Anda di halaman 1dari 38

PAPER GIZI

PENATALAKSANAAN NUTRISI PADA PENDERITA


DIABETES MELLITUS TIPE 1 DAN TIPE 2

DISUSUN OLEH:

BHAVYTIRA A/P PREM ANAND (120100497)


BURHAN (120100211)
TIARANI NUR AHADILLAH (120100068)
VERA ANGRAINI (120100290)
WIRIANTO (120100116)

DOSEN PEMBIMBING:

dr. MURNIATI MANIK, M.Sc, Sp.KK, Sp.GK

DEPARTEMEN ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkat dan anugerah-Nya serta telah memberi kesempatan pada kelompok kami
untuk dapat menyelesaikan paper yang berjudul Penatalaksanaan Nutrisi Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 1 dan Tipe 2
Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. MurniatiManik, M.Sc, Sp.KK, Sp.GK selaku dokter pembimbing yang
telah bersedia membimbing hingga paper ini dapat selesai dengan baik.
2. Seluruh Konsulen dan Staff di Departemen IlmuGizi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing kami selama menjalani
kepaniteraan klinik.
Kami menyadari dalam penulisan paper ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati kami mengharapkan saran dan masukan
yang membangun dari semua pihak.
Akhirnya harapan kami semoga paper ini dapat bermanfaat bagi semua
pembaca.

Medan, Mei 2016

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan


karakteristik peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi dan secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu
dalam darah. Insulin merupakan suatu hormon yang diproduksi pankreas yang
berfungsi mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi
dan penyimpanannya.
Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM
tipe 1 disebabkan karena kurangnya insulin secara absolut akibat proses autoimun
sedangkan DM tipe 2 merupakan kasus terbanyak (90-95% dari seluruh kasus
diabetes) yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan diawali dengan
resistensi insulin. DM tipe 2 berlangsung lambat dan progresif, sehingga tidak
terdeteksi karena gejala yang dialami pasien sering bersifat ringan seperti
kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsi, dan luka yang lama sembuh.
DM sudah merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia
pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita
diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu
25 tahun kemudian jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang.
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan keempat terbesar dalam
jumlah penderita diabetes di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat
sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap penyakit diabetes. Namun,
pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat
tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan
di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.
Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya
perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya,
maka upaya yang paling baik adalah melakukan pencegahan. Menurut WHO
tahun 1994, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan semua
aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi
umum misalnya dengan kampanye makanan sehat, penyuluhan bahaya diabetes.
Pencegahan sekunder yaitu menemukan penderita DM sedini mungkin misalnya
dengan tes penyaringan sedini mungkin terutama pada populasi resiko tinggi
sehingga komplikasi tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk
mencegah komplikasi atau kecacatan melalui penyuluhan, maka perlu kerjasama
semua pihak untuk mensukseskannya.
Menurut American Diabetes Association, komplikasi diabetes dapat
dicegah, ditunda, dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa darah.
Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis.
Pengelolaan nonfarmakologis meliputi pengendalian berat badan, olah
raga/latihan jasmani, dan diet. Terapi farmakologis meliputi pemberian insulin
dan/atau obat hiperglikemia oral.
BAB 2

ISI

2.1. Tatalaksana Diabetes Mellitus Tipe 1

Hal pertama yang harus dipahami oleh semua pihak adalah bahwa DM tipe-
1 tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan
seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. Yang dimaksud kontrol
metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam
batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Walaupun masih dianggap ada kelemahan, parameter HbA1c
merupakanparameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c <
7%berarti kontrol metabolik baik; HbA1c < 8% cukup dan HbA1c > 8% dianggap
buruk. Kriteria ini pada anak perlu disesuaikan denganusia karena semakin rendah
HbA1c semakin tinggi risiko terjadinya hipoglikemia.
Untuk mencapai kontrol metabolik yang baik pengelolaan DMtipe-1 pada
anak sebaiknya dilakukan secara terpadu oleh suatu timyang terdiri dari ahli
endokrinologianak/dokter anak/ahli gizi/ahlipsikiatri/psikologi anak, pekerja
sosial, dan edukator. Kerjasama yangbaik antara tim dan pihak penderita akan
lebih menjamin tercapainya kontrol metabolik yang baik.
Untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut, komponen pengelolaanDM
tipe-1 meliputi pemberian insulin, pengaturan makan, olahraga, dan edukasi, yang
didukung oleh pemantauan mandiri (home monitoring).Keseluruhan komponen
berjalan secara terintegrasi untukmendapatkan kontrol metabolik yang baik. Dari
faktor penderita jugaterdapat beberapa kendala pencapaian kontrol metabolik
yang baik.Faktor pendidikan, sosioekonomi, dan kepercayaan merupakan
beberapafaktor yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan penderitaterutama
dari segi edukasi.Berhubung dengan beberapa kendala yang telah
disebutkansebelumnya, mutu pengelolaan DM tipe-1 sangat bergantung
padaproses dan hasil konsultasi penderita/keluarga penderita dengan tim,antara
lain dengan dokter. Hubungan timbal balik dokter-pasienyang baik, jujur, terbuka,
dan tegas akan sangat membantu penderitamenanamkan kepercayaan kepada
dokter sehingga memudahkanpengelolaan selanjutnya. Dokter tidak saja berfungsi
mengatur dosisinsulin, tetapi juga menyesuaikan komponen-komponen
pengelolaanlainnya sehingga sejalan dengan proses tumbuh kembang.
Wawancarayang tidak bersifat interogatif akan merangsang keterbukaan
penderitasehingga memudahkan dokter untuk mengerti gaya hidup dan cita-
citapenderita. Dalam hal ini dokter akan dengan mudah menjalankan peransebagai
kapten dari seluruh komponen pelaksana sehingga secarabersama-sama mampu
mempertahankan kualitas hidup penderita.

A. Insulin
Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup penderita DM tipe-1.
Terapi insulin pertama kali digunakan pada tahun 1922, berupa insulin regular,
diberikan sebelum makan dan ditambah sekali pada malam hari. Namun saat ini
telah dikembangkan beberapa jenis insulin yang memungkinkan pemberian
insulin dalam berbagai macam regimen.

i. Kerja Insulin
Awitan, puncak kerja, dan lama kerja insulin merupakan faktor yang
menentukan dalam pengelolaan penderita DM. Respons klinis terhadap insulin
tergantung pada beberapa faktor:
- Umur individu
- Tebal jaringan lemak
- Status pubertas
- Dosis insulin
- Tempat injeksi
- Latihan (exercise)
- Kepekatan, jenis, dan campuran insulin
- Suhu ruangan dan suhu tubuh
ii. Jenis Insulin
Sebelum era tahun 80-an, penggunaan insulin masih memakai produk hasil
purifikasi kelenjar pankreas babi atau sapi. Namun setelah dikembangkannya
teknologi DNA rekombinan, telah dihasilkan insulin rekombinan manusia yang
sudah digunakan secara luas saat ini. Insulin rekombinan ini lebih disukai sebagai
pilihan utama karena selain dapat diproduksi secara luas juga mempunyai
imunogenitas yang lebih rendah dibandingkan insulin babi dan sapi. Tabel
dibawah ini memperlihatkan berbagai jenis sediaan yang dapat dipakai sekaligus
profil kerjanya.

Dua hal yang perlu penting dikenali pada pemberian insulin adalah efek
Somogyi dan efek Subuh (Dawn effect). Kedua efek tersebut mengakibatkan
hiperglikemia pada pagi hari, namun memerlukan penanganan yang berbeda. Efek
Somogyi terjadi sebagai kompensasi terhadap hipoglikemia yang terjadi
sebelumnya (rebound effect). Akibat pemberian insulin yang berlebihan terjadi
hipoglikemia pada malam hari (jam 02.00-03.00) yang diikuti peningkatan sekresi
hormon kontra-insulin (hormon glikogenik). Sebaliknya efek subuh terjadi akibat
kerja hormon-hormon kontra insulin pada malam hari. Efek Somogyi memerlukan
penambahan makanan kecil sebelum tidur atau pengurangan dosis insulin malam
hari, sedangkan efek Subuh memerlukan penambahan dosis insulin malam hari
untuk menghindari hiperglikemia pagi hari.

iii. Insulin Kerja Cepat (rapid acting)


Insulin mempunyai kecenderungan membentuk agregat dalam bentuk dimer
dan heksamer yang akan memperlambat absorpsi dan lama awitan kerjanya.
Insulin Lispro, Aspart, dan Glulisine tidak membentuk agregat dimer maupun
heksamer, sehingga dapat dipergunakan sebagai insulinkerja cepat. Ketiganya
merupakan analog insulin kerja pendek (insulinreguler) yang dibuat secara
biosintetik. Pada insulin Lispro, urutanasam amino 28 (prolin) dan 29 (lisin) dari
rantai B insulin dilakukanpenukaran menjadi 28 untuk lisin dan 29 untuk prolin.
Sedangkan padainsulin Aspart, asam amino prolin di posisi ke-28 rantai B insulin
digantidengan asam aspartat. Insulin Glulisine merupakan insulin kerja
cepatterbaru dengan modifikasi urutan asam amino ke-3 (lisin) dan ke-
29(glutamat) dari rantai B insulin secara simultan.Insulin monomer ini berupa
larutan yang jernih, mempunyaiawitan kerja yang cepat (5-15 menit), puncak
kerja 30-90 menit, danlama kerja berkisar 3-5 jam. Potensi dan efek hipoglikemi
sama denganinsulin reguler.
Dengan sifat-sifat di atas, insulin kerja cepat direkomendasikan
untukdigunakan pada jam makan, atau penatalaksanaan insulin saat sakit.
Dapatdiberikan dalam regimen 2 kali sehari, atau regimen basal-bolus.Pada
beberapa keadaan berikut, insulin kerja cepat sangat efektif digunakan:
- Pada saat snack sore: akan menurunkan kadar glukosa darah yang biasa
terjadi saat sebelum makan malam pada pengguna regimen 2 kali sehari yang
dikombinasi dengan insulin kerja menengah.
- Setelah makan, untuk menurunkan kadar glukosa darah post prandial pada
anak pra-pubertas dengan kebiasaan makan yang sulit diramalkan (bayi, balita,
dan anak prasekolah).
- Pada penggunaan CSII (continuous subcutaneous insulin infusion) atau
pompa insulin.
- Hiperglikemia dan ketosis saat sakit.
iv. Insulin Kerja Pendek (short acting)
Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk larutan jernih, dikenal sebagai insulin
reguler. Biasanya digunakan untuk mengatasi keadaan akut seperti ketoasidosis,
penderita baru, dan tindakan bedah. Kadang-kadang juga digunakan sebagai
pengobatan bolus (15-20 menit) sebelum makan, atau kombinasi dengan insulin
kerja menengah pada regimen 2 kali sehari.
Penderita DM tipe-1 yang berusia balita sebaiknya menggunakaninsulin
jenis ini untuk menghindari efek hipoglikemia akibat polahidup dan pola makan
yang seringkali tidak teratur.Fleksibilitaspenatalaksanaan pada usia balita
menuntut pemakaian insulin kerjapendek atau digabung dengan insulin kerja
menengah.

v. Insulin Kerja Menengah (intermediate acting)


Insulin jenis ini tersedia dalam bentuk suspensi sehingga terlihat keruh.
Mengingat lama kerjanya maka lebih sesuai bila digunakan dalam regimen dua
kali sehari dan sebelum tidur pada regimen basal-bolus. Sebelum digunakan,
insulin harus dibuat merata konsentrasinya; jangandengan mengocok (dapat
menyebabkan degradasi protein), tetapidengan cara menggulung-gulung di antara
kedua telapak tangan.Insulin jenis ini lebih sering digunakan untuk penderita yang
telahmemiliki pola hidup yang lebih teratur. Keteraturan ini sangat
pentingterutama untuk menghindari terjadinya episode hipoglikemia.
Sebagianbesar diabetisi anak menggunakan insulin jenis ini.DM tipe-1 usia bayi
(0-2 tahun) mempunyai pola hidup(makan, minum, dan tidur) yang masih teratur
sehingga lebih mudahmencapai kontrol metabolik yang baik. Apabila orangtua
segan untukmenggunakan regimen insulin dengan insulin kerja menengah
secaramultipel (2 kali sehari), penggunaan satu kali sehari masih
dimungkinkanpada golongan usia ini dengan terlebih dahulu memperhatikan
efekinsulin terhadap kontrol metaboliknya.Dua sediaan insulin kerja menengah
yang saat ini tersedia adalah:
- Isophane atau insulin NPH (Neutral Protamine Hagedorn).
- Insulin Crystalline zinc-acetate (insulin lente).
Insulin Isophane paling sering digunakan pada anak, terutama karena
memungkinkan untuk digabung dengan insulin reguler dalam satu syringe tanpa
adanya interaksi (insulin reguler bila dicampur dengan insulin lente dalam satu
syringe, akan terjadi reaksi sehingga mengurangi efek kerja insulin jangka
pendek).
vi. Insulin Kerja Panjang (long acting)
Insulin kerja panjang tradisional (UltralenteTM) mempunyai masa kerja
lebih dari 24 jam, sehingga dapat digunakan dalam regimen basalbolus. Profil
kerjanya pada diabetisi anak sangat bervariasi, dengan efek akumulasi dosis; oleh
karena itu penggunaan analog insulin basal mempunyai keunggulan dibandingkan
ultralente.

vii. Insulin kerja campuran


Saat ini di Indonesia terdapat beberapa sediaan insulin campuran yang
mempunyai pola kerja bifasik; terdiri dari kombinasi insulin kerja cepat dan
menengah, atau kerja pendek dan menengah yang sudah dikemas oleh pabrik.
Sediaan yang ada adalah kombinasi 30/70 artinyaterdiri dari 30% insulin kerja
cepat atau pendek, dan 70% insulin kerjamenengah.
Insulin campuran memberikan kemudahan bagi penderita.Pemakaian
sediaan ini dianjurkan bagi penderita yang telah mempunyaikontrol metabolik
yang baik. Penggunaan sediaan ini banyak bermanfaatpada kasus-kasus sebagai
berikut:
- Penderita muda dengan pendidikan orang tua yang rendah.
- Penderita dengan masalah psikososial individu maupun pada keluarganya.
- Para remaja yang tidak senang dengan perhitungan dosis insulin campuran
yang rumit.
- Penderita yang menggunakan insulin dengan rasio yang stabil.

viii. Insulin Basal Analog


Insulin basal analog merupakan insulin jenis baru yang mempunyai kerja
panjang sampai dengan 24 jam. Di Indonesia saat ini sudah tersedia insulin
glargine dan detemir; keduanya mempunyai profil kerja yang lebih terduga
dengan variasi harian yang lebih stabil dibandingkan insulin NPH. Insulin ini
tidak direkomendasikan untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun. Perlu digaris
bawahi, bahwa insulin glargine serta detemir tidak dapat dicampur dengan insulin
jenis lainnya. Mengingat sifat kerjanya yang tidak mempunyai kadar puncak
(peakless) dengan lama kerja hingga 24 jam, maka glargine dan detemir
direkomendasikan sebagai insulin basal. Bila dibandingkan dengan NPH, glargine
dan detemir dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa dengan lebih baik pada
kelompok usia 5-16 tahun, namun secara keseluruhan tidak memperbaiki kadar
HbA1c secara bermakna. Insulin glargine dan detemir juga mengurangi risiko
terjadinya hipoglikemia nokturnal berat.

ix. Mencampur insulin


Pada dasarnya campuran insulin, apabila diperlukan, sangat bersifat
individual. Perbandingan antara insulin kerja pendek dan kerja menengah
ditetapkan oleh dokter dengan menggunakan hasil pemantauan mandiri glukosa
darah di rumah selama beberapa hari secara berturutan.
Apabila menggunakan preparat insulin yang dicampur sendiri, makayang
perlu diingat adalah:
1. Botol keruh berarti insulin kerja menengah; sedangkan insulin kerja
pendek berwarna jernih. Isaplah insulin yang jernih sebelum menghisap
yang keruh; hal ini akan mencegah kontamnasi insulin kerja pendek
dengan kerja menengah yang dapat mengakibatkan berubahnya insulin
kerja pendek menjadi kerja menengah.
2. Mintalah orang lain untuk turut menghitung dan memperhatikan jumlah
insulin yang diisap/ditarik sebelum disuntikkan.
3. Pastikan bahwa kekuatan insulin (40 IU/mL atau 100 IU/mL) yang
digunakan sesuai dengan alat suntik insulin (40 IU/mL atau 100 IU/mL)
yang digunakan sehingga perhitungannya tidak rumit.
4. Insulin basal tidak boleh dicampur dengan jenis insulin lain dalam satu
alat suntik.
x. Penyimpanan
Insulin akan kehilangan potensinya setelah vial insulin terbuka atau jika
dibiarkan pada suhu tinggi. Insulin relatif stabil pada suhu ruangan selama
beberapa minggu, asal tidak terpapar pada panas yang berlebihan. Namun demi
keamanan, insulin lebih baik disimpan dalam lemari es pada suhu 4-800C, bukan
dalam freezer. Potensi insulin baik pada vial insulin yang telah dibuka ataupun
penfill, masih dapat bertahan selama 3 bulan bila disimpan di lemari es atau 1
bulan bila ditaruh pada suhu kamar. Setelah melewati masa tersebut atau setelah
masa kadaluarsa yang ditetapkan pabrik, insulin harus dibuang.
Alat suntik sebaiknya digunakan untuk satu kali pakai, terutamabila
sterilitas alat suntik tidak dapat dijamin. Walaupun demikian, padabeberapa
pasien pemakaian jarum suntik berulang dapat dibenarkan.Sebaiknya pemakaian
berulang hanya untuk dua kali pakai agartetap aman dan tidak nyeri untuk
penderita. Beberapa cara untukmeningkatkan frekuensi pemakaian jarum suntik
adalah :
1. Simpanlah jarum suntik pada suhu kamar.
2. Tutuplah jarum dengan penutupnya apabila tidak dipakai.
3. Janganlah membersihkan jarum dengan alkohol.
4. Pompalah udara ke jarum suntik berulang-ulang setiap kali sebelum
pemakaian untuk membuang sumbatannya.
5. Buang jarum suntik apabila telah bengkok atau tumpul atau telah
bersentuhan dengan bagian badan lainnya selain kulit.
6. Buang jarum suntik apabila angka-angkanya sudah tidak terbaca atau
kurang terbaca.

xi. Regimen insulin


Beberapa prinsip pemakaian insulin perlu dikemukakan terlebih dahulu
sebelum membahas regimen insulin.
1. Tujuan terapi insulin adalah menjamin ketersediaan kadar insulin yang
cukup di dalam tubuh selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan sebagai
insulin basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih tinggi
(bolus) akibat efek glikemik makanan.
2. Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak ada regimen
yang seragam untuk semua penderita DM tipe-1. Regimen apapun yang
digunakan bertujuan untuk mengikuti polasekresi insulin orang normal
sehingga mampu menormalkan metabolisme gula atau minimal
mendekati normal.
3. Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu:
umur, lama menderita diabetes mellitus, gaya hidup penderita (pola
makan, jadwal latihan, sekolah, dsb), target kontrol metabolik, dan
kebiasaan individu maupun keluarganya.
4. Kecil kemungkinannya untuk mencapai normoglikemia pada anak dan
remaja dengan pemberian insulin satu kali per hari.
5. Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh dihentikan pada
keadaan sakit. Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita dan
sebaiknya dikonsulkan kepada dokter.
6. Berdasarkan hasil Diabetes Control and Complication Trial (DCCT),
sukar sekali mencapai normoglikemia secara konsisten pada DM tipe-1.
Rerata HbA1c pada kelompok pengobatan intensif DCCT adalah 7-7,5%.
7. Konsep basal-bolus (misal: insulin pump, kombinasi pemberian insulin
basal 1-2 kali dan insulin kerja cepat atau kerja pendek sebagai bolus saat
makan utama/makanan kecil) mempunyai kemungkinan terbaik
menyerupai sekresi insulin fisiologis.
8. Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak menggunakan 2 kali
injeksi insulin per hari (campuran insulin kerja cepat/ pendek dengan
insulin basal).
9. Pada fase remisi seringkali hanya memerlukan 1 kali suntikan insulin
kerja menengah, panjang atau basal untuk mencapai kontrol metabolik
yang baik.
a. Split-Mix Regimen
Injeksi 1 kali sehari
Sering sekali tidak sesuai digunakan pada penderita DM tipe-1 anakmaupun
remaja. Namun dapat diberikan untuk sementara pada saatfase remisi. Regimen
insulin yang dapat digunakan adalah insulin kerjamenengah atau kombinasi kerja
cepat/pendek dengan insulin kerjamenengah.
Injeksi 2 kali sehari
Digunakan campuran insulin kerja cepat/pendek dan kerja menengahyang
diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. Dapatmenggunakan
insulin campuran buatan pabrik atau mencampur sendiri.Regimen ini biasa
digunakan pada anak-anak yang lebih muda.
Injeksi 3 kali sehari
Insulin campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengahdiberikan
sebelum makan pagi, insulin kerja cepat/pendek diberikansebelum makan siang
atau snack sore, dan insulin kerja menengah padamenjelang tidur malam hari.
Regimen ini biasa digunakan pada anakyang lebih tua dan remaja yang kebutuhan
insulinnya tidak terpenuhidengan regimen 2 kali sehari.

b. Basal-bolus regimen
Menggunakan insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan utama,
dengan insulin kerja menengah diberikan pada pagi dan malam hari, atau dengan
insulin basal (glargine, detemir) yang diberikan sekali sehari (pagi atau malam
hari). Regimen ini biasa digunakan pada anak remaja ataupun dewasa. Komponen
basal biasanya berkisar 40-60% dari kebutuhan totalinsulin, yang dapat diberikan
menjelang tidur malam atau sebelummakan pagi atau siang, atau diberikan dua
kali yakni sebelum makanpagi dan makan malam; sisanya sebagai komponen
bolus terbagiyang disuntikkan 20-30 menit sebelum makan bila
menggunakaninsulin reguler, atau segera sebelum makan atau sesudah makan
bilamenggunakan analog insulin kerja cepat.
c. Pompa Insulin
Hanya boleh menggunakan analog insulin kerja cepat yang diprogram
sebagai insulin basal sesuai kebutuhan penderita (biasanya 40-60% dari dosis total
insulin harian). Untuk koreksi hiperglikemia saat makan, diberikan dosis insulin
bolus yang diaktifkan oleh penderita. Regimen apapun yang digunakan
pemantauan glukosa darah secara mandiri di rumah sangat dianjurkan untuk
memudahkan dosis penyesuaian insulin ataupun diet. Apabila tidak dapat
menggunakanglukometer, maka pemeriksaan rutin urin sehari-hari di rumah
sudahcukup memadai. Keterbatasan pemeriksaan urin reduksi perlu dipahamioleh
tenaga medis sehingga tidak mengambil kesimpulan yang keliru.Parameter
obyektif keadaan metabolisme glukosa darah yang dapatdipercaya saat ini adalah
pemeriksaan HbA1c serum, sehingga wajibdilakukan oleh penderita setiap 3
bulan.
d. Penyesuaian dosis insulin
Penyesuaian dosis insulin bertujuan untuk mencapai kontrol metabolik yang
optimal, tanpa meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia dan tanpa
mengabaikan kualitas hidup penderita baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Keseimbangan antara kontrol metabolik dan kualitas hidup sangat sulit
dicapai tetapi harus diusahakan. Pengaturan dosis insulin yang kaku atau terlalu
fleksibel bukan merupakan jawaban untuk mencapai kontrol metabolik yang baik.
Penyesuaian dosis biasanya dibutuhkan pada honeymoon period,
masaremaja, masa sakit, dan sedang menjalankan pembedahan. Pada
dasarnyakebutuhan insulin adalah sesuai dengan kebutuhan metabolismetubuh,
namun masalahnya penyesuaian dosis insulin tidak akan selalumemberikan hasil
yang diharapkan karena belum ada regimen insulinyang benar-benar sesuai
dengan fisiologi insulin alamiah. Selain itu,pola hidup penderita akan
mempengaruhi kadar gula darah. Perludiperhatikan bahwa penyesuaian dosis
insulin secara sembarang dapatmencetuskan kedaruratan medik.Pada fase
honeymoon period, dosis insulin yang dibutuhkan sangatrendah, bahkan pada
beberapa kasus kontrol metabolik dapat dicapaitanpa pemberian insulin sama
sekali. Dosis insulin pada fase ini perludisesuaikan untuk menghindari serangan
hipoglikemia. Pada masa remaja, kebutuhan insulin meningkat karenabekerjanya
hormon seks steroid, meningkatnya amplitudo danfrekuensi sekresi growth
hormone, yang kesemuanya merupakanhormon kontra insulin.
Pada saat sakit, dosis insulin perlu disesuaikan dengan asupanmakanan
tetapi jangan menghentikan pemberian insulin. Penghentianinsulin akan
meningkatkan lipolisis dan glikogenolisis sehingga kadarglukosa darah meningkat
dan penderita rentan untuk menderitaketoasidosis.Pada saat terjadi perubahan pola
makan untuk jangka tertentumisalnya pada bulan puasa, dosis insulin juga harus
disesuaikanhingga 2/3 atau 3/4 dari insulin total harian, serta distribusinya
harusdisesuaikan dengan porsi dosis sebelum buka puasa lebih besar dari
dosissebelum makan sahur.

e. Penyesuaian dosis insulin berdasarkan pola kadar glukosa darah.


Pada regimen dua atau tiga kali suntikan, penyesuaian dosis dilakukan
berdasarkan pola kadar gula darah harian penuh selama beberapa hari (7-10 hari)
dengan mempertimbangkan pola aktifitas dan pola makan penderita.Untuk
regimen basal-bolus, penyesuaian dosis insulin lebihfleksibel dan dinamis yang
dilakukan setiap sebelum makan tergantunghasil monitoring kadar gula darahnya;
di samping itu pola kadargula darah harian juga menjadi pertimbangan.
Penggunaan insulinkerja cepat analog memerlukan pemeriksaan kadar gula darah
2 jamsetelah makan untuk melihat efektifitasnya. Penyesuaian dosis insulinpada
regimen basal-bolus juga didasarkan atas konsumsi makanan(karbohidrat) dan
besar penyimpangan kadar gula darah terhadaptarget yang ditentukan. Beberapa
alat insulin pump yang baru, dapatdiprogram secara otomatis untuk menyesuaikan
dosis insulin sesuaikadar glukosa darah saat itu serta asupan karbohidratnya.

f. Penyesuaian dosis insulin bila kadar gula darah di luar target:


- Peningkatan kadar gula darah sebelum makan pagi: meningkatkan dosis
insulin kerja menengah/panjang sebelum makan malam atau sebelum tidur
(diperlukan pemeriksaan kadar gula darah tengah malam untuk memastikan tidak
terjadinya hipoglikemia nokturnal).
- Peningkatan kadar gula darah 2 jam setelah makan: menaikkan dosis
insulin kerja cepat/pendek sebelum makan.
- Peningkatan kadar glukosa sebelum makan siang atau malam:
Menaikkan dosis insulin basal sebelum sarapan pagi atau menaikkan dosis
insulin kerja cepat/pendek sebelum makan pagi (bila menggunakan regimen basal-
bolus). Jika menggunakaninsulin kerja cepat untuk regimen basal-bolus, dosis
insulin basalnya bisa disesuaikan juga pada situasi seperti ini.
- Penyesuaian dosis insulin juga dapat dilakukan dengan jalan
memperhitungkan rasio insulin-karbohidrat (menggunakan rumus 500). Angka
500 dibagi dengan dosis insulin total harian hasilnya dinyatakan dalam gram
Artinya 1 unit insulin akan dapat mengatasi sekian gram karbohidrat dalam diet
penderita.
- Koreksi hiperglikemia: dapat dilakukan dengan rumus 1800 bila
menggunakan insulin kerja cepat, dan rumus 1500 bila menggunakan insulin kerja
pendek. Angka 1800 atau 1500 dibagi dengan insulin total harian hasilnya dalam
mg/ dL, artinya 1 unit insulin akan menurunkan kadar glukosa darah sebesar hasil
pembagian tersebut dalam mg/dL. Hasil perhitungan dosis koreksi ini bersifat
individual dan harus mempertimbangkan faktor lain misalnya latihan.
- Peningkatan kadar glukosa sesudah makan malam: menaikkan insulin
kerja cepat/pendek sebelum makan malam.
- Hipoglikemia dengan sebab yang belum jelas: evaluasi ulang dosis insulin
secara keseluruhan.

xii. Interaksi obat terhadap insulin


Beberapa bahan berikut harus dipertimbangkan jika digunakan dengan
insulin:
- Alkohol: dapat menurunkan kadar glukosa darah
- Aspirin: dosis besar dapat menurunkan kadar glukosa darah
- Kafein: dosis besar dapat menaikkan kadar glukosa darah
- Kokain: dapat menaikkan kadar glukosa darah
Obatan-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah adalah:
- Kortikosteroid - Lithium karbonat
- Diazoxid (Hyperstat, Proglycem) - Tiroid
- Diuretik - Dilantin
- Epinefrin - Fenobarbital
- Estrogen - Niacin
Obat-obat yang dapat menurunkan kadar gula darah
- Steroid anabolik - Metildopa
- Kloramfenikol - Propanolol
- Klofibrat - Koumarin
- MAO inhibitors - Fenilbutazon

xiii. Penyuntikan
Mengingat sebagian besar waktu penderita berada di luar lingkungan medis
dan insulin merupakan obat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, maka
ketrampilan menyuntik harus dikuasai secara benar. Selain ketrampilan
menyuntik, tempat penyuntikan, dan faktor yangmempengaruhi absorpsi perlu
dikenal penderita dan keluarganya.Suntikan insulin yang digunakan sebaiknya
selalu disesuaikandengan kekuatan insulin yang dipakai (misal insulin kekuatan
100 U/mLsebaiknya menggunakan jarum suntik 1mL=100U). Apabila tidak
sama,perhitungan dosis insulin harus diulang minimal 2 kali dan
ditanyakankepada orang lain untuk konfi rmasi. Apabila tidak mengerti
sebaiknyaditanyakan ke dokter atau apotik terdekat.Untuk mendapatkan efek
insulin yang diharapkan, ada beberapa faktoryang mempengaruhi penyerapan
insulin. Faktor-faktor tersebut adalahlokasi (tercepat adalah dinding perut
kemudian diikuti berturut-turut lengan, paha dan bokong); kedalaman suntikan
(suntikan intramuskular akan mempercepat absorpsi); jenis insulin; dosis insulin
(dosis kecil lebih cepat absorpsinya); kegiatan fisik (olahraga meningkatkan
absorpsi); adatidaknya lipodistrofi atau lipohipertrofi (kedua keadaan akan
memperlambatabsorpsi); dan perbedaan suhu(suhu panas mempercepat absorpsi).
a. Tehnik penyuntikan
Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan melakukan
pinched (cubitan) dan jarum suntik harus membentuk sudut 450, atau 900 bila
jaringan subkutannya tebal. Untuk penyuntikan tidak perlu menggunakan alkohol
sebagai tindakan aseptik pada kulit. Tempat penyuntikan dapat dilakukan di
abdomen, paha bagian depan, pantat, dan lengan atas. Penyuntikan ini dapat
dilakukan pada daerah yang sama setiap hari tetapi tidak dianjurkan untuk
melakukan penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi penyuntikan sangat
dianjurkan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi .
Penyuntikan insulin kerja cepat lebih dianjurkan di daerah abdomen karena
penyerapan lebih cepat. Di daerah paha dan pantat penyerapan insulin kerja
menengah lebih lambat.
b. Penyuntikan sendiri
Anak-anak penderita DM tipe-1 harus didorong secara bertahap untuk
melakukan sendiri penyuntikan insulin apabila telah mencapai usia tertentu (tepat
menjelang remaja dan remaja). Waktu seorang anak dapat melakukan penyuntikan
sendiri sangat tergantung tingkat maturitasanak dan ada tidaknya retinopati.
Biasanya penyuntikan sendiri ini dapatdilakukan setelah mengikuti suatu
perkemahan diabetik. Walaupunanak sudah dapat melakukan penyuntikan sendiri,
orangtua tetap harusdapat melakukan penyuntikan terutama ini dalam keadaan
darurat.
c. Reaksi lokal
Reaksi lokal terhadap injeksi insulin jarang terjadi. Bila terjadi
biasanyadisebabkan oleh zat aditif di dalam insulin seperti metacresol, phenolatau
methylhydroxybenzoate. Urtikaria karena dingin bisa terjadi bilainsulin segera
digunakan setelah dari lemari es.

xiv. Pengaturan makan


Istilah pengaturan makanan sekarang lebih lazim digunakan dari pada
dietkarena diet lebih identik dengan upaya menurunkan berat badan
sehinggakalori harus dikurangi. Penurunan berat badan perlu dilakukan
padapenderita DM tipe-2 yang seringkali menderita kegemukan, sedangkan
padaanak dengan DM tipe-1, kalori tetap diperlukan untuk pertumbuhan.
Pengaturan makanan pada penderita DM tipe-1 bertujuan untukmencapai
kontrol metabolik yang baik tanpa mengabaikan kalori yangdibutuhkan untuk
metabolisme basal, pertumbuhan, pubertas, maupunaktivitas sehari hari. Dengan
pengaturan makanan ini diharapkan anaktidak menjadi obes dan dapat dicegah
timbulnya hipoglikemia.Jumlah kalori per hari yang dibutuhkan dihitung
berdasarkan beratbadan ideal. Penghitungan kalori ini memerlukan data umur,
jeniskelamin, tinggi badan dan berat badan saat penghitungan, serta
datakecukupan kalori yang dianjurkan.
Komposisi kalori yang dianjurkan adalah 50-60% dari karbohidrat,10-15%
berasal dari protein, dan 30% dari lemak. Karbohidrat sangatberpengaruh terhadap
kadar glukosa darah, dalam 1-2 jam setelahmakan 90% karbohidrat akan menjadi
glukosa. Jenis karbohidrat yangdianjurkan ialah yang berserat tinggi dan memiliki
indeks glikemik danglycemic load yang rendah, seperti golongan buah-buahan,
sayuran, dansereal yang akan membantu mencegah lonjakan kadar glukosa
darah.Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupanmakanan
dan pola makan yang sama sebelum maupun sesudah diagnosis,serta makanan
yang tidak berbeda dengan teman sebaya atau denganmakanan keluarga.
Pengaturan makan yang optimal biasanya terdiri dari 3kali makan utama dan
3 kali pemberian makanan kecil. Keberhasilan kontrolmetabolik tergantung
kepada frekuensi makan dan regimen insulin yangdigunakan. Pada regimen
insulin basal bolus, semakin sering penyuntikan akan semakin fleksibel pada
pemberian makan, sedangkan pada regimeninsulin 2 kali sehari, maka pemberian
makan harus teratur.Penderita DM tipe-1 yang menggunakan regimen insulin
basal bolusmaka pengaturan makanannya menggunakan penghitungan kalori
yangdiubah dalam jumlah gram karbohidrat, yaitu dalam 1 unit
karbohidratmengandung 15 gram karbohidrat. Pada lampiran piramida
makanan,memperlihatkan pengelompokan jenis makanan penukar dan
anjurankonsumsi per hari.
Pada setiap kunjungan sebaiknya diberikan penjelasan mengenaipengaturan
makan agar dapat disesuaikan dengan umur, aktivitas yangdilakukan, masa
pubertas, dan sebagainya. Pola makan dan pemberianinsulin saling terkait
sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangatpenting untuk evaluasi
pengobatan.

xv. Olahraga
Olahraga sebaiknya menjadi bagian dari kehidupan setiap orang, baik anak,
remaja, maupun, dewasa; baik penderita DM atau bukan. Olahraga dapat
membantu menurunkan berat badan, mempertahankan berat badan ideal, dan
meningkatkan rasa percaya diri. Untuk penderita DM berolahraga dapat
membantu untuk menurunkan kadar gula darah, menimbulkan perasaan sehat
atau well being, dan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, sehingga
mengurangi kebutuhan insulin.
Pada beberapa penelitian terlihat bahwa olahraga dapat meningkatkan
kapasitas kerja jantung dan mengurangi terjadinya komplikasi DM jangka
panjang. Bukan tidak mungkin bagi penderita DM untuk menjadi atlit olahraga
profesional. Banyak olahragawan/atlit terkenal di dunia yang ternyata adalah
penderita DM tipe-1. Namun, untuk penderita DM, terutama bagi yang tidak
terkontrol dengan baik, olah raga dapat menyebabkan timbulnya keadaan yang
tidak diinginkan seperti hiperglikemia sampai dengan ketoasidosis diabetikum,
makin beratnya komplikasi diabetik yang sudah dialami, dan hipoglikemia.
Sekitar 40% kejadian hipoglikemia pada penderita DM dicetuskan oleh olahraga.
Oleh karena itu penderita DM tipe-1 yang memutuskan untuk berolahraga teratur,
terutama olahraga dengan intensitas sedang-berat diharapkan berkonsultasi
terlebih dahulu dengan dokter yang merawatnya sebelum memulai program
olahraganya. Mereka diharapkan memeriksakan status kesehatannya dengan
cermat dan menyesuaikan intensitas, serta lama olahraga dengan keadaan
kesehatan saat itu. Bagi penderita DM tipe-1 ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebelum, selama, dan setelah berolahraga. Ada beberapa penyesuaian
diet, insulin, dan cara monitoring gula darah agar aman berolahraga,antara lain:
a. Sebelum berolahraga
a) Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas olahraga. Diskusikan dengan
pelatih/guru olah raga dan konsultasikan dengan dokter.
b) Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam sebelum olahraga.
c) Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali sebelum berolahraga.
d) Kalau Gula Darah (GD) <90 mg/dL dan cenderung turun, tambahkan
ekstra karbohidrat.
e) Kalau GD 90-250 mg/dL, tidak diperlukan ekstra karbohidrat (tergantung
lama aktifi tas dan respons individual).
f) Kalau GD >250 mg/dL dan keton urin/darah (+), tunda olahraga sampai
GD normal dengan insulin.
g) Bila olah raga aerobik, perkirakan energi yang dikeluarkandan tentukan
apakah penyesuaian insulin atau tambahankarbohidrat diperlukan.
h) Bila olah raga anaerobik atau olah raga saat panas, atau
olahragakompetisi insulin dapat dinaikkan.
i) Pertimbangkan pemberian cairan untuk menjaga hidrasi (250mL pada 20
menit sebelum olahraga).

b. Selama berolah raga


a) Monitor GD tiap 30 menit.
b) Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-30 menit).
c) Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit, bila diperlukan.
c. Setelah berolah raga
a) Monitor GD, termasuk sepanjang malam (terutama bila tidak biasa
dengan program olahraga yang sedang dijalani).
b) Pertimbangkan mengubah terapi insulin.
c) Pertimbangkan tambahan karbohidrat kerja lambat dalam 1-2 jam setelah
olahraga untuk menghindari hipoglikemia awitan lambat. Hipoglikemia
awitan lambat dapat terjadi dalam interval 2 x 24 jam setelah latihan.
Respons penderita DM tipe-1 terhadap suatu jenis olahragasangat
individual, karena itu acuan di atas merupakan acuan umum.Seorang atlit
berpengalaman pun perlu waktu yang cukup lama, untukmendapatkan pola
pengelolaan yang benar-benar sesuai untuk jenisolahraganya.

xvi. Pemantauan mandiri


Tujuan utama dalam pengelolaan pasien diabetes adalah kemampuan
mengelola penyakitnya secara mandiri, penderita diabetes dan keluarganya
mampu mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena
pemberian insulin tergantung kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa
penelitian telah dibuktikan adanya hubungan bermakna antara pemantauan
mandiri dan kontrol glikemik. Pengukuran kadar glukosa darah beberapa kali per
hari harus dilakukan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia, serta untuk penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa darah
preprandial, post prandial dan tengah malam sangat diperlukan untuk
penyesuaian dosis insulin. Perhatian yang khusus terutama harus diberikan kepada
anak prasekolah dan sekolah tahap awal yang sering tidak dapat mengenaliepisode
hipoglikemia dialaminya. Pada keadaan seperti ini diperlukanpemantauan kadar
glukosa darah yang lebih sering.

xvii. Kontrol metabolik


The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menyatakan bahwa
kadar glukosa darah yang mendekati normoglikemia akan mengurangi kejadian
dan progresifitas komplikasi mikrovaskular pada pasien diabetes anak maupun
dewasa. Indikator kontrol metabolik yang buruk meliputi hal berikut:
- Poliuri dan polidipsi
- Enuresis dan nokturia
- Gangguan penglihatan
- Penurunan berat badan atau gagal penambahan berat badan.
- Gagal tumbuh
- Pubertas terlambat
- Infeksi kulit
- Penurunan prestasi disekolah
- Peningkatan kadar HbA1c
- Peningkatan kadar lemak darah
Pemeriksaan kadar glukosa darah sangat penting dalam tata laksana diabetes
pada anak dan remaja dengan tujuan:
- Memantau kontrol glukosa darah harian
- Mendeteksi adanya episode hipoglikemia atau hiperglikemik
- Memungkin pengelolaan yang aman bila anak sakit di rumah
Frekuensi pemeriksaan glukosa darah disesuaikan dengan regimen insulin
yang digunakan, usia anak, dan kestabilan penyakit diabetes sendiri. Pemeriksaan
glukosa darah yang lebih sering akan lebih memperbaiki kontrol glikemik.
Sebelum 1978, pemeriksaan urin merupakan satu-satunya pemeriksaan untuk
menilai kontrol glikemik. Saat ini telah digunakan beberapa pemeriksaan untuk
menilai kontrol glikemik yang lebih baik yaitu:
- Kadar glukosa darah
- Glycated hemoglobin (misal HbA1C)
- Glycated serum protein (misal fruktosamin)
Informasi yang diperoleh dari kadar glukosa darah dapat dihubungkan
dengan kadar HbA1C dan parameter klinis untuk menilai dan memodifi kasi tata
laksana DM dalam rangka memperbaiki kontrol metabolik. HbA1C merupakan
alat yang tepat untuk menilai kontrol glukosa darah jangka lama. HbA1C
menggambarkan kadar glukosa darah selama 2-3 bulan sebelumnya.
Bila kadar HbA1C meningkat atau tetap tinggi maka tata laksana
diabetesyang berjalan harus dinilai ulang. Fruktosamin mengukur glikosilasi
proteinserum. Mengingat turnover protein serum lebih singkat maka
fruktosaminmenggambarkan kadar glukosa darah untuk waktu lebih pendek dari
HbA1Cyaitu glukosa darah selama 2-3 minggu sebelum pemeriksaan.

2.2. Tatalaksana Diabetes Mellitus Tipe 2


Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan/atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Pilar penatalaksanaan DM tipe 2 adalah sebagai berikut.
A. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.

B. Terapi Gizi Medis


- Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri. Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
- Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.

i. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:


a. Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
- Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
- Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
- Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau
makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
b. Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
- Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
- Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu
penuh (whole milk).
- Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
c. Protein
- Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalahseafood(ikan, udang, cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu, tempe.
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi.
d. Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama
dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
- Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
e. Serat
- Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,
mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
- Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.
f. Pemanis alternative
- Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak
bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alcohol dan fruktosa.
- Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan
xylitol.
- Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena
efek samping pada lemak darah.
- Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, neotame.
- Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
Daily Intake / ADI ).

ii. Kebutuhan kalori


Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan
kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sbb:
- Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
- Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)

Klasifikasi IMT (WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific


Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.)
o BB Kurang <18,5
o BB Normal 18,5-22,9
o BB Lebih >23,0
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II >30
- Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik
penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat
kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang
diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600
kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi
tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%)
dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai
dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola
pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
iii. Pilihan Makanan
Pilihan makanan untuk penyandang diabetes dapat dijelaskan melalui
piramida makanan untuk penyandang diabetes

C. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki.

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan


berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

D. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darahbelum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

i. Obat hipoglikemik oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. Pemicu Sekresi Insulin
- Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan
berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
b. Penambah sensitivitas terhadap insulin
- Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot
dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
c. Penghambat glukoneogenesis
- Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.
d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang
paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. Mekanisme kerja OHO,
efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat nama
obat, berat bahan aktif (mg) per tablet, dosis harian, lama kerja, dan waktu
pemberian dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
- OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
- Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan
- Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
- Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
- Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
- Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama
- Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
ii. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetic
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
- insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
- insulin kerja pendek (short acting insulin)
- insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
- insulin kerja panjang (long acting insulin)
- insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Jenis dan lama kerja insulin dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Efek samping terapi insulin:
- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
- Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut
DM.
- Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:
- Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang
fisiologis.
- Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial
akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
- Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
- Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa: insulin
kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah
(intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran
tetap (premixed insulin).
- Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja cepat
atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin prandial, dengan
kerja menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiensi insulin basal.
Juga dapat dilakukan kombinasi dengan OHO.
- Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
- Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit
setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai
iii. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan
kombinasi tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja
panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah
6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis
tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan
cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,
maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.
BAB 3
KESIMPULAN

Dari penjelasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tipe 1 meliputi pemberian insulin,


pengaturan makan, olahraga, dan edukasi, yang didukung oleh pemantauan
mandiri (home monitoring) dengan tujuan untuk mencapai control
metabolik yang baik.
2. Pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 dimulai dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani selama 2-4 minggu, apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan/atau suntikan insulin.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Mellitus Association, 2004.Clinical Practice


Recommendation. USA: Johnson and Johnson Company
Unit KelompokKerja Endokrinologi Anak Dan Remaja, 2009.
KonsensusNasionalPengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1.Jakarta:
IkatanDokterAnakIndonesia-World Diabetes Foundation
PerhimpunanDokterSpesialisPenyakitDalam Indonesia, 2006.Konsensus
Pengelolaan & Pencegahan Diabetes Miletus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta
Pusat: PB PAPDI.
Availablefrom:
http://www.pbpapdi.org/papdi.php?pb=kesehatan&kd_penyakit=12
[Diakses 18 Mei 2016]
Smeltzer, S.C.,Bare,B.G., 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC
Suyono, S., 2006.Diabetes Melitus di Indonesia. Buku ajar Ilmu Penyakit
DalamEdisi 4. Jakarta: Pusat penerbitan Ilmu Penyakit dalam FK UI

Sumber Internet:

http://www.medicastore.com, diakses 18 Mei 2016

Anda mungkin juga menyukai