Anda di halaman 1dari 8

Clinical Science Session

Serangan Asma Berat

Preseptor :
Prayudi Santoso, dr., Sp.PD-KP., M.Kes

Disusun Oleh :
Nur Fadilla

130112120603

Ayuningtiyas

130112120524

Okky Husain

130112130639

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2014

Definisi Asma
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik berhubungan dengan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa
pengobatan.
Faktor Risiko Asma
Faktor risiko asma dibagi menjadi faktor yang menyebabkan perkembangan asma dan faktor
pencetus terjadinya asma. Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor
pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu termasuk predisposisi genetik
yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi),
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu
dengan kecenderungan / predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan
terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam
faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.
Host factor :
Genetik Asma
Atopi/Alergik
Hiperreaktiviti bronkus
Jenis kelamin
Ras

Pengaruh Lingkungan :
Alergen
Infeksi pernafasan
Asap rokok/polusi udara
Diet
Status sosioekonomi
Sensitivitas lingkungan
kerja
Besarnya keluarga

Patogenesis Asma
Sel struktural yang berperan dalam patogenesis asma :
1. Sel epitel : mengekspresikan protein inflamasi, cytokine, chemokine, dan lipid
mediator pada saat terjadi asma
2. Sel otot polos : mengekspresikan protein inflamasi yang sama
3. Sel endotel : sel endotel pada sirkulasi di bronchi berperan dalam membawa sel inflamasi
dari sirkulasi ke dalam saluran napas
4. Fibroblas dan myofibroblas : menghasilkanconnective tissue seperti kolagen dan
proteoglikan yang berperan dalam airway remodelling
5. Saraf : cholinergic nerves akan teraktivasi dan menyebabkan bronkokonstriksi dan
sekresi mukus. Saraf sensori yang terstimulasi menyebabkan gejala seperti batuk
dan sesak napas

O
fh
E
Ig
lp
e
P
w
y
n
d
A
m
ia
D
r
t
s
b
k
u

Sel inflamasi yang berperan dalam patogenesis asma :


1. Sel mast : sel mast yang teraktivasi menyebabkan pelepasan mediator bronkokonstriktor
(histamine, leukotriene prostaglandin). Sel mast teraktivasi oleh alergen yang
berikatan dengan IgE reseptor.
2. Eosinofil : terjadi peningkatan jumlah eosinofil di saluran napas. Melepaskan protein
yang dapat merusak sel epitel saluran napas. Berperan juga dalam pelepasan n
airway remodeling
3. Limfosit T : terjadi peningkatan jumlah limfosit T di saluran napas. Limfosit T melepas
sejumlah cytokine seperti IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13 yang menyebabkan
produksi IgE oleh limfosit B. Terjadi peningkatan pelepasan Th1 dan Th2
4. Sel dendritik : alergen yang masuk menempel pada permukaan saluran napas, kemudian
migrasi ke lymph node setempat berinteraksi dengan regulatory T cell dan
menstimulasi produksi Th2
5. Makrofag : terjadi peningkatan jumlah makrofag. Diaktivasi oleh alergen yang berikatan
dengan reseptor IgE, kemudian melepaskan mediator inflamasi dan cytokine
yang meningkatkan respon inflamasi
6. Neutrofil : terjadi peningkatan jumlah neutrofil pada saluran napas dan sputum pasien
dengan asma berat. Mekanisme belum diketahui
Mekanisme terjadinya asma :

Penyebab penyempitan saluran napas pada asma :


1. Kontraksi otot polos saluran napas : sebagai respon terhadap mediator dan
neurotransmitter bronkokonstriktor
2. Edema saluran napas : akibat microvascular leakage sebagai respon terhadap mediator
inflamasi
3. Penebalan saluran napas : atau yang biasa disebut airway remodeling, terjadi perubahan
struktur
4. Hipersekresi mukus : dapat menyebabkan oklusi lumen yang disebabkan akumulasi
sekresi mukus dan eksudat
Gejala Asma
Keluhan Utama : sesak napas disertai suara mengi
Riwayat :
Sesak napas disertai mengi rekuren
Chest thightness rekuren
Batuk memberat terutama pada malam atau dini hari
Gejala terjadi atau memberat di malam hari, menyebabkan keluhan terbangun di
malam hari akibat sesak
Gejala terjadi atau memberat dengan pola musiman
Riwayat atopi pada pasien maupun keluarga
Gejala berespon terhadap bronkodilator
Gejala terjadi atau memburuk dengan adanya :
Binatang dengan bulu
Perubahan suhu
Tungau
Aerosol kimia
Obat
Olahraga
Serbuk sari
Rokok
Infeksi pernapasan
Ekspresi emosi yang kuat

Klasifikasi Asma Berdasarkan Tingkat Keparahan

Definisi Status Asmatikus


Status asmatikus atau asma berat kadang diartikan sebagai eksaserbasi asma akut
berat, seperti rapid onset asthma attack, near-fatal asthma, acute asphyxic asthma, acute
severe asthma, dan hyperacute asthma. Berdasarkan pengertian tersebut maka definisi status
asmatikus adalah eksaserbasi asma yang tidak mengalami perubahan setelah dilakukan terapi
inisial, biasanya membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk terapi selanjutnya.

Patogenesis Status Asmatikus


Berdasarkan literatur terdapat 2 tipe asma akut yang sering terjadi di unit gawat darurat yang
terbagi berdasarkan respon terhadap terapi, hal ini menunjukkan mekanisme patologis yang
menyebabkan eksaserbasi.
a. Tipe 1 : eksaserbasi berkembang secara cepat menjadi obstruksi saluran napas,
biasanya dalam 3-6 jam setelah serangan awal, tetapi berespon baik terhadap
bronkodilator dalam waktu 1 jam. Dalam tipe sudden-onset asthma ini, konstriksi
otot saluran napas menjadi mekanisme predominan.
b. Tipe 2 : eksaserbasi berkembang secara lambat dan tidak berespon baik terhadap
bronkodilator, hal ini disebabkan lebih besar respon inflamasi yang terjadi dan lebih
banyak sekresi mukus yang dihasilkan. Biasanya dipicu oleh adanya infeksi saluran
napas. Pasien dengan eksaserbasi tipe ini juga membutuhkan corticosteroid sebagai
antiinflamasi. Dalam tipe slow-onset asthma ini, inflamasi dan sekresi mukus menjadi
mekanisme predominan.
Diagnosis Status Asmatikus
Subjektif
Dyspnea
Batuk
Mengi
Chest thightness
Diaphoresis
Produksi sputum
Exhaustion
Objektif
Takipnea (severe, >30 kali/menit)
Takikardia (severe, >120 kali/menit)
Upright position
Pulsus paradoksus (severe, >12 mmHg)
Telegraphic speech
Retraksi sternocleidomastoid
Penurunan kesadaran
Diagnosis Banding

aspirasi corpus alienatum juga menyebabkan bunyi wheezing namun unilateral.


bronchiolitisbiasanya karena infeksi virus. menyebabkan pembengkakan bronchiole
sehingga menghasilkan wheezing.
cystic fibrosis menghasilkan lendir yang bertupuk dipercabangan bronchiole.
pneumothoraks
emboli paru
penyakit jantung iskemik
gagal jantung kongestif

Usulan Pemeriksaan

peak flow measurement. pengukuran peak expiratory flow rate (PEFR) atau forced
expiratory volume in 1 second(FEV1)
pemeriksaan fungsi jantung melalui EKG
monitor saturasi oksigen
analisa gas darah.
foto rontgen thoraks

Penanganan
Penanganan pada status asmatikus biasanya dimulai saat pasien tiba di unit gawat darurat
hingga pasien dapat berobat jalan setelah dilakukan rawat inap. Kunci dari penaganan status
asmatikus adalah untuk mengidentifikasi dan menangani faktor presipitasi, memikirkan
kemungkinan diagnosis alternatif, dan memberikan obat antiinflamasi sebagai terapi.
Pasien dengan status asmatikus dirawat inap untuk penanganan lebih lanjut dan pemantauan
dengan indikasi pulang adalah apabila PEFR >70%. Jika pasien mengalami gagal napas maka
pasien dirawat di ICU.
Pemberian oksigen
Oksigen dapat diberikan dengan menggunakan nasal canule dengan volume rendah (<5
L/menit) dengan saturasi oksigen >92%. Pemberian oksigen murni 100% untuk
mencapai saturasi yang lebih baik dihindari karena dapat menyebabkan hipercarbia pada
pasien dengan moderate severe airway obstruction.

2 agonist
Seluruh pasien dengan eksaserbasi asma akut harus mendapat inhaler 2 agonist
sebagai first-line therapy. Short-Acting 2 agonist (SABA) seperti salbutamol, albuterol
diberikan dengan tujuan mencapai bronkodilatasi maksimal. LABA tidak direkomendasi
pada keadaan ini

Anticholinergic agent (ipratropium bromide)


dapat membantu efek bronkodilator dari 2 agonist dan direkomendasikan sebagai firstline therapy

kortikosteroid
inflamasi merupakan komponen utama asma dan merupakan masalah utama ketika
terjadi eksaserbasi akut. Oleh karena itu kortikosteroid sebagai antiinflamasi
direkomendasikan sebagai terapi dan harus diberikan pada pasien dengan status
asmatikus. Pemberian secara oral atau IV dapat bekerja secara efektif.

Daftar Pustaka
1. Fishman A, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. Fishmans
Pulmonary Diseases and Disorders. 4th edition. 2008.
2. Global Initiave Report on Asthma. 2012.
3. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons
Principles of Internal Medicine. 17th edition. McGraw-Hill:2008.
4. Lallo UG, Guideline for the management of acute asthma in adults: 2013 update.
Department of Pulmonology and Critical Care, University of KwaZulu-Natal, Durban.
2013.

Anda mungkin juga menyukai