PENDAHULUAN
1
jaringan otak yang permanen. Oleh karena itu, gejala ini harus dapat dikenali
dan ditanggulangi secepat mungkin. Rata-rata 15 % penderita meninggal,
walaupun pengobatan dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60-80%
penderita yang bebas dari kejang setelah lebih dari 1 jam akan menderita
cacat neurologis atau berlanjut menjadi penderita epilepsi.2
Berdasarkan kompleksitas dari penyakit ini, Status Epileptikus tidak
hanya penting untuk menghentikan kejang tetapi identifikasi pengobatan
penyakit dasar merupakan bagian utama pada penatalaksanaan Status
Epileptikus.2
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA.
2.1 Definisi
Berdasarkan Epilepsy Foundation of America (EFA), status
epileptikus didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih
rangkaian kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau
aktivitas kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa jika seseorang mengalami kejang persisten atau
seseorang yang tidak sadar kembali selama lima menit atau lebih harus
dipertimbangkan sebagai status epileptikus.1
2.2 Epidemiologi
Status epileptikus merupakan suatu masalah yang umum terjadi dengan
angka kejadian kira-kira 60.000 – 160.000 kasus dari status epileptikus
tonik-klonik umum yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya.Pada
sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada pasien
yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang
didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat
antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar
1-2 persen, tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang
menyebabkan status epileptikus kira-kira 10 persen. 1,3
Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa etiologi dari Status
Epileptikus dapat dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua
Status Epileptikus kebanyakan sekunder karena adanya penyakit
serebrovaskuler, disfungsi jantung, dementia. Pada Negara miskin, epilepsy
merupakan kejadian yang tak tertangani dan merupakan angka kejadian
yang paling tinggi.1,4
Angka kejadian SE pada anak berkisar 10 sampai 58 per 100.000
penduduk pertahun. Adapun kejadian SE pada populasi pasien epilepso
3
anak berkisar antara 9,5% sampai 27%. SE lebih sering terjadi pada anak
berusia di bawah 2 tahun, dimana 80% nya tanpa demam atau penyebab
simptomatik akut.6
2.3 Etiologi
Alkohol
Anoksia otak
Penyakit cerebrovaskular
Epilepsi kronik
4
Metabolik
Trauma
Hipoglikemia
2.4 Patofisiologi
5
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf
begitu kompleks dan melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf
melalui reseptor GABA dan meningkatkan pelepasan dari glutamat dan
merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion Natrium dan
Kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium. 1
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang
tepat, karena penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status
epileptikus. Pada umumnya status epileptikus dikarakteristikkan
menurut lokasi awal bangkitan, area tertentu dari korteks (Partial onset)
atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset), kategori utama
lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau
non-konvulsi.2,4
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan
status epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus
berdasarkan status epileptikus umum (tonik-klonik, mioklonik, absens,
atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial (sederhana atau
kompleks).2,4
Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum (overt
atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana,
parsial kompleks, absens).
1. Overt generalized convulsive status epilepticus
Aktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran
penuh.
a. Tonik
b. Klonik
c. Tonik – klonik
6
2. Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan
generalized convulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas
motorik
3. Simple / partial status epilepticus (consciousness preserved)
a. simple motor status epilepticus
b. sensory status epilepticus
c. aphasic status epilepticus
4. nonconvulsive status epilepticus (consciousness impaired)
a. petitmal status epilepticus
b. complex partial status epilepticus
2.4 Komplikasi
Otak
Peningkatan Tekanan Intra Kranial
edema serebri
Trombosis arteri dan vena otak
Disfungsi kognitif
Gagal Ginjal
Myoglobinuria, rhabdomiolisis
Gagal Nafas
Apnea
Pneumonia
Hipoksia, hiperkapni
Pelepasan Katekolamin
Hipertensi
Oedema paru
Aritmia
7
Glikosuria, dilatasi pupil
Hipersekresi, hiperpireksia
Jantung
Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme
Metabolik dan Sistemik
Dehidrasi
Asidosis
Hiperglikemia
hipoglikemia
Hiperkalemia, hiponatremia
Kegagalan multiorgan
Idiopatik
Fraktur, tromboplebitis, DIC
8
berubah menjadi tonik klonik umum. Pada status tonik-klonik umum,
serangan berawal dengan serial kejang tonik-klonik umum tanpa
pemulihan kesadaran diantara serangan dan peningkatan frekuensi.1,5
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase
tonik yang melibatkan otot-otot aksial dan pergerakan pernafasan
yang terputus-putus. Pasien menjadi sianosis selama fase ini, diikuti
oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya takikardi dan peningkatan
tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang. Hiperglikemia
dan peningkatan laktat serum terjadi yang mengakibatkan penurunan
pH serum dan asidosis respiratorik dan metabolik. Aktivitas kejang
sampai lima kali pada jam pertama pada kasus yang tidak tertangani.1,5
9
D. Status Epileptikus Mioklonik.
10
F. Status Epileptikus Non Konvulsif
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau
parsial kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status
epileptikus non-konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma.
Ketika sadar, dijumpai perubahan kepribadian dengan paranoia,
delusional, cepat marah, halusinasi, tingkah laku impulsif (impulsive
behavior), retardasi psikomotor dan pada beberapa kasus dijumpai
psikosis. 1,2,4
anamnesis
riwayat epilepsi, riwayat menderita tumor, infeksi obat, alkohol,
penyakit serebrovaskular lain, dan gangguan metabolit. Perhatikan lama
kejang, sifat kejang (fokal, umum, tonik/klonik), tingkat kesadaran
diantara kejang, riwayat kejang sebelumnya, riwayat kejang dalam
keluarga, demam, riwayat persalinan, tumbuh kembang, dan penyakit
yang sedang diderita. 4
Pemeriksaan fisik
pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran
penglihatan dan pendengaran refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi,
papil edema akibat peningkatan intrakranial akibat tumor, perdarahan,
dll. Sistem motorik yaitu parestesia, hipestesia, anestesia.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yaitu darah, elektrolit, glukosa, fungsi
ginjal dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka
11
dilakukan kultur darah dan imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk
mengevaluasi lesi struktural di otak EEG untuk mengetahui aktivitas
listrik otak dan dilakukan secepat mungkin jika pasien mengalami
gangguan mental, Pungsi lumbal dapat kita lakukan jika ada dugaan
infeksi atau perdarahan subarachnoid.3,4
2.9 Penatalaksanaan
12
ruang intensif (ICU). Protokol penatalaksanaan status epileptikus pada
makalah ini diambil berdasarkan konsensus Epilepsy Foundation of
America (EFA). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus
menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering
digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan
Midazolam (Versed). 1,3
Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi dari g-
aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan
kompleks Reseptor-Barbiturat. Lorazepam memiliki volume distribusi
yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan karenanya memiliki
masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan akan
terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal,
konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi
maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan
kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah sama.1
Fenitoin diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung
(2%). Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium
hidroksida dan penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang
besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal iritasi :
tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak
digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi
yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.2,4
13
Pada : awal menit
14
Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian
bolus intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus
Pentobarbital 1 mg per kg per jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai
6 jam untuk menetukan apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan
darah stabil.
-atau-
Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75
sampai 10 mg per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.
-atau-
Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis
pemeliharaan berdasarkan gambaran EEG.
2.10 Prognosis
15
Prognosis status epileptikus adalah tergantung pada penyebab yang
mendasari status epileptikus. Pasien dengan status epileptikus akibat
penggunaan antikonvulsan atau akibat alkohol biasanya prognosisnya lebih
baik bila penatalaksanaan dilakukan dengan cepat dan dilakukan
pencegahan terjadi komplikasi. Pasien dengan meningitis sebagai etiologi
maka prognosis tergantung dari meningitis tersebut.4,5
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Status Epileptikus. Available at:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&dir
ektori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-gtfy209.htm.
2. BAG/SMF Ilmu Penyakit Saraf. Pedoman Diagnosis dan Terapi,
Edisi III. Surabaya : Rumah Sakit Dokter Soetomo, 2006.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Buku Ajar Neurologi. Cetakan
ke-2 Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
4. Pediatric Status Epileptycus, 2014, from :
http://emedicine.medscape.com/article/908394-overview#a2
5. Status epileptikus. Available at:
http://adc.bmj.com/content/79/1/78/F1.large.jpg.
6. Pudjiadi, Antonius H. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat.Ikatan
Dokter Anak Indonesia:Jakarta. 2013
17
PENATALAKSANAAN STASUS KONVULSI PADA ANAK
18