Patofisiologi
Penelitian terbaru pada model tikus percobaan khusus menunjukkan
peranan yang kompleks dari Toll-like receptor(TLR) pada patogenesis terjadinya
abses. Hal yang menarik adalah bahwa TLR2 memiliki pengaruh yang terbatas
dalam respon imun innate pada fase akut pembentukan abses yang diinduksi oleh
staphylococcus aureus, tetapi berpengaruh dalam adaptasi imunitas. Di lain pihak,
tikus dengan defisiensi MyD88-molekul adaptor sentral yaitu TLR, IL-1R dan IL-
18 R, menunjukkan defek yang cukup berat pada imunitas innate disertai dengan
kerusakan jaringan yang semakin memburuk.2,7
Pada kasus abses otak yang di induksi oleh staphylococcus aureus,
patogen menginduksi mikroglia dan mengaktivasi astrosit melalui keterlibatan
beberapa Toll-like receptor (TLR) dan reseptor yang lain, yang disertai pelepasan
mediator-mediator pro inflamasi. Respon ini bersamaan dengan respon inisial
terhadap patogen mengakibatkan nekrosis yang luas pada parenkim yang
terinfeksi. Berdasarkan pada kerusakan jaringan, TLR juga dapat mengenali
produk auto antigen sebagai hasil dari nekrosis melalui serangkaian peristiwa
yang dikenal dengan pathogen-necrosis-autoantigen triad.2,7
Gambar 1. Imunopatogenesis Abses Otak. Dikutip dari Kielian T.
Immunopathogenesis of Brain Abscess. J Neuroinflammation 2004;1:16
1.4. Immunocompromised
Penderita dengan status immunocompromised mengalami peningkatan
resiko terjadinya abses otak. Penderita pasca transfusi, kemoterapi dan penderita
AIDS memiliki pola kuman yang berbeda, meskipun umumnya di dominasi oleh
jamur dan parasit.1,13
2. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari abses otak sangat bervariasi dan bergantung pada
ukuran, lokasi dan virulensi dari mikroorganisme penyebab. Gejala dan tanda
klinis yang umum dijumpai pada abses otak adalah nyeri kepala. Nyeri kepala
yang semakin memburuk disertai meningismus merupakan keadaan mencurigakan
yang mungkin diakibatkan pecahnya kapsul abses ke dalam rongga ventrikel.
Gejala dan tanda klinis lain yang juga sering dijumpai pada kasus abses otak
adalah demam, defisit neurologis fokal. perubahan tingkat kesadaran, kejang,
mual dan muntah, kaku kuduk dan papil edema. Lokasi dari abses otak juga
memberikan gejala dan tanda klinis yang bervariasi sesuai dengan gangguan
fungsi pada area otak yang terinfeksi.1,11,14,15
Gejala-gejala dan tanda klinis berupa:19,20,21,22
- Hampir seluruh penderita abses didapati keluhan sakit kepala (70-
90%)
- Muntah-muntah (25-50%)
- Kejang-kejang (30-50%)
- Gejala-gejala pusing, vertigo, ataxia (pada penderita abses
cerebelli)
- Gangguan bicara (19,6%), hemianopsia (31%).Unilateral midriasis
(20,5%) yang meruopakan indikasi terjadinya herniasi tentorial
(pada penderita abses temporal)
- Gejala fokal (61%) (pada penderita abses supratentorial)
Gambar . manifestasi klinis Abses Otak. Dikutip dari : Brain Abscess. Risk
Factors and Pathophysiology. Available at : http://www. docstoc.
com/docs/85178757/Brain-Abscess- Brain on 06/02/2017
Manifestasi klinis dari abses otak mungkin juga ditentukan oleh jenis
mikroorganisme yang menginfeksi. Sebagai contoh, pasien dengan abses otak
akibat aspergillus dapat memiliki gejala berupa sindrom stroke sebagai akibat dari
lesi iskemik dan atau perdarahan intraserebral.1
3. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.Selain itu
penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat
keterlibatan infeksinya.Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit,
onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit
yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks
patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan
meningen.
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota
gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju
endap darah.Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan
gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan
sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali
bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial,
dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan
pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses.Pemeriksaan EEG
terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer.EEG
memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan
frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama
untuk diagnostik abses serebelum.Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses
di hemisfer.Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan
pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan.Dan scanning otak
menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses
memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan
biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.CT scan selain mengetahui lokasi
abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance
Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat
juga lebih akurat.
Keberadaan CT Scan, yang diperkenalkan pada tahun 1970 telah
memegang peranan yang sangat dominan dalam penegakan diagnosis abses otak.
Penurunan mortalitas dari 40-50% menjadi 12-14% terutama disebabkan
ketersediaan sarana CT Scan. Penggunaan zat kontras telah membantu penegakan
diagnosis pada lesi yang tidak terdeteksi pada CT polos. Prinsip klinis fase
perkembangan abses otak sesuai dengan penelitian eksperimental pada hewan
percobaan yang dilakukan oleh Britt dan Enzman.1,11,16
Gambar. Gambaran awal cerebritis. Dikutip dari : Critical Steps for Diagnosing
Brain Infections . Medscape Reference. Available at : http://reference. medscape.
com/features/slideshow/brain-infections on 06/09/2012
Gambar. Gambaran klasik CT Scan soliter dan multipel abses. Dikutip dari
koleksi kasus Departemen Ilmu Bedah Saraf FK. USU-RSUP.H. Adam Malik
Gambar. Perbandingan antara CT scan kasus abses(atas) dan high grade
astrocytoma(bawah)
Dikutip dari koleksi kasus Departemen Ilmu Bedah Saraf FK.USU RSUP.H.Adam
Malik
Meskipun pada saat ini teknologi dan teknik imejing berkembang sangat
pesat(misalnya aplikasi advance MRI), keberadaan CT scan terutama dalam hal
pemeriksaan serial tetap menjadikan CT-scan sebagai prosedur pemeriksaan
standar. Pada setiap kasus ring enhancement pada imejing, diagnosa banding
harus meliputi glioblastoma, cerebral limfoma, hematom yang diresorbsi, proses
akut demielinisasi, granuloma dan berbagai kasus jarang lainnya. Salah satu
keuntungan tambahan pemeriksaan MRI adalah penggunaan DWI (diffuse weight
image) melalui penghitungan apparent diffusion coefficient, yang bernilai rendah
pada kasus abses dan meningkat pada tumor kistik, meskipun prinsip difusi air
tidak spesifik untuk kasus abses otak. Tampilan multi planar dan ketebalan kapsul
dan hubungannya dengan sistem ventrikel sangat membantu dalam proses
penentuan diagnosa banding. 29, 30
Karakteristik imejing konvensional pada kasus abses otak:17,18
- Sentral abses umumnya hipointense pada T1 dan hiperintense pada T2 ,
vasogenik edema yang mengelilingi kapsul juga memiliki karakteristik
yang sama
- Kapsul abses memberikan gambaran penyangatan kontras
- Sesuai dengan maturitas abses, kapsul abses menunjukkan penurunan
sinyal pada T2
- DWI akan memberikan gambaran hiperintens, yang mengindikasikan
pengurangan difusi dari air. Hal ini diakibatkan proses sekunder terhadap
peningkatan viskositas pus yang mengandung selain debris dan bakteri
juga molekul besar seperti fibrinogen, yang akan mengikat molekul air dan
meningkatkan efek restriksi cairan.
- Hal ini dapat dikonfirmasi menggunakan ADC (Apparent Diffusion
Coeficient) mapping, yang menunjukkan sinyal yang rendah.
- DWI dan ADC mapping merupakan parameter penting dalam
membedakan toxoplasma dan Limfoma pada penderita AIDS
Daftar Pustaka
1. Rappaport Z. H, Vajda J. Intra Cranial Abscess:Current Concept in
Management. Neurosurgery Quaterly 2002;12:238-250
2. Kielian T, Phulwani NK, Esen N, Syed MM, Haney AC, McCastlain K,
Johnson J. MyD88-dependent signals are essential for the host immune
response in experimental brain abscess. J Immunol 2007;178:45284537
3. Hsu CW, Lu CH, Chuang MJ, Huang CR, Chuang YC, Tsai NW et al.
Cerebellar Bacterial Brain Abscess: Report of Eight Cases. Acta Neurol
Taiwan 2011;20:47-52
4. Ashoor AA, Fachartzt FHNO. Otogenic Brain Abscess Management.
Bahrain Medical Bulettin 2005;27:1-5
5. Atiq M, Ahmed US, Allana SS, Chishti KN. Brain Abscess in Children.
Indian J Pediatr 2006;73:401-422.
6. Auvichayapat N, Auvichayapat P, Aungwarawong S. Brain Abscess in
Infants and Children: A Retrospective Study of 107 Patients in Northeast
Thailand. J Med Assoc Thai 2007;90:1601-1607
7. Kielian T, Haney A, Mayes PM, Garg S, Esen N. Toll-like receptor 2
modulates the proinflammatory milieu in Staphylococcus aureus-induced
brain abscess. Infect Immun 2005;73:74287435.
8. Atiq M, Syed AU, Allana SS, Khalid CN. Clinical features and outcome of
cerebral abscess in congenital heart disease. J Ayub Med Coll Abbottabad
2006;18:21-25
9. Setia Jaya H, Aditya Agus Y, Riadi D. Multiple Brain Abscess in A
Newborn Following an Umbilical Infection. Medicine 2009;3:18-22
10. Erdogan E, Izci Y, Dizer U, Baysefer A. Multiple Brain Abscess in A Baby
: Case Report and Review of the Literature. Annals of Neurosurgery
2002;2:1-6
11. Tunkel AR, Scheld WM. Brain Abses. In: Winn HR,ed. Youmans
Neurological Surgery, 6th edn.Vol.1. Philadelphia: Elsevier Saunders
2011.p.588-599
12. Khattak A, Rehman RU, Anayatullah WA. Etiological Factors of Brain
Abscess. J Pak Med Sci 2010;18(4):194-196.
13. Delfino D, De Hoog S, Polonelli L, Galatiotos S, Benecchi M, Cusumano
V. Survival of a neglected case of brain abscess caused by
Cladophialophora bantiana. Medical Mycology 2006;44:651-654
14. Rad MF, Samini F. Clinical Features and Outcome of 83 Adult Patients
with Brain Abscess. Arch Iranian Med 2007;10:379-382
15. Isono M, Wakabayashi Y, Nakano T, Fujiki M, Mori T, Hori S, Treatment
of Brain Abscess Associated with Ventricular Rupture. Neurol Med Chir
(Tokyo) 1997;37:630-636
16. Moorthy RK, Rajshekhar V. Management of Brain Abscess : An Overview.
Neurosurg Focus 2008;24:1-6
17. Cartes-Zumelzu, Stavrou I, Castilo M, Eisenhuber E, Knosp E, Thurnher
MM. Diffusion-Weighted Imaging in the Assessment of Brain Abscesses
Therapy. Am J Neuroradiol 2004;8:1310-1317
18. Luthra G et al. Comparative Evaluation of Fungal. Tubercular and
Pyogenic Brain Abses with Conventional and Diffusion MRI and Proton
MRS. Am J Neuroradiol, 2008; 28:1332-1339
19. Britt, Richard H : Brain Abscess, J. Neurosurg. 1985; vol 3.
20. Yang, SY: Brain Abscess; A review of 400 cases, J. Neurosurg, 1981.
21. Hakim A.a. Pengamatan pengelolaan abses otak di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya; 1984-1986
22. Richard J., Setti S. Rengachary: Brain Abscess; Neurosurg. McGraw-
Hill Company, New York, 1985, vol 1.