Disusun Oleh :
BIDAYATUR RAMEDONI
008SYE21
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
LANDASAN TEORI
1.1 Definisi
Down Syndrome adalah abnormalitas jumlah kromosom yang sering di jumpai
kebanyakan kasus (92,5%) nondisjunction pada 80% kasus kejadian nondisjunction
terjadi pada meosis ibu fase I. Hasil dari nondisjunction adalah tiga kopi kromosom 21
(trimosom 21) berdasarkan nomenklatur standar sitogenik trisomi 21 dituliskan
sebagai 47, XX, +21 (Marcdante & Kliegman, 2014).
Down Syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan fisik dan mental
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom yang gagal
memisahkan diri saat terjadi pembelahan (Wiyani, 2014).
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 antara 800-900 bayi.
Mongolisma (Down syndrome) ditandai 0leh kelainan jiwa atau cacat mental mulai
dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan
ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri ( Nurarif, 2015).
Down syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak
terjadi pada manusia.di perkirakan 20% anak dengan down sindrom di lahirkan oleh
ibu yang berusia diatas 35 tahun. Syndrom down merupakan cacat bawaan yang di
sebabkan oleh adanya kelebihan kromosom x. Syndrom ini juga disebut trisomy 21,
karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal. 95% kasus syndrom down di
sebabkan oleh kelebihan kromosom (Nurarif, 2015).
1.2 Etiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome pada anak terjadi karena kelainan
kromosom. Kelainan kromosom kemungkinan disebabkan oleh :
1. Faktor Genetik
Keluarga yang mempunyai anak dengan down syndrome memiliki
kemungkinan lebih besar keturunan berikutnya mengalami down syndrome
dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak dengan down syndrome.
2. Usia Ibu Hamil
Usia ibu hamil yang diatas 35 tahun kemungkinan melahirkan anak dengan
down syndrome semakin besar karena berhubungan dengan perubahan endokrin
terutama hormone seks antara lain peningkatan sekresi androgen, peningkatan
kadar LH (Luteinizing Hormone) dan peningkatan kadar FSH (Follicular
Stimulating Hormone).
3. Radiasi
Ibu hamil yang terkena atau pernah terkena paparan radiasi terutama diarea
sekitar perut memiliki kemungkinan melahirkan anak dengan down syndrome.
4. Autoimun
Autoimun tiroid pada ibu yang melahirkan anak down syndrome berbeda
dengan ibu yang melahirkan anak normal.
5. Umur Ayah
Kasus kelebihan kromosom 21 sekitar 20-30 % bersumber dari ayahnya.
1.4 Patofisiologi
Menurut Soetjiningsih (2016) down syndrome disebabkan oleh kelainan pada
perkembangan kromosom. Kromosom merupakan serat khusu s yang terdapat pada
setiap sel tubuh manusia dan mengandung bahan genetic yang menentukan sifat
seseorang. Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) di mana kromosom
nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan down syndrome memiliki47
kromosom karena kromosom 21 berjumlah 3 buah. Akibat dari ekstrakromosom
muncul fenotip dengan kode (21q22.3) yang bertanggung jawab atas gambaran wajah
khas, kelainan pada tangan dan retardasi mental. Anak dengan down syndrome lahir
semua perbedaan sudah terlihat dank arena memiliki sel otak yang lebih sedikit
maka anak dengan down syndrome lebih lambat dalam perkembangan kognitifnya.
2
1.5 Phatwy
Sindrom Down
Kongnitif Fisik
Perubahan
Gangguan tulang Gangguan fungsi
pertumbuhan dan
dan sendi menelan
perkembangan
Risiko cedera
3
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan syndrome
down, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini,
antara lain :
1. Pemeriksaan fisik penderita
2. Pemeriksaan kromosom kariotip manusia biasa hadir sebagai 46 autosom+XX atau
46 autosom+XY, menunjukan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46
kromosom dengan aturan XY bagi jantan, tetapi pada sindrom down terjadi
kelainan pada kromosom ke 21 dengan bentuk trisomi atau translokasi
kromosom 14 dan 22 Kemungkinan terulang pada kasus (trisomi adalah sekitar
1% sedangkan translokasi kromosom 5-15%).
3. Ultrasonography (didapatkan brachycepahalic, suture a dan fontela terlambat
menutup, tulang ileum dan sayapnya melebar)
4. ECG (terdapat kelainan jantung)
5. Echocardiogram untuk mengetahui ada tidaknya kelainan jantung bawaan
mungkin terdapat ASD atau VSD
6. Pemeriksaan darah (percutaneus umbilical blood sampling) salah satunya adalah
dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena
infeksi, sehingga penderita ini memperlukan monitoring serta pemberian terapi
pencegah infeksi yang adekuat.
7. Penentuan aspek keturunan
8. Dapat ditegakkan melalui pemeriksaan cairan amnion atau korion pada kehamilan
minimal 3 bulan, terutama kehamilan di usia diatas 35 tahun keatas (Nurarif,
2015).
1.8 Komplikasi
Menurut Bernstein & Shelov (2016), kelaianan yang akan di alami oleh anak
penderita down syndrome antara lain kelainan saluran cerna (Atresia duodenum,
pancreas anular, anus imperforate), defek neurologic (Hipotonia, kejang), kelainan
tulang dan kelainan hematologic.
Menurut Nurarif (2015), komlikasi Down Syndrom antara lain :
a. Sakit jantung berlubang (mis: Defek septum atrium atau ventrikel, tetralogi fallot)
b. Mudah mendapat selesema, radang tenggorok, radang paru-paru
c. Kurang pendengaran
d. Lambat/bermasalah dalam berbicara
e. Penglihatan kurang jelas
f. Retardasi mental
g. Penyakit azheimer’s ( penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
h. Leukemia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
1.9 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit syndrome down
antara lain :
1. Melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil
terutama pada bulan-bulan awal kehamilan (lebih dari 3 bulan). Terlebih lagi ibu
hamil yang pernah mempunyai anak dengan down syndrome atau mereka yang
hamil diatas usia 35 tahun harus dengan hati-hati dalam memantau perkembangan
janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan down syndrome
lebih tinggi, Down syndrome tidak bisa dicegah, karena down syndrome
merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlah
kromosom 21 yang harusnya hanya 2 menjadi 3.
2. Konseling genetic juga menjadi alternative yang sangat baik, karena dapat
menurunkan angka kejadian down syndrome. Dengan Genetargeting atau
Homologous recombination gene dapat dinonaktifkan. Sehingga suatu saat gen 21
yang berlangsung jawab terhadap munculnya fenotip down syndrome dapat di non
aktifkan.
5
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN GANGGUAN DOWN SYNDROME
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas
a. Nama harus lengkap dan jelas, umur perlu dipertanyakan untuk interpretasi
tingkat perkembangan anak yang sudah sesuai dengan umur, jenis kelamin.
b. Nama orang tua
c. Alamat
d. Umur
e. Pendidikan
f. Agama
g. Pekerjaan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya diawali dari pengalaman dan perasaan cemas ibu klien yang
melihat pertumbuhan dan perkembangan anaknya yangterlambat tidak
sesuai dengan kelompok seusianya.
2. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit seperti rubella, tetanus, difteri, meningitis, morbili,
polio,pertusis, vricella, dan ensefalitis dapat berkaitan atau mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan baik secara enteral maupun parenteral.
3. Riwayat antenatal, natal, dan pascanatal
a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta
upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali
perawatan antenatal, kemana serta kebiasaan minum jamu-jamuan dan
obat yang pernah diminum serta kebiasaan selama hamil.
b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep,
sectiosesaria, dan gamelli), presentasi kepala, dan komplikasi atau
kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari
pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih) bulan.
c. Pascanatal
Lama dirawat di rumah sakit , masalah-masalah yang
berhubungan dengan gangguan system, masalah nutrisi, perubahan
berat badan, warna kulit,pola eliminasi, dan respons lainnya. Selama
neonatal perlu dikaji adanya asfiksia, trauma, dan infeksi.
d. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar,
motorik halus, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan bahasa.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Sosial, perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,
rumah tangga yang harmonis dan pola asuh, asah, dan asih. Ekonomi dan
adat istiadat berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal
eksternalyang dapat memengaruhi perkembangan intelektual dan
6
pengetahuan serta keterampilan anak. Di samping itu juga berhubungan
dengan persediaan dan bahan pangan, sandang, dan papan.
f. Pengkajian Berdasarkan Pola Gordon Pengkajian Berdasarkan Pola
Gordon meliputi :
1) Pola persepsi kesehatan dan pola managemen kesehatan
2) Pola nutrisi
Pola nutrisi, makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur
anak tertentu. Jika diberikan PASI ditanyakan jenis, takaran, dan
frekuensi pemberian serta makanan tambahan yang diberikan.
Adakah makanan yang disukai, alergi atau masalah makanan yang
lainnya.
3) Pola eliminasi
Pola eliminasi, system pencernaan dan perkemihan pada anak perlu di
kaji BAB atau BAK (konsistensi, warna, frekuensi, jumlah, serta
bau). Bagaimana tingkat toilet training sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
4) Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah di capai anak pada
usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan.
5) Pola istirahat dan tidur
Pola istirahat, kebutuhan istirahat setiaphari, adakah gangguan tidur,
hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur.
6) Pola persepsi dan kognitif
7) Pola konsep diri dan persepsi diri
8) Pola peran dan hubungan
9) Pola seksualitas
10) Pola koping dan stres
11) Pola nilai dan keyakinan
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien saat dikaji , kesan kesadaran, tanda-tanda vital
(perubahan suhu, frekuensi pernapasan, system sirkulasi, dan perfusi
jaringan).
b. Kepala dan lingkar kepala hendaknya diperiksa sampai anak usia 2
tahun dengan pengukuran diameter oksipito-frontalis terbesar. Ubun-
ubun normal : besar rata atau sedikit cekung sampai anak usia 18
bulan.
c. Mata, reflex mata baik, sclera adakah ikterus, konjungtiva adakah
anemis, penurunan penglihatan (visus).
d. Telinga, simetris, fungsi pendengaran baik.
e. Mulut/leher , keadaan faring, tonsil (adakah pembesaran, hyperemia),
adakah pembesaran kelenjar limfe, lidah dan gigi (kotor atau tidak,
adakah kelainan, bengkak, dan gangguan fungsi). Kelenjar tiroid
adakah pembesaran (gondok) yang dapat mengganggu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.
f. Kulit, keadaan warna, turgor, edema, keringat, dan infeksi.
g. Thorak, bentuk simetris, gerakan
h. Paru, normal vesicular, adakah kelainan pernapasan (ronkhi,
wheezing).
i. Jantung, pembesaran, irama, suara jantung, dan bising.
7
j. Genitalia, testis, jenis kelamin, apakah labia mayor menutupi
labia minor pada perempuan.
k. Ekstremitas, reflek fisiologis, reflek patologis, reflek
memegang, sensibilitas, tonus, dan motorik.
8
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko gangguan perkembangan berhubungan dengan faktor genetik
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan faktor lingkungan
3. Risiko gangguan pertumbuhan berhubungan dngan kelainan genetik/
kongenital
2.1.3 Intervensi Keperawatan
9
Edukasi
1. Jelaskan nama-nama
benda obyek yang ada di
lingkungan sekitar
2. Ajarkan pengasuh
milestones
perkembangan dan
perilaku yang dibentuk
3. Ajarkan sikap
kooperatif, bukan
kompetisi diantara anak
4. Ajarkan anak cara
meminta bantuan dari
anak lain, jika perlu
5. Ajarkan teknik asertif
pada anak dan remaja
6. Demonstrasikan kegiatan
yang meningkatkan
perkembangan pada
pengasuh
Kolaborasi
1. Rujuk untuk konseling,
jika perlu
10
DAFTAR PUSTAKA
Wiyani, N. A. (2014). Buku Ajar Penanganan Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2018
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta
11