Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKIATRI

GANGGUAN SOMATITASI

Disusun Oleh :

Arjumardi Azrah K Harahap 120100044

Pembimbing :

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016
2

GANGGUAN SOMATISASI

Karya tulis ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kelulusan

Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Arjumardi Azrah K Harahap

120100044

Pembimbing:

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016

[Type text]
3

DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI .............................................................................................. 3
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
BAB 3. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

[Type text]
4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zaman Mesir kuno. Nama awal
untuk gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang hanya mengenai
perempuan. (Kata histeria berasal dari kata Yunani untuk uterus, hystera). Pada
abad ke-17, Thomas Syndenham mengenali bahwa faktor psikologis, yang ia
sebut antecedent sorrows (duka-cita turunan), terlibat dalam patogenesis gejala.1
Pada tahun1859, Paul Briquet seorang dokter dari Perancis, mengamati
keragaman gejala dan sistem organ yang terkena serta menguraikan perjalanan
gangguan yang biasanya kronis. Karena pengamatan klinis yang tajam, gangguan
ini disebut sindrom Briquet selama beberapa waktu, walaupun istilah gangguan
somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat.1
Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak
dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30 tahun, dapat berlanjut hingga
tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan ini bersifat kronis
dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan
pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan. Gangguan ini
berbeda dengan gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan
banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan
neurologis).1
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami Gangguan Somatisasi dan untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen
Ilmu Penyakit Jiwa, Rumah Sakit Jiwa Prof. Ildrem Provinsi Sumatera Utara,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan.

[Type text]
5

1.3. Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan


pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar mengetahui dan memahami gangguan somatisasi.

[Type text]
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gangguan somatisasi merupakan salah satu bentuk gangguan somatoform,
yang sumber gangguannya adalah kecemasan yang dimanifestasikan dalam
keluhan fisik, sehingga orang lain tidak akan mengerti jika individu tidak
mengeluh. Somatisasi juga merupakan suatu bentuk gangguan yang ditunjukkan
dengan satu atau beberapa macam keluhan fisik akan tetapi secara medis tidak
mempunyai dasar yang jelas. 4
Gangguan somatisasi adalah suatu gangguan fisik kronis yang tidak dapat
diterangkan secara medis dan berhubungan dengan masalah ketegangan
psikologis. Individu yang mengalami gangguan somatisasi tidak hanya mengeluh
adanya gangguan fisik akan tetapi individu tersebut ingin mendapatkan bantuan
dan penanganan secara medis. Somatisasi juga merupakan bentuk respon
psikologis yang berujud pemanfaatan tubuh atau soma untuk tujuan-tujuan
psikologis dan pencapaian tujuan pribadi. 4

2.2. Epidemiologi
Prevalensi sepanjang hidup 0,2-2% pada wanita dan 0,2% pada pria. Pada
penelitian lainnya disebutkan prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam
populasi umum diperkirakan 0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok
riset yakin bahwa angkanya sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. 1,2
Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5
hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini
tidak mendiagnosis gangguan somatisasi pada pasien laki-laki. Meskipun
demikian gangguan ini adalah gangguan lazim yang ditemukan. Dengan rasio
perempuan banding laki-laki 5 banding 2, prevalensi seumur hidup gangguan
somatisasi pada perempuan di populasi umum mungkin 1 atau 2 persen. Diantara
pasien yang ditemui ditempat praktek dokter umum dan dokter keluarga,
sebanyak 5 sampai 10 persen dapat memenuhi kriteria gangguan somatisasi. 1
[Type text]
7

Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling
sering pada pasien yang memiliki tingkat edukasi dan tingkat pendapatan yang
rendah. Gangguan somatisasi didefenisikan sebagai gangguan yang muncul
sebelum usia 30 tahun, dan paling sring dimulai sejak masa remaja seseorang. 1

2.3. Etiologi
1. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Secara psikososial,
gejala-gejala gangguan ini merupakan bentuk komunikasi sosial yang
bertujuan untuk menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau
menyimbolkan perasaan. 2
Aspek pembelajaran penting menekankan bahwa pengajaran dari
orangtua, contoh orangtua, dan budaya mengajarkan anak untuk
menggunakan somatisasi. Faktor sosial, kultur dan etnik juga ikyt terlibat
dalam pengembangan gejala-gejala somatisasi. 2
2. Faktor Biologis
Data genetik mengindikasikan adanya transmisi genetik pada
gangguan somatisasi. Terjadi pada 10-20% wanita turunan pertama,
sedangkan pada saudara laki-lakinya cenderung menjadi penyalahguna zat
dan gangguan kepribadian antisosial. Pada kembar monozigot menjadi
29% dan dizigot 10%.2

2.4. Gambaran Klinis


Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan
riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain masa
kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan atau tungkai, napas pendek tidak
berkaqitan dengan olah raga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi
adalah gejala yang paling lazim ditemui. 2
Pasien sering meyakini bahwa mereka telah sakit selama sebagian besar
hidup mereka. Gejala pseudoneurologis mengesankan, tetapi tidak patognomonik,
untuk adanya gangguan neurologis. Menurut DSM-IV-TR, gejala
[Type text]
8

pseudoneurologis mencakup gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis,


atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau benjolan di tenggorok, afonia,
retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda,
buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain pingsan. 1
Penderitaan psikologik dan masalah interpersonal menonjol, dengan cemas
dan depresi merupakan gejala psikiatri yng sering muncul. Ancaman akan bunuh
diri sering dilakukan, namun bunuh diri aktual sangat jarang. Biasanya pasien
mengungkapkan keluhan secara dinamik, dengan muatan emosi dan berlebihan.
Pasien-pasien ini biasanya tampak mandiri, terpusat pada dirinya, haus
penghargaan dan pujian, dan manipulatif. 2
Gangguan somatisasi sering kali disertai dengan gangguan mental lainnya,
termasuk depresi berat, gangguan kepribadian, gangguan berhubungan zat,
gangguan kecemasan umum, dan fobia. Kombinasi gangguan-gangguan tersebut
dan gejala kronis menyebabkan peningkatan insiden masalah perkawinan,
pekerjaan, dan sosial. 1

2.5. Diagnosis
Diagnosis gangguan somatitasi menurut DSM-IV-TR memberi syarat
awitan gejala muda sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan
pasien harus memenuhi minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala
seksual, dan 1 gejala pseudoneurologik, serta tak satu pun dapat dijelaskan
melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik. Berikut kriteria diagnosis dengan
gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR:
a. Adanya riwayat keluhan-keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun
yang berlangsung dalam periode beberapa tahun dan mencari
penyembuhanmya atau terjadi hambatan bermakna dalam fungsi-fungsi
sosial, pekerjaan, dan area penting lainnya.
b. Setiap kriteria berikut ini harus terpenuhi dimana gejala-gejala individu
terjadi pada suatu waktu dalam perjalanan gangguan:

[Type text]
9

- 4 gejala nyeri: riwayat nyeri pada minimal 4 tempat atau


fungsional ( misalnya kepala, perut, punggung, sendi, eksremitas,
dada, rektum, sewaktu coitus atau miksi ).
- 2 gejala-gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya 2 gejala
gastrointestinal selain nyeri (misalnya nausea, meteorismus,
vomitus diluar kehamilan, diare, konstipasi, intoleransi beberapa
jenis makanan).
- 1 gejala seksual: sedikitnya ada satu gejala seksual atau reproduksi
selain nyeri ( misalnya indiferen seksual, disfungsi ereksi atau
ejakulasi, haid irreguler, hipermenorrhea, vomitus sepanjang masa
kehamilan).
- 1 gejala pseudoneurologis, riwayat sedikitnya 1 gejala atau defisit
yang mengarah pada suatu kondisi neurologis yang tidak hanya
nyeri ( gejala-gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisa atau kelemahan lokal, sukar menelan atau
terasa ada massa di tenggorok, aphonia, retensi urine, halusinasi,
kehilangan sensasi nyeri atau raba, visus ganda, kebutaan, tuli,
kejang, gejala-gejala disosiatif seperti amnesia, kehilangan
kesadaran selain pingsan).
c. Adanya 1 atau 2 :
- Setelah penelitian yang sesuai; gejala-gejala pada kriteria B tidak
dapat dijelaskan berdasarkan kondisi medis umum yang dikenal
atau efek langsung dari zat ( penyalahgunaan zat atau medikasi).
- Ketika ada kaitannya dengan suatu kondisi medis umum, keluhan-
keluhan fisik atau hambatan sosial atau pekerjaan adalah
berlebihan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan-
temuan laboratorium.
d. Gejala-gejala tidak (dimaksudkan) dibuat-buat atau disengaja ( seperti
pada gangguan buatan atau malingering ). 2,5

[Type text]
10

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di


Indonesia PPDGJ-III, dikatakan gangguan somatisasi (F.45.0) jika memenuhi
pedoman diagnostik:
- Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a. Ada banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang
tidak dapat dijelaskan atau dasar adanya kelainan fisik, yangsudah
berlangsung sedikitnya 2 tahun;
b. Tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-
keluhannya;
c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga,
yang berkaitan dengan sifat-sifat keluhan-keluhannya dan dampak
perilakunya. 3

2.6. Diagnosis Banding


Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis psikiatri yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis seringkali tampak dengan
kelainan yang non spesifik dan sementara dalam kelompok usia yang sama.
Tetapi, pada semua gangguan tersebut, gejala depresi, kecemasan atau psikosis
akhirnya menonjol diatas keluhan somatik. Walaupun pasien dengan gangguan
somatik mungkin mengeluh banyak gejala somatik yang berhubungan dengan
serangan paniknya, pasien tersebut tidak terganggu oleh gejala somatik diantara
serangan panik. 1
Di antara gangguan somatoform lainnya, hipokhondriasis, gangguan
konversi, dan gangguan nyeri perlu dibedakan dari gangguan somatisasi.
Hipokhondriasis ditandai dengan keyakinan palsu bahwa seseorang menderita
penyakit spesifik, berbeda dengan gangguan somatisasi, yang ditandai oleh
permasalahan dengan banyak gejala. Gejala gangguan konversi terbatas pada satu
atau dua gejala neurologis, bukannya berbagai gejala dan gangguan somatisasi.
Gangguan nyeri adalah terbatas pada satu atau dua keluhan gejala nyeri. 1

[Type text]
11

Sejumlah gangguan medis non-psikiatri sering menunjukkan kelainan


sementara pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini mencakup
sklerosis multiple (MS), miastenia gravis, systemic lupus erythematosus (SLE),
acquired immune deficiency syndrome (AIDS), porfiria akut intermitten,
hiperparatiroidisme, dan infeksi sistemik kronik. Awitan berbagai gejala somatik
pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus dianggap disebabkan oleh
keadaan medis non-psikiatri sampai pemeriksaan medis yang mendalam
dilengkapi. 1

2.7. Terapi
Tujuan dari medikasi adalah untuk membantu pasien agar dapat
mengetahui dan memahami secara jelas gejala-gejala yang dideritanya. Pasien
dengan gangguan somatisasi paling baik jika mereka memiliki seorang dokter
tunggal sebagai perawat kesehatan utamanya. Dokter utama harus selalu melihat
pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu
bulan. Kunjungan ini relatif singkat. Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis,
dokter yang mengobatinpasien harus mendengarkan keluhan somatik sebagai
ekspresi emosional, bukan sebagai keluhan medis. 1
Strategi jangka panjang yang paling baik bagi dokter perawatan primer
adalah meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor
psikologi terlibat di dalam gejala sampai pasien mau mengunjungi psikiatri secara
teratur. 1
Dalam lingkungan psikoterapeutik, pasien dibantu untuk mengatasi
gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang mendasari, dan untuk
mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan kesadaran mereka. 1
Terapi lainnya yang dapat dilakukan terhadap pasien adalah terapi perilaku
kognitif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Javier I. Escobar dan kawan-kawan
pada tahun 2006 terhadap 84 pasien dengan gangguan somatisasi, yang dibagi
menjadi dua grup dimana grup pertama sebanyak 41 pasien diterapi dengan
intervensi psikososial dan grup kedua sebanyak 43 pasien diterapi dengan
intervensi psikososial ditambah dengan terapi perilaku kognitif. Pada saat evaluasi
[Type text]
12

hasil yang dilakukan pada bulan ke-3, ke-9 dan ke-15, didapatkan bahwa
perbaikan terhadap gangguan somatisasi lebih baik pada pasien grup kedua. 6
Memberikan medikasi psikotropik bilamana gangguan somatisasi timbul
bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan anxietas selalu memiliki
resiko, tetapi juga diindikasikan terapi pada gangguan yang timbul bersamaan.
Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung
menggunakan obatnya dengan tidak teratur. 1

2.8. Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Perjalanan penyakit gangguan somatisasi bersifat kronik dan sering
menyebabkan ketidakmampuan. Menurut defenisinya, gejala harus mulai ada
sebelum usia 30 tahun dan ada selama beberapa tahun. Episode peningkatan
keparahan gejala yang baru diperkirakan berlangsung selama 6-9 bulan dan dapat
dipisahkan periode yang kurang simptomatik yang berlangsung 9-12 bulan.
Tetapi, seorang pasien dengan gangguan somatisasi jarang berjalan lebih dari satu
tahun tanpa mencari suatu perhatian medis. Sering kali terdapat hubungan antara
periode peningkatan stress atau stress baru dan ekstraserbasi gejala gejala
somatik. 2

[Type text]
13

BAB III
KESIMPULAN
Gangguan somatisasi merupakan salah satu dari enam gangguan
somatoform yang dikategorikan dalam DSM-IV. Pasien dengan gangguan
somatisasi secara khas datang dengan banyak keluhan somatik dan riwayat medis
yang rumit dan panjang. Pasien sering meyakini bahwa mereka telah sakit selama
sebagian besar hidup mereka. Gejala pseudoneurologis mengesankan, tetapi tidak
patognomonik, untuk adanya gangguan neurologis. Penderitaan psikologik dan
masalah interpersonal menonjol, dengan cemas dan depresi merupakan gejala
psikiatri yng sering muncul. Ancaman akan bunuh diri sering dilakukan, namun
bunuh diri aktual sangat jarang. Biasanya pasien mengungkapkan keluhan secara
dinamik, dengan muatan emosi dan berlebihan. Pasien-pasien ini biasanya tampak
mandiri, terpusat pada dirinya, haus penghargaan dan pujian, dan manipulatif.
Gangguan somatisasi sering kali disertai dengan gangguan mental lainnya,
termasuk depresi berat, gangguan kepribadian, gangguan berhubungan zat,
gangguan kecemasan umum, dan fobia. Kombinasi gangguan-gangguan tersebut
dan gejala kronis menyebabkan peningkatan insiden masalah perkawinan,
pekerjaan, dan sosial.
Diagnosis gangguan somatitasi menurut DSM-IV-TR memberi syarat
awitan gejala muda sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan
pasien harus memenuhi minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala
seksual, dan 1 gejala pseudoneurologik, serta tak satu pun dapat dijelaskan
melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik, dan keluhan-keluhan tersebut bukan
merupakan akibat dari penggunaan atau penyalahgunaan zat maupun keluhan
yang dibuat-buat.
Di antara gangguan somatoform lainnya, hipokhondriasis, gangguan
konversi, dan gangguan nyeri perlu dibedakan dari gangguan somatisasi.
Hipokhondriasis ditandai dengan keyakinan palsu bahwa seseorang menderita
penyakit spesifik, gejala gangguan konversi terbatas pada satu atau dua gejala
neurologis, gangguan nyeri adalah terbatas pada satu atau dua keluhan gejala
nyeri.
[Type text]
14

Sejumlah gangguan medis non-psikiatri sering menunjukkan


kelainan sementara pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis ini
mencakup sklerosis multiple, miastenia gravis, systemic lupus erythematosus,
acquired immune deficiency syndrome, porfiria akut intermitten,
hiperparatiroidisme, dan infeksi sistemik kronik. Awitan berbagai gejala somatik
pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun harus dianggap disebabkan oleh
keadaan medis non-psikiatri sampai pemeriksaan medis yang mendalam
dilengkapi.
Gangguan somatisasi merupakan keluhan yang bersifat kronik yang harus
mulai ada sebelum usia 30 tahun, ada selama beberapa tahun dan sering
menyebabkan ketidakmampuan. Episode peningkatan keparahan gejala yang baru
diperkirakan berlangsung selama 6-9 bulan dan dapat dipisahkan periode yang
kurang simptomatik yang berlangsung 9-12 bulan. Tetapi, seorang pasien dengan
gangguan somatisasi jarang berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu
perhatian medis. Sering kali terdapat hubungan antara periode peningkatan stress
atau stress baru dan ekstraserbasi gejala-gejala somatik.
Terapi terhadap pasien gangguan somatisasi bertujuan untuk membantu
pasien agar dapat mengetahui dan memahami secara jelas gejala-gejala yang
dideritanya. Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik jika mereka memiliki
seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan utamanya yang harus selalu
melihat pasien selama kunjungan yang terjadwal teratur, biasanya dengan interval
satu bulan. Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati
pasien harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukan
sebagai keluhan medis. Terapi lainnya yang dapat dilakukan terhadap pasien
adalah terapi perilaku kognitif.
Pemberian medikasi psikotropik diindikasikan bilamana gangguan
somatisasi timbul bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan anxietas.
Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung
menggunakan obatnya dengan tidak teratur.

[Type text]
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B.J., Sadock V.A., Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Gangguan Somatoform : Gangguan Somatisasi. Jakatra: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 268-270.
2. Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. Buku Ajar Psikiatri. Gangguan
Somatoform : Gangguan Somatisasi. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia. 287-290
3. Maslim R. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
PPDGJ-III. Gangguan Somatoform. Jakarta : PT. Nuh Jaya. 84.
4. M. Noor Rochman. Dalam Jurnal “Peranan Kepribadian dan Stress
Kehidupan terhadap Gangguan Somatisasi”. Universitas Gadjah Mada.
5. Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition
Text Revision (DSM IV TR). 490
6. Escobar I.Javier , dkk. Dalam Jurnal “Cognitive Behavioral Therapy for
Somatization Disorder”.

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai