Berikut ini adalah pengertian tentang CKD menurut beberapa ahli dan sumber
diantaranya adalah :
1.
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan
sampah nitrogenlain dalam darah (Smeltzer dan Bare, 2001).
2.
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih, dan
dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa
gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea,
Panggabean, dan Gultom, 2005)
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit
ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti
sediakala. CKD adalah penyakit ginjal tahap ahir yang dapat disebabakan oleh
berbagai hal. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.
B.
Menurut Suwitra (2006) dan Kydney Organizazion (2007) tahapan CKD dapat
ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut :
a.
Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90
ml/menit/1,73 m2.
b.
Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 6089 ml/menit/1,73 m2.
c.
Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 3059 ml/menit/1,73 m2.
d.
Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 1529 ml/menit/1,73 m2.
e.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta,
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunya. Di negaranegara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun. (2:1035)
C.
1. Anatomi
Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut Pearce dan Wilson
(2006) :
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal,
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal
dibelakang pritonium. Kedudukan gijal dapat diperkirakan dari belakang, mulai
dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Dan
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan oleh hati.
Gambar 2.1
Anatomi ginjal tampak dari depan.
Sumber : digiboxnet.wordpress.com
Selain tubulus urineferus, setruktur ginjal juga berisi pembuluh darah yaitu arteri
renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan
bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes),
serta masing-masing membentuk simpul didalam salah satu glomerulus.
Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen (arteriola eferentes),
yang bercabang-cabang membentuk jaring kapiler disekeliling tubulus uriniferus.
Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang
membawa darah kevena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal
mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama
disekeliling tubulus urineferus, karena fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut.
2. Fisiologi.
Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentukan urin
menurut Syaeifudin (2006).
a.
Fungsi ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam sistem organ
tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan sistem lain
dalam tubuh. Ginjal punya dua peranan penting yaitu sebagi organ ekresi dan
non ekresi. Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja sebagai filtran senyawa yang
sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti urea, natrium dan lain-lain dalam
bentuk urin, maka ginjal juga berfungsi sebagai pembentuk urin.
Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan bekerja
sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta fungsi
hormonal. Ginjal mengekresi hormon renin yang mempunyai peran dalam
mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron), pengatur hormon
eritropoesis sebagai hormon pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan
eritrosit. Disamping itu ginjal juga menyalurkan hormon dihidroksi kolekalsi feron
(vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium dalam usus.
b.
Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal. Darah
ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah,
kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorsi dan ekresi
(Syaefudin, 2006) :
1. Proses filtrasi.
Pada proses ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses aferen lebih
besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan
sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
disaring disimpan dalam simpay bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium,
klorida sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2. Proses reabsorsi.
Pada peroses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan proses obligator. Reabsorsi terjadi pada tubulus proksimal.
Sedangkan pada tubulus distal terjadi penyerapan kembali natrium dan ion
bikarbonat bila diperlukan. Penyerapannya terjadi secara aktif, dikenal dengan
reabsorsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.
3. Proses ekresi.
Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan pada
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter dan masuk ke fesika urinaria.
D.
ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
1. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
2. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
E.
PATHOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal.
Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi, sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan mendapatkan
urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi glomelurus
atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar
kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD
tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering
tertahan dalam tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal
jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam,
MANIFESTASI KLINIS
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka
pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan
gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain
yang mendasari. Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi pada
sistem kardio vaskuler, dermatologi, gastro intestinal, neurologis, pulmoner,
muskuloskletal dan psiko-sosial menurut Smeltzer, dan Bare (2001) diantaranya
adalah :
1. Kardiovaskuler :
a.
Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron.
b.
c.
KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4.
5.
Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6.
7.
8.
9.
H.
PENATALAKSANAAN
Derajat
LFG
(ml/mnt/1,873 m2)
> 90
Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progresion) fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler.
2
60-89
Menghambat pemburukan (progresion) fungsi ginjal.
3
0-59
Mengevaluasi dan melakukan terapi pada komplikasi.
4
15-29
Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis).
5
< 15
Dialysis dan mempersiapkan terapi penggantian ginjal (transplantasi ginjal).
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak
terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta
pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap
terapi spesifik. Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 2030 % dari normal
terapi dari penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2. Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radio kontras,
atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit
pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang
antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan
asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang
harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium
(sayuran dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5-5,5 mEg/lt. sedangkan pada
natrium dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah
garam disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal
adalah hiperventilasi glomerulus yaitu :
a)
Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt,
sedangkan diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein
yang dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya protein
nilai biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam
pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena protein
akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat. Namun
saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit, selain itu
makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor, sulfur, dan ion
anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu pembatasan protein
bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat dan protein berasal dari
sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
b)
Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.
Pemakaian obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti penghambat
enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim / ACE inhibitor)
dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi akibat mekanisme
kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri.
4. Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit
komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan
terapi penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia,
anemia, hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua
ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara
keseluruhan.
5. CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan
absorsi fosfat.
6. Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
I.
PENGKAJIAN FOKUS
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat
terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan
penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk /
berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit
parah. Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari dokter.
Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung
kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
b.
Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
d.
Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien
tidak dapat menolong diri sendiri. Tandanya adalah aktifitas dibantu.
e.
Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung mata.
Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
f.
Pola reproduksi
Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema,
citra diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan
percaya diri.
j.
Pola kepercayaan.
Pengkajian fisik
Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c.
Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebian cairan.
d.
Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e.
Dada
Abdomen.
Genital.
Ekstremitas.
Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.
6.
a.
Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan Laboratorium :
1.
Urin
a)
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak ada
(anuria).
b)
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
c)
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d)
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
2.
3.
Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal
tidak mampu mereabsorbsi natrium.
4.
Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara
kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan
fregmen juga ada.
5.
Darah
a)
Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
b)
Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
c)
SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti pada azotemia.
d)
GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi hidrogen
dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCO2
menurun.
e)
Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
f)
Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada
tahap akhir , perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau
lebih besar. Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein
(khuusnya albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau
penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial. Osmolalitas serum lebih
besar dari 285 mosm/kg, sering sama dengan urine.
b.
Pemeriksaan Radiologi
1.
Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2.
Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3.
4.
EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
5.
KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
6.
Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
7.
8.
Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi.
9.
Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan
diit tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang
sangat ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
10. pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada
penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan transplantasi.
I.
PHATWAYS KEPERAWATAN
J.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan tada vital dapat terjadi sebagai
akibat dari patofisiologi dan nyeri.
b)
Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau napas dalam.
Rasional : Tekanan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih
efektif dan dapat mengurangi trauma.
d)
Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari
implementasi, juga adanya kerusakan pada paru.
g)
c)
Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi misalnya adanya
anoreksia, mual dan muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, kurang
memahami diet.
Rasional : Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
d)
hipoksia, capillary refill kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas
normal (Hb 12-15 gr %), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda vital stabil: TD
120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit.
Intervensi :
a)
Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar kuku.
Rasional : Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, keluaran urine
dan respons terhadap terapi.
c.
Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan
untuk pengobatan, oral dan intravena.
Rasional : Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
d.
6.
Resti gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder terhadap adanya edema pulmonal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pertukaran
gas efektif.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan
pertukaran gas efektif, GDA dalam rentang normal, tidak ada tanda sianosis
maupun hipoksia, traktil fremitus positif kanan dan kiri, bunyi napas tidak
mengalami penurunan, auskultasi paru sonor, tanda-tanda vital dalam batas
normal : RR 16-24 x/menit.
Intervensi :
a)
Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak otot dada,
dispnea, sianosis, dan perubahan tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat dari patofisiologi dan nyeri.
b)
Rasional : Traktil fremitus dapat negative pada klien dengan edema pulmoner.
e)
Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari
implementasi.
h)
Intervensi :
a)
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor dan perhatikan adanya
kemerahan, ekimosis.
Rasional : Menandakan adanya sirkulasi atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus atau infeksi.
b)