Anda di halaman 1dari 14

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Glomerulonefritis Akut adalah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu, yang paling sering adalah infeksi kuman streptokokus, penyakit ini
sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai
anak pria di bandingkan anak perempuan.(Ngastiyah,2005)

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus


(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli,
sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik
di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.
Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi
klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan
penyakit dan prognosis.

B. Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah
infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus
beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan
60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-
gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko
terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
6

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa
penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan
karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
a. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
b. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
c. Parasit : malaria dan toksoplasma

1. Streptokokus
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan
golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada
manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini
diberi spesies nama S. pyogenes
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

a. Sterptolisin O

adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan
tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada
oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang
terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam
7

biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan


antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi
oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini
menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar
tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang
melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap
tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.

b. Sterptolisin S

adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus


yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan
antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang
sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada
pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus


Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang
sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan
glomerulonephritis.
8

C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada
epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10
setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap
tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan
sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok
yang terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi
sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien
mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya
adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik.
Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit
ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3
belum pulih dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya
diikuti secara seksama oleh karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal
kronik.

2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi
tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler
9

gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan


albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin
tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema
ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema
berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi
berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang
mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang,
sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada
wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian
anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)
akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga
terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada
retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan
seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.

Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
10

minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.
Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain
yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya
sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau
akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.

a. Gambaran Laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria
makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine
dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular,
eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang
kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti
hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal
atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50%
pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut


pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam
waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada
glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3,
ternyata berlangsung lebih lama.
11

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan


tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-
80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji
terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis
dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.
Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau
antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal
penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji
titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.
kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak
mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien.

3. Komplikasi
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau oliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.


Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema
otak.
12

Gangguan sirkulasi berupa dispnue, ortopnue, terdapatnya ronki basah,


pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan
spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume
plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang
menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.

D. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan istirahat mutlak
selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi
penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat
buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab
tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis
seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi
kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi
dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi
terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)


dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada
13

anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian


sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan
peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral
tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. Diurektikum tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir


ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-
10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus (Repetto dkk, 1972).

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

A. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN FISIK

 Aktivitas/istirahat

- Gejala: kelemahan/malaise

- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot


14

 Sirkulasi

- Tanda: hipertensi, pucat,edema

 Eliminasi

- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)

- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)

 Makanan/cairan

- Gejala: peæBB (edema), anoreksia, mual,muntah

- Tanda: penurunan haluaran urine

 Pernafasan

- Gejala: nafas pendek

- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan


kusmaul)

 Nyeri/kenyamanan

- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala

- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan tingkat kesadaran

2. Kelebihan volume cairan b/d.oliguria

3. Gangguan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan b/d anoreksia

4. Intoleransi aktivitas b/d. Kelelahan

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit (infeksi sekunder) bd. Perubahan


metabolisme dan sirkkulasi tubuh.
15

6. Ansietas Orang tua b/d rawat inap anak dirumah sakit

7. Defisit pengetahuan b/d pemahaman instruksi pemahaman dirumah

C. IMPLEMENTASI

Diagnosa keperawatan 1

 Pantau dan catat tekanan darah setiap 1-2 jam selama fase akut
 Lakukan tindakan kewaspadaan berikut ini bila terjadi kejang :

- Pertahankan jalan napas melalui mulut dan letakan peralatan persiapan


disisi tempat tidur anak

- Sematkan tanda di atas tempat tidur anak dan pada pintu, berisi
peringatan tentang statuskejang anak yang ditujukan untuk petugas
kesehatan

 Beri obat antihipertensi

 Pantau status volume cairan anak setiap 1-2 jam, pantau haluaran urine, haluaran
harus 1-2ml/kg/jam

 Kaji status neurologis anak (tingkat kesadaran, refleks, dan respon pupil) setiap 8
jam.

 Beri obat diuretic, misalnya lasix

Diagnosa keperawatan 2.

 Observasi tanda vital tiap 2 jam


 Kaji status cairan, observasi intake dan output

 Jelaskan pada pasien pentingnya pembatasan cairan


16

 Timbang BB tiap hari pada waktu, alat dan pakaian yang sama

 Observasi hasil lab: BJ. Urine, Albumin, elektrolit, darah (kalium dan natrium)

Diagnosa keperawatan 3.

 Catat pemasukan makanan setiap kali habis makan


 Catat gejala yg timbul stlh makan, seperti: mual muntah

 Kaji pola dan kebiasaan makan pasien

 Sajikan makanan yang menarik dan selalu hangat, porsi kecil tapi sering.

 Pemberian diet tinggi kalori rendah protein, tinggi karbo hidrat rendah garam.

 Observasi hasil lab: BUN dan serum creatinin.

Diagnosa Keperawatan 4.

 Kaji aktivitas yang biasa dilakukan Pasien setiap hari


 Anjurkan pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya

 Bantu aktivitas yang belum dapat dilakukan sendiri oleh pasien.

 Batasi aktivitas pasien selama di rawat

Diagnosa Keperawatan 5.

 Jelaskan pd pasien tujuan dari setiap tind. yg dilakukan.


 Observasi keadaaan perkembangan kulit setiap hari.

 Kebersihan kuku.

 Miring kiri-kanan setiap 2 jam.

 Lakukan masase,olesi minyak untuk memperlancar aliran darah

 Pertahankan kondisi kulit tetap kering.


17

 Anjurkan pasien memakai pakaian/alat-alat tenun dari bahan katun

Diagnosa keperawatan 6

 Dengarkan setiap kekhawatiran orang tua


 Jelaskan semua prosedur kepada orang tua dan libatkan mereka dalam diskusi
tentang perawatan anak

 Rujuk orang tua ke kelompok pendukung yang tepat jika dibutuhkan

Diagnosa keperawatan 7

 Jelaskan kepada orang tua tentang patofisiologis penyakit


 Yakinkan kembali orang tua bahwa penyakit tersebut jarang menyebabkan efek
jangka panjang

 Jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya mempertahankan anak pada


restriksi diet natrium, sampai edema berkurang dan fungsi ginjal kembali normal

 Instruksikan orang tua untuk membatasi aktivitas anak sampai dokter menyetujui
bahwa anak dapat melakukan aktivitas seperti sediakala

D. EVALUASI

 Intake dan output cairan seimbang.

 Tidak ada udema.

 Tanda-tanda vital: TD: 120/80 mmHg, RR: 20 X/m, HR: 80 X/mt, suhu: 367o C.

 Kadar elektrolit darah normal.

 Tidak ada mual, muntah.

 Pasien dapat menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan.

 Tidak ada gatal-gatal dan lecet pada kulit.


18

 Tahan terhadap aktivitas tanpa ada kelelahan.

Anda mungkin juga menyukai