Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE (ACKD)

Oleh :
Ni Made Cintia Prabhawidyaswari
1202105031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
ACUTE ON CHRONIC KIDNEY DISEASE (ACKD)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan penurunan tiba-tiba fungsi
ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal kronis dikenal (CKD) yang memerlukan
penilaian cepat, diagnosis dan manajemen yang tepat untuk mencegah penurunan dan
kerusakan yang ireversibel pada fungsi ginjal (Lameire et al., 2008).
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) merupakan penurunan fungsi ginjal
berupa penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), peningkatan nilai BUN dan
Kreatinin yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal kronis (CKD) (Madala, 2007).

2. Epidemiologi
Data epidemiologis pada Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) terbatas , karena
kasus ini belum luas diselidiki. Namun, ada bukti jelas bahwa sudah ada CKD merupakan
faktor risiko yang kuat untuk pengembangan Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD).
Risiko Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) meningkat dengan memburuknya fungsi
ginjal awal , dengan 3 kali lipat resiko lebih besar terhadap terjadinya gagal ginjal ketika
bersihan kreatinin adalah < 60 ml / menit dibandingkan dengan bersihan kreatinin normal,
sementara risiko sekitar 4,5 kali telah dilaporkan pada pasien dengan bersihan kreatinin di
bawah 40 ml/min.3 Kejadian Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) bervariasi dari 10 %
sampai lebih dari 30 % , tergantung pada populasi penelitian .
Dalam salah satu studi, ACKD dilaporkan di hampir 13 % dari pasien dengan penyakit
gagal ginjal. Sebaliknya, Insiden lebih tinggi dalam studi berbasis rumah sakit, ACKD
dilaporkan dalam 30 % dari jumlah kasus gagal ginjal akut di Amerika Serikat , sedangkan
kejadian adalah 33 % di Australia dan 35,5 % di China.
3. Etiologi
Acute on Chronic Kidney Disease (ACKD) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
a. Nekrosis tubular akut
Pasien dengan CKD berisiko untuk mengalami nekrosis tubular, yang terjadi sebagai
akibat dari iskemia atau paparan nephrotoxins. Nekrosis tubular akut iskemik adalah
hasil dari dikoreksi hipoperfusi ginjal berkepanjangan dan sebagian besar penyebab
kegagalan prerenal memiliki potensi untuk menyebabkan nekrosis tubular.
b. Nefritis interstitial akut
Gejala akut yang diinduksi obat adalah interstitial nephritis penyebab umum intrinsik
gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan ACKD pada pasien CKD. Faktor presipitasi
adalah NSAID dan penisilin. Infeksi menyebabkan kerusakan langsung ke
tubulointerstitium mengakibatkan pielonefritis akut. CKD yang sudah ada juga
merupakan faktor risiko penting untuk pengembangan kristal yang dapat menyebabkan
gagal ginkal akut.
c. Obstruksi kemih atas dan bawah
d. Infeksi : pielonefritis kronik
e. Penyakit peradangan : glomerulonefritis
f. Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis
arteri renalis
g. Gangguan jaringan penyambung: SLE, Poli arteritis nodosa, Sklerosis sistemik progresif
h. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubuler ginjal
i. Penyakit metaboliK : DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
j. Nefropati obstruktif : Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale
k. Nefropati obstruktif :
Sal. Kemih bagian atas :Kalkuli, neoplasma, fibrosis,netroperitoneal
Sal. Kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital
pada leher kandung kemih dan uretra

4. Patofisiologi
Patogenesis gagal ginjal kronik yaitu semakin buruk dan rusaknya nefron-nefron yang
disertai berkurangnya fungsi ginjal, ketika kerusakan ginjal berlanjut dan jumlah nefron
berkurang, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi nefron demikian tinggi hingga
keseimbangan glomerolus tubulus (keseimbangan antar peningkatan filtrasi dan peningkatan
reabsorpsi oleh tubulus) tidak dapat dipertahankan lagi.
Pada gagal ginjal terjadi penurunan fungsi renal yang mengakibatkan produk akhir
metabolism protein tidak dapat diekskresikan ke dalam urine sehingga tertimbun didalam
darah yang disebut uremia. Uremia dapat mempengaruhi setiap system tubuh, dan semakin
banyak timbunan produk sampah uremia maka gejala yang ditimbulkan semakin berat.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan menempatkan urine
24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak
berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena
substansi ini diproduksi secara konsisten oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh
penyakit renal tetapi juga oleh masukan protein dalam diet katabolisme dan jaringan dan luka
(RBC) dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal tidak mampu untuk mengonsistensikan atau
mengencerkan urine secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir; respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering
menahan cairan dan natrium, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktifitas aksis renin angiotensin dan
keduanya bekerjasama dan meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium
yang semakin memperburuk status uremik.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
mengekskresikan amonia (NH3-) dan mengabsorbsi natrium bicarbonat (HCO3-). Penurunan
sekresi fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Anemia. Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
pendarahan akibat status anemik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Eripoetin,suatu
substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel drah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia
berat terjadi, distensi, keletihan, angina dan sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain pada GGK adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomeroulus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya. Penurunan kadar kalsium serum mengakibatkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkan
perubahan pada tulang dan penyakit tulang (penyakit tulang uremik/ osteodistoperineal).
Selain itu metabolisme aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat
di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.

5. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration Glomerulus) dimana nilai
normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft Gault sebagai berikut:
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

(Sumber : Sudoyo, 2006)

6. Gejala Kilinis
a. Haluaran urin sedikit , mengandung darah
b. Peningkatan BUN dan kreatinin
c. Anemia
d. Hiperkalemia
e. Asidosis metabolic
f. Edema
g. Mual muntah .
h. Nyeri pinggang hebat (kolik)
i. Kelainan Urin : protein darah/eritrosit, seldarahputih/Leukosit,bakteri.

7. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Urine
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan
rasio urin/serum sering 1:1
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
b. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium; Meningkat
- Kalsium ; menurun
- Protein (albumin) : menurun
c. Pemeriksaan Radiologi
- USG Ginjal
Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran kemih atas.
- Biopsy ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologist.
- Endoskopi ginjal, nefroskopi
Menentukan pelvis ginjal; keluar batu, hematuri, pengangkatan tumor selektif.
- AGD
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
- Ultrasono ginjal

Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.

8. Penatalaksanaan Secara Umum


a. Pembatasan diet
Diet protein dibatasi sampai 1 gr/kg BB setiap hari untuk menurunkan pemecahan protein
dan mencegah akumulasi produk akhir toksik. Makanan yang mengandung kalium dan
fosfat (pisang, jus jeruk dan kopi) dibatasi. Masukan kalium biasanya dibatasi sampai 2
gr/hari.
b. Mempetahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, konsentrasi
urine dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Cairan yang
hilang melalui kulit dan paru sebagai akibat dari proses metabolisme normal juga
dipertimbangkan dalam penatalaksanaan CKD. Cairan biasanya diperbolehkan 500
sampai 600 ml untuk 24 jam. Vitamin diberikan karena diet rendah protein.
c. Pemberian kalsium
Kalsium diberikan apabila terjadi hipokalsemia dan berguna untuk mencegah komplikasi
osteoporosis.
d. Hiperfosfatemia dan hiperkalemia ditangani dengan natrium karbonat dosis tinggi untuk
mengganti antasida yang mengandung aluminium karena dapat menyebabkan toksisitas.
e. Hipertensi ditangani dengan medikasi anti hipertensi. Gagal jantung kongestif dan edema
pulmoner ditangani dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretic, agen
inotropik seperti digitalis atau dobutamine dan dialysis.
f. Dialisis
Dialisis dilakukan apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu,
penderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Kadar kreatinin
serum biasanya diatas 6 mg/dl pada laki-laki dan 4 mg pada perempuan dan GFR kurang
dari 4 ml/mnt. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas, menghilangkan kecendurungan perdarahan, dan membantu penyembuhan
luka.

10. Kompikasi
a. Hiperkalemia akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan diit
berlebih.
b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin angiotensin
aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan (Smeltzer & Bare, 2005).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Data pasien yang harus dikaji mencakup data subyektif dan obyektif.
1) Data subyektif :
- Pasien mengeluh sesak nafas
- Pasien mengatakan badanya terasa lemah
- Pasien mengeluh anoreksia, mual
- Pasien mengatakan ada riwayat konstipasi dan diare
- Pasien mengeluh nyeri pinggang
- Pasien mengatakan ada riwayat amenore
2) Data obyektif :
Inspeksi :
- Piting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
- Kulit kering bersisik
- Sputum kental
- Napas dangkal
- Pernapasan kussmaul
- Muntah
- Disorientasi
Palpasi :
- Piting edema (kaki,tangan,dan sacrum)
- Edema periorbital
- Kram otot.
- Turgor kulit menurun
Pemeriksaan lab
- Volume urine berkurang (kurang dari 400ml/24 jam)
- Kadar natrium meningkat (N= 130-260mEq/L)
- BJ urine kurang dari 1,0150
- Kreatinin meningkat (N=1,0-1,6g/24 jam atau 15-15/mg/kgBB/24 jam)
- Natrium serum mungkin rendah (N= 135-145mEq/L)
- Magnesium meningkat (N= 1,2-1,5 mEq/L)
- Kalsium menurun (N= 8,7-10,6 mg/dl)

2. Diagnosa Keperawatan:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan melemahnya mekanisme pengaturan
ginjal, ditandai dengan klien mengalami edema, terjadi peningkatan berat badan
dengan cepat, distensi vena jugularis, oliguria.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai dengan klien mengeluh
mual muntah, penurunan BB >20%, terjadi penurunan intake makanan, nafsu makan
menurun, kelemahan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kondisi gangguan metabolik ditandai
dengan gangguan permukaan kulit.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia (toksin uremik), ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal.
5. Keletihan berhubungan dengan status penyakit ditandai dengan ditandai dengan
lelah, kurang energi atau tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik sesuai tingkat
biasanya, dan peningkatan kebutuhan istirahat.
6. PK : Hiperkalemia
7. PK : Anemia

3. Rencana Keperawatan
Terlampir.

4. Evaluasi
Terlampir.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Aeusculapeus.


McCloskey, Joanne. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC) Fourth Edition St. Louis
Missouri: Westline Industrial Line.
Moorhead, Sue. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. St.Louis
Missouri: Westline Industrial Line.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume
2 . Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. (2005). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Sudoyo. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
T. Heather Herdman. (2012). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lameire, et al. (2008). Kidney International, Chronic Kidney Disease As A Global Public Health
Problem. Available From: Http://www.Medscape.Com/Viewarticle/561254. Diakses
tanggal 23 Agustus 2016.
Doenges E, Marilynn, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai