Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PENYAKIT
CHOLESTASIS

OLEH:

I DEWA GEDE PRANATA WIGUNA


P07120013012
TINGKAT 2.1 REGULER

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
2014

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PENYAKIT
CHOLESTASIS

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Cholestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran empedu
dari saluran empedu ke intestinal. Cholestasis terjadi bila ada hambatan aliran empedu
dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer, 2010).
Cholestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis
didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti
bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara
patologi-anatomi cholestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel
hati dan sistem bilier (Arief, 2010).
B. Etiologi/Penyebab
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan
ekstrahepatic cholestasis.
1) Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang terjadi
akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary cirrhosis
primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer, infeksi tbc
atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis.
2) Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu, cista,
striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada pankreas,
tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis primer. Batu
empedu adalah salah satu penyebab paling umum dari saluran empedu diblokir.
Saluran empedu diblokir mungkin juga hasil dari infeksi.

C. Epidemiologi/Insiden Kasus
Cholestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis
neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1
antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik 5,6,7.
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%),
hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34
(3,1%).3,5
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 19992004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal
cholestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus
koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).8

D. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan

kombinasi

produksi

dari

hepatosit

dan

kolangiosit.

Empedu

mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,


elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu
merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan
bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari
asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya
berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan
dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan
detoksifikasi

intraseluler,

mengeluarkan

hasil

proses

tersebut

kedalam

empedu.Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak
terkonyugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah
oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim
UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air
dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian
yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam

empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu
pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun,
sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia
terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan
metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier
menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif,
2010)

E. Gejala Klinis
Gambaran klinis pada cholestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus
1. Tinja akolis/hipokolis
2. Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
3. Urobilin dalam air seni negatif
4. Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak

5. Steatore
6. Hipoprotrombinemia
2. Akumulasi empedu dalam darah
1. Ikterus
2. Gatal-gatal
3. Hiperkolesterolemia
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu
a. Anatomis
-

Akumulasi pigmen

Reaksi peradangan dan nekrosis

b. Fungsional
-

Gangguan

ekskresi

(alkali

fosfatase

dan

gama

glutamil

transpeptidase meningkat)
-

Transaminase serum meningkat (ringan)

Gangguan ekskresi sulfobromoftalein

Asam empedu dalam serum meningkat

Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti


sindroma polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior tidaka ada), sering
bersamaan dengan atresia bilier: bentuk muka yang khas, posterior embriotokson,
serta adanya bising pulmunal stenosis perifer, sering bersamaan dengan paucity of
the intrahepatic bile ductules (arterio hepatic displasia/Alagilles syndrome) nafsu
makan yang jelek dengan muntah, irritable, sepsis, sering karena adanya kelainan
metabolisme seperti galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia.
F. Pemeriksaan Penunjang
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
pemeriksaan :
1.

Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Rutin
Pada setiap kasus cholestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar
komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiper-bilirubinemia fisiologis.
Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gammaGT. Kadar bilirubin direct < 4mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total.

Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan peningkatan gamma- GT < 5


kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan
SGOT < 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke
cholestasis ekstrahepatik. Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah
tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier.
b. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang
cukup sensitif, tetapi penulis lain mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih
baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.
2.

Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
b. Sintigrafi hati
c. Pemeriksaan kolangiografi

3.

Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat

diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi


diagnostiknya mencapai 95% sehingga dapat membantu pengambilan keputusan
untuk melakukan la-paratomi eksplorasi, dan bahkan berperan untuk penentuan
operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai ditentukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus 100- 200
u atau 150-400 u maka aliran empedu dapat terjadi.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu

(asam

litokolat),

dengan

memberikan

Fenobarbital

mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim


glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin
direct); enzim sitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim
Kolestiramin 1 gr/kg/BB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.

b. Melindungi

hati

dari

zat

toksik,

dengan

memberikan

asam

unsodeoksikolat, 3 10 mg/kg/BB/hari dibagi 3 dosis per oral. Asam


unsedeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokolat
yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain tri-glycerides (MCT)
untuk mengatasi malabsorpi lemak.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
3. Terapi bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis atresia
bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan laparatomi eksplorasi
pada keadaan sebagai berikut : Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direct > 4
mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah
dilakukan uji prednison selama 5 hari.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan,
pengkajian terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan
diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1)
a. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
1) Identitas klien
Cholestasis merupakan batu pada kandung empedu yang banyak terjadi
pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat
pada usia 75 tahun. Dan wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk
terkena cholestasis dibandingkan dengan pria.
2) Alasan Masuk RS
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan
oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien

rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan


mual muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama
melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus
utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang
dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal
tersebut.
3) Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Sebelumnya
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit
sama atau pernah di riwayat sebelumnya. Klien memiliki Body
Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi cholestasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi.
b. Riwayar Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah
menderita penyakit cholestasis. Penyakit cholestasis tidak
menurun, karena penyakit ini menyerang sekelompok manusia
yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat.
Tapi orang dengan riwayat keluarga cholestasis mempunyai
resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
4) Riwayat psikososial
Pola pikir sangat sederhana karena ketidaktahuan informasi dan
mempercayakan sepenuhnya dengan rumah sakit. Klien pasrah
terhadap tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit asal cepat sembuh.
Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul
sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi.

5) Pola fungsi kesehatan


a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Persepsi diri baik, klien merasa nyaman, nyeri tidak timbul


sehubungan telah dilakukan tindakan cholesistektomi.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pasien dengan cholestasis biasanya mengalami malnutrisi
lemak dan mengalamai mual, muntah pada saat makan. Kaji
pola makan dan nutrisi pasien.
c) Pola eliminasi
Klien tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan nyeri abdomen akan menganggu aktivitas.
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan nyeri pada abdomen mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat.
f) Pola hubungan dan peran
Klien tidak mengalami masalah dengan hubungan dan peran.
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
i) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
j) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena nyeri abdomen menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.
6) Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem sistem tubuh
a).

Sistem integumen
Pasien dengan Cholestiasis biasanya akan mengalami gatal-

gatal pada kulit akibat adanya toksin dalam darah.

b).

Sistem pernapasan
Pada Pasien Cholestasis tidak mengalami masalah dengan

sistem pernapasan.
c).

Sistem pengindraan
Kemungkinan besar pasien tidak memiliki masalah dalam

sistem pengindraan.
d). Sistem kordiovaskuler
Pasien tidak megalami maslaah dalam sistem kardiovaskuler,
bila ada kaji secara rinci.
e).

Sistem gastrointestinal
Pada hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan :
Inspeksi : datar, eritem (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) regio kuadran kanan atas,
hepar-lien tidak teraba, massa (-)
Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung
empedu. Biasanya pada penyakit ini kantung empedu dapat
terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi pembengkakan
pada kandung empedu.
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan
turun. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)

f).

Sistem muskuloskeletal
Pasien dengan cholestasis tidak mengalami masalah
dalam sistem mussuloskeletal.

g).

Sistem neurologis
Biasanya akan mengalami nekrosis bila terjadi fatal

h).

Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

7) Pemeriksaan penunjang
i.

Pemeriksaan Radiologi

ii.

Pemeriksaan laboratorium

b. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan
masalah klien.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi, dan
hipermotilitas gaster.
3. Risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah.
C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses
inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Tujuan :
Individu akan menyatakan redanya/berkurangnya nyeri setelah tindakan
pereda nyeri yang memuaskan.
Kriteria Hasil :
Perencanaan keperawatan yang dibuat untuk klien nyeri diharapkan
berorientasi untuk memenuhi hal-hal berikut:
1. Klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri.
2. Klien melaporkan adanya peningkatan rasa nyaman.
3. Klien mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki.
4. Klien mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
5.

Klien mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa


nyeri saat dirumah.

Intervensi
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya

Rasional
1. Membantu membedakan penyebab

(skala 0-10) dan karakter nyeri

nyeri dan memberikan informasi

(menetap, hilang timbul, kolik).

tentang kemajuan/perbaikan
penyakit, terjadinya komplikasi, dan
keefektifan intervensi.

2. Atur posisi klien senyaman mungkin

2. Meningkatkan istirahat, memusatkan


kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping. Tirah baring
pada posisi fowler rendah
menurunkan tekanan intraabdomen.
3.

3. Ajarkan teknik non farmakologis

Dengan teknik relaksasi dan


distraksi dapat mengalihkan

sperti distraksi dan relaksasi

perhatian pasien dengan nyeri yang


dirasakan.
4.

4. Kolaborasi : Berikan obat sesuai

Menghilangkan reflex
spasme/kontraksi otot halus dan

indikasi; atau dengan analgetik

membantu dalam manajemen nyeri.

2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, distensi, dan
hipermotilitas gaster.
Tujuan dan Kriteria Hasil (NIC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. defisit volume cairan
teratasi dengan kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4. Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
5. Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
7. pH urin dalam batas normal
8. Intake oral dan intravena adekuat

Intervensi
1. Pertahankan masukan dan haluaran

Rasional
1. Memberikan informasi tentang status

akurat, perhatikan haluaran kurang

cairan/volume sirkulasi dan

dari masukan, peningkatan berat jenis

kebutuhan penggantian.

urine. Kaji membrane mukosa/kulit,

nadi perifer, dan pengisian kapiler.


2. Awasi tanda / gejala
peningkatan/berlanjutnya

2. Muntah berkepanjangn, aspirasi


gaster, dan pembatasan pemasukan

mual/muntah, kram abdomen,

oral dapat menimbulkan deficit

kelemahan, kejang, kejang ringan,

natrium, kalium dan klorida.

kecepatan jantung tak teratur,


parestesia, hipoaktif atau tak adanya
bising usus, depresi pernapasan.
3. Kolaborasi : Pertahankan pasien puasa
sesuai keperluan.

3. Menurunkan sekresi dan motilitas


gaster.

4. Kolaborasi : Berikan antimetik.

4. Menurunkan mual dan mencegah


muntah.

5. Kolaborasi : Berikan cairan IV,


elektrolit, dan vitamin K.

5. Mempertahankan volume sirkulasi


dan memperbaiki
ketidakseimbangan.

3. Risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah.
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.nutrisi kurang teratasi
dengan indikator:
1.

Albumin serum

2.

Pre albumin serum

3.

Hematokrit

4.

Hemoglobin

5.

Total iron binding capacity

6.

Jumlah limfosit

Intervensi
1. Kaji distensi abdomen, sering
bertahak, berhati-hati, menolak

Rasional
1. Tanda non-verbal ketidaknyamanan
berhubungan dengan gangguan

bergerak.

2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori

pencernaan, nyeri gas.

2. Mengidentifikasi kekurangan /

juga komentar tentang napsu makan

kebutuhan nutrisi. Berfokus pada

sampai minimal

masalah membuat suasana negative


dan mempengaruhi masukan.

3. Berikan suasana menyenangkan


pada saat makan, hilangkan

3. Untuk meningkatkan nafsu


makan/menurunkan mual.

rangsangan berbau.

4. Kolaborasi : Konsul dengan ahli

4. Berguna dalam membuat kebutuhan

diet/tim pendukung nutrisi sesuai

nutrisi individual melalui rute yang

indikasi.

paling tepat.

5. Tambahkan diet sesuai toleransi,

5. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan

biasanya rendah lemak, tinggi serat,

meminimalkan rangsangan pada

batasi makanan penghasil gas dan

kandungan empedu.

makanan/makanan tinggi lemak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym.

2010.

available

athttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/bileductdiseases.html

(Diakses tanggal 18 Nopember 2014)


Anonym.2010.available

http:

://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000215.htm

(Diakses tanggal 18 Nopember 2014)


Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini cholestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
C, Lilis C, LeMone. P. (1997). Fundamental of Nursing: The Art and Science of Nursing
Care. Philadelphia: Lippinott-Raven Publishers.
Doenges, Marilyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan EGC, Jakarta.
Jhonson, Marion., Meridean Maas. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). St.
Louis: Mosby.
Mansjoer A. et al, 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. hal 510-512. Jakarta:
Media Aesculapius, FKUI.
McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. (1996). Nursing Interventions Classification
(NIC). St. Loui: Mosby.
NANDA. (2005). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006.
Philadelphia: NANDA International.
Nazer,

Hisham.

2010.

Cholestasis.

http://emedicine.medscape.com/article/927624-overview

available
(Diakses

tanggal

at
18

Nopember 2014)
Perry, A.G. & Potter, P.A. (1994). Clinical Nursing Skills & techniques (third edition). St.
Louis: Mosby-Year Book.aylor
Potter, P.A. & Perry, A.G. (1996). Fundamentals of Nursing: Concept, Process & Practice.
(third edition). St. Louis: Mosby-Year Book
Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan. Kuliah Ilmu
Bedah, hal 71 77,

MENGETAHUI

DENPASAR, 22 NOVEMBER 2014

PEMBIMBING PRAKTEK

MAHASISWA

NIP :

NIM :
MENGETAHUI
PEMBIMBING AKADEMIK

(
NIP :

Anda mungkin juga menyukai