Anda di halaman 1dari 164

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. F DENGAN KONSTIPASI DI PERUMAHAN


TAMAN RAJEG MULYA

Disusun Oleh:
Nama : Ciani Satyawati
Nim : 20317019
Prodi : Profesi Ners Non Reguler
Stase : Anak
Dosen Pembimbing : Ns. Ria Setia Sari,S.Kep,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YATSI TANGERANG
TAHUN 2020
A. Pengertian Konstipasi

Menurut Nurbadriyah D Wiwit, 2020 konstipasi didefinisikan sebagai


istilah dari suatu gejala (kebalikan dari diare yang didefinisikan saat berat feses
>200gram). Konstipasi dibedakan dari irritable bowel syndrome (IBS) dimana nyeri
abdomen tidak harus berhubungan dengan disfungsi usus. Hal ini didefinisikan
sebagi jumlah frekuensi feses yang jarang (<3 kali per minggu), pengeluaran
feses yang keras (>25% dalam satu waktu), mengedan untuk mengosongkan
rectum (>25% dalam satu waktu), atau sensasi pengosongan yang tidak tuntas
(>25% dalam satu waktu).
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) konstipasi
diartikan dengan penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit
dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak. Konstipasi merupakan salah satu
gejala yang paling sering dari keluhan gastrointestinal. Diderita sekitar 25% dari
populasi dalam satu waktu, lebih sering terjadi pada wanita dan orang lanjut usia.
Pada awalnya penyebab konstipasi mungkin sederhana saja, misalnya kurangnya
konsumsi serat, tetapi karena tidak ditangani secara memadai perjalanan kliniknya
menjadi kronis, yang membuat frustasi anak, orangtua dan juga dokter yang
merawatnya (Nurbadriyah D Wiwit, 2020). Di lain pihak, terdapat kasus-kasus
konstipasi akut yang memerlukan diagnosis etiologi segera karena memerlukan
tindakan yang segera pula. Ringkasnya, ada kasus konstipasi ringan tetapi
memerlukan penanganan yang adekuat, ada kasus yang memerlukan diagnosis
etiologi dan tindakan segera dan ada pula kasus konstipasi kronis yang
memerlukan kesabaran dan penanganan yang cermat.
Dalam kepustakaan belum ada kesepakatan mengenai batasan konstipasi.
Rogers mendefinisikan konstipasi sebagai kesulitan melakukan defekasi atau
berkurangnya frekuensi defekasi atau melihat apakah tinjanya keras atau tidak.
Lewis dan Munir menambahkan bahwa kesulitan defekasi terjadi menimbulkan
nyeri dan distress pada anak, sedangkan Abel mengatakan konstipasi sebagai
perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi
individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi berhajat lebih jarang dan konsistensi
tinja lebih keras dari biasanya. Definisi lain adalah frekuensi defekasi kurang dari
tiga kali perminggu. Steffen dan Loening Baucke mengatakan konstipasi sebagi
buang air besar kurang dari 3 kali per minggu atau riwayat buang air besar
dengan tinja yang banyak dan keras. Ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja
secara sempurna, yang tercermin dari 3 aspek yaitu berkurangnya frekuensi
berhajat dari biasanya, tinja yang lebih keras dari sebelumnya dan pada palpasi
abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkoptesis (kecepirit).
Konstipasi merupakan kondisi dimana feses mengeras sehingga susah
dikeluarkan melalui anus, dan menimbulkan rasa terganggu atau tidak nyaman
pada rectum (Nurbadriyah D Wiwit, 2020).

B. Etiologi

Konstipasi umumnya terjadi ketika tinja bergerak terlalu lamban dalam sistem
pencernaan dan tidak bisa dikeluarkan secara efektif dari rektum, Akibatnya, tinja
menjadi keras dan kering sehingga lebih sulit lagi dikeluarkan dari rektum. Penyakit
ini bisa dipicu oleh berbagai faktor yang meliputi:

 Pola makan yang buruk, misalnya kurang mengonsumsi serat atau kurang minum.
 Kurang aktif bergerak, termasuk juga jarang olahraga.
 Penyakit pada usus atau rektum, contohnya fisura ani, penyumbatan usus, kanker
usus besar, dan kanker rektum.
 Ganguan saraf. Gangguan ini menghambat pergerakan tinja melalui usus, dan
biasanya terjadi pada penderita penyakit Parkinson, cedera saraf tulang belakang,
stroke, dan multiple sclerosis.
 Gangguan pada otot yang mengerakkan usus. Kondisi ini dapat ditemui pada
kondisi otot panggul yang melemah atau dyssynergia.
 Gangguan hormon. Beberapa jenis hormon berfungsi menyeimbangkan cairan
dalam tubuh. Gangguan pada hormon ini dapat membuat cairan dalam tubuh tidak
stabil sehingga memicu terjadinya konstipasi. Beberapa kondisi yang dapat
menimbulkan gangguan ini, antara lain adalah diabetes, hiperparatiroidisme,
kehamilan, atau hipotiroidisme.
 Efek samping konsumsi obat, contohnya obat antasida, antikonvulsan, antagonis
kalsium, diuretik, suplemen besi, obat untuk penyakit Parkinson, dan
antidepresan.
 Mengabaikan keinginan untuk buang air besar.
 Gangguan mental, seperti kecemasan atau depresi.
Sementara pada bayi dan anak-anak, konstipasi biasanya dipicu oleh
kurangnya konsumsi makanan berserat dan kurang minum, pertama kali minum susu
formula, serta merasa cemas atau tertekan saat menjalani latihan buang air besar di
kamar mandi.

C. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari konstipasi meliputi :
 Harus mengejan saat buang air besar.
 Merasa tidak tuntas setelah buang air besar.
 Tinja terlihat kering, keras, atau bergumpal.
 Terasa ada yang mengganjal pada rektum atau bagian paling akhir dari usus besar.
 Perut kembung.
 Sakit perut.
 Perlu bantuan untuk mengeluarkan tinja, seperti menggunakan tangan untuk
mengeluarkan tinja dari anus.
Terutama pada anak-anak, konstipasi dapat ditandai dengan gejala berupa lesu,
gampang marah, gelisah (agitasi), serta terdapat bercak kotoran di celana.

D. Pathway
Etiologi:
- Pola konsumsi makanan kurang
sehat
- Kurang minum
- Menahan BAB
- Obat-obatan
- Dll

Obstruksi sal cerna

Kerusakan neuromuscular
 Resti cedera
Motalitas (peristaltic kolon) usus
Penurunan pengeluaran ciaran di
dalam usus Refleks defekasi <<

Penaikan penyerapan air dari tinja
di dalam usus

Tinja kering, keras

Tinja tertahan di dalam usus

Tinja sulit dikeluarkan

KONSTIPASI

Sakit perut, melilit, Nafsu makan  Sering buang air kecil Rewel
mules, kembung  
Anoreksia Poliuri

Dehidrasi

Resti kekurangan
vol cairan

E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun jenis pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan untuk kasus konstipasi
adalah sebagai berikut :

 Tes darah, untuk melihat apakah ada kelainan seperti hipotiroid atau kadar
kalsium yang tinggi.
 Sinar X. Melalui pemeriksaan sinar X-ray, dokter dapat melihat apakah usus
pengidap tersumbat atau apakah ada tinja di seluruh usus besar.
 Pemeriksaan rektum dan kolon bawah (sigmoidoskopi), untuk memeriksa kondisi
rektum dan bagian bawah usus besar.
 Pemeriksaan rektum dan seluruh kolon (kolonoskopi), untuk melihat kondisi
seluruh usus besar.
 Evaluasi fungsi otot sfinger anal (anorektal manometri) untuk mengukur
koordinasi otot yang digunakan untuk menggerakkan usus
 Studi transit kolonik untuk mengevaluasi pergerakan makanan yang masuk ke
usus besar
 Defekografi atau rontgen rektum pada saat defekasi untuk melihat
adanya prolapse atau masalah dengan fungsi otot rektum
 MRI defekografi

F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan
yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan
untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi fungsi usus besar.
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput
lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.
Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan.
Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam
dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor atau pelebaran batang nadi.
Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ,
cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus
besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk
mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau fistula (hubungan abnormal
pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses
buang air besar.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan serat d.d feses keras, pengeluaran feses
lama dan sulit, mengejan saat defekasi, defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d cepat kenyang
setelah makan, nyeri abdomen, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.
3. Defisit perawatan diri (toileting) b.d penurunan motivasi/minat d.d minat
melakukan perawatan diri berkurang dan tidak mampu ke toilet.
4. Defisit pengetahuan tentang program diet b.d kurang minat dalam belajar d.d
menanyakan masalah yang dihadapi.
H. Intervensi Keperawatan
1. D. 0149 Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan serat d.d feses keras, pengeluaran
feses lama dan sulit, mengejan saat defekasi, defekasi kurang dari 3 kali
seminggu.
Intervensi : I.04155 Manajemen konstipasi
Observasi :
 Periksa tanda dan gejala konstipasi.
 Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk,volume dan
warna).
 Identifikasi faktor risiko konstipasi ( mis. obat-obatan, tirah baring dan diet
rendah serat).
 Monitor tanda dan gejala rupture usus atau peritonitis.
Terapeutik
 Anjurkan diet tinggi serat.
 Lakukan masase abdomen, jika perlu.
 Lakukan evakuasi feses secara manual, jika perlu.
 Berikan enema atau irigasi, jika perlu.
Edukasi
 Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan.
 Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi.
 Latih buang air besar secara teratur
 Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi.

2. D.0019 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d cepat


kenyang setelah makan, nyeri abdomen, nafsu makan menurun, membran mukosa
pucat.
Intervensi : I. 03119 Manajemen nutrisi
Observasi :
 Identifikasi status nutrisi.
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
 Identifikasi makanan yang disukai.
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
 Monitor asupan makanan.
 Monitor berat badan.
Terapeutik :
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
 Fasilitasi menentukan pedoman diet.
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
 Berikan makan tinggi kalori dan tinggi protein.
 Berikan suplemen, makanan, jika perlu.
Edukasi :
 Ajarkan diet yang diprogramkan.

3. D. 0109 Defisit perawatan diri (toileting) b.d penurunan motivasi/minat d.d minat
melakukan perawatan diri berkurang dan tidak mampu ke toilet.
Intervensi : I. 11349 Dukungan perawatan diri BAB/BAK
Observasi :
 Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia.
 Monitor integritas kulit pasien.
Terapeutik :
 Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi.
 Dukung penggunaan toilet secara konsisten.
 Jaga privasi selama eliminasi.
 Ganti pakaian pasien setelah eliminasi, jika perlu.
 Latih BAB sesuai jadwal, jika perlu.
Edukasi :
 Anjurkan BAB secara rutin.
 Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu.
4. D. 0111 Defisit pengetahuan tentang program diet b.d kurang minat dalam belajar
d.d menanyakan masalah yang dihadapi.
Intervensi : I. 12369 Edukasi diet
Observasi :
 Identifikasi kemampuan klien dan keluarga menerima informasi.
 Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini.
 Identifikasi pola makan saat ini dan masa lalu.
 Identifikasi persepsi klien dan keluarga tentang diet yang diprogramkan.
 Identifikasi keterbatasan financial untuk menyediakan makanan.
Terapeutik :
 Persiapkan materi media dan alat peraga.
 Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan.
 Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk bertanya,
 Sediakan rencana makan tertulis jika perlu.
Edukasi :
 Jelaskan kepatuhan diet terhadap kesehatan.
 Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang.
 Informasikan kemungkinan interaksi obat dan makanan, jika perlu.
 Anjurkan mempertahankan posisi semi fowler (30-45o) 20-30 menit setelah
makan.
 Anjurkan mengganti bahan makanan sesuai dengan diet yang diprogramkan.
 Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi.
 Ajarkan cara memilih makanan yang sesuai.
 Ajarkan cara merencanakan makanan yang sesuai program.
 Rekomendasikan resep makanan yang sesuai dengan diet, jika perlu.
Daftar Pustaka

Nurbadriyah D Wiwit. 2020. Asuhan Keperawatan Konstipasi dengan Pendekatan 3S


(SDKI, SLKI dan SIKI). Malang : Literasi Nusantara.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
https://www.alodokter.com/konstipasi/gejala
https://www.halodoc.com/kesehatan/konstipasi
https://www.academia.edu/28137077/ASKEP_Konstipasi_Sistem_Pencernaan
https://www.academia.edu/10203739/122928027_Pathway_Konstipasi
Nama Mahasiswa : Ciani Satyawati

FORMAT PENGKAJIAN
RUANG PERAWATAN ANAK

I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. F
2. Tempat tgl lahir/usia : Tangerang 9 Juli 2014
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. A g a m a : Islam
5. Pendidikan : SD
6. Alamat : Perumahan Taman Rajeg Mulya Blok O 2 No 14
7. Tgl masuk : ……………………………………
8. Tgl pengkajian : 11 Januari 2021
9. Diagnosa medik : Konstipasi
10. Rencana terapi : Pemberian Massase Abdomen dan Penkes Nutrisi

B. Identitas Orang tua


1. Ayah
a. N a m a : Tn. S
b. U s i a : 42 tahun
c. Pendidikan : SMA
d.Pekerjaan/sumber penghasilan : Wirausaha
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : Perumahan Taman Rajeg Mulya Blok O 2 / 14
2. Ibu
a. N a m a : Ny. H
b. U s i a : 37 tahun
c. Pendidikan : SMP
d.Pekerjaan/sumber penghasilan : Wirausaha
e. Agama : Islam
f. Alamat : Perumahan Taman Rajeg Mulya Blok O 2 / 14
C. Identitas Saudara Kandung
No NAMA USIA HUBUNGAN STATUS KESEHATAN
1. An. L 19 th Kakak Baik
2. An. S 15 th Kakak Baik
3. An. S 11 th Kakak Baik
4. An. F 3 th Adik Baik

II. Keluhan Utama

Klien mengatakan sakit pada bagian perut, sulit BAB, BAB 3-4 hari sekali, feses keras,

mengejan saat BAB.

III. Riwayat Kesehatan


A. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Sulit BAB, BAB lama, konsistensi feses keras, BAB 3-4 hari sekali, mengejan saat

BAB.

B. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)


1. Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan : …….. kali
b. Keluhan selama hamil : perdarahan …….. , PHS ……. , infeksi …….. ,
ngidam……..
Muntah-muntah ………., demam ………… , perawatan selama
hamil…………………
c. Riwayat : terkena sinar ………………… , terapi obat …………………
d. Kenaikan BB selama hamil …………………Kg
e. Imunisasi TT ……….. kali
f. Golongan darah ibu ………………… Golongan darah ayah…………………
2. Natal
a, Tempat melahirkan : RS …………………, Klinik …………………,
Rumah…………
b. Lama dan jenis persalinan : spontan forceps operasi
lain-lain
c. Penolong persalinan : dokter , bidan , dukun
d. Cara untuk memudahkan persalinan : drips , obat perangsang
e. Komplikasi waktu lahir : robek perineum , infeksi nifas
3. Post natal
a. Kondisi bayi : BB lahir……………gram, PB…………….. cm
b. Apakah anak mengalami : penyakit kuning , kebiruan ,
kemerahan
problem menyusui , BB tidak stabil
(Untuk semua Usia)
¤ Penyakit yang pernah dialami : Batuk  ,demam  ,diare 
kejang ,lain-lain
¤ Kecelakaan yang dialami : jatuh ,tenggelam ,lalu lintas

¤ ,keracunan : makanan , obat–obatan ,zat/subtansi kimia


textil
¤ Komsumsi obat-obatan bebas
¤ Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya : lambat  , sama
Cepat

KESIMPULAN : An. F memeliki riwayat penyakit dan memiliki keterlambatan


tumbuh kembang dibandingkan saudaranya.

C. Riwayat Kesehatan Keluarga


¤ Penyakit anggota keluarga : alergi , asma , TBC
hipertensi , penyakit jantung , stroke
anemia , hemofilia , artritis , migrain
DM , kanker , jiwa

KESIMPULAN : Keluarga Tn. S tidak memiliki riwayat penyakit atau alergi dalam
keluarganya.
¤ Genogram

= Perempuan

= Laki-laki
= tinggal serumah

KESIMPULAN : An. F merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara

IV. Riwayat Immunisasi


NO Jenis immunisasi Waktu pemberian Reaksi setelah pemberian
1. BCG usia 1 bulan Tidak ada
2. DPT (I,II,III) usia 3 bulan Tidak ada
3. Polio (I,II,III,IV) usia 9 bulan Tidak ada
4. Campak usia 10 bulan Tidak ada
5. Hepatitis usia 1 tahun Tidak ada

KESIMPULAN : An. F memiliki riwayat imunisasi yang lengkap.

V. Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 20 kg
2. Tinggi badan ; 86 cm
3. Waktu tumbuh gigi 6 bulan, Tanggal gigi 6 tahun
KESIMPULAN : An. F mengalami tanggal gigi pada usia 6 tahun.
B. Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat
1. Berguling : usia 5 bulan
2. Duduk : usia 6 bulan
3. Merangkak : usia 7 bulan
4. Berdiri : usia1,5 tahun
5. berjalan : usia 2,5 tahun
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : ………………………………………..
7. bicara pertama kali : usia 1,5 tahun
8. Berpakaian tanpa bantuan: usia 3 tahun
KESIMPULAN : An. F memiliki keterlambatan dalam berjalan ketimbang
saudaranya yang lain.

VI. Riwayat Nutrisi


A. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui : sejak lahir
2. Cara pemberian : Setiap kali menangis  , terjadwal
3. Lama pemberian : 3 tahun
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : …………………………….
2. Jumlah pemberian : ………………………………
3. Cara pemberian : dengan dot , sendok
C. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
1. 0 – 4 Bulan ASI 4 bulan
2. 4 – 12 Bulan ASI 12 bulan
3. Saat ini Nasi dan lauk pauk

KESIMPULAN : An. F mendapatkan ASI eksklusif selama 3 tahun dari ibunya.


VII. Riwayat Psikososial
¤ Apakah anak tinggal di : apartemen , rumah sendiri , kontrak 
¤ Lingkungan berada di : kota  , setengah kota , desa
¤ Apakah rumah dekat : sekolah  , ada tempat bermain , punya kamar 

tidur sendiri
¤ Apakah ada tangga yang bisa berbahaya ,Apakah anak punya ruang bermain 
¤ Hubungan antar anggota keluarga ; harmonis  , berjauhan
¤ Pengasuh anak : Orang tua  , Baby sister , pembantu ,
nenek/kakek

KESIMPULAN : An. Fdiasuh oleh orang tuanya sendiri dan tingggal dilingkungan yang
mendukung untuk tumbuh kembangnya.

VIII. Riwayat Spiritual


¤ Support sistem dalam keluarga : Ny. H selalu mendukung kegiatan agama yang
dilakukan An. F
¤ Kegiatan keagamaan : An. F rajin melakukan ibadah dan mengaji.

KESIMPULAN : An. F memiliki riwayat spiritual yang baik.

IX. Reaksi Hospitalisasi


A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Mengapa ibu membawa anaknya ke RS :
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : Ya , tidak
- Bagaimana perasaan orang tua saat ini : Cemas , takut ,Khawatir
, biasa
- Apakah orang tua akan selalu berkunjung : Ya , kadang-kadang ,
tidak
- Siapa yang akan tinggal dengan anak : Ayah , Ibu , Kakak , Lain-lain

KESIMPULAN:
B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
- Mengapa keluarga/orang tua membawa kamu ke RS ?........................
- Menurutmu apa penyebab kamu sakit ? tidak tahu
- Apakah dokter menceritakan keadaanmu ? tidak pernah ke dokter
- Bagaimana rasanya dirawat di RS : bosan , Takut , Senang ,
Lain-lain

KESIMPULAN : An. F tidak mengetahui penyebab konstipasi dan belum pernah


memeriksakannya ke dokter.

X. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Selera makan Normal Berkurang
2. Menu makan Normal Tinggi serat
3. Frekuensi makan 3-4 x/hr 2-3 x/hr
4. Makanan pantangan Tidak ada Rendah serat
5. Pembatasan pola Tidak ada Sesuai diet
makan
6. Cara makan Per oral Per oral
7. Ritual saat makan

KESIMPULAN : terdapat perubahan menu makanan, frekuensi makan, selera makan.


pantangan makanan, dan pola makan sebelum dan saat sakit.

B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman air putih air putih
2. Frekuensi minum 8-10 gelas /hr 10-12 gelas/hr
3. Kebutuhan cairan 1500ml/hr 2000ml/hr
4. Cara pemenuhan per oral per oral

KESIMPULAN : kebutuhan cairan An. F meningkat setelah mengalami konstipasi.


C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
BAB (Buang Air Besar ) :
1. Tempat pembuangan WC WC
2. Frekuensi (waktu) 2 hari sekali 3-4 hari sekali
3. Konsistensi Padat Keras
4. Kesulitan Tidak ada Sulit
5. Obat pencahar Tidak diberikan Tidak diberikan
BAK (Buang Air Kecil) :
1. Tempat pembuangan WC WC
2. Frekwensi 5-6 x/hr 6 x/hr
3. Warna dan Bau Jernih dan tak berbau Jernih dan tak berbau
4. Volume 1500ml/hr 1500ml/hr
5. Kesulitan
KESIMPPULAN : terdapat perubahan eliminasi BAB sebelum dan saat sakit

D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur
- Siang Tidak menentu Pukul 13.00/14.00
- Malam 20.00 19.00
2. Pola tidur Kurang Teratur Teratur
3. Kebiasaan sebelum Membaca doa Membaca doa
tidur
4. Kesulitan tidur Tidak ada Sesekali
KESIMPULAN : An. F tidak memiliki jadwal tidur siang atau malam yang teratur
tergantung anak jika sudah merasa mengantuk/lelah dia akan tertidur sendiri.

E. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Program olah raga
2. Jenis dan frekuensi
3. Kondisi setelah olah
raga
KESIMPULAN : An, F tidak berolahraga melainkan hanya bermain diluar rumah sebagai
bentuk aktivitas fisik.

F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi
- Cara mandiri mandiri
- Frekuensi 2x/hr 2x/hr
- Alat mandi sabun dan air sabun dan air
2. Cuci rambut
- Frekuensi 1x/hr 1x/hr
- Cara mandiri mandiri
3. Gunting kuku
- Frekuensi 1 minggu sekali 1 minggu sekali
- Cara mandiri/dibantu mandiri/dibantu
4. Gosok gigi
- Frekuensi 2x/hr 2x/hr
- Cara mandiri mandiri

KESIMPULAN : An. F sudah mampu melakukan personal hygiene secara mandiri hanya
saja untuk menggunting kuku masih dibantu oleh orang tua.

G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Kegiatan sehari-hari Bermain dan belajar Istirahat
2. Pengaturan jadwal harian - -
3. Penggunaan alat Bantu - -
aktifitas
4. Kesulitan pergerakan - -
tubuh
KESIMPULAN : An. F memiliki perubahan kegiatan selama sakit dan sebelum sakit
dimana biasanya ia mampu beraktivitas diluar bersama teman sebayanya saat sakit
dihabiskan dirumah untuk istirahat dan sesekali bermain dengan adiknya didalam rumah.

H. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Perasaan saat sekolah Senang Tidak mau bersekolah
2. Waktu luang Bermain Istirahat
3. Perasaan setelah Senang Tetap merasa murung
rekreasi
4. Waktu senggang klg Menonton tv Menonton tv
5. Kegiatan hari libur Bermain dan menonton tv Istirahat

KESIMPULAN : An. F memperbanyak itirahat dirumah saat sakit dan tidak mau
bersekolah.

XI. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan umum klien
Baik  , Lemah , Sakit berat

B. Tanda-tanda vital
=Suhu : 36,7oc
=Nadi : 90x/mnt
= Respirasi : 20x/mnt
= Tekanan darah :…………………
KESIMPULAN : Tanda-tanda vital An. F dalam batas normal.

C. Antropometri
= Tinggi Badan : 120 cm
= Berat Badan :35 kg
= Lingkar lengan atas : …………………
= Lingkar kepala : …………………
= Lingkar dada : …………………
= Lingkar perut : …………………
= Skin fold : …………………
KESIMPULAN :

D. Sistem pernapasan
= Hidung : simetris  , pernapasan cuping hidung secret , polip
epistaksis
= Leher : pembesaran kelenjar , tumor
= Dada
¤ Bentuk dada normal  , barrel , pigeon chest
¤ Perbandingan ukuran AP dengan transversal………………
¤ Gerakan dada : simetris  , terdapat retraksi , otot Bantu pernapasan
¤ Suara napas : VF , Ronchi , Wheezing , Stridor , Rales
= Apakah ada Clubbing finger
KESIMPULAN : Sistem pernapasan An. F dalam batas normal.

E. Sistem Cardio Vaskuler


= Conjunctiva anemia/tidak , bibir pucat/cyanosis , arteri carotis :
kuat/lemah
Tekanan vena jugularis : meninggi/tidak
= Ukuran jantung : Normal  , membesar , IC/apex
= Suara jantung : S1 , S2  , Bising aorta , Murmur ,

gallop
= Capillary Refilling Time < 3detik
KESIMPULAN : Sistem kardiovaskular An. F dalam batas normal.

F. Sistem Pencernaan
= Sklera : Ikterus/tidak, bibir : lembab , kering , pecah-pecah ,
labio skizis
= Mulut : Stomatitis , palato skizis Jml gigi , Kemampuan menelan :
baik /sulit
=Gaster : kembung , nyeri  ,gerakan peristaltic 
= Abdomen : Hati : teraba , lien , ginjal , faeces
=Anus : lecet , haemoroid

KESIMPULAN : An. F mengalami kembung dan nyeri bagian perut.

G. Sistem indra
1. Mata
- Kelopak mata , bulu mata , alis
- Visus (gunakan Snellen chard)
- Lapang pandang…………….
2. Hidung
- Penciuman , perih dihidung , trauma , mimisan
- Sekret yang menghalangi penciuman
3. Telinga
- Keadaan daun telinga , kanal auditoris : bersih , serumen
- Fungsi pendengaran :…………………….

KESIMPULAN :

H. Sistem saraf
1. Fungsi cerebral
a. Status mental : Oreintasi…baik………, daya ingat …baik…, perhatian &
perhitungan…baik.......Bahasa……baik……………..
b. Kesadaran : Eyes……. , Motorik……., Verbal…….. , dengan GCS……………
c. Bicara ekspresif …………….. , Resiptive……………
2. Fungsi cranial
a. N I………………………………..
b. N II : Visus normal, lapang pandang normal
c. N III, IV, VI : Gerakan bola mata normal, pupil : isoskor , anisokor
d. N V : Sensorik normal, Motorik normal
e. N VII : Sensorik normal, otonom normal, motorik normal
f. N VIII : Pendengaran normal, keseimbangan normal
g. N IX : …………………………………………………………………
h. N X : Gerakan uvula - , rangsang muntah/menelan -
i. N XI : Sternocledomastoideus…………………, trapesius……………………
j. N XII : Gerakan lidah normal
3. Fungsi motorik : Massa otot……. , tonus otot……,kekuatan otot………………
4. Fungsi sensorik : Suhu normal, Nyeri - , getaran - , posisi -, diskriminasi -
5. Fungsi cerebellum : Koordinasi normal, keseimbangan normal
6. Refleks : Bisep baik. , trisep baik , patella baik , babinski……
7. Iritasi meningen : Kaku kuduk…-….., laseque sign……-…., Brudzinki I/II -

KESIMPULAN : Sistem saraf An. F dalam batas normal dan tidak ada kelainan.

I. Sistem Muskulo Skeletal


1. Kepala : Bentuk kepala Normocephal gerakan aktif
2. Vertebrae : Scoliosis , Lordosis , kyposis , gerakan, ROM
,Fungsi gerak
3. Pelvis : Gaya jalan normal , gerakan normal, ROM aktif ,Trendelberg test
………….. , Ortolani/Barlow…………….
4. Lutut : Bengkak - , kaku - , gerakan normal, Mc Murray test………….
Ballotement test………………………
5. Kaki : bengkak - , gerakan - , kemampuan jalan normal , tanda tarikan -
6.Tangan : bengkak - , gerakan normal, ROM baik

KESIMPULAN : Tidak ada perubahan pada sistem muskuloskeletal

J. Sistem Integumen
= Rambut : Warna hitam , Mudah dicabut -
= Kulit : Warna : sawo matang , temperatur : hangat ,
= Kelembaban : lembab, bulu kulit ….., erupsi ….. tai lalat - , ruam - , teksture
= Kuku : Warna: merah , permukaan kuku bersih , mudah patah -, kebersihan
kotor

KESIMPULAN : Tidak ada perubahan pada sistem integumen

K. Sistem Endokrin
= Kelenjar thyroid : tidah ada pembesaran
= Ekskresi urine berlebihan - , poldipsi - , poliphagi -
= Suhu tubuh yang tidak seimbang - , keringat berlebihan -
= Riwayat bekas air seni dikelilingi semut -

KESIMPULAN : Tidak ada perubahan pada sistem endokrin

L. Sistem Perkemihan
= Oedema palpebra - , moon face - , oedema anasarka -
= Keadaan kandung kemih : baik
= Nocturia - , dysuria - , kencing batu -

KESIMPULAN : Tidak ada perubahan pada sistem perkemihan

M. Sistem Reproduksi
1. Wanita
- Payu dara : Putting , aerola mammae , besar
- Labia mayora & minora bersih , secret , bau
2. Laki-laki
- Keadaan glans penis : uretra , kebersihan
- Testis sudah turun -
- Pertumbuhan rambut : kumis - , janggut - , ketiak -
- Pertumbuhan jakun - , perubahan suara -

KESIMPULAN : An. F belum mengalami perubahan karna belum memasuki masa


pubertas.

N. Sistem Imun
= Alergi (cuaca, debu , bulu binatang, zat kimia )
= Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca : flu - , urticaria , lain-lain
KESIMPULAN : An. F tidak memiliki alergi.
XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

UMUR GERAKAN KASAR GERAKAN HALUS KOMUNITAS SOSIAL &


BERBICARA KEMANDIRIAN
1 bulan Tangan & kaki bergerak Kepala menoleh ke samping Bereaksi terhadap Menatap wajah ibu /
aktif kiri & kanan bunyi pengasuh
2 bulan Mengankat kepala Bersuara Tersenyum sopan
ketika terkurap Ooo .Ooo /
ooo…ooo
3 bulan Kepala tegak ketika Memegang mainan Tertawa/berteriak Memandang
didudukan tanganya
4 bulan Tengkurap-terlentang
sendiri
5 bulan Meraih, menggapai Menoleh ke suara Meraih mainan
6 bulan Duduk tanpa Masukan benda
berpegangan kemulut
7 bulan Mengambil dengan tangan Bersuara ma..ma
kanan & kiri da..da
8 bulan Berdiri berpegangan Bersuara ma..ma
da..da
9 bulan menjepit Memanggil mama Melambaikan tangan
papa
10 bulan Memukul mainan dengan Bertepuk tangan
kedua tangan
11 bulan Memanggil mama Menunjuk dan
papa meminta
12 bulan Berdiri tanpa Memasukan mainan ke Bermain dengan
berpegangan cangkir orang lain
15 bulan Berjalan Mencoret-coret Berbicara 2 kata Minum dari gelas
1,5 tahun Lari, naik tangga Menumpuk 2 kubus Berbicara beberapa Memakai sendok dan
kata menyuapi boneka
2 tahun Menendang bola Menumpuk 4 kubus Menunjuk 1 Menyikat
gambar gigi,melepas dan
memakai pakaian
2,5 tahun Melompat Menunjuk bagian 6 Mencuci dan
tubuh mengerikan tangan
3 tahun Menumpuk 8 kubus Menyebut 4 Menyebut nama
gamabar teman
3,5 tahun Berdiri satu kaki 3 detik Menggoyangkan ibu Memakai baju kaos
jari
4 tahun Menggambar lingkaran Memakai baju tanpa
dibantu
4,5 tahun Menggambar manusia Bermain
(kepala,badan,kaki,tangan) kartu,menyikat gigi
tanpa dibantu
5 tahun Berdiri satu kaki 5 detik Menghitung kubus Mengambil makanan
sendiri
KESIMPULAN :
XII. SKRINING GIZI ANAK (Berdasarkan metode strong kids )
( lingkari skor sesuai dengan jawaban , total skor adalah jumlah skor yang dilingkari )
NO Parameter Skor
1 Apakah pasien tampak kurus ?
a Tidak 0
b Ya 1
Apakah terdapat penyakit atau keadaan berikut yang mengakibatkan pasien beresiko
mengalami malnutrisi ?
 Diare kronik (lebih dari 2 minggu)  Kelainan anatomi daerah mulut yang
 Penyakit jantung bawaan menyebabkan kesulitan makan
 Infeksi Human Immunodeficiency (missal : bibirsumbing )
Virus (HIV)  Trauma
 Kanker  Kelainan metabolic bawaan
2  Penyakit hati kronik  Retardasi mental
 Penyakit ginjal kronik  Keterlambatan perkembangan
 TB Paru  Rencana / paska operasi mayor (missal
 Luka bakar l uas : laparotomi, Torakotomi)
 Lain – lain (berdasarkan  Terpasang Stoma
pertimbangan dokter )

a. Tidak 0
b. Ya 2
Apakah terdapat salah satu dari kondisi berikut ?
 Diare z 5 kali / hari dan atau muntah > 3kali/hari dalam seminggu terakhir
3
 Asupan makanan berkurangselama1 mingguterakhir
a Tidak 0
b Ya 1
Apakah terdapat penurunan berat badan atau tidak ada penambahanberat badan ( bayi
4 <1tahun) selamaeberapa minggu/bulan
a Tidak 0
b Ya 1

Total skor 0
Hasil total Skor
0 : berisiko rendah, ulangi skrining setiap7 hari
1-3 : berisiko menengah, dirujuk ke tim Terapi Gizi, Monitor asupan makanan setiap 3 hari
4-5 : berisiko tinggi, dirujuk ke tim terapi Gizi ,Monitor asupan makanan setiap hari

Sudah dilaporkan ke Tim Terapi Gizi : Tidak Ya, tanggal & jam

KESIMPULAN: An. F berisiko rendah, ulangi skrining setiap7 hari.


XIII. Test Diagnostik
= Laboratorium

= Foto Rotgen

= CT Scan

= MRI, USG, EEG, ECG dll

IV. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci)


ANALISA DATA
Inisial klien : An. F
Ruangan :
Umur : 7 tahun

MASALAH/ DIAGNOSA
DATA (DS & DO)
KEPRAWATAN
DS : Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan
 An.F mengatakan susah BAB. serat d.d feses keras, pengeluaran
 An. F mengatakan BAB keras. feses lama dan sulit, mengejan saat
 Ny. H mengatakan anaknya BAB 3-4 hari defekasi, defekasi kurang dari 3 kali
sekali. seminggu.

 Ny. h mengatakan An. F mengejan saat


defekasi
DO :
 Perut kembung
 Teraba massa pada abdomen

DS : Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan


 Ny. H mengatakan An. F jarang makan sayur mengabsorbsi nutrien d.d cepat
dan buah atau makanan berserat tinggi. kenyang setelah makan, nyeri
 An. F mengatakan kurang nafsu makan. abdomen, nafsu makan menurun,
 Ny. H mengatakan An. F cepat kenyang membran mukosa pucat.
setelah makan.
DO :
 Membran mukosa pucat.

DS :
Defisit perawatan diri (toileting) b.d
 An. F mengatakan takut ke kamar mandi
penurunan motivasi/minat d.d minat
 An. F mengatakan sering menahan BAB.
melakukan perawatan diri berkurang
DO :
dan tidak mampu ke toilet.
 Perut An. F teraba keras..
 Membran mukosa pucat.
DS : Defisit pengetahuan tentang program
 Ny. H menanyakan makanan apa yang baik diet b.d kurang minat dalam belajar
untuk An. F. d.d menanyakan masalah yang
 Ny. H menanyakan makanan seimbang bagi dihadapi.
An. F.
 Ny. H mengatakan tidak memahami diet yang
tepat untuk An. F
 An. F mengatakan dirinya tidak pernah
dilarang makan makanan apapun oleh orang
tuanya.
DO :
 Ny. H dan An. F tampak bingung dengan
program diet.
 An. F tampak belum berminat mengikuti
program diet.

PRIORITAS MASALAH/DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan serat d.d feses keras, pengeluaran feses lama dan
sulit, mengejan saat defekasi, defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
2. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d cepat kenyang setelah
makan, nyeri abdomen, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.
3. Defisit perawatan diri (toileting) b.d penurunan motivasi/minat d.d minat melakukan
perawatan diri berkurang dan tidak mampu ke toilet.
4. Defisit pengetahuan tentang program diet b.d kurang minat dalam belajar d.d
menanyakan masalah yang dihadapi.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : An. F


Diagnosa Medis : Konstipasi
Ruangan :
Tanggal : 11 Januari 2021

Diagnosa
keperawatan &
NOC/SLKI NIC/SIKI
data penunjang
(DO & DS)
Konstipasi b.d Setelah dilakukan Observasi :
ketidakcukupan intervensi selama 5 x 30  Periksa tanda dan gejala
asupan serat d.d menit eliminasi fekal konstipasi.
feses keras, membaik dengan kriteria  Periksa pergerakan usus,
pengeluaran feses hasil : karakteristik feses (konsistensi,
lama dan sulit,  Kontrol pengeluaran bentuk,volume dan warna).
mengejan saat feses menigkat.  Identifikasi faktor risiko
defekasi, defekasi  Keluhan defekasi konstipasi ( mis. obat-obatan,
kurang dari 3 kali lama dan sulit tirah baring dan diet rendah
seminggu. menurun. serat).
DS :  Mengejan saat  Monitor tanda dan gejala
 An.F defekasi menurun. rupture usus atau peritonitis.
mengatakan  Teraba massa pada Terapeutik
susah BAB. rectal menurun.  Anjurkan diet tinggi serat.
 An. F  Urgency menurun.  Lakukan masase abdomen, jika
mengatakan  Nyeri abdomen perlu.
BAB keras. menurun.  Lakukan evakuasi feses secara
 Ny. H  Kram abdomen manual, jika perlu.
mengatakan menurun.  Berikan enema atau irigasi,
anaknya BAB 3-  Konsistensi feses jika perlu.
4 hari sekali. membaik. Edukasi
 Ny. H  Frekuensi defekasi  Jelaskan etiologi masalah dan
mengatakan An. membaik. alas an tindakan.
F mengejan saat  Peristaltik usus  Anjurkan peningkatan asupan
defekasi membaik. cairan, jika tidak ada
DO : kontraindikasi.
 Perut kembung  Latih buang air besar secara
 Teraba massa teratur
pada abdomen  Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi.

Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan Observasi :


ketidakmampuan intervensi selama 5x 30  Identifikasi status nutrisi.
mengabsorbsi menit nafsu makan  Identifikasi alergi dan
nutrien d.d cepat membaik dengan kriteria intoleransi makanan.
kenyang setelah hasil :  Identifikasi makanan yang
makan, nyeri  Keinginan makan disukai.
abdomen, nafsu membaik.  Identifikasi kebutuhan kalori
makan menurun,  Asupan makanan dan jenis nutrient..
membran mukosa membaik.  Monitor asupan makanan.
pucat.  Energi untuk makan  Monitor berat badan.
DS : membaik. Terapeutik :
 Ny. H  Kemampuan  Lakukan oral hygiene sebelum
mengatakan An. merasakan makanan makan, jika perlu.
F jarang makan membaik.  Fasilitasi menentukan
sayur dan buah Kemampuan pedoman diet.
atau makanan menikmati makanan  Sajikan makanan secara
berserat tinggi. membaik. menarik dan suhu yang sesuai.
 An. F  Asupan nutrisi  Berikan makanan tinggi serat
mengatakan membaik. untuk mencegah konstipasi.
kurang nafsu  Stimulus untuk  Berikan makan tinggi kalori
makan. makan membaik. dan tinggi protein.
 Ny. H  Kelaparan membaik.  Berikan suplemen, makanan,
mengatakan An.
jika perlu.
F cepat kenyang
Edukasi :
setelah makan.  Ajarkan diet yang
DO : diprogramkan.
 Membran
mukosa pucat.

Defisit perawatan Setelah dilakukan Observasi :


diri (toileting) b.d intervensi selama 3 x 30  Identifikasi kebiasaan
penurunan menit perawatan diri BAK/BAB sesuai usia.
motivasi/minat d.d meningkat dengan  Monitor integritas kulit
minat melakukan kriteria hasil : pasien.
perawatan diri  Kemampuan makan Terapeutik :
berkurang dan tidak meningkat.  Buka pakaian yang
mampu ke toilet.  Kemampuan ke toilet diperlukan untuk
DS : (BAB) meningkat. memudahkan eliminasi.
 An. F  Verbalisasi keinginan  Dukung penggunaan toilet
mengatakan melakukan perawatan secara konsisten.
takut ke kamar diri meningkat.  Jaga privasi selama eliminasi.
mandi  Minat melakukan  Ganti pakaian pasien setelah
 An. F perawatan diri eliminasi, jika perlu.
mengatakan meningkat.  Latih BAB sesuai jadwal,
sering menahan  Mempertahankan jika perlu.
BAB. kebersihan diri Edukasi :
DO : meningkat  Anjurkan BAB secara rutin.
 Perut An. F  Anjurkan ke kamar
teraba keras.. mandi/toilet, jika perlu.
 Membran
mukosa pucat.

Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Observasi :


tentang program intervensi selama 5x 30  Identifikasi kemampuan klien
diet b.d kurang menit tingkat dan keluarga menerima
minat dalam belajar pengetahuan meningkat informasi.
d.d menanyakan dengan kriteria hasil :  Identifikasi tingkat
masalah yang  Perilaku sesuai pengetahuan saat ini.
dihadapi. anjuran meningkat.  Identifikasi pola makan saat
DS :  Verbalisasi minat ini dan masa lalu.
 Ny. H dalam belajar  Identifikasi persepsi klien dan
menanyakan meningkat. keluarga tentang diet yang
makanan apa  Kemampuan diprogramkan.
yang baik untuk menjelaskan  Identifikasi keterbatasan
An. F. pengetahuan tentang financial untuk menyediakan
 Ny. H suatu topik makanan.
menanyakan meningkat. Terapeutik :
makanan  Kemampuan  Persiapkan materi media dan
seimbang bagi menggambarkan alat peraga.
An. F. pengalaman  Jadwalkan waktu yang tepat
DO : sebelumnya yang untuk memberikan pendidikan
 Ny. H tampak sesuai dengan topik kesehatan.
bingung. meningkat.  Berikan kesempatan klien dan
 Perilaku sesuai keluarga untuk bertanya,
dengan pengetahuan  Sediakan rencana makan
meningkat. tertulis jika perlu.
 Pertanyaan tentang Edukasi :
masalah yang  Jelaskan kepatuhan diet
dihadapi menurun. terhadap kesehatan.
 Persepsi yang keliru  Informasikan makanan yang
terhadap masalah diperbolehkan dan dilarang.
menurun.  Informasikan kemungkinan
 Menjalani interaksi obat dan makanan,
pemeriksaan yang jika perlu.
tidak tepat menurun.  Anjurkan mempertahankan
 Perilaku membaik. posisi semi fowler (30-45o)
20-30 menit setelah makan.
 Anjurkan mengganti bahan
makanan sesuai dengan diet
yang diprogramkan.
 Anjurkan melakukan olahraga
sesuai toleransi.
 Ajarkan cara memilih
makanan yang sesuai.
 Ajarkan cara merencanakan
makanan yang sesuai
program.
 Rekomendasikan resep
makanan yang sesuai dengan
diet, jika perlu.
CATATAN KEPERAWATAN
Inisial Klien : An. F
Ruangan :
Tanggal /
hari/ No.Dx Implementasi Evaluasi Paraf
waktu
Jum’at 1  Memeriksa tanda dan gejala S:
15/01/21 konstipasi.  Ny. H mengatakan An.
 Memeriksa pergerakan usus, F jarang makan buah
karakteristik feses (konsistensi, dan sayur.
bentuk,volume dan warna).  An. F mengatakan saat
 Mengidentifikasi faktor risiko BAB lama dan sulit.
konstipasi ( mis. obat-obatan, tirah  An. F mengatakan
baring dan diet rendah serat). BAB nya keras.
 Memonitor tanda dan gejala rupture  An. F mengatakan
usus atau peritonitis. belum BAB selama 3
hari.
O:
 An. F tampak pucat.
 Peristaltik usus
menurun..
 Bising usus menurun.
A : Masalah belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi
 Jelaskan etiologi
masalah dan alas an
tindakan.
 Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika
tidak ada
kontraindikasi.
 Latih buang air besar
secara teratur
 Ajarkan cara
mengatasi
konstipasi/impaksi.

2  Mengidentifikasi status nutrisi. S:


 Mengidentifikasi alergi dan  Ny. H mengatakan
intoleransi makanan. An. F tidak memiliki
 Mengidentifikasi makanan yang alergi makanan.
disukai.  An. F sangat menyukai
 Mengidentifikasi kebutuhan kalori mie instan.
dan jenis nutrien. O:
 Memonitor asupan makanan.  Kebutuahn kalori 1600
 Memonitor berat badan. kkal/hari.
 An. F tampak makan
sayur.
 BB : 35kg
 TB : 120cm
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu.
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet.
 Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai.
 Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi.
3  Mengidentifikasi kebiasaan S :
BAK/BAB sesuai usia.  Ny. H mengatakan
 Memonitor integritas kulit pasien. An.F BAB 3-4 hr
sekali.
 An. F mengatakan
BAB sulit dan lama.
O:
 Kulit An. F tampak
kering dan kusam.
A : Masalah belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi
 Buka pakaian yang
diperlukan untuk
memudahkan
eliminasi.
 Dukung penggunaan
toilet secara
konsisten.
 Jaga privasi selama
eliminasi.
 Ganti pakaian pasien
setelah eliminasi, jika
perlu.
 Latih BAB sesuai
jadwal, jika perlu.

4  Mengidentifikasi kemampuan klien S :


dan keluarga menerima informasi.  An. F mengatakan
 Mengidentifikasi tingkat tidak tahu apa itu
pengetahuan saat ini. konstipasi dan
 Mengidentifikasi pola makan saat penyebabnya.
ini dan masa lalu.  Ny. H mengatakan
 Mengidentifikasi persepsi klien dan mengalami
keluarga tentang diet yang keterbatasan finansial
diprogramkan. dalam memenuhi
 Mengidentifikasi keterbatasan asupan makan
finansial untuk menyediakan seimbang untuk An. F
makanan.  Ny. H mengatakan
diet makanan itu sulit.
O:
 Ny. H dan An. F
tampak mampu
menerima informasi
yang disampaikan.
A : Masalah belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi
 Persiapkan materi
media dan alat
peraga.
 Jadwalkan waktu
yang tepat untuk
memberikan
pendidikan kesehatan.
 Berikan kesempatan
klien dan keluarga
untuk bertanya,
 Sediakan rencana
makan tertulis jika
perlu.
 Jelaskan kepatuhan
diet terhadap
kesehatan.
Senin 1  Menjelaskan etiologi masalah dan S :
18/01/21 alasan tindakan.  Ny. H mengatakan
 Menganjurkan peningkatan asupan An. F mengalami
cairan, jika tidak ada konstipasi karna
kontraindikasi. kurang serat.
 Melatih buang air besar secara  An. F mengatakan
teratur sangaat suka minum
 Mengajarkan cara mengatasi air dingin.
konstipasi/impaksi.  Ny. H mengatakan
akan melatih An. F
BAB secara teratur.
O:
 An. F sering minum.
 An. F tampak pucat.
 An. F tampak
meringis.
 An F tampak
memegang perut.
A : Masalah teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
 Anjurkan diet tinggi
serat.
 Lakukan masase
abdomen, jika perlu.
 Lakukan evakuasi
feses secara manual,
jika perlu.
 Berikan enema atau
irigasi, jika perlu.
2  Melakukan oral hygiene sebelum S :
makan, jika perlu.  An. F mengatakan
 Memfasilitasi menentukan pedoman gosok gigi 2x/hr.
diet.  An. F mengatakan
 Menyajikan makanan secara menarik suka makan sayur dan
dan suhu yang sesuai. buah.
 Memberikan makanan tinggi serat O :
untuk mencegah konstipasi.  An. F tampak akan
sayur.
 Ny. H tampak
menyajikan makanan
dengan suhu yang
hangat.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi.
 Berikan makan tinggi
kalori dan tinggi
protein.
 Berikan suplemen,
makanan, jika perlu.
 Ajarkan diet yang
diprogramkan.

3  Membuka pakaian yang diperlukan S :


untuk memudahkan eliminasi.  An. F mengatakan
 Mendukung penggunaan toilet sudah mampu
secara konsisten. membuka pakaian
 Menjaga privasi selama eliminasi. sendiri.
 Mengganti pakaian pasien setelah  An. F mengatakan
eliminasi, jika perlu. saat BAB harus ke
 Melatih BAB sesuai jadwal, jika WC.
perlu  An. F mengatakan
jika pakaiannya kotor
harus diganti
O:
 An. F tampak
membuka celannya
ketika ingin BAK.
 An. F emnutup pintu
kamar mandi saat
sedang BAK/BAB.
A : Masalah teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
 Dukung penggunaan
toilet secara konsisten.
 Anjurkan BAB secara
rutin.
 Anjurkan ke kamar
mandi/toilet, jika
perlu.

4  Persiapkan materi media dan alat S :


peraga.  Ny. H dan An. F
 Jadwalkan waktu yang tepat untuk mengatakan siap
memberikan pendidikan kesehatan. meneima informasi
 Berikan kesempatan klien dan yang diberikan.
keluarga untuk bertanya,  Ny. H dan An. F
 Sediakan rencana makan tertulis mengatakan kapanpun
jika perlu. dirinya siap menerima
 Jelaskan kepatuhan diet terhadap informasi.
kesehatan. O:
 An. F tampak masih
bingung.
 An. F tampak malu-
malu.
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
 Anjurkan melakukan
olahraga sesuai
toleransi.
 Ajarkan cara memilih
makanan yang sesuai.
 Ajarkan cara
merencanakan
makanan yang sesuai
program.
 Rekomendasikan resep
makanan yang sesuai
dengan diet, jika perlu.

Selasa 1  Menganjurkan diet tinggi serat. S:


19/01/21  Melakukan masase abdomen, jika  An. F mengatakan
perlu. BAB keras dan sedikit
 Melakukan evakuasi feses secara  An. F mengatakan
manual, jika perlu. mengejan saat
 Memberikan enema atau irigasi, defekasi.
jika perlu.  Ny. H mengatakan
membantu An. F
melakukan evakuasi
feses secara manual.
 An. F mengatakan
merasa lebih enak
setelah perutnya di
pijat.

O:
 An. F tampak lebih
baik dari sebelumnya.
 An. F tampak mampu
beraktivitas diluar
rumah.
A :Masalah teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan intervensi.
 Identifikasi faktor
risiko konstipasi.
 Anjurkan diet tinggi
serat.
 Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika
tidak ada
kontraindikasi.

2  Memberikan makan tinggi kalori S :


dan tinggi protein.  Ny. H mengatakan An.
 Memberikan suplemen, makanan, F suka minum
jika perlu. suplemen makanan.
 Mengajarkan diet yang  Ny.H mengatakan An.
diprogramkan. F sulit untuk diatur
makannya.
 Ny. H mengatakan
akan membuat
makanan sesuai
kebutuhan An. F
O:
 An. F tampak
memakan sayur dan
ikan.
 An. F cepat merasa
kenyang setelah
makan.
A : Masalah teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan Intervensi
 Monitor asupan
makanan.
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet.
 Ajarkan diet yang
diprogramkan.

3  Mendukung penggunaan toilet S :


secara konsisten.  Ny. H mengatakan
 Menganjurkan BAB secara rutin. An. F mampu
 Menganjurkan ke kamar menggunakan toilet
mandi/toilet, jika perlu. dengan baik.
 An. F mengatakan
tidak takut ke kamar
mandi jika lampunya
menyala.
 Ny. H mengatakan
setiap pagi An. F
disuruh BAB di WC.
O:
 An. F tampak
mampu menerapkan
apa yang dianjurkan
mahasiswa/orang
tuanya.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.

4  Menganjurkan melakukan olahraga S:


sesuai toleransi.  An. F mengatakan Ny.
 Mengajarkan cara memilih makanan H selalu memberi
yang sesuai. makanan yang
 Mengajarkan cara merencanakan monoton setiap
makanan yang sesuai program. harinya.
 Merekomendasikan resep makanan  Ny. h mengatakan
yang sesuai dengan diet, jika perlu. anaknya sulit
menerima makanan-
makanan tertentu.
O:
 Ny. H tampak bingung
memilih makanan
yang tepat dan sesuai
finansialnya.
 An. F tampak senang
mendapatkan
rekomendasi makanan
yang baru.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
 Informasikan
kemungkinan interaksi
obat dan makanan, jika
perlu.
 Anjurkan
mempertahankan
posisi semi fowler (30-
45o) 20-30 menit
setelah makan.

Rabu 1  Mengidentifikasi faktor risiko S :


20/01/21 konstipasi.  An. F mengatakan
 Menganjurkan diet tinggi serat. BAB lama dan sedikit.
 Menganjurkan peningkatan asupan  An. f mengatakan
cairan, jika tidak ada kontraindikasi. sudah tidak menahan
BAB.
O:
 An. F tampak lebih
ceria
 An. F tampak makan
sayur dan buah.
A : Masalah teratasi
sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
 Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika
tidak ada
kontraindikasi.
 Latih buang air besar
secara teratur.
 Anjurkan diet tinggi
serat.
 Lakukan masase
abdomen, jika perlu.

2  Memonitor asupan makanan. S:


 Memfasilitasi menentukan pedoman  An. F mengatakan
diet. suka makan buah
 Mengajarkan diet yang papaya.
diprogramkan.  An. F mengatakan
menyukai buah berasa
manis.
 An. F mengatakan
memahami jenis
makanan apa yang
baik dan sesuai dengan
kondisinya saat ini.
O:
 An. F tampak
mengikuti anjuran dari
orang tuanya dan
mahasiswa.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

4  Menginformasikan kemungkinan S :
interaksi obat dan makanan, jika  Ny. H mengatakan
perlu. telah memahami
 Menganjurkan mempertahankan tentang program diet
posisi semi fowler (30-45o) 20-30 untuk An. F
menit setelah makan.  An. F mengatakan
setelah makan tidak
langsung tiduran.
O:
 An. F tampak antusias
dengan program diet
yang diberikan.
 Ny. H tampak sennag
mendapatkan
informasi baru.
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
 Informasikan makanan
yang diperbolehkan
dan dilarang.
 Informasikan
kemungkinan interaksi
obat dan makanan, jika
perlu.
 Anjurkan mengganti
bahan makanan sesuai
dengan diet yang
diprogramkan

Kamis 1  Menganjurkan peningkatan asupan S :


21/01/21 cairan, jika tidak ada kontraindikasi.  An. F mengatakan
 Melatih buang air besar secara BAB sudah mulai 2
teratur. hari sekali tapi masih
 Menganjurkan diet tinggi serat. sedikit keras.
 Melakukan masase abdomen, jika  An. F mengatakan
perlu. perutnya sudah tidak
sakit lagi.
 An. F mengatakan
sekarang dia sudah
mampu makan
banyak.
 An. F mengatakan
perutnya sudah tidak
kembung.
O:
 An. F tampak ceria.
 An. F sudah tidak
tampak pucat.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
4  Menginformasikan makanan yang S :
diperbolehkan dan dilarang.  An. F mengatakan
 Menginformasikan kemungkinan dirinya telah
interaksi obat dan makanan, jika mengetahui makanan
perlu. yang baik untuk
 Menganjurkan mengganti bahan kondisinya saat ini.
makanan sesuai dengan diet yang  An. F mengatakan
diprogramkan dirinya akan mengikuti
anjuran makanan yang
diprogramkan.
O:
 An. F tampak
memahami penkes
yang diberikan.
 Tn. T dan An. F
tampak senang
mendapatkan
informasi dari
mahasiswa.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
Lampiran Media Penkes

KONSTIPASI ASUPAN SERAT

CIANI SATYAWATI
NERS NON REGULER
STIKES YATSI TANGERANG

Apa Itu Konstipasi ???

Konstipasi atau sembelit adalah


kondisi ketika Anda kesulitan
buang air besar (BAB). Akibatnya
tinja menjadi keras dan kering,
sehingga sulit untuk dikeluarkan.
Kok Bisa Konstipasi ???

BISA DONG !!!

Pola makan yang kurang asupan serat.


Makanan tinggi lemak
Kurang minum air.
Kurang berolahraga.
Penggunaan obat pencahar secara
berlebihan.
Kehamilan.

Serat Larut :
Pektin
Kaya Serat

Makanan
Yang Baik
Untuk Atasi
Serat Larut & Tidak
Konstipasi
Larut
Pencahar Alami :
Sorbitol

Rendah Lemak &


Karbohidrat 8-10 Rendah kalori
Kompleks Gelas/Hari
Makanan
Yang Harus
Dihindari
Hani Zahiyyah Suarsyafdan Dyah Wulan Sumekar RW| Pengaruh Terapi Pijat terhadap Konstipasi

Pengaruh Terapi Pijat terhadap Konstipasi

Hani Zahiyyah Suarsyaf1, Dyah Wulan Sumekar RW2


1 Mahasiswa, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2Bagian Epidemiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Konstipasi adalah suatu gejala sulit buang air besar yang ditandai dengan konsistensi feses keras, ukuran besar, dan
penurunan frekuensi buang air besar. Konstipasi sering ditemukan pada anak dengan prevalensi kejadian sebanyak 0,3%-
8%. Konstipasi dapat menimbulkan masalah sosial maupun psikologi. Terapi konstipasi adalah membiasakan buang air
besar secara teratur dengan cara modifikasi perilaku, pemberian diet serat, laksatif, dan pendekatan psikologis. Pijat
sebagai pengobatan alternatif menjadi salah satu terapi pada konstipasi. Terapi pijat telah dilakukan sejak zaman dahulu
sebelum adanya obat-obatan. Pijat merupakan suatu gerakan manipulasi jaringan lunak di area seluruh tubuh untuk
memberikan kenyamanan kesehatan, seperti relaksasi, peningkatan kualitas tidur, menurunkan kecemasan, atau
manfaatpadabagianfisiktertentu. Pijat pada abdomen dipikirkan dapat mendorong feses dengan peningkatan tekanan
intraabdominal. Pijat memberikan manfaat pada konstipasi dengan cara menstimulasi gerak peristaltik dan menurunkan
waktu transit kolon sehingga dapat meningkatkan frekuensi buang air besar. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan
membuktikan adanya pengaruh pijat terhadap konstipasi. Dalam jurnal ini akan dibahas beberapa penelitian tentang
pengaruh pijat terhadap konstipasi serta mekanisme yang mendasarinya.

Kata kunci: konstipasi, pijat

The Effect of Massage Therapy for Constipation


Abstract
Constipation is a symptom of difficult defecation with characterized by hard stool consistency, large size, and a decrease in
the frequency of bowel movements. Constipation is often found in children with a prevalence of 0.3% -8%. Constipation can
lead to social and psychological problems. Treatment of constipation is to habituate defecation regularly by means of
behavior modification, the provision of dietary fiber, laxatives, and psychological approaches. Massage as an alternative
medicine to be one therapy in constipation. Massage therapy has been performed since ancient times before the presence
of drugs. Massage is the manipulation of the soft tissue of whole body areas to bring about generalized improvements in
health, such as relaxation or improved sleep, or specific physical benefits.Abdominal massage is thought to push stool with
increased intra-abdominal pressure. Massage benefits in constipation by stimulating peristalsis and decreases colonic
transit time so as to increase the frequency of bowel movements. Results of studies have been conducted to prove the
effect of massage on constipation. In this paper will discuss some of the research on the effects of massage on constipation
as well as the underlying mechanisms.

Keywords: constipation, massage

Korespondensi: Hani Zahiyyah Suarsyaf, alamat Jl. Prof Sumantri Brojonegoro No. 33, HP 085716449744, e-mail
hani.zahiyyah@gmail.com

Pendahuluan suatu gejala sulit buang air besar yang ditandai


Buang air besar adalah proses dengan konsistensi feses keras, ukuran besar,
dikeluarkannya sisa pencernaan makanan yang dan penurunan frekuensi buang air besar.
tidak digunakan lagi dan harus dikeluarkan Berdasarkan patofisiologi, konstipasi
karena dapat menyebabkan penyakit. diklasifikasikan atas konstipasi akibat kelainan
Frekuensi buang air besar setiap orang organik dan konstipasi fungsional.2
berbeda-beda. Penelitian Tunc, Weafer, Prevalensi konstipasi pada anak
3
Corazziari, dan Myo-khin ditemukan bahwa diperkirakan o,3%-8%. Hal ini sesuai dengan
semakin bertambah usia, frekuensi buang air penelitian studi retrospektif oleh Leoning-
besar semakin berkurang. Hal ini dapat terjadi Baucke pada tahun 2005 didapatkan 2,9%
karena proses kematangan saluran cerna dan prevalensi konstipasi pada usia anak sampai 1
asupan makanan. Frekuensi buang air besar tahun dan meningkat pada tahun kedua, yaiu
yang kurang dari normal merupakan salah satu sekitar 10,1%.4
gejala konstipasi.1 Data prevalensi konstipasi di Indonesia
Konstipasi merupakan keadaan yang belum tersedia. Namun, terdapat penelitian
sering ditemukan pada anak. Konstipasi adalah tentang prevalensi konstipasi pada anak usia
Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |98
Hani Zahiyyah Suarsyafdan Dyah Wulan Sumekar RW| Pengaruh Terapi Pijat terhadap Konstipasi

sekolah taman kanak-kanak di wilayah Senen, Pada banyak kasus, konstipasi pada anak
Jakarta sebesar 4,4% dan Denpasar, Bali dimulai dari rasa nyeri saat buang air besar.
sebesar 15%.5 Karena nyeri saat buang air besar biasanya
Penanganan konstipasi fungsional anak mulai menahan-nahan tinja agar tidak
dilakukan dengan terapi farmakologi dan non- dikeluarkan untuk menghindari rasa tidak
farmakologi. Terapi farmakologi dengan obat nyaman atau nyeri tersebut. Jika menahan-
laksatif sedangkan terapi non-farmakologi nahan buang air besar terus berlanjut, maka
dengan diet dan perubahan perilaku.6 Terapi keinginan buang air besar akan berangsur
pijat merupakan bagian dari terapi non- hilang yang akan mengakibatkan penumpukan
farmakologi tinja. Proses buang air besar yang tidak lancer
Terapi pijat telah dilakukan sejak zaman akan menyebabkan tinja menumpuk hingga
dahulu sebelum adanya obat-obatan. Beberapa menjadi lebih banyak dari biasanya dan dapat
penelitian tentang pijat telah dilakukan dan menyebabkan feses mengeras yang kemudian
didapatkan terapi pijat memiliki dampak baik dapat berakibat pada spasme sfingter anus.
yang dihubungkan dengan kondisi dan penyakit Distensi rectal kronik menyebabkan kehilangan
pada anak. Diantara manfaat terapi pijat sensitifitas rektal, keinginan defekasi yang
adalah melancarkan peredaran darah, dapat berdampak pada inkontinensi afekal.10
pencernaan, dan pertumbuhan.6 Konstipasi adalah gangguan pencernaan
yang ditandai dengan sulit atau menurunnya
Isi frekuensi buang air besar, frekuensi kurang
Buang air besar adalah proses dari 3 kali dalam seminggu. Konstipasi dapat
pengeluaran tinja dari dalam rektum, yaitu sisa terjadi karena perubahan diet, pengobatan,
pencernaan makanan yang tidak digunakan lagi operasi abdominal atau stress emosi akut.11
dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Buang Buang air besar terjadi saat tekanan
air besar merupakan salah satu aktivitas rektum mencapat 55 mmHg yang
normal manusia, sejak bayi hingga dewasa.7 mengakibatkan melemasnya sfingter ani
Pola buang air besar berbeda pada internus dan eksternus sehingga feses
setiap manusia dan tergantung pada fungsi terdorong keluar. Gerakan peristaltik pada
organ, susunan saraf, pola makan, serta usia. kolon sigmoid dan distensi dinding rektum
Menilai pola defekasi berarti menilai frekuensi menstimulasi kontraksi otot di rektum
buang air besar, konsistensi dan warna dari sehingga meningkatkan tekanan rectal dan
fesesnya.7 menstimulasi relaksasi sfingter internal dan
Pada orang dewasa, buang air besar eksternal. Otot dinding abdomen, normalnya
normal terjadi antara tiga kali setiap hari berkontraksi secara volunter untuk
sampai tiga kali setiap minggu. Frekuensi meningkatkan tekanan intra abdominal selama
buang air besar pada anak-anak bervariasi gerakan usus besar, juga meningkatkan buang
berdasarkan usia. Bayi yang minum ASI pada air besar dengan tekanan feses ke dalam dan
awalnya lebih sering buang air besar ke bawah. Pada satu kasus, tekanan sedang
dibandingkan bayi yang minum susu formula. dari tangan pada bagian bawah abdomen
Pada usia anak diatas tiga tahun rerata buang pasien menimbulkan gelombang bermakna
air besar sebanyak dua kali per hari. Frekuensi dari kontraksi otot rektal selama 10 detik.12
normal buang air besar pada anak dapat dilihat Pijat merupakan suatu gerakan
pada tabel 1.8, 9 manipulasi jaringan lunak di area seluruh tubuh
untuk memberikan kenyamanan kesehatan,
Tabel 1. Frekuensi normal buang air besar pada seperti relaksasi, peningkatan kualitas tidur,
anak.12 menurunkan kecemasan, atau manfaat pada
Usia Buang air Buang air bagian fisik tertentu seperti nyeri otot. Pijat
besar/ minggu besar/ hari dapat memakan waktu sekitar 15-90 menit
0-3 bulan tergantung dari kondisi individu tersebut.13
ASI 5-40 2,9
Pijat pada anak memiliki efek yang
Formula 5-28 2,0
6-12 bulan 5-28 1,8 positif terhadap tumbuh kembang anak.
1-3 tahun 4-21 1,4 Beberapa manfaat pijat anak diantaranya:
> 3 tahun 3-14 1,0 membantu meningkatkan sistem imunitas,

Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |99


Hani Zahiyyah Suarsyafdan Dyah Wulan Sumekar RW| Pengaruh Terapi Pijat terhadap Konstipasi

merilekskan tubuh anak sehingga dapat Terapi pijat dapat membantu


membuatnya tetap tenang meski dalam kondisi mempercepat perbaikan konstipasi kronis
stres, mengatasi kesulitan tidur, meningkatkan fungsional.2 Bayi yang dipijat jarang mengalami
proses tumbuh kembang anak, menumbuhkan mulas, sembelit, dan diare. Dengan pijat pada
perasaan positif pada anak, mencegah abdominal atau perut secara teratur terjadi
timbulnya gangguan pencernaan, melancarkan perubahan pola makan.18
buang air besar, meningkatkan kesigapan anak Pijat umumnya menstimulasi
dan koordinasi otot, meningkatkan kerja sistem metabolism seluler dan meningkatkan
pernapasan, pencernaan, dan peredaran darah distribusi nutrisi ke sel dan jaringan. Ketika
perifer, meningkatkan rangsanagn dan nutrisi telah digunakan, tubuh mengenali
konduksi impuls saraf, mengurangi rasa sakit, kebutuhan nutrisi dengan memicu nafsu
proses pemijatan dapat mempengaruhi kerja makan. Pijat secara mekanik dapat mendorong
jaringan tubuh dalam melebarkan pembuluh sisa pencernaan ke usus, tapi pijat juga memicu
darah kapiler sehingga meningkatkan aliran respon saraf para simpatik yang meningkatkan
darah ke seluruh jaringan dan organ, aktivitas pencernaan sehingga rasa lapar dapat
merangsang produksi hormon endorfin sebagai menjadi efek refleks dari pijat.19
pereda rasa sakit sehingga menimbulkan rasa
nyaman, merelaksasikan otot-otot dan
melenturkan persendian, dan membantu
menghilangkan sel-sel mati dan membuang
racun-racun tubuh melalui kulit.14
Manfaat lain dari terapi pijat
diantaranya: pijat tidak memiliki efek samping,
pijat dapat dilakukan oleh pasien sendiri
karena pijat mudah dipelajari, dan biaya
murah.15
Mekanisme pijat abdomen terhadap
konstipasi belum sepenuhnya dimengerti, tapi
kemungkinan akibat kombinasi dari stimulasi
dan relaksasi. Tekanan langsung pada dinding
abdomen secara bergantian sesi tekan lepas Gambar 1. Mekanisme pijat bayi mempengaruhi
pada traktus gastrointestinal, distorsi ukuran pencernaan dan pembuangan.19
lumen dan mengaktivasi reseptor peregang
yang dapat memperkuat refleks gastrokolik Beberapa penelitian yang telah
dan memicu kontraksi intestinal dan rektal.14 dilakukan yaitu randomized control trials
Pijat abdomen dipikirkan dapat menghasilkan pijat dapat meningkatkan
mendorong feses dengan peningkatan tekanan peristaltik sehingga meningkatkan fungsi buang
intra abdominal. Pada beberapa kasus air besar dan menurunkan konstipasi kronik.
neurologi, pijat dapat memproduksi Systematic review memiliki kesimpulan yang
gelombang rektum yang menstimulasi refleks berbeda, systematic review dari 4 clinical trials
somato-autonomik dan memberikan sensasi yang diambil dari tahun 1999 tentang pijat
pada usus besar.16 abdomen untuk konstipasi tidak ada yang
Pijat dapat menstimulasi gerakan bebas dari bias. Bias tersebut yaitu heterogen
peristaltik, menurunkan waktu transit kolon, dalam trial design, sampel pasien, dan tipe
meningkatkan frekuensi buang air besar pada pijat yang digunakan. Hasi dari review tidak
pasien konstipasi, dan menurunkan perasaan ditemukan bukti ilmiah dalam keefektifan pijat
tidak nyaman saat buang air besar. Laporan untuk membantu konstipasi. Untuk penelitian
kasus menunjukkan bahwa pijat efektif pada selanjutnya disarankan untuk control trial
pasien dengan konstipasi kronik karena dengan jumlah sampel pasien yang lebih
berbagai diagnosis kelainan fisiologis dan pada banyak.20
pasien dengan konstipasi fungsional jangka Terapi pijat tidak boleh dilakukan dalam
panjang.17 kondisi seperti demam, menderita penyakit
kulit menular, menderita penyakit atau infeksi
menular, dan gangguan jantung seperti
Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |100
Hani Zahiyyah Suarsyafdan Dyah Wulan Sumekar RW| Pengaruh Terapi Pijat terhadap Konstipasi

trombosis atau radang pembuluh darah. Selain Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p.30-
itu tidak boleh memijat varises, luka baru, luka 40.
memar, dan tulang sendi yang meradang atau 4. Loening-Baucke, V. Prevalence, symptoms
bergeser.21 and out come of constipation in infants
and toddlers. J Pediatr.2005; 146(3):359-
Ringkasan 63.
Konstipasi menjadi masalah yang 5. Eva F. Prevalensi Konstipasi dan Faktor
banyak ditemui pada anak. Gejala konstipasi Risiko Konstipasi pada Anak. Universitas
diantaranya feses keras, ukuran besar, dan rasa Udayana; 2015.
tidak nyaman saat buang air besar yang 6. Ferius S, Efar P, Mansur S, Gunardi H.
mengakibatkan frekuensi buang air besar Pengaruh Pijat Bayi Menggunakan Minyak
menurun. Terapi yang dapat dilakukan untuk Mineral atau Minyak Kelapa terhadap
mengatasi konstipasi adalah membiasakan Kenaikan Berat Badan pada Neonatus
buang air besar secara teratur dengan cara Aterm. Sari Pediatri. 2008; 10(4):219-24.
modifikasi perilaku, pemberian diet serat, 7. Tehuteru ES, Hegar B, Firmansyah A. Pola
laksatif, dan pendekatan psikologis. Defekasi pada Anak. Sari Pediatri.
Selain itu, penanganan yang dapat 2001;3(3): 129-33.
dilakukan pada pasien konstipasi adalah 8. Jufri M, Soenarto YS, Oswari H, Arief S,
dengan terapi pijat. Terapi pijat telah ada di Rosalina I, Mulyani SN.
Indonesia sejak lama dan saat ini mulai diteliti GastroenterologiHepatologi.
pengaruh dan manfaatnya pada tubuh. Pijat CetakanPertama. Jakarta: IDAI; 2010.
memberikan manfaat pada konstipasi dengan 9. Biggs WS, Dery WH. Evaluation and
cara menstimulasi gerak peristaltik dan treatment of constipation in infants and
menurunkan waktu transit kolon sehingga children. Am Fam Physician. 2006;
dapat meningkatkan frekuensi buang air besar. 73(3):469-77.
Kelebihan pijat diantaranya tidak memiliki efek 10. Wyllie R. Constipation. Nelson Text Book
samping, dapat dilakukan sendiri oleh pasien of Pediatrics. Edisi 18. Philadelphia:
karena pijat mudah untuk dipelejari, dan Saunders Elsevier, 2007; p.1525-65.
biayanya murah. 11. McClurg D, Lowe-Strong A. Does
Abdominal Massage Relieve
Simpulan Constipation?. Nursing Times. 2011;
Pijat dapat menstimulasi peristaltik, 107(12): 20-2.
menurunkan waktu transit kolon, 12. Jurnalis YD, Sarmen S, Sayoeti Y.
meningkatkan frekuensi buang air besar pada Konstipasi pada Anak. CDK-200. 2013;
pasien konstipasi, dan mengurangi rasa tidak 40(1):27-31.
nyaman saat buang air besar. Oleh karena itu, 13. Vickers A, Zollman C, Reinish JT. Massage
pijat dapat menjadi salah satu terapi alternatif Therapies. West J Med. 2001;175(3): 202-
untuk konstipasi. 4.
14. Suranto A. Pijat Anak. Jakarta: Penebar
DaftarPustaka Swadaya Grup; 2011.
1. Rochsitasari N, Santosa B, Puruhita N. 15. Wang X, Yin J. Complementary and
Perbedaan Frekuensi Defekasi dan Alternative Therapies for Chronic
Konsistensi Tinja Bayi Sehat Usia 0-4 Bulan Constipation. Evidence-Based CAM. 2015;
yang Mendapat ASI Eksklusif, Non 2015(1): 1-11.
Eksklusif, dan Susu Formula. Sari Pediatri. 16. Brookes SJH. Initiation of Peristalsis by
2011; 13(3): 191-9. Circumferential Stretch of Flat Sheets of
2. Kadim M, Endyarni B. Manfaat Terapi Pijat Guinea Pig Ileum. Journal of Physiology.
pada Konstipasi Kronis Anak. Sari Pediatri. 2004; 516(2): 525-38.
2011; 12(5): 342-6. 17. Liu Z. Mechanism of Abdominal Massage
3. Croffie JM, Fitzgerald JF. Constipation and for Difficult Defecation in a Patient with
irritable bowel syndrome. In: Liacouras Myelopathy. J Neurol. 2005;252(10):
CA, Piccoli DA. Pediatric gastroenterology. 1280-82.

Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |101


Hani Zahiyyah Suarsyafdan Dyah Wulan Sumekar RW| Pengaruh Terapi Pijat terhadap Konstipasi

18. Becker J. Williams and Wilkins; 2005.


TerapiPijatMemijatDiriSendiriGunaMempe 20. Sinclair M. The Use of Abdominal Massage
rolehKesehatanFisikdanPsikis. Surabaya: to Treat Chronic Constipation. J Bodyw
Kartika; 2007. Mov Ther. 2011; 15(4): 436-45.
19. Braun MB, SimonsonSJ. Introduction to 21. Aslani M. Teknik Pijat Untuk Pemula.
Massage Therapy. Baltimore: Lippincott Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003.

Majority | Volume 4 | Nomor 9 | Desember 2015 |102


JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN ASUPAN SERAT MAKANAN DAN CAIRAN DENGAN


KEJADIAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA REMAJA
DI SMA KESATRIAN 1 SEMARANG
1
Intan Claudina , Dina Rahayuning. P2, Apoina Kartini3
1
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro,
Semarang, 50275,Indonesia
2
Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang,
50275,Indonesia
3
Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang,
50275,Indonesia

* Intan Claudina, intan.claudina@yahoo.com

ABSTRACT

Functional constipation is a defecation characterized by decreased frequency of


bowel movements, stiff consistency of feces, there is remaining stool and need to
do extra straining when removing it. Lack of intake of dietary fiber and liquid will
cause constipation. The purpose of this study is to analyze the relationship
between dietary fiber intake and fluid intake with the incidence of functional
constipation in adolescents in SMA Kesatrian 1 Semarang. This research design
uses analytic survey type research with cross sectional approach. The research
population is all students of class XI in SMA Kesatrian 1 Semarang of 289
people. Research subjects were 73 people using purposive sampling technique
that is based on inclusion and exclusion criteria. Constipation events data
collection using questionnaire aids, while the intake of dietary fiber and liquid
using Food Frequency Questionnaires (FFQ Semi kuantitatif). Data analysis
using Chi Square test. The results showed that dietary fiber intake category less
than 67.1%, fluid intake category less by 67.1% and as many as 68.5% of
respondents experiencing constipation. There was a relationship between dietary
fiber intake with functional constipation events (p = 0,000) and fluid intake with
functional constipation events (p = 0.000). It is suggested to the school to provide
educational information communication (KIE) to students about nutrition
education and PGS (Guidelines of Balanced Nutrition) so that the consumption of
fruits, vegetables and water is further improved to achieve sufficient intake.

Keywords : Functional Constipation, Adolescent, Fiber Intake, Fluid Intake

486
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN untuk mencegah konstipasi adalah


Konstipasi fungsional adalah dengan mengkonsumsi serat sesuai
persepsi gangguan buang air besar dengan kebutuhan.
berupa berkurangnya frekuensi Sayur dan buah merupakan
buang air besar. Dikatakan sumber serat pangan yang mudah
konstipasi fungsional apabila buang ditemukan dalam makanan.5
air besar kurang dari 3 kali seminggu Berdasarkan Riskesdas tahun 2013,
atau 3 hari tidak buang air besar dan prevalensi nasional yang kurang
diperlukan mengejan secara mengkonsumsi buah dan sayur
berlebihan.1 Saat defekasi akan terdapat pada penduduk umur > 10
menimbulkan rasa nyeri pada perut tahun adalah 93,5 %, sedangkan di
ketika buang air besar. Hal tersebut Jawa Tengah sebanyak 91 %
dapat memicu tingkat stres pada penduduk umur > 10 tahun kurang
penderita konstipasi akibat rasa mengkonsumsi buah dan sayur.6
ketidaknyamanan. Umumnya Rata-rata konsumsi serat pada
konstipasi dianggap sebagai hal penduduk di Indonesia secara umum
biasa yang terjadi sesekali dan tidak yaitu 10,5 gram/hari7, sedangkan
berdampak pada gangguan sistem kebutuhan serat ideal rata-rata
tubuh, namun apabila dibiarkan tidak setiap hari sebanyak 25-30 gram.
ada penanganan dan terjadi secara Hal tersebut menunjukkan bahwa
berulang dalam kurun waktu yang asupan serat masyarakat Indonesia
lama akan mengakibatkan hanya mencapai 1/3 dari kebutuhan
komplikasi.2 serat yang dianjurkan.8
Penyebab umum konstipasi Menurut penelitian yang
fungsional adalah kegagalan dilakukan oleh Inan tentang
merespons dorongan buang air konstipasi fungsional pada anak
besar, asupan serat dan cairan yang menyatakan bahwa ada hubungan
tidak tercukupi yang dapat antara ketidakcukupan asupan serat
menyebabkan dehidrasi serta makanan dengan konstipasi.9
kelemahan otot perut.3 Berbagai Penelitian yang dilakukan oleh Eva
penelitian menemukan bahwa ada dengan sasaran konstipasi
hubungan antara kurangnya asupan fungsional pada anak juga
serat makanan dengan kejadian menyatakan bahwa ketidakcukupan
konstipasi. Serat makanan tidak konsentrasi asupan serat makanan
dapat dicerna oleh enzim berpengaruh secara signifikan
pencernaan manusia, namun di terhadap kejadian konstipasi.10 Hal
dalam usus besar terdapat bakteri ini membuktikan bahwa asupan
kolon yang dapat menguraikan serat serat makanan yang memenuhi
makanan menjadi komponen serat. kecukupan asupan serat perhari
Serat memiliki kemampuan mengikat dapat mengurangi resiko konstipasi
air di dalam usus besar yang fungsional.8
membuat volume feses menjadi Selain asupan serat, faktor
lebih besar dan merangsang syaraf asupan cairan dapat mempengaruhi
rektum sehingga menimbulkan rasa terjadinya konstipasi. Asupan cairan
ingin defekasi. Asupan serat yang merupakan seluruh cairan yang
rendah dapat menyebabkan masa masuk ke dalam tubuh yang berasal
feses berkurang dan sulit untuk dari minuman maupun makanan. Air
buang air besar. Hal ini lah yang berfungsi sebagai pelumas yang
disebut dengan konstipasi.4 Salah membantu sisa metabolisme
satu upaya yang dapat dilakukan bergerak di sepanjang kolon. Tubuh

487
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

akan selalu membutuhkan air untuk kejadian konstipasi fungsional pada


menyerap kembali air yang tersedia remaja karena penelitian kejadian
di dalam usus. Hal ini dapat dilihat konstipasi fungsional dengan
bahwa apabila tubuh kekurangan sasaran remaja belum banyak
asupan cairan, maka feses akan dilakukan.
menjadi lebih kering dari normal dan Masa remaja adalah masa
menghasilkan feses yang keras.11 peralihan dimana perubahan fisik
Berdasarkan hasil survei The dan psikologis dari masa kanak-
Indonesian Regional Hydration kanak ke masa dewasa.15 Batasan
Study (THIRST) tahun 2009 yang usia remaja menurut World Health
dilakukan di enam kota yang terletak Organization adalah antara 12-24
di dataran tinggi dan dataran rendah tahun. Menurut Menteri Kesehatan
di Indonesia, yaitu Jakarta, RI tahun 2010, batas usia remaja
Lembang, Surabaya, Malang, adalah antara 10-19 tahun dan
Makassar dan Malino, yang belum kawin.16 Berbagai perubahan
melibatkan 1.200 responden usia yang terjadi pada diri remaja, baik
15-55 tahun diketahui sebanyak 46,1 perubahan fisik maupun psikis.
% mengalami dehidrasi dengan Perubahan fisik karena pertumbuhan
persentasi remaja lebih besar, yakni yang terjadi pada masa remaja akan
sekitar 49,5 %. mempengaruhi status kesehatan
Rata-rata tubuh orang dewasa dan gizi remaja tersebut.17
akan kehilangan 2,5 liter cairan per Perubahan pola konsumsi
hari. Sekitar 1,5 liter cairan tubuh terjadi di kota-kota besar, yaitu dari
keluar melalui urin, 500 ml keluar pola makanan tradisional yang
melalui keringat , 400 ml keluar banyak mengandung karbohidrat,
melalui proses respirasi (pernafasan) protein, vitamin, mineral dan serat
dan 100 ml keluar melalui feses. bergeser ke pola makanan berat
Berdasarkan estimasi tersebut, yang cenderung banyak
konsumsi minum antara 8-10 gelas mengandung lemak, protein, gula
(1 gelas = 240 ml) dijadikan sebagai dan garam. Pengetahuan konsumsi
pedoman dalam pemenuhan makanan remaja yang rendah akan
kebutuhan cairan.12 berpengaruh pada pola konsumsi
Sekitar 4,5 juta penduduk di makan yang cenderung tidak sehat.
Amerika mengalami masalah Masalah yang sering timbul adalah
konstipasi.13 Prevalensi kejadian perubahan gaya hidup pada remaja
konstipasi di Amerika Serikat sekitar memiliki pengaruh yang signifikan
2-20%. Berdasarkan Data terhadap kebiasaan makan
International US Census Berau mereka.17 Remaja mulai berinteraksi
tahun 2003, sebanyak 3.857.327 dengan lebih banyak pengaruh
jiwa di Indonesia mengalami lingkungan dan mengalami
konstipasi.14 Kejadian konstipasi pembentukan perilaku yang
lebih sering terjadi pada lansia menjadikan mereka lebih banyak
karena lansia banyak mengalami makan di luar rumah, mendapat
penurunan fungsi organ tubuh yaitu banyak pengaruh dalam pemilihan
pada sistem gastrointestinal yang makanan yang akan dimakannya
mengalami perubahan struktur dan seperti memilih untuk mengkonsumsi
fungsi usus besar. Banyaknya makanan yang serba instan dan
penelitian yang membahas kejadian cepat tanpa memperhatikan
konstipasi pada lansia, peneliti kandungan gizi yang terdapat pada
tertarik untuk meneliti permasalahan makanan.18

488
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Penelitian mengenai asupan Populasi dalam penelitian ini


serat dan cairan dengan kejadian adalah seluruh siswa SMA Kesatrian
konstipasi fungsional pada remaja di 1 Semarang berjumlah 289 orang.
Indonesia masih terbatas dan belum Pengambilan sampel dengan teknik
banyak dilakukan. Penelitian ini purposive sampling yang didasarkan
dilakukan di SMA Kesatrian 1 pada suatu pertimbangan melalui
Semarang. SMA Kesatrian 1 kriteria inklusi dan eksklusi yang
Semarang merupakan salah satu dibuat oleh peneliti yaitu sebesar 73
Sekolah Mengengah Atas Swasta orang.
Nasional yang telah diakreditasi oleh Pengumpulan data primer
Badan Akreditasi Sekolah pada dilakukan melalui wawancara
tahun 2006, dalam akreditasi menggunakan kuesioner dan
tersebut SMA Kesatrian 1 mendapat pencatatan FFQ Semikuantitatif.
nilai “A”. Dilihat dari SMA yang Penilaian kejadian konstipasi
bertaraf swasta ini, SMA Kesatrian 1 fungsional menggunakan kuesioner
Semarang merupakan salah satu tanda dan gejala konstipasi
sekolah yang biaya sekolahnya fungsional, asupan serat makanan
cukup mahal dan sosial ekonomi dari dan cairan diukur menggunakan
siswa siswinya pun bisa dikatakan FFQ Semikuantitatif. Data konsumsi
tinggi walaupun penelitian ini tidak cairan dari makanan diperoleh
memfokuskan pada status sosial dengan mengkonversi ke dalam
ekonomi keluarga namun hal ini kandungan air menggunakan DKBM
dapat mempengaruhi gaya hidup dengan menggunakan rumus
sehingga cenderung mempengaruhi menurut Hardinsyah dan Briawan.18
perubahan pola makan bagi siswa Rumus untuk menghitung total
dan siswinya seperti lebih sering intake cairan adalah total intake
mengkonsumsi makanan yang serba cairan = cairan dari minuman +
instan dan cepat tanpa cairan dari makanan.
memperhatikan kandungan gizi yang Uji statistik menggunakan uji Chi
terdapat pada makanan. Hal Square karena skala data dalam
tersebut secara tidak langsung penelitian ini adalah nominal.
berhubungan dengan kurangnya
konsumsi asupan serat makanan HASIL PENELITIAN
dan cairan dengan berbagai A. Karakteristik Responden
masalah kesehatan. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur
Berdasarkan uraian di atas, pada Remaja
peneliti tertarik untuk mengadakan Karakterisktik
suatu penelitian yang mengkaji Remaja Jumlah Persentase
mengenai asupan serat makanan (Orang) (%)
dan cairan dengan kejadian Umur (Tahun)
konstipasi fungsional pada remaja di 15 6 8,2
SMA Kesatrian 1 Semarang.
16 54 74
17 13 17,8
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah Total 73 100
penelitian deskriptif analitik, dengan Jenis Kelamin
metode yang digunakan adalah Perempuan 39 53,4
survey analitik dan menggunakan Laki-laki 34 46,6
desain penelitian cross sectional. Total 73 100

489
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Sebaran umur remaja paling Total 2133,75 259,62


banyak terdapat pada umur 16 tahun
yaitu sebesar (74%) sebanyak 54 Berdasarkan tabel 6
orang. Responden dengan jenis menunjukkan bahwa rata-rata
kelamin perempuan lebih banyak asupan cairan yang didapatkan dari
daripada laki-laki yaitu sebesar makanan dan minuman sebesar
(53,4%) sebanyak 39 orang, 2133,75(±259,62) ml.
sedangkan laki-laki sebesar (46,6%)
sebanya 34 orang. Tabel 5. Distribusi Frekuensi
Kejadian Konstipasi Fungsional
B. Analisis Univariat pada Remaja
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Asupan Kejadian
Serat Makanan pada Remaja Jumlah Persentase
Konstipasi
Asupan Jumlah Rata- (Orang) (%)
Fungsional
Serat (Orang) % rata SD Tidak 23 31,5
Makanan (gram) konstipasi
Kurang 49 67,1 10,3 Konstipasi 50 68,5
19,92
Cukup 24 32,9 4 Total 73 100
Total 73 100
Sebagian responden mengalami
Berdasarkan tabel 4. dapat kejadian konstipasi fungsional
diketahui bahwa asupan serat sebesar (68,5%) sebanyak 50 orang.
makanan pada responden
tergolong kurang sebesar (67,1%) C. Analisis Bivariat
sebanyak 49 orang, yaitu Tabel 6. Hubungan Asupan Serat
19,92(±10,34) gram. Makanan dengan Kejadian
Konstipasi Fungsional
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian
Asupan Cairan pada Remaja Asupa Konstipasi
Asupan Jumlah Rata n Fungsional
Cairan (Orang) % -rata SD Total
Serat Konstip Tidak
(ml) Maka asi Konstip
Kurang 49 67,1 2133 161, nan asi
Cukup 24 32,9 ,93 26 F % F % f %
Total 73 100 Kuran 4 10 0 0,0 4 10
g 9 0 9 0
Berdasarkan tabel 5 dapat Cukup 1 4,2 2 95, 2 10
diketahui bahwa asupan cairan pada 3 8 4 0
responden tergolong kurang sebesar p = 0,000, p < 0,05, C = 0,696
(67,1%). Sebanyak 49 orang, yaitu
2133,93(±161,26) ml. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kejadian konstipasi
Tabel 4. Rata-rata Asupan Cairan fungsional lebih banyak terjadi pada
dari Makanan dan Minuman pada responden yang mengkonsumsi
Remaja serat makanan kurang dibandingkan
dengan responden yang
Sumber Air Rata-rata SD mengkonsumsi serat makanan yang
(ml) cukup.
Makanan 270,20 125,50 Berdasarkan hasil koefisien
Minuman 1863,73 134,12 kontingensi didapatkan hasil 0,696

490
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

artinya terdapat korelasi atau fungsional dapat diketahui


hubungan yang sangat erat antara bahwa kejadian konstipasi
asupan serat makanan dengan fungsional lebih banyak terjadi
kejadian konstipasi fungsional. Hal pada responden yang
ini terjadi hubungan yang negatif mengkonsumsi serat makanan
dimana semakin rendah asupan kurang dibandingkan dengan
serat makanan, semakin tinggi responden yang mengkonsumsi
terjadinya konstipasi fungsional. asupan serat makanan yang
cukup. Berdasarkan uji statistik
Tabel 7. Hubungan Asupan Cairan menggunakan Chi Square
dengan Kejadian Konstipasi diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05)
Fungsional yang menunjukkan adanya
Kejadian hubungan antara asupan serat
Asup Konstipasi makanan dengan kejadian
an Fungsional konstipasi pada remaja.
Total
Caira Konstip Tidak Hasil penelitian ini sejalan
n asi Konstip dengan penelitian yang
asi dilakukan pada anak sekolah
F % F % F % dasar di Kota Bogor yang
Kura 49 10 0 0,0 4 10 menunjukkan bahwa ada
ng 0 9 0 hubungan yang signifikan antara
Cuku 1 4,2 2 95, 2 10 asupan serat dengan
p 3 8 4 0 konsistensi feses sebesar
p = 0,000, p < 0,05, C = 0,696 p=0,016, yang artinya apabila
serat cukup sesuai dengan
Hasil penelitian menunjukkan kebutuhan, maka konsistensi
bahwa kejadian konstipasi feses pun akan menjadi lembut,
fungsional lebih banyak terjadi pada bervolume dan dapat
responden yang mengkonsumsi dikeluarkan dengan lancar
cairan kurang dibandingkan dengan sehingga tidak terjadi
responden yang mengkonsumsi konstipasi.19 Hal ini dikarenakan
cairan yang cukup. serat makanan memiliki
Berdasarkan hasil koefisien kemampuan mengikat air di
kontingensi didapatkan hasil 0,696 alam kolon yang membuat
artinya terdapat korelasi atau volume feses menjadi lebih
hubungan yang sangat erat antara besar dan akan merangsang
asupan cairan dengan kejadian saraf pada rektum yang
konstipasi fungsional. Hal ini terjadi kemudian menimbulkan
hubungan yang negatif dimana keinginan untuk defekasi
semakin rendah asupan cairan, sehingga feses lebih mudah
semakin tinggi terjadinya konstipasi dieliminir.
fungsional. Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian yang
PEMBAHASAN dilakukan pada lansia di Unit
1. Hubungan Asupan Serat Rehabilitasi Sosial Pucang
Makanan dengan Kejadian Gading Semarang yang
Konstipasi Fungsional menunjukkan bahwa ada
Hasil analisis bivariat hubungan yang signifikan antara
antara asupan serat makanan asupan serat dengan kejadian
dengan kejadian konstipasi konstipasi yaitu p=0,013.20

491
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Perbedaan hasil penelitian dilakukan pada siswa beberapa


responden satu dengan sekolah taman kanak-kanak di
responden lain kemungkinan Denpasar menunjukkan bahwa
disebabkan oleh kebiasaan asupan cairan yang tidak
konsumsi makanan yang mencukupi berkaitan dengan
beragam dan porsi yang berbeda kejadian konstipasi p=0,047; RP
sehingga mempengaruhi jumlah 6,5; IK 95% 1,02 sampai 41,5.10
asupan serat yang dikonsumsi Salah satu peran air adalah
tiap responden. memperlancar fungsi
pencernaan. Peran air di dalam
2. Hubungan Asupan Cairan tubuh sangat besar karena air
dengan Kejadian Konstipasi membantu kerja organ-organ
Fungsional pencernaan di seperti usus
Hasil analisis bivariat antara besar. Asupan cairan dapat
asupan cairan dengan kejadian mempengaruhi terjadinya
konstipasi fungsional dapat konstipasi. Cairan terdiri dari
diketahui bahwa kejadian dari air yang diminum dan
konstipasi fungsional lebih diperoleh dari makanan dan air
banyak terjadi pada responden yang diperoleh sebagai hasil
yang mengkonsumsi cairan metabolisme atau air
22
kurang dibandingkan dengan metabolik. Air membawa hasil
responden yang mengkonsumsi sisa metabolisme akan berperan
cairan makanan yang cukup. sebagai pelumas untuk
Berdasarkan uji statistik membantu pergerakkan sisa
menggunakan Chi Square metabolisme bergerak di
diperoleh nilai p=0,000 (p<0,05) sepanjang kolon. Semakin tubuh
yang menunjukkan adanya membutuhkan air maka semakin
hubungan antara asupan cairan besar usahanya untuk
dengan kejadian konstipasi menyerap kembali air yang
pada remaja. tersedia di dalam usus. Ketika
Hasil penelitian ini sejalan tubuh kekurangan air, maka
dengan penelitian yang gerak kolon akan semakin
dilakukan pada lansia di Panti lambat dan mengakibatkan
Wredha Yogyakarta yang feses menjadi lebih kering dan
menunjukkan bahwa nilai p menghasilkan feses yang keras
(0,001) < 0,05 yang artinya sehingga menyebabkan
bahwa asupan cairan secara pengeluaran feses menjadi sulit.
parsial memberikan pengaruh Hal tersebut yang dinamakan
terhadap konstipasi.21 Hal ini konstipasi.11
karena air memiliki peran di Kebiasaan konsumsi
dalam tubuh yaitu membantu minuman tiap responden
kerja organ-organ pencernaan berbeda jumlahnya karena
seperti usus besar yang kebutuhan air setiap orang
berfungsi untuk mencegah berbeda dan berfluktuasi setiap
konstipasi dengan gerakan- waktu. Faktor seperti usia, jenis
gerakan di dalam usus akan kelamin, tingkat aktivitas dan
menjadikan feses yang keluar faktor lingkungan dapat
menjadi lebih lancar. mempengaruhi jumlah asupan
Hasil penelitian ini juga cairan yang dikonsumsi setiap
sejalan dengan penelitian yang responden.23

492
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

KETERBATASAN PENELITIAN konsumsi air terhadap


Penelitian ini menggunakan kesehatan saluran cerna
metode FFQ Semikuantitatif dan dapat bekerja sama
yang berarti responden harus dengan Dinas Kesehatan
menyebutkan konsumsi setempat untuk
makanan dan minuman dalam memberikan penyuluhan
jangka waktu yang panjang, mengenai diet serat dan
sehingga ketepatan jawaban air secara teratur atau
tergantung pada daya ingat berkala, misalnya setiap
responden. tahun ajaran baru.
b. Memberikan komunikasi
KESIMPULAN informasi edukasi (KIE)
Hasil penelitian kepada siswa mengenai
menunjukkan ada hubungan pendidikan gizi dan PGS
antara asupan serat makanan (Pedoman Gizi Seimbang)
dengan kejadian konstipasi agar konsumsi buah,
fungsional pada remaja (p = sayur dan air lebih
0,000) dan ada hubungan ditingkatkan untuk
asupan cairan dengan kejadian mencapai asupan yang
konstipasi fungsional pada cukup.
remaja (p = 0,000). c. Disarankan pihak sekolah
untuk menyediakan
SARAN makanan yang sehat di
1. Bagi Siswa SMA Kesatrian 1 kantin sekolah seperti
Semarang buah dan sayur untuk
Siswa perlu menunjang kebutuhan
memperhatikan konsumsi asupan serat makanan
makanannya, yaitu lebih dan cairan para siswanya.
meningkatkan makanan yang
mengandung serat makanan 3. Bagi Peneliti Lain
seperti buah sebanyak 2-3 a. Lebih banyak dilakukan
porsi dan sayur sebanyak 3-4 penelitian mengenai
porsi setiap harinya dan konstipasi fungsional
konsumsi air sesuai dengan kelompok sasaran
kebutuhan yang dianjurkan remaja, baik kelompok
sehingga meminimalisir remaja awal, remaja
terjadinya konstipasi tengah dan remaja akhir.
fungsional pada remaja. Karena penelitian
Karena remaja merupakan mengenai konstipasi pada
masa peralihan dari anak- remaja belum banyak
anak menuju dewasa yang dilakukan.
membutuhkan asupan b. Penelitian selanjutnya
makanan yang bergizi untuk disarankan untuk meneliti
menunjang pertumbuhan asupan cairan dari
optimal. makanan dan minuman
2. Bagi Pihak Sekolah secara detail serta faktor-
a. Pihak sekolah diharapkan faktor yang dapat
dapat melakukan mempengaruhi asupan
penyuluhan mengenai diet cairan dengan sasarannya
serat dan perlunya adalah remaja.

493
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

REFERENSI Universitas Muhammadiyah :


1. Dharmika D. Pendekatan Klinis Surakarta. 2016.
Penyakit Gastroenterologi. In: 9. Inan M., Aydiner CY., Tokuc B.,
Sudoyo W. Aru, ed. Buku Ajar Akusa, B., Ayvaz S.,Ayhan S.
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Factors Associated With
Internal Publishing; 2009. Childhood Constipation. J
2. Setyani FAR. Dampak Minuman Paediatr Child Health. 2007;
Probiotik dalam Upaya 43(10):700-6.
Pencegahan Konstipasi pada 10. Eva F. Prevalensi Konstipasi
Pasien Infarct Myocard di dan Faktor Risiko Konstipasi
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Pada Anak. Denpasar:
Tesis Fakultas Ilmu Universitas Udayana; 2015.
Keperawatan Universitas 11. Guyton AC & Hall JE. Textbook
Indonesia: Jakarta; 2012. Of Medical Physiology Edisi 9.
3. Porth CM, Mattson C, Matfin G. Philadelphia: W.B Saunders
Pathophysiology Concepts Of Company; 2003.
Altered Health States. 8th ed. 12. Pijpers MA, Bongers ME,
China: Wolters Kluwer Health Benninga MA, Berger MY.
Lippincott Williams and Wilkin; Functional Constipation In
2009. Children a Systematic Review
4. Lee WT, Ip KS, Chan JS, Lui On Pragnosis and Predictive
NW & Young BW. Increased Factor. J Perdeatr Gastronterol
Prevalence of Nutr; 2010.
Constipation In Pre-School 13. Susan L, Folden, Arnp., et al.
Children Is Attributable To Practice Guidelines : For the
Under-Consumption Management of Constipation in
Of Plant Foods: A Community- Adults. Article Rehabilitation
Based Study. J Paediatr Child Nursing Foundation. Lake
Health. 2008; 44, 170-175. Avenue; 2002.
5. Santoso A, Serat Pangan 14. Fried, Scott., McQuaid, Kenneth
(Dietary Fiber) dan Manfaatnya & Grendell, James. Current
Bagi Kesehatan. Klaten: Diagnosis & Treatment In
Universitas Widya Dharma; Gastroenterology. Singapore:
2011. McGraw – Hill. 2003; 21-26.
6. Kementrian Kesehatan. Laporan 15. Hurlock EB. Psikologi
Hasil Riset Kesehatan Dasar: Perkembangan. 5th. Jakarta:
Badan Penelitian dan Erlangga; 2002.
Pengembangan Kesehatan 16. Departemen Kesehatan RI.
Kementrian RI; 2013. Profil Kesehatan Indonesia.
7. Departemen Kesehatan Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Kegemukan RI; 2010.
Akibat Kurang Serat. 17. Fitriani Z. Hubungan Tingkat
http://www.depkes.go.id. 2008. Konsumsi Energi dan Serat
Diakses pada 9 April 2017. dengan Kadar Gula Darah
8. Wulandari M. Hubungan Antara Sewaktu pada Remaja.
Asupan Serat dengan Kejadian Semarang: Skripsi Fakultas
Konstipasi pada Pekerja di PT. Kesehatan Masyarakat
Tiga Serangkai Surakarta. Universitas Diponegoro:
Skripsi Jurusan Ilmu Gizi Semarang; 2012.
Fakultas Kesehatan Masyarakat

494
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

18. Manurung NK. Pengaruh


Karakteristik Remaja, Genetik
Pendapatan Keluarga,
Pendidikan Ibu, Pola Makan dan
Aktivitas Fisik Terhadap
Kejadian Obesitas di SMU RK
Tri Sakti Medan. Tesis Sekolah
Pascasarjana Univeristas
Sumatera Utara: Medan; 2008.
19. Hardinsyah, Briawan D.
Penilaian dan Perencanaan
Konsumsi Pangan. Bogor (ID):
Departemen GMSK, FAPERTA
IPB; 1994.
20. Sugiyanto VRP. Hubungan
Asupan Serat, Lemak dan Posisi
Buang Air Besar Dengan
Kejadian Konstipasi Pada
Lansia. Skripsi Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro:
Semarang; 2015.
21. Amry RY. Analisis Faktor-Faktor
Kejadian Konstipasi Pada Lanjut
Usia di Panti Wredha Budhi
Dharma Umbulharjo
Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Kesehatan Volume 9. No. 2 Juli.
Yogyakarta: Stikes Surya
Global; 2013.
22. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama; 2004.
23. Raissa T. Asupan Serat dan
Cairan, Aktivitas Fisik, Serta
Gejala Konstipasi pada Lanjut
Usia. Skripsi Fakultas Ekologi
Manusia Institut Pertanian
Bogor. Bogor; 2012.

495
MOLUCCAS HEALTH JOURNAL ISSN 2686-1828
Volume 1 Nomor 3, Desember 2019

UPAYA MELANCARKAN BAB PADA ANAK DENGAN MELAKUKAN FOOT MASSAGE,


PENGATURAN DIET DAN TOILET TRANING

Selpina Embuai
Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku; selfiembuai@gmail.com

ABSTRACT

Constipation is a medical condition characterized by difficulty defecating as a result of


hardened feces. Constipation is often characterized by anxiety symptoms when defecated
by pain during bowel movements. Constipation can cause stress for sufferers due to
discomfort. In the Jakarta area, the prevalence of constipation in school-age children is
4.4%. Whereas in Denpasar by 15%. Foot massage therapy, diet control and toilet training
can make it easier for sufferers who experience constipation. The research method used is
in the form of case studies. The use of samples with purposive sampling with 5 children
experiencing constipation. The research was conducted in September to October 2019. The
research location was in the working area of the RIjali puskesmas in Ambon city. Results:
constipation can be resolved according to the results of evaluation of interventions carried
out in children with constipation by doing foot massage, dietary arrangements and toilet
training. Conclusion: foot massage, diet control and toilet training are effective in overcoming
constipation in children.

Keywords: Constipation, Foot Massage, Diet Control and Toilet Training

ABSTRAK

Konstipasi adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kesulitan buang air besar
sebagai akibat dari feses yang mengeras. Konstipasi sering ditandai dengan gejala cemas
ketika defekasi oleh rasa nyeri pada saat buang air besar. Konstipasi dapat menimbulkan
stres bagi penderita akibat ketidaknyamanan. Di daerah Jakarta, prevalensi konstipasi pada
anak usia sekolah sebesar 4,4%. Sedangkan di Denpasar sebesar 15%. Terapi Foot
massage, Pengaturan diet dan toilet training ini dapat mempermudah penderita yang
mengalami konstipasi. Metode Penelitian yang digunakan berbentuk studi kasus.
Penggunaan sampel dengan purposive sampling dengan 5 anak yang mengalami
konstipasi. Penelitian ini dilakukan pada September sampai oktober 2019. Lokasi penelitian
di wilayah kerja puskesmas RIjali kota Ambon. Hasil : konstipasi dapat teratasi sesuai
dengan hasil evaluasi intervensi yang dilakukan pada anak dengan konstipasi dengan
melakukan foot massage, pengaturan diet dan toilet training. Kesimpulan : foot massage,
pengaturan diet dan toilet training efektif mengatasi konstipasi pada anak.

Kata Kunci : Konstipasi, Foot Massage, Pengaturan Diet Dan Toilet Training

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konstipasi merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak-anak, dan dapat
menimbulkan masalah yang serius. Konstipasi merupakan suatu kondisi medis yang
ditandai dengan kesulitan buang air besar sebagai akibat dari feses yang mengeras.

6
Penerbit: Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku
http://ojs.ukim.ac.id/index.php/natuna
MOLUCCAS HEALTH JOURNAL ISSN 2686-1828
Volume 1 Nomor 3, Desember 2019

Konstipasi sering ditandai dengan gejala cemas ketika defekasi oleh rasa nyeri pasa saat
buang air besar. Konstipasi dapat menimbulkan stress berat bagi penderita akibat
ketidaknyamanan (1).
Penelitian sebelumnya dilakukan di Negara maju dan Negara berkembang. Prevalensi
konstipasi ditemukan di Hongkong pada anak sekolah dan taman kanak-kanak usia 3-5
tahun didapatkan sebanyak 29% kelainan yang bersifat organic dan 40% diantaranya
diawali sejak usia 1-4 tahun, pada anak usia 7-8 tahun prevelensinya sebesar 1,5% dan usia
10-12 tahun sebesar 0,69-29,6% (Ip dkka, 2015). Sebagian besar konstipasi pada anak
(<90%) adalah fungsional tanpa adany,8%. Data pervalensi di Indonesia belum tersedia.
Namun, terdapat penelitian tentang pervalensi konstipasi pada anak usia sekolah taman
kanak-kanak diwilayah senen, Jakarta sebesar 4,4% dan Dempasar, Bali sebesar 15% (2).
Data prevalensi konstipasi di Maluku khususnya Puskesmas Rijali Ambon belum
tersedia karena kebanyakan orang tua berpresepsi meskipun anaknya tidak BAB selama 3
hari masih menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orang tua menganggap
anaknya benar-benar sakit apabila anak mengalami nyeri pada saat konstipasi. Tetapi pada
saat peneliti melakukan penelitian peneliti menemukan 4 anak usia 1-4 tahun mengalami
masalah konstipasi
Buang air besar terjadi saat tekanan rectum mencapai 55 mmhg yang mengakibatkan
melemasnya sfinter aniinterus dan eksternus sehingga feses terdorong keluar. Gerakan
peristaltic pada kolon sigmait dan distensi dinding rectum menstimulasi kontraksi otot
direktum sehingga meningkatkan tekanan rectal dan menstimulasi relaksasi spinter internal
dan eksternal. Otot dinding abdomen, normalnya berkontraksi secara folumter untuk
mengingatkan tekanan intra abdominal selama gerakan usus besar, juga meningkatkan
buang air besar dengan tekanan feses kedalam dan kebawah. Dengan begitu pengobatan
rumatan dengan cara mengosumsi cairan yang cukup dan paling tidak 1 liter sehari,
pemberian serat yang cukup, dengan melakukan pijatan kaki dapat merangsang usus besar,
serta toilet training (3).
Selain toilet training, foot massage juga merupakan pengobatan yang difokuskan pada
pusat titik saraf dengan maksut melancarkan sirkulasi darah, yang berfungsi untuk
memaksimalkan pencernaan dan penyerapan zat-zat yang diperlukan tubuh. Menurut
Anderdown, seorang peneliti masalah anak dari Warwick Medical School, Institute of
Education dan Warwick Coventry menyatakan bahwa pemijatan yang dilakukan pada anak
akan meningkatkan kesehatan fisik dan ketahanan tubuh dari berbagai penyakit serta
merangsang cara kerja vagus yang meningkatkan daya peristaltic (4).
Begitupun juga dengan pengaturan diet yang benar pada anak salah satunya yaitu
diet tinggi serat. Serat dapat merangsang pergerakan usus secara teratur serta membantu
memperlunak buangan atau kotoran. Faidah (2012) mengatakan diet tinggi serat merupakan
bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohitdrat yang memiliki
sifat resistensi terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus manusia serta
mengalami fermentasi sebagian atau sebagian diusus besar. Sedangkan toilet training
merupakan sebuah usaha kebiasaan mengontrol buang air keci (BAK) dan buang air besar
(BAB) secara benar dan teratur. Yang bertujuan untuk melatih anak dalam mengontrol
buang air besar dan kecil di kamar mandi (5). Menurut suherman (2014) toilet training
merupakan latihan moral yang pertama kali diterima anak dan sangat berpengaruh pada
perkembangan moral anak selanjutnya. Salah satu cara untuk tetap menjaga kepatuhan
terapi adalah dalam menstimulasi anak yang telah berhasil dalam kegiatan ini dengan
pemberian hadiah (6).

7
Penerbit: Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku
http://ojs.ukim.ac.id/index.php/natuna
MOLUCCAS HEALTH JOURNAL ISSN 2686-1828
Volume 1 Nomor 3, Desember 2019

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas foot massage,
pengaturan diet dan toilet training dalam upaya mengatasi konstipasi pada anak.

METODE

Metode Penelitian yang digunakan berbentuk studi kasus. Penggunaan sampel dengan
purposive sampling dengan 5 anak yang mengalami konstipasi. Penelitian ini dilakukan
pada bulan September sampai Oktober 2019. Lokasi penelitian di wilayah kerja puskesmas
RIjali kota Ambon.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil Asuhan Keperawatan pada pada klien dengan konstipasi Dalam Upaya
Melancarkan BAB Dengan melakukan Foot Massage, Pengaturan Diet dan Toilet Training di
Puskesmas Rijali Ambon selama 1 minggu perawatan, maka bagian ini peneliti akan
membahas tentang kesenjangan antara teori yang ada dan kenyataan yang diperoleh
sebagai hasil pelaksanaan studi kasus yang mengacu pada tahap-tahap proses
keperawatan. Beberapa kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengkajian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan didapatkan tanda dan gejala
konstipasi pada klien, ditemukan klien tidak BAB selama 3 hari, feses yang dikeluarkan
sangat keras, kering dan sangat sakit ketika akan melakukan defekasi. Menurut teori yang
telah dikemukakan oleh Damayanti (2014) ciri-ciri konstipasi yaitu BAB kurang dari 3x dalam
seminggu, defekasi sulit dan disertai rasa sakit, pada periode defekasi paling besar paling
sedikit rentang 7 sampai 30 hari, atau dijumpai masa teraba atau perut pada rectal pada
pemeriksaan fisik. Hal ini menunjukan ciri-ciri konstipasi pada klien bila dibandingkan
dengan teori yang dikemukakan Damayanti (2014) tidak terdapat perbedaan dimana
ditemukan tanda dan gejala konstipasi klien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak ada kesenjangan teori dan praktik (7).

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Damayanti (2014) yang muncul pada pasien konstipasi
yaitu :
1) Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur serta kurangnya asupan
makanan berserat
2) Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan
4) Kurang pengetahuan orang tua tentang anaknya berhubungan dengan kurang informasi
dan kebutuhan belajar (8)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan beberapa masalah
keperawatan diantaranya konstipasi berhubungan dengan pola defekasi yang tidak teratur
serta kurangnya asupan makanan berserat serta nyeri akut berhubungan dengan akumulasi
feses keras pada abdomen. Untuk diagnosa keperawatan perubahan nutrisi dan kurang
pengetahuan orang tua, pada saat dilakukan pengkajian, peneliti tidak menemukan tanda-
tanda yang merujuk pada kedua masalah tersebut.

8
Penerbit: Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku
http://ojs.ukim.ac.id/index.php/natuna
MOLUCCAS HEALTH JOURNAL ISSN 2686-1828
Volume 1 Nomor 3, Desember 2019

c. Intervensi
Sesuai dengan masalah keperawatan yang ditemukan yaitu Konstipasi berhubungan
dengan pola defekasi tidak teratur, serta kurangnya asupan makanan berserat, maka
peneliti melakukan intervensi yang terfokus pada masalah tersebut. Intervensi dan rasional
diagnosa keperawatan Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur serta
kurangnya asupan serat, sebagai berikut :
1) Intervensi
a) Dukung anggota keluarga untuk membuat makanan kesukaan pasien di rumah
b) Brikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi.
c) Lakukan terapi pijatan foot massage pada pasie 15 menit sesudah makan
d) Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
e) Pastikan klien mengonsumsi air putih kira 1-2 liter/hari
f) Obserfasi Mengobserfasi frekuensi, warna dan konsistensi BAB klien setiap hari.
g) Ajarkan metode untuk perencanaan diet, foot massage, dan toilet training pada
orang tua pasien
h) Health Edukasi Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan tentang diet tinggi
serat (8)
Berdasarkan hasil penelitian, dalam penyusunan rencana tindakan keperawatan pada
klien, ditemukan tidak ada kesenjangan secara teori maupun praktik. Intervensi yang
dilakukan sudah sesuai dengan teori dan prosedur operasional yang dilakukan.

d. Implementasi
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, peneliti menggunakan catatan
perkembangan yang merupakan dokumentasi bagi perawat yang terdiri dari SOAP (subjek,
objek, assessment dan perencanaan). Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada
pasien berupa foot massage, pengaturan diet dan toilet training dilakukan sesuai dengan
standar operasional prosedur. Untuk foot massage dilakukan pada pagi dan malam hari
sebelum anak tidur, pengaturan diet dilakukan bersama dengan orang tua dengan
menyediakan buah-buahan seperti papaya dan pisang untuk dikonsumsi sehari 3 kali dan
toilet training yang dilakukan pada pagi hari dan malam hari. Catatan perkembangan
berguna dalam memonitoring rencana tindakan yang sudah dilakukan secara jelas.
Rencana yang telah dibuat dapat dilaksanakan dan dapat diselesaikan atas bantuan dan
kerja sama yang baik antara peneliti dan keluarga.
Berdasarkan hasil penelitian, pada pelaksanaan bagi klien dengan masalah Gangguan
Pencernaan : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur, serta kurangnya
asupan makanan berserat, semuanya dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun.

e. Evaluasi
Secara teoritis, tujuan yang diharapkan pada saat dilakukan evaluasi berdasarkan
masalah adalah dalam waktu 3X24 jam, hasil yang didapatkan adalah masalah gangguan
Pencernaan: Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur serta kurangnya
asupan makanan berserat dapat teratasi. Dengan demikian antara teori dengan hasil
penelitian tidak ditemukan adanya kesenjangan karena foot massage, pengaturan diet dan
toilet training efektif mengatasi konstipasi pada anak.

9
Penerbit: Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku
http://ojs.ukim.ac.id/index.php/natuna
MOLUCCAS HEALTH JOURNAL ISSN 2686-1828
Volume 1 Nomor 3, Desember 2019

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi kasus pada anak dengan masalah konstipasi dalam upaya
melancarkan BAB dengan melakukan Foot Massage, Pengaturan Diet dan Toilet Training di
wilayah kerja Puskesmas Rijali Kota Ambon Selama 7 hari perawatan, terbukti efektif
mengatasi konstipasi pada anak.

REFERENSI

1. Van Den Berg dkk, (2010). Epidemiology of childhood constipation: systematic review.
Am J Gastroenterol. 2
2. Firmansyah, (2009). Konstipasi pada anak. Dalam Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H,
Arif S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku Ajar gastroenterology-Hepatologi. Jilid
1. Cetakan kedua. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia
3. Wong, Donna L, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (6 ed.). Jakarta: EGC, 2012
4. Riksani, (2012). Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Jakarta Timur: Dunia Sehat.
5. Faidah, (2012). Hubungan antara Persepsidan Tingkat Pendidikan Terhadap Sikap Ibu
Tentang Toilet Training pada Anak Usia 1-3 Tahun di wilayah Kelurahan Kampung Sewu
Jebres Surakarta. etd.eprints.ums.ac.id.
6. Suherman, (2000). Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta: EGC
7. Damayanti, (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensip Pada Ibu Bersalin Dan
BayiBaruLahir. Yogyakarta: Deepublish.
8. NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
(T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC

10
Penerbit: Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku
http://ojs.ukim.ac.id/index.php/natuna
SKRIPSI

DESEMBER 2017

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT


TERHADAP POLA DEFEKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT)
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Diusulkan oleh:

MAHARANI AVE MARIA PURBA

C11114114

Pembimbing :

dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K)

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan strata satu program studi
PendidikanDokter

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis masih dapat bernafas dan diberi
kesempatan untuk menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Konsumsi Serat terhadap Pola Defekasi dan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin” ini.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini tentu terdapat banyak kesulitan, namun
berkat bimbingan dan bantuan yang tidak henti-hentinya diberikan kepada tim penulis
dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis
ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang memberikan kekuatan kepadapenulis.

2. Bapak, Ibu, dan Nenek penulis, yang selalu memberikan doanya.

3. Ayahanda Prof. dr. A. Asadul Islam, Sp.BS selaku Dekan Fakultas


Kedokteran Universitas Hasanuddin atas dukungan dannasihatnya.

4. Ayahanda dr. Agussalim Bukhari, M.Clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K) selaku


pembimbing akademik dan pembimbing skripsi penulis yang senantiasa
memberikan arahan, bimbingan, masukan dan bantuan kepada penulis.

5. Para surveilor dan rekanpeneliti.

6. Dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
senantiasa penulis harapkan.

vii
Akhir kata, penulis berharap semoga hasil tulisan ini dapat memberi manfaat
bagi semua pihak.

Makassar, 28 November 2017

Penulis

viii
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT
TERHADAP POLA DEFEKASI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT)
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Maharani Ave Maria Purba, Agussalim Bukhari, Suryani As’ad, Haerani Rasyid
Tugas Akhir Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2017

ABSTRAK

Latar Belakang: Konsumsi buah dan sayur yang merupakan sumber utama serat
semakin dikesampingkan dalam menu makanan sehari-hari. Berdasarkan data
RISKESDAS 2013, proporsi rerata nasional perilaku konsumsi kurang sayur dan atau
buah 93,5%. Gangguan pola defekasi seperti konstipasi telah memengaruhi hampir
20% populasi dunia termasuk Indonesia. Prevalensi penduduk Indonesia yang
mengalami obesitas dan overweight pada kelompok umur dewasa adalah sebesar
28,9%. Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang kekurangan asupan serat ialah
pengetahuan yang kurang, sehingga mempengaruhi seseorang dalam konsumsi serat
makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan dan konsumsi serat terhadap pola defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode analitik. Sampel diambil


dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah 200 orang yang terdiri
dari 100 mahasiswa semester 1 dan 100 mahasiswa semester 7.

Hasil Penelitian: Penelitian menunjukkan bahwa 63% subjek memiliki tingkat


pengetahuan kurang dan sebanyak 89,5% subjek memiliki konsumsi serat kurang.
Mahasiswa yang mengalami konstipasi 49% dan overweight 34,8%. Berdasarkan hasil
analisis hubungan dengan uji Chi Square didapatkan tingkat pengetahuan terhadap
konsumsi serat p=0,777, tingkat pengetahuan terhadap pola defekasi didapatkan nilai
p=0,003, hasil analisis bivariat konsumsi serat terhadap pola defekasi didapatkan nilai
p=0,552 dan hasil analisis bivariat konsumsi serat terhadap indeks massa tubuh (IMT)
didapatkan nilai p=0,004.

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara konsumsi serat dengan tingkat pengetahuan
dengan pola defekasi. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan pola
defekasi serta hubungan konsumsi serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Kata Kunci: Tingkat Pengetahuan, Konsumsi Serat, Pola Defekasi, Konstipasi,


IMT

ix
ASSOCIATION OF LEVEL KNOWLEDGE AND CONSUMPTION OF FIBERS
TO THE PATTERNS OF DEFECATION AND BODY MASS INDEX (BMI) IN
STUDENTS FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY HASANUDDIN

Maharani Ave Maria Purba, Agussalim Bukhari, Suryani As’ad, Haerani Rasyid

Essay, Faculty of Medicine Hasannuddin University Makassar 2017

ABSTRACT

Background: Consumption of fruits and vegetables that are the main source of fiber is
increasingly ruled out in the daily diet. Based on RISKESDAS 2013 data, the proportion
of national average consumption behavior of less vegetable and fruit are 93.5%.
Disorders of defecation patterns such as constipation have affected nearly 20% of the
world's population, including Indonesia. The prevalence of overweight and overweight
Indonesians in the adult age group is 28.9%. One of the factors that cause a person to
lack of fiber intake is the lack of knowledge, thus affecting a person in the consumption
of dietary fiber. This study aims to determine the relationship between the level of
knowledge and fiber consumption to the pattern of defecation and Body Mass Index
(IMT) students of the Faculty of Medicine, University of Hasanuddin.

Research Method: This research use analytical method. Samples were taken by using
purposive sampling technique with the number of 200 people consisting of 100 first
semester students and 100 seventh semester students.

Results: The study showed that 63% of subjects had less knowledge and 89.5% of
subjects had less fiber consumption. 49% of the subjects have constipation and 34.8%
are overweight. Based on the results of the relationship analysis with Chi Square test
obtained the level of knowledge on fiber consumption p = 0.777, the level of knowledge
on the pattern of defecation obtained p value = 0.003, bivariate analysis results of fiber
consumption of defect pattern obtained p value = 0.552 and bivariate analysis results of
fiber consumption to index body mass (BMI) obtained p value = 0.004.

Conclusion: There is no association between fiber consumption with knowledge level


with defect pattern. There is an association between fiber knowledge level with
defecation pattern and fiber consumption with Body Mass Index (BMI).

Keywords: Level of Knowledge, Fiber Consumption, Pattern of Defecation,


Constipation, BMI.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ANTI-PLAGIARISME ........................ vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv
DAFTAR TABEL ................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
1.3.1 Tujuan Penelitian Umum ........................................................ 5
1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus ....................................................... 6
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 7
2.1. Definisi Defekasi.............................................................................. 7
2.2. Anatomi dan Fisiologi Defekasi....................................................... 8
2.3. Konstipasi......................................................................................... 9
2.3.1 Defenisi Konstipasi .............................................................. 9
2.3.2 Epidemiologi Konstipasi ...................................................... 10
2.3.3 Etiologi Konstipasi ...................................................................... 10
2.3.4 Patofisiologi Konstipasi ....................................................... 11
2.3.5 Gejala dan Tanda Klinis Konstipasi ..................................... 12
2.3.6 Diagnosis Konstipasi .................................................................... 12
2.3.7 Faktor-Faktor Resiko Konstipasi ......................................... 13
2.3.8 Penatalaksanaan Konstipasi ................................................. 13
2.3.9 Komplikasi Konstipasi .................................................................. 14

xi
2.4 Konsumsi Serat ................................................................................ 15
2.4.1 Defenisi Serat ......................................................................... 15
2.4.2 Penggolongan Serat Pangan ................................................ 16
2.4.3 Komposisi Kimia Serat Pangan ........................................... 17
2.4.4 Manfaat Seat dalam Makanan .............................................. 18
2.4.5 Anjuran Kebutuhan Serat ..................................................... 20
2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT) ............................................................. 21
2.5.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh (IMT) .............................. 21
2.5.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) ....................................................................... 22
2.6. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi ............... 24
2.7. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 24
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS PENELITIAN 25
3.1 Kerangka Teori ................................................................................. 25
3.2 Kerangka Konsep .............................................................................. 26
3.3 Definisi Operasional.......................................................................... 26
3.3.1 Pengetahuan ........................................................................... 26
3.3.2 Konsumsi Serat ....................................................................... 27
3.3.3 Pola Defekasi .......................................................................... 27
3.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT) ................................................... 28
3.4 Hipotesis ........................................................................................... 28
3.4.1 Hipotesis Null ........................................................................ 28
3.4.2 Hipotesis Alternatif ................................................................ 29
BAB 4 METODE PENELITIAN ........................................................ 30
4.1 Tipe dan Desain Penelitian .............................................................. 30
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 30
4.3 Populasi dan Sampel ........................................................................ 30
4.3.1 Populasi .................................................................................. 30
4.3.2 Sampel .................................................................................... 30
4.4 Kriteria Seleksi ................................................................................ 31
4.4.1 Kriteria Inklusi ........................................................................ 31

xii
4.4.2 Kriteria Eksklusi ..................................................................... 31
4.4.2 Kriteria Drop Out ................................................................... 31
4.5 Teknik Pengambilan dan Besar Sampel ........................................... 31
4.6 Analisis Data ................................................................................... 31
4.6.1 Analisis Univariat .................................................................. 31
4.6.2 Analisis Bivariat .................................................................... 32
4.7 Manajemen Penelitian ...................................................................... 33
4.7.1 Tahap Persiapan ..................................................................... 33
4.7.2 Tahap Pelaksanaan ................................................................ 33
4.7.3 Pengumpulan Data ................................................................ 33
4.7.4 Pengolahan Data ................................................................... 34
4.7.5 Penyajian Data ...................................................................... 34
4.9 Etika Penelitian ................................................................................ 34
4.10 Alur Penelitian ............................................................................... 35
4.11 Anggaran Biaya dan Jadwal Kegiatan ........................................... 35
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN 39
5.1 Analisis Univariat ............................................................................ 39
5.1.1 Gambaran Pola Defekasi ......................................................... 40
5.1.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat ..................................... 41
5.1.3 Distribusi Konsumsi Serat ....................................................... 41
5.1.4 Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................... 42
5.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 43
5.2.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi Serat ...... 43
5.2.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi 44
5.2.3 Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi .................. 45
5.2.4 Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 46
BAB 6 PEMBAHASAN ...................................................................... 47
6.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Konsumsi Serat 47
6.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi 48
6.3 Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi ................ 49
6.4 Hubungan Antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) 50

xiii
BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN ..................... 52
7.1 Ringkasan ........................................................................................ 52
7.2 Kesimpulan ...................................................................................... 52
7.2 Saran ................................................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 54

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xvii


Lampiran I Rekomendasi Persetujuan Etik ............................................. xvii
Lampiran II Surat Izin Penelitian ............................................................ xix
Lampiran III Lembar Penjelasan dan Persetujuan Subjek Penelitian ..... xx
Lampiran IV Kuesioner Penelitian.......................................................... xxi
Lampiran V Rekap Skor Pengetahuan, Konsumsi Serat, IMT, Kejadian
Konstipasi........................................................................... xxv
Lampiran VI Rekap Gambaran Pola Defekasi ........................................ xxxi
Lampiran VII Hasil Pengolahan Data dengan SPSS .............................. xxxii
Lampiran VIII Biodata Peneliti............................................................... xxxvi

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2 Anatomi Saluran Cerna Bawah dan Anorektal ...................... 8


Gambar 2.5.1 Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT) ....................................... 23
Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh)
(IMT) ..................................................................................... 25
Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh)
(IMT) ..................................................................................... 25
Gambar 3.2 Kerangka Konsep dan Variabel ............................................ 26
Gambar 4.6.2 Rumus Chi-Square ................................................................ 32
Gambar 4.10 Alur Penelitian ..................................................................... 35

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.5.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................. 22


Tabel 3.3.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) .................................. 28
Tabel 4.11.1 Anggaran Biaya Penelitian....................................................... 36
Tabel 4.11.2 Jadwal Penelitian ..................................................................... 37
Tabel 5.1.1.1Tabel Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................... 39
Tabel 5.1.1.2 Tabel Distribusi Gambaran Pola Defekasi pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 40
Tabel 5.1.2 Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 41
Tabel 5.1.3 Tabel DistribusiKonsumsi Seratpada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................... 41
Tabel 5.1.4 Tabel Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........................ 42
Tabel 5.2.1 Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi
Serat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin ............................................................................. 43
Tabel 5.2.2 Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola
Defekasi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin ............................................................................. 44
Tabel 5.2.3 Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ..... 45
Tabel 5.2.4 Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin ............................................................................. 46

xvi
Lampiran I
REKOMENDASI PERSETUJUAN ETIK

xvii
Lampiran II
SURAT IZIN PENELITIAN

xviii
Lampiran III

LEMBAR PENJELASAN DAN PERSETUJUAN


SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,
Saya, Maharani Ave Maria Purba, mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, dengan NIM C11114114
sedangmengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Konsumsi Serat terhadap Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Mahasiswa
Kedokteran Universitas Hasanuddin”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan, konsumsi serat, pola defekasi, IMT mahasiswa kedokteran dan
hubungannya. Saya meminta kesediaan Saudara untuk mengisi beberapa pertanyaan
terkait penelitian ini. Partisipasi Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Identitas
pribadi yang Saudara berikan akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan dipublikasikan.
Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan Saudara untuk mengisikuesioner
ini.

Makassar, 2017

Peneliti Peserta Penelitian

( ) ( )

xix
Lampiran IV

KUESIONER PENELITIAN

TINGKAT PENGETAHUAN DAN KONSUMSI SERAT

Nama (Inisial) : No:


Semester :
Jenis Kelamin :
Umur :
TB/BB : cm/ kg

PENGETAHUAN SERAT
1. Apakah yang dimaksud dengan serat?
a. bahan makanan yang tahan terhadap proses hidrolisis enzim pencernaan
manusia
b. bahan makanan yang tidak tahan terhadap proses hidrolisi enzim pencernaan
manusia
c. bahan makanan yang habis setelah bertutut-turut diekstraksi oleh enzim
pencernaan
d. bahan makanan yang tidak habis sampai pada pencernaan di usus halus
manusia

2. Serat makanan secara umum dapat digolongkan menjadi:


a. serat makanan dan serat kasar
b. serat tidak larut air dan serat larut air
c. serat tidak larut enzim dan serat larut enzim
d. serat nabati dan hewani

3. Yang termasuk di dalam soluble fiber antara lain:


a. selulosa, hemiselulosa, lignin
b. selulosa, hemiselulosa, pektin
c. pektin, gum, mueilages
d. lignin, gum, mueilages

4. Soluble fibre banyak ditemukan pada … tanaman, sedangkan insoluble fibre


banyak ditemukan pada… tanaman.
a. pulp, daging
b. pulp, kulit
c. biji, kulit
d. biji, daging

xx
5. Sumber makanan yang tinggi serat antara lain:
a. sereal, biji-bijian, sayur-sayuran
b. sereal, buah-buahan, kentang
c. buah-buahan, sayur-sayuran, kentang
d. kentang, biji-bijian, sayur-sayuran

6. Manfaat soluble fibre antara lain:


a. memperlambat waktu pengosongan lambung
b. mempercepat waktu transit di usus besar
c. mempercepat penyerapan nutrisi di usus halus
d. menarik air bersama feses di usus besar
7. Manfaat insoluble fibre antara lain:
a. memperlambat waktu pengosongan lambung
b. mempercepat waktu transit di usus besar
c. mempercepat penyerapan nutrisi di usus halus
d. menarik air bersama feses di usus besar

8. Serat bersifat menahan air sehingga menghasilkan tinja yang lebih banyak dan
berair sehingga dapat:
a. memperlambat waktu transit di usus besar
b. merangsang absorbs makanan selanjutnya
c. menstimulasi gerakan peristaltik
d. menurunkan tekanan dalam usus besar

9. Serat dapat membantu mengurangi resiko obesitas dengan cara:


a. mengontrol gangguan pada sistem pencernaan
b. meningkatkan frekuensi defekasi
c. mengontrol kadar gula darah post prandial
d. mengurangi pengikatan garam empedu

10. Serat dapat mengurangi tingkat kolesterol dengan cara:


a. serat mengikat lemak dalam hati dan dikeluarkan bersama-sama
b. serat mengikat garam empedu dan dikeluarkan bersama-sama
c. serat meningkatkan absorbsi lemak dalam usus halus
d. serat meningkatkan absorbsi lemak dan mengikat lemak dalam hati

11. Yang merupakan sumber serat yang potensial:


a. wortel dan tomat
b. gandum dan kentang
c. gandum dan beras merah
d. tomat dan wortel

xxi
12. Anjuran kebutuhan serat manusia adalah:
a. 5-10 gram/hari
b. 15-20 gram/hari
c. 25-30 gram/hari
d. 35-40 gram/hari

13. Konsumsi sayur dan/atau buah dikategorikan cukup apabila:


a. 5 porsi/hari selama 7 hari/seminggu
b. 4 porsi/hari selama 7 hari/seminggu
c. 3 porsi/hari selama 7 hari/seminggu
d. 2 porsi/hari selama 7 hari/seminggu

14. Serat makanan dapat membantu mencegah terjadinya:


a. hemoroid, konstipasi, kanker kolon
b. hemoroid, kanker kolon, ileus obstruktif
c. konstipasi, kanker kolon, ileus obstruktif
d. ileus obstruktif, konstipasi, hemoroid

15. Yang merupakan dampak konsumsi serat yang berlebihan:


a. mempengaruhi aktivitas enzim
b. mengganggu saluran cerna
c. flatus berkurang
d. tidak ada

16. Apakah yang menjadi alasan Anda kurang mengonsumsi makanan berserat
seperti sayur dan buah?
Jawaban: …………………………………………………………………………..

POLA DEFEKASI
Berilah tanda (√) pada tabel di bawah ini!
Kriteria Ya Tidak Keterangan
Frekuensi defekasi <
3 kali per minggu
Mengejan
Tinja menggumpal
atau keras
Perasaan tidak selesai
setelah defekasi
Sensasi obstruksi atau
tersumbat pada
anorektal
Pengeluaran tinja
secara manual

xxii
KONSUMSI SERAT (FOOD RECORD)
Sebutkanlah menu makanan Anda selama 3 hari dalam satuan (cth: 1 piring nasi, 1
potong ayam, dll)
Menu Makanan Hari I (Hari Kerja) Hari II (Hari Hari III (Hari
Kerja) Libur)
Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah
Pagi Makanan Makanan Makanan

Siang

Malam

xxiii
Lampiran V

REKAP SKOR PENGETAHUAN, KONSUMSI SERAT, IMT DAN KEJADIAN


KONSTIPASI

No Nama Skor Serat/hari IMT Konstipasi


1 AAS 40.00 6.43 33.20 YA
2 CRS 46.67 7.20 23.73 TIDAK
3 ANP 33.33 2.13 21.08 TIDAK
4 AAY 40.00 2.80 21.50 TIDAK
5 NNN 40.00 11.30 22.22 TIDAK
6 FAH 33.33 1.47 24.24 TIDAK
7 NNO 46.67 4.53 22.06 TIDAK
8 RKA 46.67 6.20 22.01 YA
9 EMA 26.67 8.73 20.93 TIDAK
10 NFF 33.33 3.67 22.51 TIDAK
11 MAM 26.67 2.40 21.48 YA
12 NUR 60.00 3.37 31.22 TIDAK
13 RAA 20.00 4.53 18.03 TIDAK
14 AAA 26.67 7.27 16.32 TIDAK
15 ASA 40.00 4.97 24.56 YA
16 ZPA 33.33 11.20 20.03 YA
17 FAA 40.00 4.30 21.79 TIDAK
18 MIA 33.33 4.87 19.91 TIDAK
19 NAA 20.00 3.97 21.08 TIDAK
20 AMA 20.00 8.33 19.15 TIDAK
21 FAB 33.33 2.87 20.09 YA
22 CAA 46.67 8.17 19.91 TIDAK
23 NQA 40.00 14.60 21.64 TIDAK
24 NAB 26.67 1.43 20.66 YA
25 AAB 26.67 5.46 21.50 YA
26 HAA 40.00 8.80 20.27 YA
27 PYA 40.00 4.10 23.80 TIDAK
28 RMA 53.33 2.93 23.31 YA
29 DJA 40.00 2.30 19.96 YA
30 AIS 33.33 9.16 22.07 TIDAK
31 NMA 46.67 3.37 22.21 YA
32 AAC 53.33 7.83 25.88 TIDAK
33 RAB 46.67 21.80 18.13 TIDAK
34 SAA 40.00 2.23 22.66 YA

xxiv
35 SFA 40.00 6.17 19.84 TIDAK
36 JJJ 46.67 3.70 20.34 TIDAK
37 API 40.00 7.27 25.00 YA
38 NPA 33.33 3.73 23.37 TIDAK
39 RIA 66.67 22.40 17.75 TIDAK
40 GAA 20.00 5.57 20.06 YA
41 DHA 53.33 5.87 23.12 TIDAK
42 NES 33.33 8.97 23.50 YA
43 IYB 46.67 21.90 18.55 TIDAK
44 AFA 60.00 2.77 31.23 YA
45 IVA 60.00 10.70 19.07 TIDAK
46 ARA 60.00 13.70 18.97 YA
47 NFA 26.67 18.00 23.94 YA
48 LAA 26.67 4.43 18.73 YA
49 SAA 26.67 4.43 16.89 YA
50 JTA 53.33 4.93 18.08 TIDAK
51 YXA 13.33 2.27 24.90 YA
52 YTL 46.67 4.50 26.84 TIDAK
53 EAA 40.00 6.40 27.25 TIDAK
54 HRA 60.00 7.60 23.72 TIDAK
55 AMA 20.00 4.47 28.40 TIDAK
56 AMB 46.67 19.33 20.31 YA
57 JGW 33.33 3.10 23.03 YA
58 ARA 40.00 4.93 23.83 TIDAK
59 MZZ 46.67 7.83 22.76 TIDAK
60 SAA 33.33 5.63 24.22 YA
61 ASD 66.67 4.70 29.02 TIDAK
62 IAA 40.00 16.07 22.15 YA
63 ADM 20.00 3.97 23.03 YA
64 SDW 26.67 4.63 16.33 YA
65 ANA 40.00 6.53 27.29 TIDAK
66 MFH 46.67 5.87 18.14 TIDAK
67 HWS 73.33 1.53 16.04 TIDAK
68 RNP 20.00 6.93 23.14 TIDAK
69 MFA 40.00 3.00 21.80 YA
70 VTA 33.33 5.70 27.47 YA
71 MAA 40.00 8.00 20.32 TIDAK
72 SAA 40.00 5.23 19.15 YA
73 APA 20.00 5.77 26.03 YA
74 FJA 6.67 3.60 25.18 TIDAK
75 LAA 33.33 4.70 37.65 YA

xxv
76 FAA 20.00 3.73 24.16 YA
77 AQI 26.67 7.03 19.98 YA
78 AAA 40.00 4.93 24.54 TIDAK
79 FEP 20.00 6.07 30.42 TIDAK
80 VAA 46.67 5.50 17.04 TIDAK
81 FRA 53.33 3.30 21.71 TIDAK
82 EAA 46.67 4.70 20.20 TIDAK
83 AAB 20.00 3.60 19.49 YA
84 KAA 6.67 3.50 26.81 YA
85 WRA 40.00 7.40 20.20 YA
86 IUA 53.33 5.57 20.05 TIDAK
87 AMC 33.33 26.40 21.45 TIDAK
88 MFA 26.67 19.10 22.72 TIDAK
89 JAA 40.00 7.07 18.69 TIDAK
90 MIA 60.00 5.33 20.83 TIDAK
91 IFA 26.67 5.03 23.60 YA
92 AAC 26.67 6.77 22.86 YA
93 MAB 26.67 7.77 19.03 TIDAK
94 LAB 40.00 5.23 35.86 YA
95 KCL 6.67 3.77 26.81 YA
96 AAE 26.67 1.80 20.07 YA
97 IHA 13.33 8.73 24.17 YA
98 MFA 13.33 7.53 26.62 TIDAK
99 SJA 13.33 6.00 24.30 TIDAK
100 RNR 46.67 4.97 22.86 TIDAK
101 NAA 33.33 8.57 21.36 YA
102 NIB 26.67 8.30 19.47 YA
103 NIC 46.67 7.37 18.34 TIDAK
104 VHA 33.33 2.53 31.22 YA
105 DNJ 20.00 7.50 16.18 TIDAK
106 MUA 6.67 6.87 22.75 YA
107 ABA 40.00 3.67 21.33 TIDAK
108 SMM 20.00 16.77 23.23 TIDAK
109 NSA 33.33 3.90 22.89 YA
110 DSA 0.00 13.80 21.08 YA
111 IAA 26.67 11.13 16.66 TIDAK
112 AMA 26.67 6.17 22.55 TIDAK
113 RTS 33.33 4.70 24.77 TIDAK
114 VGA 26.67 9.90 17.15 YA
115 TNZ 20.00 5.43 28.91 YA
116 FZA 26.67 6.43 26.91 YA

xxvi
117 CJS 26.67 4.10 23.44 YA
118 YKI 40.00 9.43 21.71 TIDAK
119 WWA 40.00 2.93 22.86 TIDAK
120 RDA 13.33 2.00 17.58 YA
121 NMA 46.67 5.93 20.32 TIDAK
122 ANR 40.00 2.30 27.77 TIDAK
123 PAA 40.00 1.70 20.27 TIDAK
124 NFK 33.33 12.50 19.91 YA
125 ASA 40.00 1.47 23.92 TIDAK
126 NAM 20.00 3.60 17.19 TIDAK
127 MAA 6.67 3.90 19.07 YA
128 VLS 33.33 3.53 21.78 TIDAK
129 YBP 26.67 1.73 23.51 TIDAK
130 VAA 20.00 2.13 16.53 TIDAK
131 AJP 20.00 1.67 25.32 TIDAK
132 RAA 13.33 7.77 17.36 TIDAK
133 AAA 26.67 3.60 25.64 TIDAK
134 ASN 26.67 3.17 25.68 YA
135 RHF 13.33 6.83 22.03 YA
136 SAZ 33.33 1.40 19.53 YA
137 KSH 26.67 3.97 22.21 YA
138 FSA 26.67 6.63 14.42 YA
139 RIA 20.00 2.93 22.03 YA
140 ACV 33.33 3.17 20.89 TIDAK
141 DLA 20.00 4.93 20.44 YA
142 NNM 26.67 7.33 23.42 TIDAK
143 FAD 0.00 5.07 21.93 YA
144 ANG 20.00 4.57 18.36 YA
145 ETN 20.00 19.10 21.83 YA
146 FMA 0.00 2.83 20.45 YA
147 JAA 26.67 3.53 21.22 YA
148 RRA 33.33 13.40 21.23 YA
149 AMB 26.67 4.07 23.73 TIDAK
150 AAC 26.67 3.83 17.60 YA
151 MIA 40.00 6.57 22.15 TIDAK
152 IFA 6.67 2.10 28.34 TIDAK
153 MRB 33.33 6.27 26.93 YA
154 YAA 20.00 4.20 20.07 YA
155 MAM 20.00 2.63 20.55 YA
156 GAA 33.33 6.00 27.01 YA
157 AZA 40.00 5.77 23.73 TIDAK

xxvii
158 KAP 46.67 3.60 19.84 YA
159 WAA 46.67 4.00 22.58 YA
160 MFA 40.00 8.90 27.73 TIDAK
161 MZA 26.67 1.80 20.07 YA
162 AAA 46.67 4.73 17.04 YA
163 MFN 20.00 3.93 18.93 YA
164 RRA 40.00 3.87 21.64 TIDAK
165 DAA 26.67 3.60 32.66 TIDAK
166 FAA 26.67 5.47 24.49 YA
167 NAA 20.00 7.33 22.23 TIDAK
168 AAB 20.00 3.50 25.39 YA
169 FAB 40.00 3.37 23.94 YA
170 NNA 26.67 1.50 23.18 YA
171 FAC 40.00 4.37 19.59 YA
172 MAB 46.67 4.33 27.64 YA
173 AAC 13.33 3.73 20.76 TIDAK
174 EAA 46.67 4.40 24.09 YA
175 MIB 40.00 5.10 19.44 TIDAK
176 MBA 33.33 5.20 18.01 YA
177 NFS 33.33 6.27 21.51 TIDAK
178 RPA 13.33 3.80 28.69 YA
179 GWA 20.00 8.80 16.53 TIDAK
180 ESA 20.00 3.63 19.38 TIDAK
181 IAA 33.33 7.10 17.90 TIDAK
182 APA 40.00 4.33 23.34 YA
183 MWG 6.67 6.10 20.76 TIDAK
184 MHK 33.33 5.43 25.40 TIDAK
185 MFB 0.00 2.00 29.30 YA
186 MDJ 20.00 12.83 18.75 TIDAK
187 AAD 46.67 5.20 19.81 TIDAK
188 RWA 40.00 4.50 19.96 YA
189 MAN 26.67 6.40 25.84 YA
190 AMY 33.33 4.30 22.47 TIDAK
191 JYF 26.67 3.20 33.41 YA
192 MRB 33.33 8.03 24.09 TIDAK
193 RSA 26.67 4.60 20.20 YA
194 FCS 13.33 22.17 20.96 TIDAK
195 AUA 26.67 4.17 25.95 TIDAK
196 MMA 33.33 8.10 17.99 TIDAK
197 IAB 40.00 4.80 24.74 YA
198 AMR 26.67 7.63 24.90 YA

xxviii
199 ROH 26.67 7.10 22.99 YA
200 AAD 33.33 3.10 23.03 YA
JUMLAH 6446.67 1232.36 4481.94 YA= 98
RATA-RATA 32.23 6.16 22.41 TIDAK=102

xxix
LAMPIRAN VI
REKAP GAMBARAN POLA DEFEKASI

KELUHAN FREKUENSI
MAHASISWA MAHASISWA
KONSTIPASI TIDAK
KONSTIPASI
Frekuensi defekasi <3x per minggu 39 5
Mengejan saat defekasi 58 22
Tinja menggumpal atau keras 55 4
Perasaan tidak selesai setelah defekasi 45 5
Sensasi obstruksi atau tersumbat pada 27 0
anorektal
Pengeluaran tinja secara manual 48 13

xxx
Lampiran VII

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP KONSUMSI SERAT

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pengetahuan *
200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Konsumsi Serat

Tingkat Pengetahuan * Konsumsi Serat Crosstabulation

Konsumsi Serat

Kurang Cukup Total

Tingkat Pengetahuan Kurang Count 114 12 126

Expected Count 112.8 13.2 126.0

Sedang Count 64 9 73

Expected Count 65.3 7.7 73.0

Baik Count 1 0 1

Expected Count .9 .1 1.0


Total Count 179 21 200

Expected Count 179.0 21.0 200.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square .505 2 .777
Likelihood Ratio .601 2 .741
Linear-by-Linear Association .274 1 .601
N of Valid Cases 200

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is .11.

xxxi
TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA DEFEKASI

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pengetahuan * Pola


200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Defekasi

Tingkat Pengetahuan * Pola Defekasi Crosstabulation

Pola Defekasi

Normal Konstipasi Total

Tingkat Pengetahuan Kurang Count 53 73 126

Expected Count 64.3 61.7 126.0

Sedang Count 48 25 73

Expected Count 37.2 35.8 73.0

Baik Count 1 0 1

Expected Count .5 .5 1.0


Total Count 102 98 200

Expected Count 102.0 98.0 200.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)
a
Pearson Chi-Square 11.346 2 .003
Likelihood Ratio 11.866 2 .003
Linear-by-Linear Association 11.247 1 .001
N of Valid Cases 200

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is .49.

xxxii
KONSUMSI SERAT TERHADAP POLA DEFEKASI

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Konsumsi Serat * Pola


200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Defekasi

Konsumsi Serat * Pola Defekasi Crosstabulation

Pola Defekasi

Normal Konstipasi Total

Konsumsi Serat Kurang dari rata-rata Count 90 89 179

Expected Count 91.3 87.7 179.0

Diatas rata-rata Count 12 9 21

Expected Count 10.7 10.3 21.0


Total Count 102 98 200

Expected Count 102.0 98.0 200.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .354 1 .552
b
Continuity Correction .133 1 .715
Likelihood Ratio .356 1 .551
Fisher's Exact Test .647 .359
Linear-by-Linear Association .353 1 .553
N of Valid Cases 200

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.29.
b. Computed only for a 2x2 table

xxxiii
KONSUMSI SERAT TERHADAP INDEKS MASSA TUBUH

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Konsumsi Serat * Indeks


200 100.0% 0 0.0% 200 100.0%
Massa Tubuh

Konsumsi Serat * Indeks Massa Tubuh Crosstabulation

Indeks Massa Tubuh

Tidak
Overweight Overweight Total

Konsumsi Serat Kurang dari rata-rata Count 104 75 179

Expected Count 110.1 68.9 179.0

Diatas rata-rata Count 19 2 21

Expected Count 12.9 8.1 21.0


Total Count 123 77 200

Expected Count 123.0 77.0 200.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.320 1 .004
b
Continuity Correction 7.009 1 .008
Likelihood Ratio 9.947 1 .002
Fisher's Exact Test .004 .002
Linear-by-Linear Association 8.279 1 .004
N of Valid Cases 200

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.09.
b. Computed only for a 2x2 table

xxxiv
Lampiran VIII

BIODATA PENULIS

Nama/ Name : MAHARANI AVE MARIA PURBA

Alamat/Address : Jl. Sahabat No. 34 Kecamatan Tamalanrea,


Makassar, Sulawesi Selatan
Kode Post /PostalCode : 90245
Nomor Telepon/Phone : (+62)82393390823
Email : maharaniavemaria@yahoo.com

Jenis Kelamin/Gender : Perempuan

Tanggal Kelahiran / Date of Birth : Kabanjahe, 20Oktober 1996

Status Marital /MaritalStatus : Belum menikah

Warga Negara/Nationality : Indonesia

Agama/ Religion : Kristen Protestan

Kegemaran/hobby : Membaca, bermain musik, naik gunung

xxxv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan makanan sebagai

kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan dan untuk perbaikan

jaringan tubuh sehingga dapat melaksanakan berbagai kegiatan dalam

kehidupannya. Selain menjadi sumber energi dan zat pembangun, salah satu

fungsi zat makanan adalah sebagai zat pengatur, yaitu mineral dan vitamin

yang terdapat dalam sayur dan buah. Sayur-sayuran dan buah-buahan

merupakan sumber serat pangan yang mudah ditemukan dalam bahan pangan

dan hampir selalu terdapat pada hidangan sehari-hari masyarakat Indonesia,

baik dalam keadaan mentahatau setelah diolah menjadi berbagai macam

bentuk masakan.

Namun akhir-akhir ini terjadi perubahan pola konsumsi pangan yang

menyebabkan menurunnya konsumsi serat hampir di seluruh provinsi di

Indonesia. Konsumsi buah dan sayur yang merupakan sumber utama serat

semakin dikesampingkan dalam menu makanan sehari-hari. Berdasarkan data

RISKESDAS 2013, proporsi rerata nasional perilaku konsumsi kurang sayur

dan atau buah 93,5%. Selain itu, Sulawesi Selatan menempati urutan kelima

terendah konsumsi serat di seluruh provinsi Indonesia dimana kecenderungan

proporsi penduduk ≥10 tahun kurang makan sayur dan buah menurut provinsi

tahun 2013 Sulawesi Selatan sebesar 96,5 % (Riskesdas, 2013).Rata-rata

konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes

RI, 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang

1
dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan

Gizi untuk orang de-wasa usia 19—29 tahun adalah 38 g/hari untuk laki-laki

dan 32 g/hari untuk perempuan (Ambarita, 2014).

Serat merupakan komponen dalam tanaman yang tidak dapat dicerna

oleh enzim pencernaan, secara alami terdapat dalam tanaman (sayuran, buah-

buahan, bijibijian dan kacang-kacangan). Makanan tinggi serat umumnya

memerlukan waktu lebih banyak untuk mengunyah dan mencerna. Makanan

yang mengandung serta tidak larut tidak dicerna dan menambah volume

makanan, sehingga mengurangi risiko konsumsi yang berlebihan. Sedangkan

serat larut air akan berubah menjadi substansi menyerupai gel selama proses

pencernaan dan memperlambat makanan melewati usus sehingga membuat

tubuh kenyang lebih lama. Konsumsi serat yang cukup dapat menurunkan

resiko obesitas.(AFIC, 2010).

Prevalensi IMT lebih, khususnya obesitas meningkat di seluruh dunia

hampir pada setiap negara dan pada semua kelompok usia. Data dari

Riskesdas Depkes RI tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi obesitas

pada kelompok umur dewasa sebesar 15.4 % dan overweight sebesar 13.5 %.

Jika prevalensi obesitas dan overweight digabungkan, maka prevalensi

penduduk Indonesia yang mengalami kelebihan berat badan sebesar 28.9 %

Ini adalah jumlah yang cukup besar karena lebih dari seperempat atau hampir

sepertiga penduduk Indonesia pada kelompok umur dewasa mengalami

kelebihan berat badan. Prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada

tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, sedangkan prevalensi obesitas perempuan

dewasa (>18 tahun) 32,9 persen (Riskesdas, 2013). Faktor utama penyebab

overweight dan obesitas adalah aktivitas fisik yang kurang, perubahan

2
gayahidup, serta pola makan yang salah diantaranya pola makan tinggi lemak

dan rendah serat (Makaryani, 2013).

Serat juga memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi

tubuh. Salah satu gangguan yang dapat terjadi dalam tubuh akibat rendahnya

konsumsi serat adalah gangguan pola defekasi. Kita mengetahui bahwa

defekasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk

keberlangsungan fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada pola defekasi

dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain.

Gangguan pola defekasi yang paling umum adalah konstipasi.

Studi prevalensi konstipasi yang dilakukan sampai saat ini melaporkan

prevalensi populasi konstipasi di Amerika berkisar antara 2% sampai 28%

dimana dalam konteks ini, sebagian besar survei didasarkan hanya pada

laporan sendiri dari konstipasi atau tidak. Konstipasi adalah salah satu

gangguan gastrointestinal yang paling sering di Amerika Serikat (Basson,

2017).Sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengalami masalah konstipasi,

yakni sebesar 5,9% pada usia dibawah 40 tahun, sebesar 4-6% pada individu

yang berusia 70 tahun dan konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut

(Setyani, 2012). Berdasarkan data International US Census Bereau pada tahun

2003 seperti yang dikutip oleh Sari (2009), terdapat sebanyak 3.857.327 jiwa

yang mengalami konstipasi di Indonesia. Prevalensi konstipasi pada wanita

lebih tinggi dibandingkan pada pria, meskipun tidak terpaut jauh (Sari, 2009).

Salah satu faktor yang menyebabkan seseorang kekurangan asupan

serat ialah pengetahuan yang kurang, serupa dengan hasil penelitian Rachmi

(2007), pengetahuan sangat mempengaruhi seseorang dalam konsumsi serat

3
makanan. Tingkat pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola

makan yang salah sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi serat yang

akhirnya mengakibatkan gangguan pola defekasi seperti konstipasi.

Mahasiswa kedokteran yang menuntut ilmu di dunia kesehatan dianggap

mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik dan memahami pentingnya

konsumsi makanan yang dapat membuatnya terhindar dari gangguan

kesehatan, seperti konstipasi. Namun kenyataannya angka kejadian konstipasi

pada mahasiswa kedokteran di Indonesia cukup tinggi, dapat dilihat dari

presentase hasil penelitian terhadap mahasiswa kedokteran yang mengalami

konstipasi Universitas Islam Bandung 2016 (85,87%), Universitas Sumatera

Utara (75,8%) dan resiko mengalami konstipasi Universitas Andalas 2012

(92,98%).

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis akan melakukan penelitian

tentang Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dan Konsumsi Serat terhadap

Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah ―Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan

dan konsumsi serat dengan pola defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin?‖

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 TujuanPenelitian Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan konsumsi serat terhadap

pola defekasi dan Indeks Massa tubuh (IMT) mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pola defekasi pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

b. Untuk mengetahui distribusi tingkat pengetahuan serat pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

c. Untuk mengetahui distribusi konsumsi serat mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

d. Untuk mengetahui distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

e. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan serat terhadap

konsumsi serat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

5
f. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan serat terhadap

pola defekasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

g. Untuk mengetahui hubungan konsumsi serat terhadap pola defekasi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

h. Untuk mengetahui hubungan konsumsi serat terhadap Indeks

Massa Tubuh (IMT) mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:

1. Sebagai masukan dan informasi bagi fakultas maupun mahasiswa

kedokteran untuk usaha perbaikan dan intervensi gangguan pola defekasi.

2. Sebagai bahan bacaan atau data pembanding untuk penelitian selanjutnya

di masa yang akan datang.

3. Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dalam menambah wawasan

dan pengembangan diri khususnya di bidang penelitian.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Defekasi

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa

metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan

melalui anus. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu

terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan

parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar

menguncup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian

sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu

menguncup atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu

proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar

pelvis (Hidayat, 2006).

Rata-rata orang defekasi satu kali sehari, namun frekuensi yang normal

tidak sama pada setiap orang. Pada umumnya frekuensi normal defekasi

adalah berkisar tiga kali sehari sampai tiga kali dalam seminggu. Seseorang

dengan frekuensi defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu dikatakan

mengalami konstipasi dan lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi feses

yang cair dikatakan mengalami diare (Tresca, 2009).

7
2.2 Anatomi dan Fisiologi Defekasi

Gambar 2.2 Anatomi Saluran Cerna Bawah dan Anorektal

Reflex defekasi dipicu oleh gerakan massa di kolon yang mendorong

tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor

regang di dinding rektum. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus

(yaitu otot polos) melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih

kuat.Jika sfingter ani eksternus (yaitu otot rangka) juga melemas maka terjadi

defekasi.Peregangan awal dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin

buang air besar.Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi maka

pengencangan sfingter ani eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi

meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda maka dinding

rektum yang semula teregang secara perlahan melemas, dan keinginan untuk

buang air besar mereda sampai gerakan massa berikutnya mendorong lebih

banyak tinja ke dalam rektum dan kembali meregangkan rektum sema memicu

refleks defekasi. Selama periode inaktivitas, kedua sfingter tetap berkontraksi

8
untuk menjamin kontinensia tinja. Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu

oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan

ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat

meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja

(Sherwood, 2014).

2.3 Konstipasi

2.3.1 Defenisi Konstipasi

Konstipasi adalah kesulitan buang air besar dengan konsistensi

feses yang padat dengan frekuensi buang air besar lebih atau sama

dengan 3 hari sekali. Menurut World Gastroenterology Organization

(WGO) konstipasi adalah defekasi keras (52%), tinja seperti pil/ butir

obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau

defekasi yang jarang (33%) (Rajindrajith dkk, 2009).

Menurut North American Society of Gastroenterology and

Nutrition, konstipasi adalah kesulitan atau lamanya defekasi, timbul

selama 2 minggu atau lebih, dan menyebabkan ketidaknyamanan pada

pasien. Sedangkan menurut Paris Consensus on Childhood

Constipation Terminology menjelaskan definisi konstipasi sebagai

defekasi yang terganggu selama 8 minggu dengan mengikuti minimal

2 gejala sebagai berikut: defekasi kurang dari 3 kali per minggu,

inkontinensia frekuensi tinja lebih besar dari satu kali per minggu,

masa tinja yang keras, masa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan

defekasi, nyeri saat defekasi (Van Den Berg dkk, 2007).

9
2.3.2 Epidemiologi Konstipasi

Konstipasi merupakan salah satu gangguan gastrointestinal

yang paling sering di Amerika Serikat (Basson, 2017), yaitu berkisar

antara 2-15% (Kliegman, 2007).Studi prevalensi konstipasi yang

dilakukan sampai saat ini melaporkan prevalensi populasi konstipasi

berkisar antara 2% sampai 28% dimana dalam konteks ini, sebagian

besar survei didasarkan hanya pada laporan sendiri dari konstipasi atau

tidak. Berdasarkan data International US Census Bereau pada tahun

2003 seperti yang dikutip oleh Sari (2009), terdapat sebanyak

3.857.327 jiwa yang mengalami konstipasi di Indonesia. Prevalensi

konstipasi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria, meskipun

tidak terpaut jauh.Perbandingan prevalensi konstipasi pada wanita dan

pria di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yaitu sekitar

60:40, di RSCM dari sebanyak 2397 pasien dengan gangguan saluran

cerna, terdapat 216 orang yang mengalami konstipasi, 87 di antaranya

adalah pria, dan 129 wanita.Jika dikonversikan 7,2% pria mengalami

konstipasi, sementara pada wanita yaitu 10,8%.

2.3.3 Etiologi Konstipasi

Kemungkinan penyebab tertundanya defeksi yang dapat

menimbulkan konstipasi mencakup (Sherwood, 2014):

a. Mengabaikan keinginan untuk buang air besar

b. Berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi, atau diet

rendah serat

10
c. Obstruksi gerakan feses di usus besar oleh tumor lokal atau

spasme kolon

d. Gangguan reflex defekasi, misalnya karena cedera jalur-

jalur saraf yang terlibat

2.3.4 Patofisiologi Konstipasi

Reflex defekasi dipicu oleh gerakan massa di kolon yang

mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum

merangsang reseptor regang di dinding rektum. Refleks ini

menyebabkan sfingter ani internus (yaitu otot polos) melemas dan

rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Sfingter anal

eksterna kemudian menjadi relaksasi dan feses dikeluarkan mengikuti

peristaltik kolon melalui anus. Relaksasi sfingter tidak cukup kuat,

maka sfingter ani eksterna dibantu otot puborektal akan berkontraksi

secara refleks dan refleks sfingter interna akan menghilang, sehingga

keinginan defekasi juga menghilang. Proses defekasi yang tidak lancar

akan menyebabkan feses menumpuk hingga menjadi lebih banyak dari

biasanya dan dapat menyebabkan feses mengeras yang kemudian dapat

berakibat pada spasme sfingter ani. Feses yang terkumpul di rektum

dalam waktu lebih dari satu bulan menyebabkan dilatasi rektum yang

mengakibatkan kurangnya aktivitas peristaltik yang mendorong feses

keluar sehingga menyebabkan retensi feses yang semakin banyak.

Peningkatan volume feses pada rektum menyebabkan kemampuan

sensorik rektum berkurang sehingga retensi feses makin mudah terjadi

(Van Den Berg dkk, 2007).

11
2.3.5 Gejala dan Tanda Klinis Konstipasi

Gejala-gejala ini mencakup rasa tidak nyaman di abdomen,

nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai

mual, dan depresi mental.Berbeda dari anggapan umum, gejala gejala

ini tidak disebabkan oleh toksin yang diserap dari bahan tinja yang

tertahan. Meskipun me tabolisme bakteri menghasilkan bahan- bahn

yang mungkin toksik di kolon namun bahan-bahan ini normalnya

mengalir melalui sistem porta dan disingkirkan oleh hati sebelum dapat

mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan

konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjangan usus besar,

terutama rektum; gejala segera hilang setelah peregangan mereda

(Sherwood, 2014).

2.3.6 Diagnosis Konstipasi

Diagnosis konstipasi dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria

Rome III.Kriteria diagnosis tersebut terdiri dari kriteria general dan

kriteria spesifik (Lindberg dkk, 2010).

Kriteria general:

a. Adanya paling sedikit 3 bulan selama satu periode 6 bulan

b. Terdapat kriteria spesifik setidaknya satu dari empat kali

defekasi

c. Tidak cukupnya kriteria untuk inflammatory bowel syndrome

(IBS)

d. Tidak ada tinja atau jarangnya pengeluaran tinja

Kriteria spesifik, terdapat dua atau lebih gejala:

12
a. Mengejan

b. Tinja yang menggumpal atau keras

c. Perasaan tidak selesai setelah defekasi

d. Sensasi obstruksi atau tersumbat pada anorektal

e. Mengaplikasikan maneuver digital atau pengeluaran secara

manual untuk memfasilitasi defekasi

f. Frekuensi defekasi <3 kali per minggu.

2.3.7 Faktor-Faktor Resiko Konstipasi

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko konstipasi antara

lain(Lindberg, 2010)

a. Kurangnya asupan serat

b. Kurangnya latihan fisik dan tidak aktif

c. Penuaan

d. Stress, gangguan emosional/psikologi, depresi

e. Asupan kalori rendah

f. Jumlah obat yang diminum

2.3.8 Penatalaksanaan Konstipasi

Kebanyakan kasusdapat dikelola secara memadai dengan

pendekatan simtomatik:

a. Pendekatan pengobatan yang bergradasi didasarkan pada

rekomendasi perubahan gaya hidup dan diet, menghentikan

atau mengurangi obat yang menyebabkan sembelit, dan

pemberian suplemen serat atau agen pembentuk curah lainnya.

13
Secara bertahap peningkatan serat (baik sebagai suplemen

standar atau tergabung dalam makanan) dan asupan cairan

umumnya dianjurkan.

b. Langkah kedua dalam pendekatan bergradasi adalah

menambahkan obat pencahar osmotik. Terbukti untuk

penggunaan polietilen glikol, tapi ada juga bukti bagus untuk

itu laktulosa. Obat baru lubiprostone dan linaclotide berperan

dengan merangsang sekresi ileum dan dengan demikian

meningkatkan air tinja.

c. Langkah ketiga mencakup obat pencahar stimulan, enema, dan

obat prokinetik. Obat pencahar stimulan dapat diberikan secara

oral atau rektal untuk merangsang aktivitas motor kolorektal.

Obat prokinetik juga dimaksudkan untuk meningkatkan

aktivitas pendorong usus besar namun berbeda dengan obat

pencahar stimulan, yang seharusnya hanya diambil terkadang,

mereka dirancang untuk dikonsumsi setiap hari (Lindberg,

2010)

2.3.9 Komplikasi Konstipasi

Rektum akan relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang apabila

defekasi tidak sempurna. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses

yang menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya

lebih sukar. Tekanan feses berlebihan menyebabkan kongesi vena

hemoroidalis interna dan eksterna, dan merupakan salah satu penyebab

hemoroid (vena varikosa rectum). Mengejan terlalu sering dapat

14
menimbulkan kerusakan saraf ekstrinsik apabila telah mengenai lantai

pelvis (Reynolds, 2012). Kanker kolon dan rectum merupakan kanker

saluran cerna yang paling sering terjadi pada penderita konstipasi.

Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah hipertensi arterial, impaksi

fekal, fisura, serta megakolon (Setyani, 2012).

2.4 Konsumsi Serat

2.4.1 Defenisi Serat

Definisi fisiologis serat pangan (dietary fiber) adalah sisa sel

tanaman setelah dihidrolisis enzim pencernaan manusia. Serat

makanan adalah komponen bahan makanan nabati yang penting yang

tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim-enzim pada sistem

pencernaan manusia. Komponen yang terbanyak dari serat makanan

ditemukan pada dinding sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa

structural seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan ligin.

Pengertian serat pangan tidak sama dengan serat kasar (crude

fiber). Yang dimaksud dengan serat kasar adalah zat sisa asal tanaman

yang biasa dimakan yang masih tertinggal setelah bertutut-turut

diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan alkali. Dengan

demikian nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan,

kurang lebih hanya seperlima dari seluruh nilai serat pangan (Beck,

2011).

15
2.4.2 Penggolongan Serat Pangan

Serat pangan dapat digolongkan menjadi serat tidak larut dan

serat larut, yaitu : (Lestiani dkk, 2011).

a. Serat tidak larut (tidak larut air)

Serat tidak larut air diartikan sebagai serat pangan yang tidak

larut dalarn air panas rnaupun dingin. Sebagian besar serat

dalam bahan pangan merupakan serat yang tidak dapat larut.

Serat tidak larut terdiri dari karbohidrat yang mengandung tiga

macam polisakarida selulosa, hemiselulosa dan non karbohidrat

yang mengandung lignin. Sumber-sumber selulosa adalah kulit

padi, kacang polong, kubis, apel sedangkan hemiselulosa

adalah kulit padi dan gandum. Sumber-sumber lignin adalah

wortel, gandum dan arbei.

b. Serat larut (larut dalam air)

Serat larut air diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut

dalarn air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh air

yang telah dicarnpur dengan ernpat bagian etanol.Serat yang

larut dalam air bersifat mudah dicerna. Serat larut air terdiri

dari pektin, gum, B-glukan dan psylium seed husk (PSH).

Bahan makanan yang kaya akan pektin adalah apel, arbei dan

jeruk. Gum banyak terdapat pada oatmeal dan kacang-

kacangan. Bekatul (oat) banyak mengandung B-glukan.PSH

adalah serat larut yang banyak terdapat pada tanaman plantago

ovate.

16
2.4.3 Komposisi Kimia Serat Pangan

Dengan metode analisis kimia yang modern, serat makanan

dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama: (Beck, 2011)

a. Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang merupakan tipe serat yang paling

umum dijumpai. Benang-benang serat yang panjang dan ulet

memberikan bentuk serat kekakuan pada tanaman, dan akan

menyelip diantara gigi-geligi manusia. Sayuran merupakan sumber

makanan yang kaya akan selulosa

b. Pektin

Pektin dan musilago. Bahan-bahan serat ini memiliki komposisi

yang serupa. Bahan tersebut semuanya merupakan polisakarida

non/selulosa tetapi dengan fungsi yang berbeda-beda di dalam

tanaman. Pektin bergabung dengan air membentuk gel. Keberadaan

pektin dalam buah memungkinkan dipertahankannya air di dalam

buah tersebut, misalnya sebutir jeruk mengandung air sebanyak 85

persen.Musilago ditemukan bercampur dengan endosperm dalam

biji sebagai tanaman.Bahan ini dapat mengikat air sehingga

mencegah keringnya biji dalam keadaan tak aktif. Biji pada buncis,

kacang polong, kacang kapri merupakan sumber yang kaya akan

serat musilago.

c. Lignin

Lignin merupakan serat yang memberikan bentuk struktur dan

kekuatan yang khas bagi kayu tanaman. Jumlah lignin dalam

17
sebatang pohon bervariasi antara 10 hingga 50 persen dan jumlah

ini tergantung spesies dan maturitas pohon tersebut.

2.4.4 Manfaat Serat dalam Makanan

Fungsi dari serat sangat bervariasi tergantung dari sifat fisik

jenis serat yang dikonsumsi (Tala, 2009)

a. Serat larut akan memperlambat waktu pengosongan lambung,

meningkatkan waktu transit, mengurangi penyerapan beberapa zat

gizi. Sebaliknya serat tak larut akan memperpendek waktu transit

dan akan memperbesar massa feses

b. Kemampuan menahan air ini serat akan membentuk cairan kental

yang memiliki beberapa pengaruh terhadap saluran cerna, yaitu :

c. Waktu pengosongan lambung lebih lama. Cairan kental (gel)

tersebut menyebabkan kimus yang berasal dari lambung berjalan

lebih lama ke usus. Hal ini menyebabkan makanan lebih lama

dilambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang. Keadaan

ini juga memperlambat proses pencernaan karena karbohidrat dan

lemak yang tertahan dilambung belum dapat dicerna sebelum

masuk ke usus

d. Mengurangi bercampurnya isi saluran cerna dan enzim pencernaan.

Cairan kental yang terbentuk membuat adanya penghambat yang

mempengaruhi kemampuan makanan untuk bercampur dengan

enzim pencernaan

e. Menghambat fungsi enzim. Cairan kental yang terbentuk

mempengaruhi proses hidrolisis enzimatik didalam saluran cerna

18
misalnya gum dapat menghambat peptidase usus yang dibutuhkan

untuk pemecahan peptida menjadi asam amino. Aktivasi lipase

pankreas juga berkurang sehingga menghambat pencernaan lemak.

f. Mengurangi kecepatan penyerapan nutrisi

g. Mempengaruhi waktu transit di usus

Beberapa jenis serat seperti lignin, pektin, dan hemiselulosa

dapat berikatan dengan enzim atau nutrisi didalam saluran cerna yang

memiliki efek fisiologis seperti:

a. Mengurangi absorbsi lemak sehingga akan terus ke usus besar

untuk diekskresi

b. Mengikat garam empedu sehingga micelle tidak dapat direabsorbsi

dan diresirkulasi melalui siklus enterohepatik

c. Menurunkan kadar kolesterol serum dengan meningkatnya ekskresi

garam empedu dan kolesterol serta berdegradasi dengan serat di

kolon sehingga menghambat sintesis asam lemak

d. Mempengaruhi keseimbangan mineral dengan berikatan dengan

kation seperti kalsium, seng, dan zat besi.

Metabolit utama yang terbentuk dari fermentasi serat adalah

asam lemak rantai pendek yang kemudian akan berperan dalam

meningkatkan absorbsi air, merangsang proliferasi sel, sebagai sumber

energi dan akan menimbulkan lingkungan asam di usus. Jenis serat

yang tidak larut atau yang lambat difermentasi berperan dalam

merangsang proliferasi bakteri yang bermanfaat untuk detoksifikasi

dan meningkatkan volume usus.

19
2.4.5 Anjuran Kebutuhan Serat

Menurut Depkes Republik Indonesia, rata-rata konsumsi serat

penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari(Depkes RI,

2008).Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang

dianjurkan.Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk

mencegah terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. United State Food

Dietary Analysis menyatakan anjuran untuk total dietary fiber adalah

25g 2000kalori atau 30g 2500kalori. American Diabetic Assosiation

menetapkan kebutuhan serat 25- 50g/hari untuk pencegahan penyakit

diabetes. Pada sensus nasional pengelolaan diabetes di Indonesia

menyarankan konsumsi serat sebanyak 25g/hari walaupun sudah ada

ketetapan tersebut tetapi harus diperhtikan kebiasaan makan, penyakit

yang diderita dan keluhan-keluhan lainnya (Lestiani dkk, 2011).

Orang dewasa mestinya mengonsumsi serat 20-35g per hari

atau 10-133 per 1.000 kkal menu. Bagi masyarakat AS dianjurkan

mengkonsumi serat makanan 25 g per 2.000 hkal menu atau 30 g per

2.500 kkal menu sehari. Kenyataannya asupan serat makanan pada

masyarakat AS lebih rendah dari anjuran, umumnya 10-15 g per

hari.Asupan serat 20-35 g setara 9 - 13 buah apel atau 12-16 potong

roti gandum per hari. Untuk anak di atas usia dua tahun, cukup 5 g

serat makanan per hari, dan ditingkatkan seirama dengan

bertambahnya usia (Williams CL, 1995), hingga mencapai asupan 25 •

35 g per hari setelah berusia 20 tahun.

Serat diperoleh dari makanan nabati, seperti buah, sayuran, biji-

bijian, dan kacang-kacangan. Serat makanan dalam sayuran yang

20
dimasak meningkat dibandingkan dengan sayuran mentah. Sayuran

rebus memiliki kadar serat paling tinggi (6,40%), disusul sayuran

kukus (6,24%) sayuran dimasak santan (5,98%), dan sayuran mentah

5,97%.

Terkhusus pada sayur dan buah, berdasarkan Pedoman Gizi

Seimbang (PGS) tahun 2014 yang diterbitkan oleh Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, orang Indonesia dianjurkan konsumsi

sayuran dan buah-buahan 300-400 gram/orang/hari untuk anak balita

dan anak usia sekolah, dan 400-600 gram/orang/hari untuk remaja dan

dewasa. Sekitar 2/3 dari jumlah sayuran dan buah-buahan tersebut

adalah porsi sayur (Kemenkes RI, 2013).

2.5 Indeks Massa Tubuh (IMT)

2.5.1 Pengertian Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung sebagai berat badan dalam

kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m 2) dan

tidak terikat pada jenis kelamin. IMT secara signifikan berhubungan

dengan kadar lemak tubuh total sehingga dapat dengan mudah

mewakili kadar lemak tubuh. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk

orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas, IMT tidak diterapkan

pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Disamping itu pula IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan

khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites dan hepatomegali.

21
Menurut rumus metrik: (CDC,2009)

Berat Badan (Kg)


IMT= ------------------------
[ Tinggi badan (m) ]2

Gambar 2.5.1 Rumus Indeks Massa Tubuh (IMT)

Atau menurut rumus Inggris:

IMT= Berat badan (lb)/ [Tinggi badan (in)]2 x 703

Tabel 2.5.1KlasifikasiIMT (WHO, Western Asia Pasifik)

Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas.

Standar baru untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998

mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau

underwegiht, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau

overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal

bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas

dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (>30).

2.5.2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh

(IMT)

Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi IMT, yaitu (Asil

dkk, 2014)

22
a. Usia

Prevalensi obesitas meningkat secara terus menerus dari usia 20-60

tahun. Setelah usia 60 tahun, angka obesitas mulai menurun

b. Jenis Kelamin

Pria lebih banyak mengalami overweight dibandingkan wanita.

Distribusi lemak tubuh juga berbeda pada pria dan wanita, pria

cenderung mengalami obesitas visceral dibandingkan wanita.

c. Genetik

Beberapa studi membuktikan bahwa faktor genetik dapat

memengaruhi berat badan seseorang. Penelitian menunjukkan

bahwa orangtua obesitas menghasilkan proporsi tertinggi anak-

anak obesitas.

d. Pola Makan

Pola makan yang dapat diamati meliputi frekuensi makan, waktu

makan dan tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi termasuk asupan

zat gizi makro, asupan serat, asupan sarapan pagi, pola konsumsi

fast food, pola konsumsi makanan/minuman manis.

e. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik mencermikan gerakan tubuh yang disebabkan oleh

kontraksi otot menghasilkan energy ekspenditur. Bermain bola,

berjalan kaki,naik-turun tangga merupakan aktvitas fisik yang baik

untuk dilakukan. Aktivitas fisik yang berdasarkan gaya hidup

cenderung lebih berhasil menurunkan berat badan dalam jangka

panjang dibandingkan dengan program latihan yang terstruktur

(Sugondo, 2010).

23
2.6. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi

Konsumsi serat yang adekuat dapat menurunkan resiko konstipasi dengan cara

memperlambat meningkatkan waktu transit dan memperbesar massa feses

sehingga proses defekasi dapat berjalan lancar. Peningkatan konsumsi

makanan berserat meurunkan waktu transit materi feses melalui kolon,

meningkatkan frekuensi defekasi, pola defekasi menjadi teratur, dan

mengurangi kerasnya feses. Serat tidak larut air yang lewat melalui saluran

pencernaan dapat membuat feses lebih lunak dan banyak. Utamanya pada

serat yang ditemukan pada produk biji-bijian utuh sangat membantu

menyembuhkan dan mencegah konstipasi (Clifford et al, 2015).

2.7. Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Serat dapat menurunkan resiko overweight dengan cara memperlambat

pengosongan lambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang (Beck,

2011) serta menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara meningkatkan

ekskresi garam empedu dan kolesterol serta menghambat sintesis asam

lemak.Serat kental dapat menurunkan tingkat kolesterol darah terutama

kolesterol LDL (Slavin & Jacobs, 2010). Telah dilaporkan bahwa efek

peningkatan asupan serat lebih mengesankan pada individu obesitas.Pada

kelompok ini disimpulkan bahwa peningkatan rata-rata asupan serat dari 15

gram/hari menjadi 25-30 gram/hari membantu mengurangi prevalensi obesitas

(Slavin J, 2005).

24
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL &HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, maka disusunlah pola variabel

sebagai berikut.

Tingkat Pola Makan


pengetahuan
serat Genetik

Kurangnya IMT LEBIH Kurangnya


asupan serat (OVERWEIGHT) aktivitas fisik

Kurang asupan Jenis kelamin


cairan

Umur
Asupan kalori POLA DEFEKASI
rendah TERGANGGU
(KONSTIPASI) Idiopatik
Konsumsi
Stres
obat-obatan

Kehamilan
Hiperkalsemia

Kelainan
Hipertiroidisme saluran cerna

Gambar 3.1 Kerangka Teori Pola Defekasi dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

25
3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep pemikiran yang dikemukakan, maka disusunlah

pola variabel sebagai berikut.

Pengetahuan Serat Pola Defekasi

Konsumsi Serat IMT

Variabel independen

Variabel dependen

Gambar 3.2 Kerangka Konsep dan Variabel

3.3 Definisi Operasional

3.3.1 Pengetahuan

Defenisi :Kemampuan responden dalam menjawab pertanyaan

mengenai serat yaitu: jenis serat, sumber serat, angka

kecukupan serat per hari, manfaat serat, dan dampak

kurang serat.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Kurang, apabila skor tingkat pengetahuan responden

<40% dari jawaban yang benar.

- Sedang, apabila skor tingkat pengetahuan

responden 40-70% dari jawaban yang benar.

- Baik, apabila skor tingkat pengetahuan responden

>70% dari jawaban yang benar.

26
Skala : Ordinal

3.3.2 Konsumsi Serat

Defenisi : Rata-rata jumlah serat yang dikonsumsi dalam sehari

oleh individu dalam satuan gram.

Alat ukur : Food record yang dibagikan kepada mahasiswa.

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Kurang dari rata-rata nasional, apabila konsumsi

serat <10,5 gram/hari.

- Di atas rata-rata nasional, apabila konsumsi serat

>10,5 gram/hari

Skala : Ordinal

3.3.3 Pola Defekasi

Defenisi : Pola defekasi dikatakan terganggu atau konstipasi

apabila terdapat dua atau lebih kriteria: (1) frekuensi

defekasi <3 kali per minggu; (2) mengejan; (3) tinja

yang menggumpal atau keras; (4) perasaan tidak selesai

setelah defekasi; (5) sensasi obstruksi atau tersumbat

pada anorektal, dan (6) pengeluaran secara manual

untuk memfasilitasi defekasi.

Alat ukur : Kuesioner

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Konstipasi, apabila memenuhi 2 atau lebih kriteria

27
- Tidak konstipasi, apabila memenuhi kurang dari 2

kriteria

Skala : Ordinal

3.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Defenisi : Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil

dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB) seseorang.

Alat ukur : Tabel Klasifikasi IMT

Tabel 3.3.4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur :- Overweight apabila IMT >23

- Tidak overweight apabila IMT <23

3.4 Hipotesis Penelitian

3.4.1 Hipotesis Null

a. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat

dengan konsumsi serat.

28
b. Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat

dengan pola defekasi.

c. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan pola

defekasi.

d. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan

Indeks Massa Tubuh (IMT).

3.4.2 Hipotesis Alternatif

a. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan

konsumsi serat.

b. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan

pola defekasi.

c. Terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan pola

defekasi.

d. Terdapat hubungan antara konsumsi serat dengan Indeks

Massa Tubuh (IMT).

29
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Tipe dan Desain Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah analitik, dan desain penelitian yang

digunakan adalah cross sectional, yaitu peneliti mencari asosiasi antara

variabel pengaruh terhadap variabel efek, dengan menggunakan data primer

yang diperoleh dengan menggunakan lembar isian. Studi cross sectional

mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya

dilakukan hanya satu kali.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

pada bulan Novemer 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

4.3.2 Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan teknikpurposive sampling

dengan jumlah 200 orang yang terdiri dari 100 mahasiswa semester 1

dan 100 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

semester 7 yang memenuhi kriteria seleksi dan terpilih sebagai subjek

penelitian.

30
4.4 Kriteria Seleksi

4.4.1 Kriteria Inklusi

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester 1 dan 7

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang bersedia

berpartisipasi dalam penelitian.

4.4.2 Kriteria Eksklusi

Mahasiswa yang memiliki faktor resiko lain selain konsumsi serat.

4.4.3 Kriteria Drop Out

Mahasiswa yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap dan yang

mengundurkan dari dari penelitian ini.

4.5 Teknik Pengambilan dan Besar Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara proportionate stratified random

sampling, dimana semua subjek yang datang berurutan dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang

diperlukan terpenuhi.

Sampel yang digunakan sebanyak 200 orang yang terdiri dari 100 orang

mahasiswa semester I dan 100 orang mahasiswa semester 7.Dari 100 orang

tersebut, terdiri dari 50 mahasiswa laki-laki dan 50 mahasiswa perempuan.

4.6 Analisis Data

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui angka kejadian

konstipasi responden.

Rumus persentase: x 100%

31
4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan dari variabel

bebas yaitu konsumsi serat dan frekuensi olahraga dengan kejadian

konstipasi mahasiswa yang masing-masing skala kategorik dengan

menggunakan uji Chi Square untuk meneliti hipotesis.

Gambar 4.6.2 Rumus Chi-Square

( )

Keterangan:

O: frekuensi yang didapatkan dari pengamatan.

E: frekuensi yang diharapkan.

Dasar pengambilan keputusan adanya hubungan tersebut

berdasarkan tingkat kesalahan (α) = 0,05, dengan penafsiran signifikansi

(nilai p) yaitu: a. Jika nilai p > 0,05 maka tidak ada hubungan. b. Jika nilai

p < 0,05 maka ada hubungan. Kemudian untuk memperoleh kejelasan

tentang dinamika hubungan antara faktor risiko dan faktor efek dilihat

melalui nilai odd ratio (OR).

Prinsip uji Chi-Square:

a. Merupakan analisis data kategorik.

b. Data dalam bentuk frekuensi (bukan proporsi/persentase).

c. Menghitung besar perbedaan antara nilai pengamatan (observed

frequencies) dengan nilai harapan (expected frequencies).

d. Syarat: besar sampel cukup. Expected frequencies< 1 dan banyaknya sel

dengan expected frequency< 5 tidak lebih dari 20% dari banyak sel

seluruhnya.

32
Bila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, maka akan digunakan uji

Fisher’s Exact Test.

4.7 Manajemen Penelitian

4.7.1 Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan penelitian, tim peneliti akan memenuhi

administrasi untuk melakukan penelitian di Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

4.7.2 Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Peneliti membagikan kuisioner sesuai dengan batasan yang

diinginkan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang

mana kriterianya antara lain mahasiswa Semester I dan VII yang

bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

2. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil

penelitian.

3. Penarikan kesimpulan dari penelitian.

4.7.3 Pengumpulan Data

Data dari penelitian ini diperoleh dengan pengumpulan data primer

yaitu dengan membagikan kuesioner untuk diisi oleh mahasiswa

kedokteran FK Unhas dan diseleksi sesuai kriteria.Kemudian

melakukan pengamatan terhadap data kuisioner yang telah

dikumpulkan dan mengolah data.

33
4.7.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft

Excel dan aplikasi SPSS.

4.7.5 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel yang

dilengkapi dengan penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai

dengan tujuan penelitian.

4.9 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan permohonan izin kepada

institusi tempat pengambilan sampel. Kemudian peneliti melakukan penelitian

dengan menekankan masalah etik yaitu:

Tanpa nama (Anomity) yaitu untuk menjaga kerahasian, peneliti tidak akan

mencantumkan nama pasien. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas subjek

yang terdapat pada penelitian, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang

merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

34
4.10 Alur Penelitian

Gambar 4.10 Alur Penelitian

Rumusan
Masalah
Kriteria Inklusi
dan Eksklusi

Landasan
Teori Populasi Sampel

Rumusan Pengumpulan
Analisis Data
Hipotesis Data

Pengembangan Pengujian Simpulan dan


Instrumen Instrumen Saran

35
4.11 Anggaran Biaya dan Jadwal Kegiatan

Anggaran Biaya:

Tabel 4.11.1 Anggaran Biaya Penelitian

Jumlah Jumlah
Jenis Pengeluaran Harga
(satuan) Biaya

Pembuatan proposal dan

penelusuran pustaka

a. Fotokopi proposal 3 Rp 7.000,- Rp 21.000,-

b. Kelengkapan berkas lainnya 1 Rp 50.000,- Rp 50.000,-

Pengurusan izin penelitian

a. Fotokopi kelengkapan izin 5 Rp 4.400,- Rp 22.000,-

untuk komisi etik

b. Biaya pengurusan etik 1 Rp 75.000,- Rp 75.000,-

penelitian

Pelaksanaaan kegiatan

a. Alat tulis 1 Rp 10.000,- Rp 10.000,-

b. Kuesioner 200 Rp 200.000,- Rp 200.000,-

Pengolahan data dan

pembuatan laporan

a. Fotokopi hasil penelitian 3 Rp 7.000,- Rp 21.000,-

b. Fotokopi skripsi 3 Rp 21.000,- Rp 63.000,-

c. Jilid skripsi 3 Rp 20.000,- Rp 60.000,-

Lain-Lain

Biaya tidak terduga Rp 300.000,-

36
Total Rp 822.000,-

Jadwal Kegiatan:

Tabel 4.11.2 Jadwal Kegiatan Penelitian

OKTOBER NOVEMBER DESEMBER


NO NAMA KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
TAHAP
1
PERSIAPAN
Pembuatan dan
pengajuan
permohonan
bimbingan
Diskusi dengan
dosen pembimbing
Pembuatan dan
pengesahan proposal
penelitian
Pengajuan proposal
penelitian
Pembuatan
kelengkapan
perizinan
TAHAP
2
PELAKSANAAN

Pembagian kuesioner

Diskusi dengan
pembimbing

Analisis data

TAHAP
3
PELAPORAN
Penyusunan
rancangan (draft)
laporan penelitian

37
Diskusi dengan
pembimbing
Pencetakan,
pengesahan dan
penggandaan
laporan hasil
Penelitian
Penyetoran laporan
hasil penelitian
Presentasi dan
Publikasi laporan
hasil penelitian

38
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1. Analisis Univariat

1. Gambaran Pola Defekasi

Tabel Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.1.1 Sumber: Data Primer, 2017

Pola Defekasi n %

Konstipasi 98 49

Tidak Konstipasi 102 51

Total 200 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

yang termasuk kategori konstipasi sebanyak 98 mahasiswa (49%) dan

yang termasuk kategori tidak konstipasi sebanyak 102 mahasiswa (51 %).

39
Tabel Gambaran Pola Defekasi pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.1.2 Sumber: Data Primer, 2017

Kriteria Konstipasi Tidak Total %


Konstipasi
Frekuensi defekasi <3x
seminggu 39 5 44 13,7
Mengejan saat defekasi 58 22 80 24,9
Tinja menggumpal atau
keras 55 4 59 18,4
Perasaan tidak selesai
setelah defekasi 45 5 50 15,6
Sensasi obstruksi atau
tersumbat pada
anorektal 27 0 27 8,4
Pengeluaran tinja secara
manual 48 13 61 19
Total Keluhan 272 49 321 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

terdapat 321 kasus gangguan pola defekasi baik yang mengalami

konstipasi maupun tidak mengalami konstipasi. Sebanyak 44 mahasiswa

(13,7%) mempunyai frekuensi defekasi kurang dari 3 kali seminggu, 80

mahasiswa (24,9%) melakukan usaha mengejan saat defekasi, 59

mahasiswa (18,4%) mempunyai tinja menggumpal atau keras saat

defekasi, 50 mahasiswa (15,6%) merasa tidak selesai setelah defekasi, 27

mahasiswa (8,4%) mengalami sensasi obstruksi atau sumbatan pada

anorektal dan 61 mahasiswa (19%) melakukan pengeluaran tinja secara

manual saat defekasi.

Dari 102 mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi, sebanyak 49

mahasiswa (48%) yang mengalami gangguan defekasi, memenuhi 1 dari

40
kriteria dan 53 mahasiswa (62%) yang mempunyai pola defekasi normal.

2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat

Tabel Distribusi Tingkat Pengetahuan Serat pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.2 Sumber: Data Primer, 2017

Tingkat Pengetahuan Serat n %


Kurang 126 63

Sedang 73 36,5

Baik 1 0,5
Total 200 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa, yang

memiliki tingkat pengetahuan serat yang kurang 126 mahasiswa

(63%),tingkat pengetahuan sedang 73 mahasiswa (36,5%), dan tingkat

pengetahuan baik sebanyak 1 mahasiswa (0,5 %).

3. Distribusi Konsumsi Serat

Tabel Distribusi Konsumsi Serat pada Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.3 Sumber: Data Primer, 2017

Konsumsi Serat n %
Kurang dari rata-rata 179 89,5

Diatas rata-rata 21 10,5


Total 200 100

41
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

yang termasuk kategori konsumsi makanan berserat kurang sebanyak 179

mahasiswa (89,5%)dan yang termasuk kategori pola makanan berserat

cukup sebanyak 21 mahasiswa (10,5%).

4. Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) pada Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1.4 Sumber: Data Primer, 2017

Indeks Massa Tubuh (IMT) n %


Overweight 77 38.5

Tidak Overweight 123 61.5


Total 200 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 200 mahasiswa,

yang termasuk kategori overweight sebanyak 77 mahasiswa (38,5%) dan

yang termasuk kategori tidak overweight sebanyak 123 mahasiswa

(61,5%).

42
5.2. Analisis Bivariat

1.Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi Serat

Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuandengan Konsumsi Serat

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.1 Sumber: Data Primer, 2017


Konsumsi Serat
Tingkat
Pengetahuan Kurang Total p-value
Diatas
Serat dari rata-
rata-rata
rata
114 12 126
Kurang
90,5% 9,5% 100%
64 9 73
Sedang
87,7% 12,3% 100%
0,777
1 0 1
Baik
100% 0% 100%
179 21 200
Total
89,5% 10,5% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.1 menunjukkan bahwa dari 126 mahasiswa

dengan tingkat pengetahuan serat kurang, sebanyak 114 mahasiswa

(90,5%) mempunyai konsumsi serat kurang dari rata-rata dan 12

mahasiswa (9,5%) mempunyai konsumsi serat diatas rata-rata. Sedangkan

dari 73 mahasiswa dengan tingat pengetahuan serat sedang, sebanyak 64

mahasiswa (87,7%) mempunyai konsumsi serat kurangdari rata-rata dan 9

mahasiswa (12,3%) mempunyai konsumsi serat diatas rata-rata. Dan hanya

ada satu mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan serat baik dan

memiliki konsumsi serat kurang dari rata-rata.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Testmenunjukkan tidak terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi serat pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana p-

value>0,05 yaitu 0,777.

43
2.Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi

Tabel Hubungan Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.2Sumber: Data Primer, 2017


Tingkat Pola Defekasi
Pengetahuan Total p-value
Tidak
Serat Konstipasi
Konstipasi
53 73 126
Kurang
42,1% 57,9% 100%
48 25 73
Sedang
65,7% 34,3% 100%
0,003
1 0 1
Baik
100% 0% 100%
102 98 200
Total
51% 49% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukkan bahwa dari 126 mahasiswa

dengan tingkat pengetahuan serat kurang, sebanyak 73 mahasiswa (57,9%)

menderita konstipasi dan 53 mahasiswa (42,1%) tidak menderita

konstipasi. Sedangkan dari 73 mahasiswa dengan tingat pengetahuan serat

sedang, sebanyak 25 mahasiswa (34,3%) yang menderita konstipasi dan 48

mahasiswa (65,7%) yang tidak menderita konstipasi. Dan hanya ada satu

mahasiswa yang memiliki tingkat pengetahuan serat baik dan tidak

menderita konstipasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Testmenunjukkan terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan gangguan pola defekasi

konstipasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

dimana p-value <0,05 yaitu 0,003.

44
3. Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi

Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.3Sumber: Data Primer, 2017

Pola Defekasi
Konsumsi Serat Tidak Total p-value
Konstipasi
Konstipasi
90 89 179
Kurang
50,3% 49,7% 100%
12 9 21
Cukup 0,552
57,1% 42,9% 100%
102 98 200
Total
51% 49% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.2 menunjukkan bahwa dari 179 mahasiswa

dengan konsumsi makanan berserat kurang, sebanyak 89 mahasiswa

(49,7%) menderita konstipasi dan 90 mahasiswa (50,3%) tidak menderita

konstipasi. Sedangkan dari 21 mahasiswa dengan konsumsi makanan

berserat cukup, sebanyak 9 mahasiswa (42,9%) yang menderita konstipasi

dan 12 mahasiswa (57,1%) yang tidak menderita konstipasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan tidak terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan serat dengan gangguan pola defekasi

konstipasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

dimana p-value >0,05 yaitu 0,552.

45
4. Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Tabel Hubungan Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.2.4Sumber: Data Primer, 2017

IMT
Konsumsi Serat Tidak Total p-value
Overweight
Overweight
104 75 179
Kurang
58,1% 41,9% 100%
19 2 21
Cukup 0,004
90,5% 0,5% 100%
123 77 200
Total
61,5% 38,5% 100%

Berdasarkan tabel 5.2.3 menunjukkan bahwa dari 179 mahasiswa

dengan pola makanan berserat kurang, sebanyak 75 mahasiswa (41,9%)

menderita konstipasi dan 104 mahasiswa (58,1%) tidak menderita

konstipasi. Sedangkan dari 21 mahasiswa dengan pola makanan berserat

cukup, sebanyak 2 mahasiswa (0,5%) yang menderita konstipasi dan 19

mahasiswa (90,5%) yang tidak menderita konstipasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan terdapat

hubungankonsumsi serat dengan gangguan pola defekasi konstipasi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana p-

value<0.05 yaitu 0,004.

46
BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Konsumsi Serat

Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat

pengetahuan serat dan konsumsi serat dimana hasil ini berbeda dengan hasil

penelitian Rachmi (2007) dimana salah satu faktor yang menyebabkan

seseorang kekurangan asupan serat ialah pengetahuan yang kurang. Tingkat

pengetahuan yang rendah akan dapat mempengaruhi pola makan sehingga

menyebabkan kurangnya konsumsi serat, sehingga seseorang dengan tingkat

pengetahuan gizi yang baik akan menerapkan pola konsumsi makan yang

sehat sehingga dapat menghindarkannya dari kurang asupan serat.

Pada peneletian ini, peneliti mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar masih

kurang (63%), sedang (36,5%) dan baik (0,5%). Apabila dirata-ratakan maka

pengetahuan rata-rata hanya 32,2%, dimana skor mahasiswa semester I adalah

27,8% dan semester 7 adalah 36,67%. Sebanyak 89,5% mahasiswa

mempunyai konsumsi serat dibawah rata-rata nasional dan 100% mahasiswa

mempunyai konsumsi serat dibawah AKG dengan rata-rata konsumsi serat

6,16 g/hari.

Hal ini menunjukkan bahwa meski mempunyai tingkat pengetahuan

yang baik ataupun sedang, ternyata mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin masih belum menerapkannya dan mempunyai tingkat

konsumsi serat yang rendah. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya

konsumsi serat mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

antara lain kurangnya minat atau selera terhadap makanan berserat tinggi

47
seperti sayur dan buah, tidak ada waktu untuk mengolah makanan tersebut

atau tidak mengingat, sulit mendapatkan, dan harga sayur atau buah yang

mahal.

6.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Serat dengan Pola Defekasi

Pada penelitian ini terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan serat

dan pola defekasi. Mahasiswa kedokteran dianggap mempunyai tingkat

pengetahuan gizi yang baik dan memahami pentingnya konsumsi makanan

yang dapat membuatnya terhindar dari gangguan kesehatan, seperti konstipasi.

Namun kenyataannya angka kejadian konstipasi pada mahasiswa kedokteran

di Indonesia cukup tinggi, dapat dilihat dari presentase hasil penelitian

terhadap mahasiswa kedokteran yang mengalami konstipasi Universitas Islam

Bandung 2016 (85,87%), Universitas Sumatera Utara (75,8%) dan resiko

mengalami konstipasi Universitas Andalas 2012 (92,98%).

Pada peneletian ini, peneliti mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar masih

kurang (dimana skor tingkat pengetahuan rata-rata hanya 32,2%, dimana skor

tingkat pengetahuan rata-rata mahasiswa semester I adalah 27,8% dan

semester 7 adalah 36,67%. Hubungan ini merupakan hubungan yang negatif

dimana semakin rendah tingkat pengetahuan mahasiswa, semakin tinggi

keluhan pola defekasi yang dialami seperti konstipasi. Angka kejadian

konstipasi adalah 49% dan dari mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi

tetapi masih mempunyai gangguan pola defekasi sebanyak 24,5% dan hanya

sebesar 26,5% mahasiswa yang memiliki pola defekasi normal.

48
6.3 Hubungan antara Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi

Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara konsumsi serat

dengan pola defekasi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Indah Paradifa Sari, dimana hasil analisis bivariat menunjukkan tidak

adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi serat terhadap pola defekasi

pada mahasiswi Fakultas Kedokteran Unand Angkatan 2012 (Sari I. P., 2016).

Namun berbeda dengan penelitian Sari (2011) dan Oktaviana (2013) dimana

konsumsi serat rendah berpengaruh terhadap pola defekasi yaitu konstipasi.

Hal ini dapat terjadi karena perbedaan cara pengolahan makanan yang menjadi

sumber serat.

Menurut Uliyah dan Ahmad (2008), makanan yang memiliki

kandungan serat tinggi dapat membantu percepatan defekasi namun jumlah

serat dan jenis serat juga sangat berperan dimana erat dapat mencegah dan

mengurangi konstipasi karena dapat menyerap air ketika melewati saluran

pencernaan sehingga meningkatkan ukuran feses, namun jika asupan air

kurang, konstipasi dapat terjadi.

Anjuran kebutuhan serat yang ditetapkan bertujuan untuk mencegah

terjadinya penyakit-penyakit degeneratif. United State Food Dietary Analysis

menyatakan anjuran untuk total dietary fiber adalah 25g 2000kalori atau 30g

2500kalori. Menurut Depkes Republik Indonesia, rata-rata konsumsi serat

penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes RI, 2008). Nilai

ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang dianjurkan.

Sedangkan pada penelitian ini didapatkan rata-rata konsumsi serat pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yaitu 6,16 g/hari

dengan presentase sebanyak 89,5% mahasiswa mempunyai konsumsi serat

49
dibawah rata-rata nasional. Angka kejadian konstipasi adalah 49% dan dari

mahasiswa yang tidak mengalami konstipasi tetapi masih mempunyai

gangguan pola defekasi sebanyak 24,5% dan hanya sebesar 26,5% mahasiswa

yang memiliki pola defekasi normal. Hal ini menunjukkan meskipun konsumsi

serat rendah, terdapat mahasiswa tidak mengalami konstipasi namun memiliki

resiko untuk mengalami gangguan defekasi.

6.4 Hubungan Antara Konsumsi Serat dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat

pengetahuan serat dan konsumsi serat dimana hasil ini berbeda dengan hasil

penelitian Baiti (2015) dimana asupan serat tidak memiliki hubungan yang

bermakna terhadap status gizi seseorang, dan juga penelitian Rusmiyati (2013)

menunjukkan tidak ada hubungan antara konsumsi serat terhadap kejadian

obesitas.

Salah satu faktor utama penyebab overweight dan obesitas selain usia,

jenis kelamin, genetik, aktivitas fisik, dan perubahan gaya hidup adalah pola

makan (Makaryani, 2013). Pola makan yang dapat diamati meliputi frekuensi

makan, waktu makan dan tingkat konsumsi asupan zat gizi makro dan asupan

serat. Serat dapat menurunkan resiko overweight dengan cara memperlambat

pengosongan lambung sehingga rasa kenyang menjadi lebih panjang dan

menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara meningkatkan ekskresi garam

empedu dan kolesterol serta menghambat sintesis asam lemak.

Pada penelitian ini, peneliti mendapatkan bahwa angka penderita

overweight dan obesitas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin adalah 77 orang atau sekitar 38,5% dari 200 mahasiswa. Angka

50
ini cukup tinggi dan harus menjadi peringatan dimana rerata umur mahasiswa

tersebut masih berkisar 18-21 tahun. Dari 77 mahassiwa tersebut, sebanyak 75

mahasiswa (97,4%) mempunyai konsumsi serat yang kurang.

51
BAB 7

RINGKASAN, KESIMPULAN, DAN SARAN

7.1 Ringkasan

7.1.1 Pola defekasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin yangterganggu atau mengalami konstipasi sebanyak 98

mahasiswa (49%).

7.1.2 Distribusi tingkat pengetahuan serat pada mahasiswa Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar

termasuk pada kategori kurang yaitu sebanyak 126 orang (63%).

7.1.3 Distribusi konsumsi serat pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin sebagian besar termasuk pada kategori kurang

yaitu sebanyak 179 mahasiswa (89,5 %).

7.1.4 Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin termasuk kategori overweight

sebanyak 77 mahasiswa (38,5%).

7.2 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

7.2.1 Tingkat pengetahuan serat tidak berpengaruh terhadap konsumsi serat

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini dapat

terjadi karena pengaruh kurangnya penerapan pola konsumsi serat

yang baik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

7.2.2 Tingkat pengetahuan serat berpengaruh terhadap pola defekasi

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dimana

52
semakin baik tingkat pengetahuannya maka pola defekasinya akan

semakin baik.

7.2.3 Konsumsi serat tidak berpengaruh terhadap pola defekasi mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini dapat terjadi

karena faktor resiko lain seperti kebiasaan mahasiswa untuk menahan

keinginan atau menunda buang air besar.

7.2.4 Konsumsi serat berpengaruh terhadap Indeks Massa Tubuh (IMT)

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dimana

semakin baik konsumsi seratnya maka IMT-nya normal.

7.3 Saran

7.3.1 Bagi Mahasiswa

Dalam penelitian ini tidak didapatkan mahasiswa yang tercukupi

asupan serat per hari menurut AKG maka disarankan bagi mahasiswa

untuk lebih memperhatikan pola dan jenis makanan yang dikonsumsi

setiap harinya dengan memperbanyak konsumsi buah, sayuran dan

makanan lain yang mengandung banyak serat serta melakukan

aktivitas fisik yang cukup untuk menghindari resiko overweight. Selain

itu, mahasiswa harus lebih memperhatikan pola defekasinya dengan

baik dan menghindari kebiasaan-kebiasaan seperti menahan keinginan

atau menunda buang air besar.

7.3.2 Bagi Peneliti

Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti dan mempelajari lebih

dalam tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola defekasi

53
untuk meningkatkan kualitas penelitian ini. Selain itu, sebaiknya

peneliti melakukan validasi terhadap kuesioner dengan mengujikannya

terlebih dahulu tingkat kesulitannya sebelum diberikan kepada sampel

yang akan diteliti.

54
DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, E. M. 2014. Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola

Defekasi Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan 9(1): 7-

14.

Asil, E et al. 2014. Factors That Affect Body Mass Index of Adults. Pakistan

Journal of Nutrition 13 (5): 255-260

Asian Food Information Centre. Dietary Fiber – An essential Ally in Weight

Management. [Dikutip 15 Desember 2010]. Diunduh dari

http://www.afic.org/WMWS/dietary_fiber.shtml

Baiti, Alfi Nur. 2015. Hubungan Pengetahuan dan Tingkat Konsumsi Serat

dengan Status Gizi Remaja Putri di SMK Batik 2 Surakata. Naskah Publikasi

Ilmu Gizi.

Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada Minggu 28 Mei 2017 dari

Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview.

Beck, Mary E. 2011.Ilmu Gizi Dan Diet Hubungannya Dengan Penyakitpenyakit

untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica (YEM).

Clifford, J. et al. 2015. Dietary Fiber. Colorado State University Extention.

Hidayat, Alimul, Aziz A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi

Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kemenkes RI. Pedoman Gizi Seimbang (Pedoman Teknis bagi Petugas

dalamMemberikan Penyuluhan Gizi Seimbang).Direktorat Jenderal Bina Gizi

dan KIA KKR. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.

Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia:

Elsevier.

55
Lestiany, L. dan Aisyah.2011. Peran Serat dan Penatalaksanaan Kasus Masalah

Berat Badan. Jakarta: Bagian Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran. Universitas

Indonesia.

Lindberg G, Hamid S, Malfertheiner P, et al. 2010. Constipation: a global

perspective. World Gastrienterology Organization Global Guidelines.

Makaryani, Rina Y. 2013. Hubungan Konsumsi Serat dengan Kejadian

Overweight Pada Remaja Putri SMA Batik 1 Surakarta. Universitas

Muhammadiyah Surakarta : Jawa Tengah.

Rajindrajith S. Devanarayana NM. Mettananda S. Perera P. Jasmin S.

Karunarathna U. 2009. Constipation and functional faecal retention in a group

of school children in a district in Sri Lanka.Srilanka Journal Children Health.

38(2):60-4

Reynolds, J. 2012. Chronic Constipation. In William, & Snape, Pathogenesis of

Functional Bowel Disease: Mechanisms and Management of Chronic

Constipation. US: Springer, hh. 199-221.

Riskesdas. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas). Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI: Jakarta.

Santoso A, Ranti L. 2009. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sarah M. Camhi1, George A. Bray1, Claude Bouchard1, Frank L. Greenway1,

William D. Johnson1, et al. 2011. The Relationship of Waist Circumference

and BMI to Visceral, Subcutaneous, and Total Body Fat: Sex and Race

Differences, Obesity.

Sari, SK. 2009.Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universtitas Sumatera Utara tentang Pentingnya Serat Untuk Mencegah

Konstipasi Tahun 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara.

56
Setyani, FAR.2012. Dampak Minuman Probiotik dalam Upaya Pencegahan

Konstipasi pada Pasien Infark Miokard di RSPAD Gatot Seobroto Jakarta.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.

Slavin J. 2005.Dietary Fiber and Body Weight. Nutrition 21: 411-418.

Slavin, J. and D. R. Jacobs. 2010. Dietary Fiber: All Fibers Are Not Alike. In T.

Wilson, Nutrition and Health: Nutrition Guide for Physician. New York City:

Humana Press: hh. 13-24.

Snell, Richard S. et al. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC.

Sugondo, S. 2010. Obesitas dan Diabetes. In: Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B.,

Alwi, I.

Tresca, A.J. 2009. Normal Bowel Movement. Available from:

http://ibdcrohns.about.com/od/dailylife/a/normalbm.htm [Accesed 19 April

2010].

Uliyah, M. dan Ahmad, H. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk

Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Van Den Berg MM, Benninga MA, Di Lorenzo C. 2007. Epidemiology of

childhood constipation: a systematic review.

Witasari dkk. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat dan

Serat Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes

Melitus Tipe 2. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi Vol. 10 No.2.

57

Anda mungkin juga menyukai