Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

DENGUE SYOK SINDROM (DSS)

Disusun Oleh:
1
2
3
4
5
6

Susana Natalia Missa (1202134)


Adelia Kristiani (1302001)
Ester Triyani (1302044)
Kristina Eka Yuliani (1302070)
Selly Ruth Defiana (1302110)
Yusi Eka P. (1302146)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES BETHESDAYAKKUM
YOGYAKARTA
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

I.

LATAR BELAKANG
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban
masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan
subtropis. DBD banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban yang
diperkirakan menginfeksi 2,5 milyar sampai 3 milyar orang. Sepanjang
perjalanan penyakit dengue dilaporkan telah menyebar dilebih dari 100
negara di dunia.
Kejadian penyakit DBD semakin tinggi disertai dengan serangan yang
lebih berat (Guha-Sapir & Schimmer, 2005) (WHO, 2011). Penyakit DBD
telah dilaporkan pada permulaan tahun 992 SM di Cina, namun baru
pertama kali dilaporkan tahun 1653 di French West Indies (Kepulauan
Karibia). Serangan penyakit DBD pada tahun 1897 terjadi di Australia,
serta pada tahun 1931 dilaporkan di Italia dan Taiwan. Kejadian Luar
Biasa (KLB) dengue di Asia Tenggara pernah terjadi di tahun 1953 sampai
1954 yang ditemukan di Filipina. Setelah itu menyebar ke banyak negara
yang mencakup di dalam wilayah World Health Organization (WHO)
South-East Asia dan wilayah Western Pacific (WHO, 2011). WHO
mencatat terhitung mulai tahun 1968 hingga tahun 2009, di kawasan Asia
Tenggara dengan kasus DBD tertinggi yaitu di Indonesia (Kemenkes RI,

II.

III.

2010a, WHO, 2011).


RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Dengue Syok Sindrom ?
2. Bagaimana etiologi dari Dengue Syok Sindrom ?
3. Bagaimana patofisiologinya ?
4. Bagaimana manoifestasi klinis dari Dengue Syok Sindrom ?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Dengue Syok Sindrom
6. Bagiamana penatalaksanaan dari Dengue Syok Sindrom ?
7. Bagaimana Asuhan keperawatan dari Dengue Syok Sindrom
TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Dengue Syok Sindrom
2. Untuk mengetahui etiologi dari Dengue Syok Sindrom
3. Untuk mengetahui patofisiologinya

4. Untuk mengetahui

manifestasi klinis dari Dengue Syok

Sindrom
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Dengue Syok
Sindrom
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Dengue Syok
Sindrom
7. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan dari Dengue Syok
Sindrom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Penyakit Dengue Haemoragic Fever adalah penyakit Demam Dengue
dengan manifestasi perdarahan ( Sumarmo dkk;2008)
Penyakit Dengue Syock Syndrome adalah penyakit DHF yang
mengalami renjatan atau shock (Mansjoer, Arief.dkk;2001.428)

Dengue Syok Syndrome adalah syndrome syok yang terjadi pada


penderita DHF atau Demam Berdarah Dengue. Menurut kriteria WHO
tahun 1997 dinyatakan sebagai DHF derajat III dan IV.
2. ANATOMI FISIOLOGI
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai
fungsi sangat penting dalam tubuh yaitu fungsi transportasi dalam tubuh
yaitu membawa nutrisi, oksigen dari usus dan paru-paru untuk
kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Darah mempunyai 2 komponen
yaitu komponen padat dan komponen cair. Darah berwarna merah,
warna merah tersebut keadaannya tidak tetap, tergantung kepada
banyaknya O2 dan CO2 di dalamnya. Apabila kandungan O2 lebih
banyak maka warnanya akan menjadi merah muda. Sedangkan. Darah
juga pembawa dan penghantar hormon. Hormon dari kelenjar endokrin
ke organ sasarannya. Darah mengangkut enzim, elektrolit dan berbagai
zat kimiawi untuk didistribusikan ke seluruh tubuh.
Peran penting yang dilakukan darah yaitu dalam pengaturan suhu
tubuh, karena dengan cara konduksi darah membawa panas tubuh dari
pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk didistribusikan ke seluruh
tubuh dan permukaan tubuh yang ada akhirnya diatur pelepasannya
dalam upaya homeostasis suhu (termoregulasi). Jumlah darah manusia
bervariasi tergantung dari berat badan seseorang. Rata-rata jumlah
darah adalah 70 cc/kgBB.
Dalam komponen cair atau plasma ini mempunyai fungsi sebagai
media transport, berwarna kekuningan. Sedangkan pada komponen
padat terdiri dari sel-sel darah eritrosit, leukosit dan trombosit. Pada
batas tertentu diatur oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan
jaringan. Bagian-bagian padat darah terendam dalam plasma.
Sel-sel darah :
1) Eritrosit
Eritrosit dibuat di dalam sumsum tulang, di dalam sumsum tulang
masih berinti, inti dilepaskan sesaat sebelum dilepaskan/keluar.
Pada proses pembentukannya diperlukan Fe, Vit. B 12, asam folat

dan rantai globulin yang merupakan senyawa protein. Selain itu


untuk proses pematangan (maturasi) diperlukan hormon eritropoetin
yang dibuat oleh ginjal, sehingga bila kekurangan salah satu unsur
pembentukan seperti di atas (kurang gizi) atau ginjal mengalami
kerusakan, maka terjadi gangguan eritrosit (anemia). Umur
peredaran eritrosit sekitar 105-120 hari. Pada keadaan penghancuran
eritrosit yang berlebihan, misalnya pada hemodialisis darah, hepar
kewalahan kewalahan mengolah bilirubin yang tiba-tiba banyak
jumlahnya. Maka akan timbul juga gejala kuning walaupun hati
tidak mengalami kerusakan. Eritrosit dihancurkan di organ lien
terutama pada proses penghancurannya dilepaskan zat besi dan
pigmen bilirubin. Zat besi yang digunakan untuk proses sintesa sel
eritrosit baru, sedangkan pigmen bilirubin di dalam hati akan
mengalami proses konjugasi kimiawi menjadi pigmen empedu dan
keluar bersama cairan empedu ke dalam usus. Jumlah normal
eritrosit pada laki-laki 5,5 juta sel/mm3, pada perempuan 4,8 juta
sel/mm3. Di dalam sel eritrosit didapat hemoglobin suatu senyawa
kimiawi yang terdiri dari atas molekul hem yang mempunyai ion Fe
(besi) yang terkait dengan rantai globulin (suatu senyawa protein).
Hemoglobin berperan mengangkut O2 dan CO2, jumlah Hb pada
laki-laki 14-16 gr%, pada perempuan 12-14 gr%.
2) Leukosit
Fungsi utama leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh dengan cara
menghancurkan antigen (kuman, virus, toksin) yang masuk. Ada 5
jenis leukosit yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, monosit.
Jumlah normal leukosit 5.000-9.000 /mm3. Bila jumlahnya
berkurang disebut leukopenia. Jika tubuh tidak membuat leukosit
sama sekali disebut agranulasitosis.
3) Trombosit
Trombosit bukan berupa sel, tetapi berupa/berbentuk keping yang
merupakan bagian-bagian kecil dari sel besar yang membuatnya

yaitu megakaryosit, di sumsum tualng dan lien. Ukurannya sekitar


2-4 mikron, dan umur peredarannya sekitar 10 hari. Trombosit
mempunyai kemampuan untuk melakukan :
a) daya aglutinasi (membeku dan menggumpal)
b) daya adhesi (melekat)
c) daya agregasi (berkelompok)
Jumlah

trombosit

150.000-450.000/mm3,

fungsinya

sebagai

hemostasis dan pembekuan darah. Pembekuan darah proses kimiawi


yang mempunyai pola tertentu dan berjalan dalam waktu singkat.
Bila ada kerusakan pada dinding pembuluh darah maka trombosit
akan berkumpul dan menutup lubang yang bocor dengan cara saling
melekat, berkelompok dan menggumpal dan kemudian dilanjutkan
dengan proses pembekuan darah .Kemampuan trombosit seperti ini
karena trobosit mempunyai 2 zat yaitu Prostaglandin dan
Tromboxan yang segera dikeluarkan bila ada kerusakan dinding
pembuluh darah atau kebocoran, zat ini menimbulkan efek
vassokontriksi pembuluh darah, sehingga aliran darah berkurang
dan membantu proses pembekuan darah.
4) Plasma
Plasma merupakan bagian cair dari darah. Plasma membentuk
sekitar 5% dari berat badan tubuh. Plasma adalah sebagai media
sirkulasi elemen-elemen darah yang berbentuk (sel-sel darah merah,
sel-sel darah putih, trombosit). Plasma juga berfungsi sebagai media
transportasi bahan-bahan organik dan anorganik dari satu organ atau
jaringan ke organ atau jaringan lain.
Komposisi dari plasma :
- Air : 91-92%
- Protein plasma :
Albumin (bagian besar pembentuk plasma protein, dibentuk di
hepar).
Globulin a, b, g (terbentuk di dalam hepar, limfosit dan sel-sel
retikuloendotelial).
globulin.

Immunoglobulin

merupakan

bentuk

Fibrinogen
Protrombin.
Unsur-unsur pokok anorganik : Na, K, Cl, Magnesium, zat besi,

Iodin.
Unsur-unsur pokok organik : urea, asam urat, kreatinin, glukose,
lemak, asam amino, enzim, hormon.

Fungsi Protein Plasma :


a) Mempertahankan tekanan osmotik plasma yang diperlukan untuk
pembentukan dan penyerapan cairan jaringan.
b) Dengan bergabung bersama asam dan alkali protein plasma
bertindak sebagai penyangga dalam mempertahankan pH normal
tubuh.
c) Fibrinogen dan protrombin adalah penting untuk pembekuan
darah.
d) Immunoglobulin merupakan hal yang esensial dalam pertahanan
tubuh melawan infeksi.
( Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem edisi 2
Jakarta: EGC. )
3. ETIOLOGI
Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Serotipe
DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus
parah. Infeksi oleh satu serotipe akan menimbulkan kekebalan terhadap
serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe yang lain.
Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes Aegypti (di
daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Nyauk
yang menjadi faktor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi
terinfeksi saat mengigit manusia yang sedang sakit dan viremia
(terdapat virus dalam darahnya). Menurut laporan terakhir, virus dapat
pula ditularkan secara transofarial dari nyamuk ke telur-telurnya.
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selam 8-10 hari terutama
dalam kelenjarair liurnya, dan jika nyamuk ini mengigit orang lain
maka virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam
tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang

tersebut akan mengalami sakit Demam Berdarah Dengue. Virus Dengue


memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah
selama 1 minggu.
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak
semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami
demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang
sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa
virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada
orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularannya.
Ciri-ciri nyamuk Aedes Aegypti adalah :
1. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.
2. Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah
seperti bak mandi, WC, tempayan, drum dan barang-barang
yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman
air, serta tempat minum burung.
3. Jarak terbang kurnag lebih 100 m.
4. Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit bebrapa
orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah
berpindah tempat).
5. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi.
Faktor penyebaran kasus DBD antara lain :
1. Pertumbuhan penduduk.
2. Urbanisasi yang tidak terkontrol.
3. Transportasi.
4. EPIDEMIOLOGI
Terdapat 150.000 kasus Demam Dengue pada tahun 2007 di Indonesia.
Suatu penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (tahun 1973-1978)
mendapatkan bahwa penderita DSS terutama pada golongan umur 1-4
tahun (46,5%), sedang Wong (Singapura) melaporkan pada umur 5-10
tahun dan di Manado terutama di jumpai pada umur 6-8 tahun
kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun.
Tidak terdapat perbedaan anatra jenis kelamin tetapi kematian lebih
banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki-laki.

5. PATOFISIOLOGI

6. MANIFESTASI KLINIK

IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan


baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan
baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat
terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi
bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar
lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan
kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu
singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit
bila terdapat tanda gejala dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Muntah terus menerus


Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
Kejang
Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
Nyeri perut hebat
Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa

haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali


8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah
atau penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk
membantu dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas
Kesehatan Kota Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang
terkena

demam

berdarah

maka

harus

segera

melaporkan

Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan


terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.
Terjadinya renjatan pada DBD biasanya terjadi pada saat
atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7,
bahkan renjatan dapat terjadi pada hari ke-10. Manifestasi klinik
renjatan pada anak terdiri atas:
1) Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki,
tangan dan hidung.
2) Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun
kesadarannya menurun menjadi apati, sopor dan koma.

3)
4)
5)
6)

Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya.


Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHG atau kurang.
Tekanan sistolik menurun menjadi 80mmHg atau kurang.
Oliguria sampai anuria.
(Rampengan, 2008)

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Deteksi antigen pada jaringan terfineksi.
Antigen dapat terdeteksi dalam leukosit darah periper dari pasien
dengan dengue,khusunya pada pasien dengan dengue, khususnya
pada fase demam dari penyakit, antigen juga dapat ditemukan pada
heapar dan paru pada autopsy dan kadang pada timus, nodus limfe,
kulit, limpa, sum-sum tulang dan serosa.
b. Reverse transcription-PCR amplication of fengue RNA
Amplikasi PCR dapat digunakan untuk memperjelas RNA bila
transkrips ibalik RNA target pada Cdnadigunakan sebagai langkah
awal. bila, digunakan oligonukleotida primer spesifik-dengue,
reverse transcripsion PCR

amplification dapat mendeteksi

sejumlah kecil molekul RNA dengue di antara jutaan molekul RNA


lainnya.
c. Tesserologi
Diagnostik dengue dengan penemuan virus atau pendektesian
antigen lebih dipilih dari diagnosis serologi digunakan untuk
memastikan sebagian besar infeksi dengue, meskipun essay serologi
dapat pada banyak situasi memberikan dignostik presupti terhadap
infeksi

baru

dari

spesimen

serum

tunggal,

diagnosis

konkultinfeksiakut dapat ditegakan hanya ketika kadar imonoglobin


anti dengue yang terdeteksi pada sera berpasangan.
d. MAS-ELISA
Pada infeksi dengue primer atau sekunder.macelisa dapat mengukur
peningkatan Ig M dengue spesifik bahkan pada sampel sera yang
dikumpulkan pada interval hari 1 dan 2 faseakut.Keuntungan lebih
jauh dari mac-elisa adalah bahwa pemeriksaan ini dapat digunakan
tanpa modifikasi untuk mendeteksi IgM anti-flavivirus pada cairan
serebrospinal.Karena IgM biasanya tidak melewati saluran darah
otak, pendeteksian IgM pada caira serebrospinal adalah temuan

diagnostic makna, yang menunjukkan replikasi flavivirus dalam


system saraf pusat.
e. Tes inhibisi-hemaglutinasi
Tes HI adalah pemeriksaan yang sederhana, sensitive dan dapat
tulang serta mempunyai keuntungan karena dapat menggunakan
reagen yang disiapkan secara local.
8. PENATALAKSANAAN
Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan
volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syek dansembuh
kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan
tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan
kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB (DepKes RI, 2005).
a. Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20
ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30
menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai
berat BB ideal dan umur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada
perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid.
Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan
kristaloid dengan tetesan 10ml/kg BB/jam bila tidak ada
perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairankoloid
(dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya
pemberiankoloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal
pemberian koloid 1500 ml/hari,sebaiknya tidak diberikan pada
saat perdarahan. Setelah pemberian cairanresusitasi kristaloid
dankoloid syok masih menetap sedangkan kadarhematokrit
turun,

diduga

sudah

terjadi

perdarahan;

maka

dianjurkanpemberian transfusi darah segar. Apabila kadar


hematokrit tetap > tinggi,maka berikan darah dalam volume
kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulangsampai 30 ml/kgBB/ 24

jam. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infusedikurangi


bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit (DepKes
RI, 2005).
b. Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda
vital telah membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan
segera diturunkan menjadi 10ml/kg BB/jam dankemudian
disesuaikan tergantung dari kehilangan plasmayang terjadi
selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala
padapasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi.Cairan
intravena

dapat

dihentikan

apabila

hematokrit

telah

turun,dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg


BB/jam atau lebihmerupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik (DepKes RI, 2005).
Pada umumnya,cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48
jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah
yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsiplasma dari
ekstravaskular

(ditandai

dengan

penurunan

kadar

hematokritsetelah pemberian cairan rumatan), maka akan


menyebabkan hipervolemiadengan akibat edema paru dangagal
jantung. Penurunan hematokrit pada saatreabsorbsi plasma ini
jangan dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapidisebabkan
oleh hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal,
dieresiscukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya
fase reabsorbsi (DepKes RI, 2005).
c. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai
pasien DBD/SSD, makaanalisis gas darah dankadar elektrolit
harus selalu diperiksa pada DBD berat.Apabila asidosis tidak
dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana

pasien menjadi lebih kompleks.Pada umumnya, apabila


penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dandilakukan
koreksi

asidosis

dengan

natrium

bikarbonat,

maka

perdarahansebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga


heparin tidak diperlukan (DepKes RI, 2005).
d. Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada
semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan
mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak
seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen (DepKes RI, 2005).
e. Transfusi Darah
Pemeriksaan

golongan

darah

cross-matching

harus

dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang


berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.
Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan
hematokrit(misalnya dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan
klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi,
merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar
dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup
mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar
trombosit (DepKes RI, 2005).
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk
pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi
pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga
dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti
waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen
degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk
mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan

hematologis tersebut juga menentukan prognosis (DepKes RI,


2005).
f. Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan
dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Halhal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
-

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat


setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat
teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali


sampai keadaan klinis pasien stabil.

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan,


mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk
menentukan

apakah

cairan

yang

diberikan

sudah

mencukupi.
-

Jumlah dan frekuensi dieresis


Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa

penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi


dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang
jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan
tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka
selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus
dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi,
pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka
pemberian dopamia perlu dipertimbangkan (DepKes RI, 2005).
9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita DBD dan SSD
yaitu(Rampengan, 2008) :
1. Gangguan keseimbangan elektrolit

Gangguan keseimbangan elektrolit biasanya dijumpai pada fase kritis


dan yang paling sering adalah hiponatremia dan hipokalsemia,
sedangkan hipokalemia sering pada vase konvalesen
a) Hiponatremia, terjadi karena intake yang tidak cukup dan
mendapat cairan yang hipotonik. Jika penderita tidak mengalami
kejang tidak perlu diberikan NaCl 3%, tetapi cukup diberi NaCl
0,9% atau RL-D5% atau RA-D5%.
b) Hipokalsemia, karena leakage/ kritis Ca mengikuti albumin ke
ruangan peritoneum dan pleura. Diobati dengan Ca glukonas 10%
sebanyak 1mL/kgBB/kali (maksimal 10 mL) diencerkan dan diberi
IV perlahan-lahan dapat diulangi tiap 6 jam hanya pada penderita
resiko

tinggi atau yang mungkin akan mengalami komplikasi,

misalnya pada derajat IV dan pada penderita dengan overhidrasi.


2. Overhidrasi
Komplikasi overhidrasi dapat dijumpai baik pada fase kritis maupun
fase konvalesen. Komplikasi ini dapat menyebabkan edema paru akut
dan/atau gagal jantung kongestif, yang berakhir dengan gagl napas dan
kematian. Untuk mencegah komplikasi ini yaitu dengan pengawasan
ketat dan sesuaikan kecepatan cairan IV ke jumlah minimal untuk
mempertahankan

volume

sirkulasi.Pentalaksanaan

ideal

dari

overhidrosis adalah mengeluarkan kelebiha cairan dalam rongga pleura


dan abdomen yang menyebabkan distress pernapasan.
10. PENCEGAHAN
Masyarakat perlu mewaspadai dan mengantisipasi serangan penyakit
DBD dengan menjaga kebersihan lingkungan di dalam rumah maupun
di luar rumah, antara lain melalui peningkatan Gerakan Jumat Bersih
untuk

membrantas

sarang

dan

jentik-jentik

nyamuk.Saat

ini,

pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah kegiatan


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu :
a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan
tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, penampung air lemari es, dan lain-lain.

b. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan


air seperti drum, kendi, toren air, dan sebagainya
c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang
memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk
penular DBD.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan, seperti:
a. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
b.
c.
d.
e.
f.
g.

sulit dibersihkan
Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk.
Menggunakan kelambu saat tidur.
Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
Menanam tanaman pengusir nyamuk.
Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah.
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
Untuk itu, perlu menjaga kesehatan dengan meningkatkan

kewaspadaan terhadap penularan demam berdarah, sehingga diperlukan


kepedulian peran serta aktif masyarakat untuk bergotong-royong
melakukan langkah-langkah pencegahan penularan penyakit DBD,
melalui kegiatan pemberantasan nyamuk dan jentik secara berkala dan
PSN 3M Plus. ( Kemenkes RI 2016 )
11. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari beberapa faktor:
1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu,
metode, adekuat tidaknya penangan
2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama
pemberian infus dimulai
3. Panas selama renjatan
4. Tanda-tanda serebral
( Rampengan. 2008. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta:EGC )
B. ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE SYOK SYNDROME
1. PENGKAJIAN

a. Identitas: Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah /


sekolah ada yang terkena DB)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan

yang

dirasakan

pasien

saat

pengkajian) : panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi.


2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita
pasien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas?
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang
5)

lain baik bersifat genetic atau tidak)


Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh

kembang?
6) Riwayat imunisasi
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,
panjang badan, usia).
2) Pemeriksaan per system
a) System persepsi sensori :
- Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal
- Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering.
b) System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing.
c) System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis,
cupinghidung, odem pulmo, krakles.
d) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis
perifer, nyeri dada.
e) System gastrointestinal :

- Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi.


- Perut : turgor, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites,
lingkar perut.
- Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena.
f) System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit
kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi.
g) System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
2. DIAGNOSA
a. Syok

hipovolemik

berhubungan

dengan

permeabilitas

membran meningkat.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
(viremia).
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan
cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. INTERVENSI
1. Syok

hipovolemik

berhubungan

dengan

permeabilitas

membran

meningkat
Tujuan : tidak terjadi hipovolemik
KH : tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a.
b.
c.
d.

Monitor keadaan umum pasien.


Observasi vital sign selama 3 jam.
Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda tanda pendarahan.
Kolaborasi pembrian carian intravena, pemeriksaan HB dan PCV.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia)

Tujuan : suhu normal kembali


KH : suhu tubuh 36-37
Intervensi :
a.
b.
c.

Berikan kompres.
Berikan /anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc perhari.
Anjurkan keluarga agar mengenakan pakainyang tipis dan mudah

d.
e.

menyerap keringat pada klien.


Observasi intake /output, TTV.
Kolaborasi pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik

3 .Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan


dari intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan :tidak tejadi defisit volume cairan
KH : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
(viremia)
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disuakai.
b. Observasi dan catat masukan makan pasien.
c. Timbang bb tiap hari.
d. Berikan /anjurkan pada klien untuk makan sedikit mun sering.
e. Observasi porsi makan klien.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam
berdarah

dengue

disertai

dengan

manifestasi

kegagalan

sirkulasi/syok/renjatan. Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah


sindrom syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorragic
Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD). Etiologinya
yaitu Virus Dengue, Vector, dan Host. Virus Dengue telah masuk
ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia, menyebabkan
pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imunAntibodivirus penganktifan tersebut akan membentuk dan melepaskan zat
(C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamu ssehingga terjadi termoregulasi
instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+
dan air sehingga terjadi hipovolemi. Masa virus dengue inkubasi 35 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang
hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan nhatiterabakenyal harus di
perhatikan kemungkinanakan terjadi renjatan pada penderita.
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu
kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki, serta
sianosis di sekitar mulut. Bila syok terjadi pada masdademammaka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

2. SARAN
Dengue Syok Sindrom bukan saja merupakan suatu
permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas
dan tiba-tiba, tetapi juga merupakan permasalahan klinis. Krena
30-50% penderita demam berdarah dengue akan mengalami
renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama bila tidak
ditangani secara dini dan adekuat. Bila pasien sudah masuk dalam
tahap DSS yaitu pada grade 3 atau 4 maka penatalaksanaan yang
terpenting adalah pengelolaan cairan. Cepat mempertahankan
volume vaskuler sehingga cepa tmengatasi syok

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Azis Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Buku 2.
Jakarta : Salemba Medika

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:


Sutaryo. (2004). Dengue. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada :
Yogyakarta.
World Health Organization (1999). Demam Berdarah Dengue: Diagnosis,
Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta : EGC.
Widoyono,MPH (2011). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai