Anda di halaman 1dari 12

Konstipasi

 Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada


seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak
lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering
(Wilkinson, 2006).
 Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja
tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan kering (Oenzil,
1995).

Definisi  Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin


karena feses keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan
defekasi yang tidak teratur, kurang aktifitas, asupan cairan
yang tidak adekuat dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004)
 Jadi Konstipa si adalah Suatu penurunan frekuensi defekas i
yang tidak teratur disertai dengan mengejan saat defekasi,
dengan kesulitan keluarnya feses yang sangat keras dan
berbentuk dapat menimbulkan nyeri pada rektum
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah
sebagai berikut:
 Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk
defekasi dapat menyebabkan konstipasi.
 Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani dan
karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah
konstipasi, karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan
yang rendah juga memperlambat peristaltik.

Etiologi  kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi.


 Obat penenang
 Lansia
 Kelainan saluran GI
 Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon
 Peningkatan stres psikologi.
 Penyakit-penyakit organik.
 Umur
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi
rektal melalui empat tahap kerja, antara lain:
 Rangsangan refleks penyekat rektoanal.

Patofisiologi  Relaksasi otot sfingter internal.


 Relaksasi otot sfingter external
 Otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-
abdomen.
 Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan
tinja
 Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada
biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya
 Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-
kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu
supaya dapat mengeluarkan tinja
 Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
Gejala Klinis  Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit
akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
 Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada
biasanya
 Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit
buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau
lebih).
 Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
 Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan
kelainan yang jelas.
 Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya
luka pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa
pengecap dan proses menelan.
 Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau
tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut.

Pemeriksaan Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar,
adanya tumor atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk
Fisik dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam
rongga perut atau adanya massa tinja.
 Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara
gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang
pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure
(retakan) atau fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga
kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses buang air
besar.
 Laboratorium: darah perifer lengkap, glukosa dan elektrolit
(terutama kalium dan kalsium) darah, fungsi tiroid
 Anuskopi ( dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua
pasien dengan konstipasi untuk menemukan fisura, ulkus,
hemoroid, dan keganasan)
 Foto palos perut harus dikerjakan pada pasien konstipasi,
Pemeriksaan terutama yang terjadinya akut untuk mendeteksi adanya

Penunjang impaksi feses yang dapat menyebabkan sumba tan dan


perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat
dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat
dan sifat sumbatan.
 Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada
rektum dan saluran anus saat istirahat dan pacta berbagai
rangsang untuk menilai fungsi anorektal.
Dalam menegakkan diagnosis konstipasi fungsional, digunakan
kriteria Rome III yaitu munculnya gejala dalam 3 bulan terakhir
atau sudah dimulai sejak 6 bulan sebelum terdiagnosis:
 Terdapat ≥ 2 gejala berikut:
 Mengejan sedikitnya 25% dari defekasi
 Feses keras sedikitnya 25% dari defekasi

Kriteria  Sensasi tidak puas saat evakuasi pada sedikitnya 25% dari
defekasi
Diagnosis  Sensasi obstruksi anorektal pada sedikitnya 25% dari defekasi
 Diperlukan manuver manual untuk memfasilitasi pada sedikitnya
25% dari defekasi (evakuasi jari, bantuan dasar panggul)
 Defekasi < 3 kali dalam seminggu

 Feses lunak jarang terjadi tanpa penggunaan laksatif


 Kriteria tidak memenuhi sindrom kolon iritabel
Pengobatan non-farmakologis
 Latihan usus besar:
 Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang
disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas
penyebabnya

 Diet: Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama


pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan
Tatalaksana bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka
kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker
kolorektal.
 Olahraga: Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga
membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil
yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien
Pengobatan farmakologis Jika modifikasi perilaku ini kurang
berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai
obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat
pencahar :
 Memperbesar dan melunakkan massa feses
lanjutan  Melunakkan dan melicinkan feses
 Melunakkan dan melicinkan feses
 Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus
besar
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya
konstipasi:
 Jangan jajan di sembarang tempat.
 Hindari mak anan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
 Minum air putih minimal 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari
dan cairan lainnya setiap hari.

Pencegahan  Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal


10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2 jam untuk
olahraga yang lebih berat.
 Biasakan b uang air besar secara teratur dan jangan suka
menahan buang air besar.
 Konsumsi makanan yang mengan dung serat secukupnya,
seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai