Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUANCHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) RPD RSUD BLAMBANGAN BANYUWANGI TAHUN 2023

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Profesi Ners

Oleh :

Jelang Senja Syahputra


202304019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Cronic Kidney Disease (CKD) telah disetujui dan disahkan pada:

Hari, Tanggal :

Tempat : Ruang Tawang Alun Blambangan Banyuwangi

Bayuwangi, Desember 2023

Mahasiswa,

Jelang Senja Syahputra


202304019

Mengetahui,

Pembimbing Klinik, Pembimbing Institusi,

……………………….. ………………………..

Kepala Ruangan,

………………………..
LEMBAR KONSULTASI

NAMA : Jelang Senja S

NIM : 202304019

PRODI : Profesi Ners Keperawatan

JUDUL LP : Chronic Kidney Disease (CKD)

No Hari/tanggal Pembimbing Perbaikan/masukan TTD


KONSEP TEORI CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. DEFINISI

Ginjal adalah salah satu organ utama sistem perkemihan atau urinari (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang

cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Ginjal merupakan salah satu organ terpenting bagi kelangsungan hidup manusia. Namun pada ginjal

dapat mengalami berbagai masalah seperti gagal ginjal. Gagal ginjal dikategorikan menjadi dua yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik.

Penyakit gagal ginjal yang sering dihadapi oleh masyarakat di negara maju maupun negara berkembang adalah penyakit gagal ginjal kronik Chronic

Kidney Disease (CKD).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah hasil dari perkembangan danketidakmampuan kembalinya fungsi nefron.Gejala klinis yang

serius seringtidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya70-75% di bawah normal.Bahkan, konsentrasi elektrolit

darah relatif normaldan volume cairan tubuh yang normal masih bisa di kembaikan sampai jumlahnefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25

persen. (Guyton and Hall, 2014).

Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

sampah nitrogen lain dalam darah) (Nuari dan Widayati, 2017).

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal

mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, pada suatu derajat diperlukan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau

transplantasi ginjal.

a. Anatomi Fisiologi Ginjal

1) Anatomi Ginjal

Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dariginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. Ginjal yang terus

menerusmenghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkanuntuk membawa urine keluar tubuh. (Wilson,2016).

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak dikedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit

lebih rendahdibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnyaterletak setinggi iga kesebelas. Ginjal terletak

dibagian belakang abdomenatas, di belakang peritoneum, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis, kuadratus

lumborum, dan psoas mayor (Wilson,2016).

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian :

a. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang

mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinusrenalis.


b. Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklatmerah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini

tepat dibawahtunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatandengan sinus renalis, dan bagian dalam

diantara piramid dinamakankolumna renalis.

c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

d. Procesus renalis, yaitu bagian pyramid/yang menonjol kea rahkorteks.

e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area di mana pembuluh darah,serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan

ginjal.

f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor.

g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yangmenghubungkan antara calix major dan ureter.

j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang

disebutkapsula adipose atau peritoneal feet. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang melalui hilus renalis.

Satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang1.3 juta nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter

darah, Nefronterdiri dari bagian :

a. Glomerulus

Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yangterletak di dalam kapsula bowman dan menerima darah dari

arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arterioleferen.Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar 20%

plasmayang masuk ke kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk keruang interstisium, kemudian ke dalam kapsula

bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merahatau protein plasma hamper tidak ada yangmengalami filtrasi.Proses filtrasi

menembus glomerulus serupadengan yang terjadi pada proses filtrasi diseluruh kapiler lain. Halyang berbeda pada ginjal adalah

bahwa kapiler glomerulus sangat permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil( Muttaqin & Sari, 2011).

b. Tubulus proksimal konvulta

Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowmandengan panjang 15mm dan diameter 55um. Bentuknya

berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian medula dan kembali ke kortkessekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi diabsorpsi

secara isotonis bersama klorida.

c. Gelung henle

Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya kesegmen tebal penjangnya 12mm, total panjang ansa

henle 2-14 mm.klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendensmempertahankan kenetralan listrik.

d. Tubulus distal konvulta

Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok danletaknya jauh dari kapsula bowman, panjagnya 55mm.

tubulus distaldari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yangoanjangnya 20mm.


e. Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolic tidak aktif. Pengaturan secara halus dari eksresi natrium urine terjadi

disinidengan aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorpsi natrium.

2) Fisiologi

Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas,elektrolit, dan konsentrasi asam basa cairan tubuh dengan

mengeksresikanair dan elektrolit dalam jumlah yang cukup untuk mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh total dan untuk

mempertahankan konsentrasinormalnya dalam cairan ekstraselular (ECF). (Wilson&Price,2006)Menurut Sylvia A Price, ginjal terdiri

dari dua fungsi utama, yaitu:

a. Fungsi Eksresi

1) Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubaheksresi air.

2) Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-ubah eksresi Na+

3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolitindividu dalam rentang normal

4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkankelebihan H+ dan membentuk kembal HCO2.

b. Fungsi Noneksresi

Mensintesis dan mengaktifkan hormone :

1) Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah

2) Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah meraholeh sumsum tulang belakang.

3) Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerjasecara local

B. ETIOLOGI

Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan lajufiltrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus

filtration rate (GFR).

Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013 :

1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapatmenyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling

sering adalah aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah.

Hiperplasiafibromuskular pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkansumbtan pembuluh darah. Nefrosklerosis yaitu suatu

kondisi yangdisebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati, dikarakteristikkanoleh penebalan, hilangnya elastisitas system, perubahan

darah ginjalmengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.

2. Gangguan imunologis : Seperti glomerulonefritis

3. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coliyang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.

Bakteriini mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secaraascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah lewat ureter ke ginjal

sehinggadapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut pielonefritis.


4. Gangguan metabolik : Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemakmeningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal

dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosisyang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal

pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.

5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesic ataulogam berat.

6. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dankonstriksi uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik = kondisi keturunanyang dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di

dalamginjal dan organ lain, serta tidak adanya jar.ginjal yang bersifat kongenital(hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.

8. Kelebihan ProteinProtein bagi tubuh berfungsi sebagai pembangun sistem pertahanan tubuhagar bisa menghadapi serangan penyakit infeksi,

membantu sistem pembekuan darah, dan menjaga agar cairan yang beredar dalam tubuh berada dalam jumlah dan komposisi yang tepat.

C. PATOFISIOLOGI

Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yangnormalnya diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi

uremiadan mempengarui setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan semakin berat. Dan banyak gejala uremia

membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017).

Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakitglomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular,

infeksi, nefritisinterstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan :

1) Mekanisme pencetus spesifik yangmendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulo nefritis,

atau pajanan zat toksin pada penyakittubulus ginjal dan interstitium;

2) Mekanisme kerusakan progresif yangditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa.

Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memilikikontribusi terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena

etiologiseperti yang telah dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memilikikemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya

nefron sehatyang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasitekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik

dalamglomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkanhipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi. Pada tahap

ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan hiponatremiaakibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan

glomerulusini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengantingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada sel

tubuloepitelialdapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal intraselular,meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi

lokal growth faktor, danmelepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkaninflamasi dan fibrosis tubulointerstitiel melalui

pengambilan dan aktivasi makrofag.

Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkansintesis matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan

akumulasikolagen tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosistubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan menyebabkan massa

ginjal yangsehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus progresi penyakit olehhiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.

Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakanfungsi ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan

fungsiekskretorik ginjal antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunanreabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan

ekskresifosfat, penurunan ekskresi hidrogen.


Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalanmengubah bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi

eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguansistem imun, dan sistem reproduksi. Angiotensin II memiliki

peran pentingdalam pengaturan tekanan intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal dan merupakan

vasokonstriktor kuat yangakan mengatur tekanan intraglomerular dengan cara meningkatkan iramaarteriole efferent. Angiotensin II akan memicu

stres oksidatif yang padaakhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dankemoaktraktan, sehingga angiotensin II memiliki peran

penting dalam patofisiologi CKD.

Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkankarena banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-

dihydroxyvitamin D atau kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalanmengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi

Ca.Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi.Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi

karenahipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadapPTH. Kalsium dankalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan

hiperfosfatemiaakan menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.

Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampuuntuk mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga

timbulhiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini

digunakan dalamsintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol punakan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin

D. Sehingga feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi peningkatan hormon parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme

sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum tulangsehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin yang

pada akhirnyaakan menyebabkan anemia. Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan osteodistrofi yang diklasifikasikan menjadi

osteitis fibrosa cystic,osteomalasia, adinamik bone disorder, dan mixed osteodistrofi. Penurunanekskresi Na akan menyebabkan retensi air sehingga

pada akhirnya dapatmenyebabkan oedem, hipertensi. Penurunan ekskresi kalium juga terjaditerutama bila GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD

stadium 5. Penuruanekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia sehingga meningkatkan resikoterjadinya kardiak arrest pada pasien.

Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasiadanya anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap.

Pada CKD,ginjal tidak mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus proksimaluntuk mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam

bentuk ammonium. Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5.Anion gap terjadi karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion –

anion lainyang tidak terekskresi dengan baik. Asidosis metabolik pada CKD dapatmenyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain itu asidosis

metabolik juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan osteodistrofi ginjal.

Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresisisa nitrogen dalam tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia,

basalurea nitrogen akan meningkat, begitu juga dengan ureum, kreatinin, sertaasam urat. Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke seluruh

tubuh dandapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu sindromuremia ini akan menyebabkan trombositopati dan

memperpendek usia seldarah merah. Trombositopati akan meningkatkan resiko perdarahan spontanterutama pada GIT, dan dapat berkembang

menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.

Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid, gangguan sistem imun, dan gangguan reproduksi.

Karenafungsi insulin menurun, maka gula darah akan meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu timbulnya aterosklerosis, yang pada

akhirnyadapat menyebabkan gagal jantung.


Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum tulang padahiperparatiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO.

Selain ituanemia dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari sindrom uremia, anemia dapat juga terjadi

karena malnutrisi(Kirana, 2015).

D. Klasifikiasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya

Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) sebagai berikut :

a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)

b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)

c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)

d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)

e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clrearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :

Clrearance Creatinin (ml/menit) = (140 – umur) × berat badan (kg)

72 × creatinin serum (mg/dl)

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

E. Manifestasi Klinik

a. Gangguan kardiovaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan

irama jantung dan edema. Pada gagal ginjal kronik hampir selalu disertaihipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada CKD oleh karena

penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron(RAA). Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai

akibatkelebihan cairan tubuh, dapat pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering dijmpai akibat

gangguanelektrolit.

b. Gangguan pulmoner

Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suarakrekles.

c. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran

gastrointestinal,ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula

faktor uremikumakibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis,cegukan juga sering yang belum jelas penyebabnya.

Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 % kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.

d. Gangguan muskuluskeletal

Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selaludigerakkan),burning feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar,

terutamaditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-ototekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai bawah selalu

bergerak-gerak (restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada kaki,gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur,

gangguankonsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma.


e. Gangguan integument

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan

rapuh. Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh, kering, timbul bintik-bintik hitam dangatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada

kulit.

f. Gangguan endokrin

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguanmenstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan

metaboliclemak dan vitamin D.

g. Sistem hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksieritopetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang,

hemodialisi akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalamsuasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosit

dantrombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai pendarahan akibatgangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai

trombositopeni. Fungsileukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita CKD

mudah terinfeksi, oleh karenaimunitas yang menurun.

h. Gangguan lain

Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi,gangguan elektrolit dan asam basa hampir selalu dijumpai, seperti

asidosismetabolik, hiperkalemia, hiperforfatemi, hipokalsemia (Wijaya dan Putri,2017).

Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguanmetabolik seperti asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu,

pengukuran yang paling umum dari gangguan fungsi ginjal yaitu serum kreatininmungkin hanya sedikit meningkat pada tahap awal CKD .

akibatnya,estimasi GFR sangat penting bagi pengenalan tahap awal CKD. Karena tahapawal CKD sering tidak terdeteksi, dibutuhkan

diagnosis pada pasien dengantingkat kecurigaan yang tinggi yaitu yang mengalami kondisi kronis sepertihipertensi dan diabetes militus.

Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum padastage III, IV, V. Anemia, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor

(hiperparatiroidisme sekunder), malnutrisi, abnormalitas cairan dan elektrolitmenjadi lebih umum seiring fungsi ginjal memburuk. Umumnya

pada pasien CKD stadium V juga mengalami gagal-gagal, intoleransi dingin, berat badanmenurun, neuropati perifer (Joy et al, 2018).

F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI

Menurut (Smeltzer dan Bare, 2011), komplikasi potensial Chronic Kidney Disease (CKD) yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam

perawatan, mencakup:

1. HiperkalemiaAkibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan masukandiet berlebih

2. PericarditisEfusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampahuremik dan dialysis yang tidak adekuat

3. HipertensiAkibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin,angiotensin, aldosterone

4. AnemiaAkibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, peradangan gastro intestinal

5. Penyakit tulang serta klasifikasi akibat retensi fosfat

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2015) :

1. Dialisis

Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjalyang serius, seperti hiperkalemia, pericarditis, dan

kejang. Dialysismemperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dannatrium dapat dikonsumsi secara bebas,

menghilangkan kecendrungan peradrahan, dan membantu penyenbuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metodeterapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal

yaitumembuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi inidilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun

(lebih dari90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidupindividu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini

dikenal ada 2 jenisdialisis :

a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakanmesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose

ini,darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun

melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untukdialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan,

darah dialirkankembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu dirumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan

waktu sekitar 2-4 jam.

b. Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darahdengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga

perut). Jadi,darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dandisaring oleh mesin dialisis.

c. Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemidapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang

pertama harus diingatadalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaandarah, hiperkalemia juga dapat

didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bilaterjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangiintake kalium,

pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.

d. Koreksi Anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin

dapat diatasi.Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.Transfuse darah hanya dapat diberikan bila

ada indikasi yang kuat,misalnya ada infusiensi koroner.

e. Koreksi Asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau

parentera. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.

Hemodialisi dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

f. Pengendalian Hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatatordilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan

hipertensiharus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

g. Transplantasi Ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratoriuma.

a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,

antibody(kehilangan protein dan immunoglobulin)

b. Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT.

2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi,

hipokalsemia).

3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises,

ureter proksimal,kandung kemih serta prostate.

4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, RetrogradePyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan,

MRI, RenalBiopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) lebih menekankan pada support system untuk mempertahankan kondisi

keseimbangan dalam tubuh (hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya

kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi

klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan CKD :

2. Biodata

Tidak ada spesisfikasi khusus untuk kejadian CKD, namun lakilaki sering mengalami resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan

pola hidup sehat..

3. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang

menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan

muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa

metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi (Muttaqin, 2011).

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa ke RS dan masuk ke ruang perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST yaitu:

P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal yang meringankan atau memperberat gejala, klien dengan gagal

ginjal mengeluh sesak,mual dan muntah.

Q : Qualitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa sesak akan membuat lelah atau letih sehingga sulit beraktivitas.

R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan. Sesak akan membuat kepala terasa sakit, nyeri dada di bagian kiri, mual-

mual, dan anoreksia.

S : Serverity/Scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Sesak akan membuat freukensi napas menjadi cepat, lambat

dan dalam.

T :Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan freukensinya, waktu tidak menentu, biasanya dirasakan secara terus -

menerus.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh

karena itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung, penggunaan

obat yang bersifat nefrotoksis, BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit

yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipetensi, batu saluran kemih (urolithiasis)..

d. Riwayat kesehatan keluarga


Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada

penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis,

karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum

jamu saat sakit.

e. Riwayat psikososial

Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis,

biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien

akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama

proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan.

4. Pola aktivitas sehari

a. Pola nutrisi

Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan makanan atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum

dalam sehari. Pada pasien gagal ginjal kronik akan ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi kurang dari kebutuhan karena klien

mengalami anoreksia dan mual/muntah.

b. Pola Eliminasi

Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi, serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang

berhubungan dengan pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola eleminasi penurunan urin, anuria, oliguria, abdomen kembung,

diare atau konstipasi.

c. Pola istirahat tidur

Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat

tidur, akan ditemukan gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal kronik seperti nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki,

demam, dan lain-lain. (Rohmah, dkk, 2009).

d. Personal Hygiene

Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik

akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam kebersihan diri.

e. Aktifitas

Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih tergantung

dengan orang lain. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi kelemahan otot, kehilangantonus, penurunan rentang gerak.

5. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue),tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat

mempengaruhi system saraf pusat. Pada pemeriksaan TTV sering dipakai RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai

dengan kondisi fluktuatif.

b. Pemeriksaan fisik

a) Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan

mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan

ventilasi (Kussmaull).

b) Sistem kardiovaskuler

Penyakit yang berhubungan langsung dengankejadiangagal ginjal kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah

yang tinggi di atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air

sehingga akan meningkatkan beban jantung.

c) Sistem pencernanaan

Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea,

vomit, dan diare.

d) Sistem hematologi

Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan

sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif

dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.

e) Sistem neuromuskuler

Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan

kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis.

f) Sistem Endokrin

Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena

penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus, maka

akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses metabolisme.

g) Sistem perkemihan

Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi

yang paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output).

h) Sistem integumen

Anemia dan pigmentasi yang tertahan menyebabkan kulit pucat dan berwarna kekuningan pada uremia. Kulit kering

dengan turgor buruk, akibat dehidrasi dan atrofi kelenjar keringat, umum terjadi. Sisa metabolik yang tidak dieliminasi oleh

ginjal dapat menumpuk di kulit, yang menyebabkan gatal atau pruritus. Pada uremia lanjut, kadar urea tinggi di keringat dapat

menyebabkan bekuan uremik, deposit kristal urea di kulit.

i) Sistem muskuloskeletal

Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko

terjadinya osteoporosis tinggi. Selain itu, didapatkan nyeri 38 panggul, kram otot, nyeri kaki, dan keterbatasan gerak sendi.

(Muttaqin, 2012).

c. Data Psikologi
a) Body image

Persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari segi ukuran dan bentuk.

b) Ideal diri

Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi.

c) Identitas diri

Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi dan penilaian diri sendiri.

d) Peran diri

Perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok.

e) Data sosial dan budaya

Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup, faktor sosio kultur serta keadaan

lingkungan sekitar dan rumah.

f) Data spiritual

Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan terhadap penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan

pelaksanaan sebelum atau selama dirawat.

g) Data penunjang

Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai

pemeriksaan penunjang.

h) Laboratorium

Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara ureum dan kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan

bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, pengobatan steroid, dan obstruksi saluraan kemih. Perbandingan ini

berkurang, ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein dan tes klirens kreatinin yang menurun. Terjadi asidosis

metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan pH menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, semuanya

disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

i) Radiologi

Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan 40

memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.

j) Ultrasonografi (USG)

Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal.

Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun

akan terlihat.

k) Renogram

Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.

l) EKG

Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tandatanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

m) Analisa data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar

belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu keperawatan dan proses penyakit. (Muttaqin,

2012).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-

2) perfusi, perubahan membran alveoluskapiler (D.0003).

3) 2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hb

4) (D.0009).

5) 3. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan (D.0019).

6) 4. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan

7) asupan cairan, kelebihan asupan natrium (D.0122).

8) 5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan

9) kebutuhan oksigen (D.0056).

10) 6. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelebihan volume cairan,

11) sindrom uremia (D.0129).

12) 7. Risiko Infeksi b.d penyakit kronis (D.0142)


C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Hipervolemia (I.03114)

d.d edema. D.0022 1x7 jam diharapkan Keseimbangan Cairan Observasi :

dapat terkontrol dengan kriteria hasil :


1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis: ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif,
Keseimbangan Cairan (L.03020)
suara napas tambahan)

1. Edema menurun pada skala 5 2. Identifikasi penyebab hypervolemia

2. Turgor kulit membaik pada skala 5 3. Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika tersedia

3. Berat badan membaik pada skala 5


4. Monitor intake dan output cairan

4. Pasien dapat menjelaskan indikator kelebihan


5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis: kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine)

cairan meningkat pada skala 5


6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis: kadar protein dan albumin meningkat)

7. Monitor kecepatan infus secara ketat

8. Monitor efek samping diuretic (mis: hipotensi ortostatik, hypovolemia, hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik :

1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama

2. Batasi asupan cairan dan garam

3. Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat

Edukasi :

1. Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari

3. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian diuretic

2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic

3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy (CRRT) jika perlu


2. Gangguan integritas kulit b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan Perawatan Intregitas Kulit (I.11353)

metabolism d.d gagal ginjal D.0192 Intregitas Kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil :
Observasi :

Intregitas Kulit dan jaringan (L.14125)


1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis: perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan

1. Elastisitas meningkat pada skala 5 kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)

2. Perfusi jringan emningkat pada skala 5


Terapeutik :
3. Kerusakan jaringan menurun pada skala 5

4. Kerusakan lapisan kulit menurun pada skala 5


1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
5. Kemerahan menurun pada skala 5
2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu

3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare

4. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering

5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitive

6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi:

1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion, serum)

2. Anjurkan minum air yang cukup

3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur

5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim

6. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada diluar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
3. Neusea b.d gangguan biokimiawi (mis. Uremia) d.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan Manajemen Nutrisi (I.03119)

merasa ingin muntah. D.0076 Status nutrisi dengan kriteria hasil :


Observasi :

Status nutrisi (L.03030)


1. Identifikasi status nutrisi

1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat pada skala 5 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

2. Berat badan membaik pada skala 5 3. Identifikasi makanan yang disukai

3. Indeks massa tubuh (IMT) membaik pada skala 5 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

4. Nafsu makanmeningkat membaik pada skala 5 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric

5. Tidak terjadi penurunan BB membaik pada skala 5 6. Monitor asupan makanan

6. Masukan nutrisiadekuat membaik pada skala 5


7. Monitor berat badan

7. Menghabiskan porsi makan membaik pada skala 5


8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

8. Hasil lab normal(albumin, kalium membaik pada skala 5


Terapeutik:

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)

3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6. Berikan suplemen makanan, jika perlu

7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :

1. Ajarkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan Manajemen Imunisasi/Vaksinasi (I.14508)

suplai dan kebutuhan oksigen d.d mengeluh Tingkat infeksi kembali menurun dengan kriteria hasil :
Observasi :
lelah. D.0056
Toleransi Aktivitas (L.05047)
Observasi :

1. Kemudahandalam melakukan aktivitas meningkat pada

1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas


skala 5

2. 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu


Krkuatan tubuh meningkat pada skala 5

3. 3. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan


Keluhan lemah menurun pada skala 5

4. 4. Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas


Perasaan lemah menurun pada skala 5

5. 5. Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan waktu luang


Frekuensi napas membaik pada skala 5

6. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas

Terapeutik :

1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami

2. Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas

3. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial

4. Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia

5. Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih

6. Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika sesuai

7. Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih

8. Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan

9. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi, atau gerak
10. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif

11. Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai

12. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot

13. Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori implisit dan emosional (mis: kegiatan keagamaan khusus) untuk

pasien demensia, jika sesuai

14. Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif

15. Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis: vocal group, bola

voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri,

dan teka-teki dan kartu)

16. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu

17. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri

18. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan

19. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari

20. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Edukasi :

1. Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu

2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih

3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan Kesehatan

4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai

5. Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas

Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika sesuai

2. Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu


5. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan pola Manajemen Jalan Napas (I.01011)

d.d dyspnea D.0005 membaik dengan kriteria hasil :

Observasi :

Pola Napas (L.01004)

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

1. Kapasitas vital meningkat pada skala 5 2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)

2. Dipsnea menurun pada skala 5 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

3. Frekuensi napas membaik pada skala 5

4. Kedalaman napas membaik pada skala 5 Terapeutik :

1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma fraktur servikal)

2. Posisikan semi-fowler atau fowler

3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal

7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill

8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :

1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi

2. Ajarkan Teknik batuk efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan

yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang di harapkan . proses pelaksanaan implementasi harus berpusat

kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan , strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.

Implementasi atau tindakan keperawatan merupakan perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Intervensi unggulan yang akan dilakukan adalah mempertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko

tinggi yaitu dengan cara menjaga kebersihan tubuh pasien untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tubuh yang bisa mengakibatkan infeksi

(Dinart & Muryanti, 2017).

E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan. Dalam perumusan evaluasi keperawatan menggunakan empat

komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni S (subjective) merupakan data informasi berupa ungkapan keluhan dari pasien. O (objective)

merupakan data berupa hasil pengamatan, penilaian, dan pemeriksaan. A (Analisis/assesment) merupakan interpretasi makna data subjektif dan objektif

untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan P (planning) merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil

analisa data (Ali, 2016).

Menurut (Muttaqin, 2016) hasil yang diharapkan setelah pasien Chronic Kidney Deases (CKD) mendapatkan implementasi adalah sebagai

berikut :

1) Tidak terjadi hambatan pertukaran gas.

2) Tidak terjadi kelebihan volume cairan tubuh.

3) Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

4) Tidak terjadi intoleransi aktivitas.

5) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

6) Peningkatan perfusi serebral.


DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis keperawatan


Indonesia(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai