah muskularis dengan lapisan otot polos sirkular dan
longitudinal. Lapisan tersebut yang membantu dalam gerakan peristaltik.
Lapisan terakhir adalah lapisan superfisial dari ureter, yaitu adventitia
yang terdiri dari jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah, limfa,
dan saraf (Tortora & Derrickson, 2012).
Pengeluaran urin dari ginjal ke kandung kemih dilakukan dengan
gerakan peristaltik pada otot yang berkontraksi di ureter. Gerakan tersebut
membuat urin terdorong untuk masuk ke dalam kandung kemih. Selain
dengan gerakan peristaltik tersebut, tekanan hidrostatik dan gravitasi juga
mempengaruhi urin untuk sampai ke kandung kemih. Urin tidak kembali
ke ureter dan ginjal dikarenakan bentuk ureteral opening yang tidak
berbentuk seperti lubang besar, melainkan seperti celah dan bagian bawah
ureter memiliki posisi yang miring (Martini, Nath, & Bartholomew, 2012).
3) Urinary Bladder (Kandung Kemih)
Setelah urin dikeluarkan ginjal melalui saluran ureter, urin
kemudian tertampung ke dalam kandung kemih yang menjadi
penampungan sementara urin sebelum dikeluarkan tubuh. Kandung kemih
tersebut memiliki dinding dari otot polos, sehingga dapat meregang dan
terbentuk seperti kantung (Sherwood, 2010).
Sama seperti ureter, bagian kandung kemih juga memiliki tiga
lapisan. Lapisan pertama adalah mukosa kandung kemih, terdiri atas
transisional epitelium dan dilapisi lamina propria yang memiliki fungsi
yang sama seperti pada ureter. Lapisan kedua adalah submukosa, lapisan
tersebut tersusun atas otot polos yang biasa disebut otot detrusor. Lapisan
terluar adalah lapisan adventitia (Tortora & Derrickson, 2012).
Jika dilihat pada
bagian frontal anterior
kandung kemih laki-laki
seperti gambar disamping
yang diambil dari Martini,
Nath, & Bartholomew
(2012), dapat terlihat
bagian dan struktur yang
terdapat pada kandung
kemih.
Median dan lateral umbilical ligament yang merupakan sisa dari dua
arteri umbilical. Bagian tersebut berfungsi sebagai saluran penyuplai
darah pada saat embrionik.
Rugae atau lipatan mukosa berfungsi dalam pelebaran mukosa
kanndung kemih saat terisi penuh dengan urin.
Otot destrusor berfungsi untuk membantu pengeluaran urin dengan
cara, saat otot tersebut akan menekan kandung kemih pada saat
berkontraksi. Dengan adanya tekanan tersebut, urin keluar menuju
urethra.
Ureteral opening merupakan celah untuk pengeluaran urin dari ureter
ke dalam kandung kemih.
Trigone berbentuk seperti segitiga. Pada saat kandung kemih
berkontraksi, trigone tidak berkontraksi karena tidak memiliki rugae
sehingga berfungsi sebagai suatu corong yang menyalurkan urin ke
urethra.
Internal urethral sphincter bekerja secara involunter yang berfungsi
seperti alat pengunci saat urin keluar dari kandung kemih ke urethra,
serta tersusun dari otot rangka.
External urethral sphincter memiliki otot penyusun dan cara kerja
yang sama seperti sphincter internal, yang berbeda hanya tempatnya.
External urethral sphincter untuk pengunci di bagian urethra.
4) Urethra
Setelah urin
tertampung secara sementara
di dalam kandung kemih dan
adanya micturition reflex
yag akan menginisiasi
pengosongan kandung
kemih, maka urin akan
keluar melalui saluran lain,
yaitu saluran urethra
(Sherwood, 2010). Urethra pada laki-laki dan perempuan memiliki fungsi
dan ukuran yang berbeda. Pada perempuan, urethra berada pada anterior
vagina serta memiliki panjang sekitar 2.5 4 cm, sedangkan pada laki-laki
memiliki panjang sekitae 17 20 cm (Scanlon & Sanders, 2007).

Pada saat membahas atau mepelajari sistem perkemihan, tentunya tidak


luput untuk melakukan studi literatur pada sirkulasi darah yang ada pada sistem
perkemihan terutama pada bagian ginjal. Individu yang sehat, secara normal
setiap satu menit akan dilalui oleh 1200 ml aliran darah pada setiap arteri ginjal
dan menerima total kardiak output sebesar 20 25% (Martini, Nath, &
Bartholomew, 2012).
Pembuluh darah yang berfungsi dalam menyuplai darah ke ginjal adalah
arteri ginjal, kemudian darah disuplai ke segmental arteri sesaat setelah darah
masuk ke sinus ginjal. Segmental arteri kemudian bercabang menjadi arteri
interlobar dan menyalurkan darah ke arcuate artery yang melengkung sepanjang
batas antara korteks dan medula. Kemudian arcuate artery meproduksi rangkaian
arteri interlobular dan memasuki kortex ginjal kemudian ke arteriol aferen
(Tortora & Derrickson, 2012).
Nefron yang ada pada ginjal menerima
masing-masing satu arteriol aferen yag
bercabang ke glomerulus. Kemudian kapiler
glomerulus bergabung dan membentuk arteriol
eferen dan bercabang ke kapiler peritubular.
Kapiler-kapiler tersebut bergabung dan
membentuk venule peritubular dan vena
interlobular (Tortora & Derrickson, 2012).
Darah yang berkumpul di vena interlobular dan
dialirkan ke arcuate vein. Setelah itu dialirkan
ke vena interlobar dan darah meninggalkan
ginjal dari vena ginjal melalui hilum ke vena
cava inferior (Martini, Nath, & Bartholomew, 2012).
Oleh karena itu, sistem eliminasi yang salah satunya adalah perkemihan
sangat penting untuk menjaga keseimbangan yang ada pada tubuh manusia. Dari
studi literatur juga diketahui bahwa ginjal merupakan organ yang dapat dikatakan
melakukan pekerjaan berat. Sehingga dapat dibayangkan jika sistem tersebut tidak
berlangsung dengan baik, maka banyak hal dan fungsi organ lain yang akan
terganggu. Selain itu, jika pengeluaran urin tidak berlangsung secara normal maka
penumpukan racun di dalam tubuh akan meningkat dan membahayan bagi
keberlangsungan hidup manusia.
Daftar Pustaka

Martini, F. H., Nath, J. L., & Bartholomew, E. F. (2012). Fundamental of


Anatomy & Physiology (9th ed.). San Francisco: Pearson Education.

Scanlon, V. C., & Sanders, T. (2007). Essentials of Anatomy and Physiology (5th
ed.). Philadelphia: F. A. Davis Company.

Sherwood, L. (2010). Human Physiology: From Cells to Systems (7th ed.).


Belmont: Cengage Learning.

Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2012). Principles of Anatomy & Physiology


(13th ed.). New Jersey: John Wiley & Son, Inc.

Anda mungkin juga menyukai