Anda di halaman 1dari 27

REFERAT ILMU PENYAKIT MATA

KERATITIS SICCA

Disusun oleh :
Febby Astari
030.13.073

Pembimbing:
Dr.Irastri Anggraini, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 4 JUNI – 21 JULI 2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi referat dengan judul “Keratitis Sicca” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan
dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Mata
RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Periode 4 Juni – 21 Juli 2018

Oleh :
Febby Astari
03.013.073

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing


Semarang, 01 Juli 2018

dr. Irastri Anggraini, Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkatNya saya bisa menyelesaikan
referat berjudul Keratitis Sicca yang dibuat untuk memenuhi tugas dalam kepaniteraan klinik
Ilmu penyakit Mata di RSUD KRMT Wongsonegoro. Saya mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua dokter yang telah membimbing saya terutama kepada dr. Irastri
Anggraini, Sp.M yang telah membantu saya dalam proses pembuatan referat ini.
Saya menyadari bahwa referat ini jauh dari kata sempurna dank arena itu saya sangat
terbuka menerima saran dan kritik demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat yang telah
saya susun ini dapat berguna bagi kita semua.

Semarang, Juni 2018

Penyusun

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA
2.1 ANATOMI 4
2.2 FISIOLOGI 6
2.3 DISFUNGSI AIR MATA 7
BAB III KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA
3.1 DEFINISI 13
3.2 ETIOLOGI 13
3.3 FAKTOR RESIKO 15
3.4 EPIDEMIOLOGI 15
3.5 MANIFESTASI KLINIS 16
3.6 DIAGNOSIS 16
3.7 MANAJEMEN DRY EYE 22
3.8 PROGNOSIS 23
3.9 KOMPLIKASI 23
BAB IV KESIMPULAN 24
DAFTAR PUSTAKA 25

4
BAB I
PENDAHULUAN

Tear film normal diperlukan untuk mempertahankan fungsi permukaan okuler.


Perubahan patologis yang terlihat pada sindrom mata kering (dry eye disease)
mempengaruhi semua komponen tear film. Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada
permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air
mata.
Angka kejadian Sindroma Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan cenderung
meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Banyak diantara penyebab sindrom mata kering
mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan
mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil.
Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hiangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal
sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi.1
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir.
Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air
mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra.2 Pada
kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-
nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya
meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuning-
kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi
tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemik.3

5
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

2.1 Anatomi
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis
aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.1
Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:
1. Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen temporal
atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis dari
muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai bagian ini dari kelenjar secara bedah,
harus diiris kulit, muskulus orbikuaris okuli, dan septum orbitale.1,6
2. Bagian Palpebrae
Bagian palpebrae yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari
forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara kira-kira
sepuluh lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula
lakrimalis dengan forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae dari
kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah
kelenjar itu bersekresi.1,6
Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring) terletk di dalam
substansia propia di konjungtiva palpebrae.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum superior dan
inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam fossa lakrimalis.
Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah dari sakus dan bermuara ke dalam meatus
inferior dari rongga nasal, lateral terhadap turbinatum inferior. Air mata diarahkan
kedalam punktum oleh isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan
gabungan dari isapan kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan
kapiler dalam kanalikuli, gaya berat dan dan kerja memompa dari otot Horner, yang
merupan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang sakus lakrimalis,
semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis
ke dalam hidung. 1,6

6
3. Pembuluh Darah dan Limfe
Pasokan darah dari glandula lakrimalis bersal dari arteria lakrimalis. Vena
yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan vena oftalmika. Drenase lime
menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva untuk mengalir ke dalam limfonodus
pra-aurikula.1,6
4. Persarafan
Pasokan saraf ke glandula lakrimalis adalah melalui:
a) Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus.
b) Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari nukleus
salivarius superior.
c) Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus lakrimalis.1,6

2.2 Fisiologi
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak di
fossa glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar
yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus
orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan
sistem duktulus yang bermuara ke forniks temporal superior. Persarafan kelenjar
utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius dan
menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus trigeminus.

7
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring
identik dengan kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus. Kelenjar-kelenjar ini
terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler,
yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid pada
air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang ikut membentuk tear
film.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan
air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal
assesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang dihasilkan normalnya
cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet, berakibat
mengeringnya korena meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.
Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear film
dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk memfokuskan refraksi
sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada kestabilan dan volume tear film
akan sangat mempengaruhi kualitas penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada
kontras). “Tear break up” menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan
kualitas fokus gambaran yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan
pada tear film preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue dan
fotofobia.
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang
lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150 dyne/cm yang
mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film dapat mengurangi efek yang
dapat mempengaruhi epitel permukaan. Pada keratokonjungtivitis, perubahan lapisan
musin menyebabkan epitel permukaan semakin mudah rusak akibat gaya tersebut
yang menyebabkan deskuamasi epithelial dan menginduksi apoptosis.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan
efek antimikroba.

8
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar
lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV, alergen
dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi paparan lingkungan
tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk perlindungan adalah IgA,
laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang dapat melawan infeksi bakteri
maupun virus. Lapisan lipid mengurangi penguapan komponen akuos akibat
perubahan lingkungan. Selanjutnya, tear flim dapat membersihkan partikel, iritan dan
alergen akibat paparan lingkungan.
4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.
Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea bergantung
pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat nutrisi dari tear film.
Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk epitel kornea sedangkan glukosa
yang dibutuhkan kornea berasal dari difusi dari aqueous humor. Tear film terdiri dari
± 25 g/mL glukosa, kira-kira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah, yaitu
konsentrasi yang dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat
pada tear film juga mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear film
juga mengandung growth factor yang penting untuk regenerasi dan penyembuhan
epitel kornea.

Gambar.1. Lapisan tear film

Lapisan-Lapisan Tear Film


1. Lapisan Superfisial
Merupakan film lipid monomokuler yang berasal dari kelenjar meibom.
Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk sawar kedap air saat

9
palpebra ditutup. Lapisan ini terdiri dari lipid polar dan non polar yang menyebar ke
seluruh permukaan mata saat mata berkedip. Penyebaran lipid ini penting karena
penumpukan lipid, khususnya lipid nonpolar, dapat mengkontaminasi lapisan musin
yang dapat mengakibatkan lapisan ini tidak bisa dibasahi.
2. Lapisan akueosa tengah
Lapisan yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor, mengandung
substansi larut air (garam dan protein). Lapisan ini mengandung oksigen, elektrolit
dan banyak protein seperti growth factors, yang berfungsi sebagai sumber nutrisi dan
menyediakan lingkungan yang cocok untuk epitel permukaan. Keadaan epitel
permukaan bergantung pada growth factors seperti EGF, HGF dan KGF.
Immunoglobulin dan protein lainnya seperti laktoferin, lisozim, defensin dan IgA,
menjaga pemukaan mata dari infeksi bakteri dan virus. Protein lain seperti interleukin,
meminimalkan inflamasi pada permukaan mata.
Kandungan elektrolit pada tear film, memiliki konsentrasi yang sama dengan
elektrolit serum dengan osmolaritas 300mOsm/L yang mempertahankan volume
volume sel epitel. Ion juga membantu proses enzimatik dengan melarutkan protein.
Osmolaritas yang tepat dibutuhkan untuk mempertahankan potensial membran saraf,
homeostasis seluler, dan fungsi sekresi

Gambar 2. Tear film layer

3. Lapisan musinosa
Terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva.
Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya relatif hidrofobik.

10
Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi dengan larutan berair saja. Musin
diadsorpsi sebagian pada membran epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan
pada sel-sel permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan
akueosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara
menurunkan tegangan permukaan.
Fungsi lapisan ini sebagai surfaktan yang membantu air mata membasahi
epitel kornea yang bersifat hidrofobik. Lapisan ini juga berfungsi dalam
mempertahankan kejernihan penglihatan dan kekuatan refraksi.Lapisan musin yang
intak melindungi epitel dari ancaman lingkungan dan meminimalkan pengaruh gaya
yang muncul akibat mata yang berkedip.

Gambar 3. Normal tear film structure and components

Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin


mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah IgA,
yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja; IgA
juga diproduksi oleh sel-sel plasma dalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan alergi
tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan mata meningkat.
Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total, bekerja secara sinergis
dengan gammaglobulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain, membentuk
mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa

11
berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis., hexoseaminidase
untuk mendiagnosis penyakit Tay-Sachs.(vaughan)

2.3 Disfungsi Tear Film


Abnormalitas kuantitas maupun kualitas tear film terjadi akibat
1. Perubahan jumlah tear film.
2. Perubahan komposisi tear film.
3. Penyebaran tear film yang tidak merata akibat permukaan kornea yang
irregular.
Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi
aqueous, difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau
abnormalitas lipid (disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan osmolaritas
tear film terlhat pada pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau pada blefaritis dan
pada orang yang menggunakan lensa kontak. Penyebaran air mata yang tidak merata
dapat terjadi bersamaan dengan permukaan kornea atau limbus yang tidak rata
(inflamasi, jaringan parut, perubahan distropi) atau penggunaan lensa kontak yang
tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan pada kelopak mata akibat kelainan
kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik, atau disfungsi mekanisme berkedip.

12
BAB III
KERATOKONJUNGTIVITIS SICCA

3.1 Definisi
Sindrom mata kering, atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah penyakit
mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air
mata film meningkat.1 Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca" dari bahasa Latin
adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva".6
3.2 Etiologi
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu
komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara
sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik
termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva,
pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel
epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi.1,2,6
A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal
1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal

2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindrom sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukimia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis

13
b. Infeksi
1) Trachoma
2) Parotitis epidemica
c. Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi

d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik: atropin, skopolamin
3) Anestetika umum: halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker: timolol, practolol

e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)

B. Kondisi ditandai defisiensi musin


1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-adregenic blocker

C. Kondisi ditandai defisiensi lipid:


1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis

D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:


1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada

14
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis1,2,6

3.3 Faktor risiko dry eye11

15
3.4 Epidemiologi
Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata,
persentase insidenisanya sekitar 10-30% dari populasi, terutama pada orang yang
usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita. Frekuensi insidensia
sindrom mata kering lebih banyak terjadi pada ras Hispanic dan Asia dibandingkan
dengan ras kaukasius.4
3.5 Manifestasi Klinis
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau
berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan,
tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit,
dan sulit menggerakkan palpebra.2 Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa
pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling
khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di
tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental kekuning-kuningan kadang-
kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak
tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik.1
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel
konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek pada
epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut keratokonjungtivitis sicca
tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap filamen melekat pada epitel kornea
dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien dengan sindrom sjorgen, kerokan dari
konjungtiva menunjukkan peningkatan jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar
lakrimal kadang-kadang terjadi pada sindrom sjorgen.
3.6 Diagnosis
Saat ini tidak ada kriteria diagnosis yang uniform untuk menegakan diagnosis
dry eye. Kombinasi dari anamnesis dan beberapa tes pemeriksaan biasa dipakai untuk
menentukan gejala dan tanda dari dry eye.
Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti
memakai cara diagnostik berikut:
A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip
Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior
pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang

16
terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm
tanpa anestesi dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal
utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes
Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur fungsi
kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit
adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai
hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada
orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder
terhadap defisiensi musin.1,5

Gambar 4. Test Schirmer


B. Tear film break-up time
Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin
tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film air
mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk
dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini
pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal rose. Sel-sel
epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat
dipulas, bila permukaan kornea dibasahi flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras
berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata
kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien
diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama

17
dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini
lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal, memanipulasi
mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada
mata dengan defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada
mata dengan defisiensi musin.1,5

Gambar 5. Indeks Perlindungan Okular


C. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva dilakukan
dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi
(ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang
meninggakan parut (pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva
difus), arborisasi berkurang atau hilang.1,5

18
a. ferning mukus uniform dan bercabang banyak
b. ferning mukus lebih kecil dengan cabang lebih sedikit
c. ferning mukus kecil dengan hampir tanpa cabang
d. tidak ada ferning

D. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infra-
nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus keratokonjungtivitis sicc, trachoma,
pemphigoid mata cicatrix, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A.1,5,6
a. berkurangnya sel goblet pada konjungtiva

19
b. jumlah sel goblet normal pada konjungtiva
E. Pemulasan Flourescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflourescein adalah
indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat.
Flourescein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.1,5,6

Pewarnaan fluoresein dari kornea dibagi menjadi tingkat 0 sampa 3


berdasarkan densitas pewarnaan fluoresein. Untuk grading yang lebih spesifik, konea
dapat dibagi menjadi lima area dan grading dilakukan untuk setiap area.

F. Pemulasan Bengal Rose


Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan memulas semua
sel epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.1,5

20
Gambar 6. Pewarnaan Bengal rose
G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal perjalanan
sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung
pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara
spektrofotometri.1,5
H. Osmolalitas Air Mata
Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan
pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea.
Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi
keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan
Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.1,5 Osmolaritas normal untuk air
mata adalah 295-309 mosm/L. Osmolaritas film air mata direkomendasikan oleh
National Eye Institute untuk menentukan dry eye. Sebuah penelitian oleh Tomlinson
dan peneliti lainnya menghasilkan batas ukur bagi osmolalitas air mata pada dry eye
adalah 316 mOsm/liter.
Tiga metode digunakan untuk mengukur osmolaritas air mata yaitu dengan
freezing point depression (FDP), tekanan uap, dan konduktivitas elektrik. Untuk
melakukan tes tekanan uap dan konduktivitas elektrik dibutuhkan sample air mata
sebanyak 0.8 mikroliter sampai 0.96 mikroliter dan untuk mendapatkan air mata
sebanyak itu perlu dilakukan stimulasi terhadap glandula lakrimal untuk merangsang
refleks menangis. Sedangkan FDP memerlukan jumlah air mata yang lebih sedikit
yaitu 0.2 mikroliter namun berpotensi untuk menghasilkan hasil yang tidak akurat
karena adanya proses evaporasi atau penguapan. Karena alasan tersebut, pengukuran
osmolaritas air mata jarang digunakan karena tidak adanya standarisasi dan peralatan

21
yang memadai. Namun sekarang sudah terdapat instrumen yang mudah untuk
mengukur osmolalitas air mata yaitu dengan system TearLab dan Tear Osmometer
atau osmometer airmata. System tearLab menentukan osmolalitas dengan mengukur
aktivitas elektrik dari air mata berdasarkan kandungan garam pada airmata. Tes ini
membutuhkan sample airmata sebanyak 0.05 mikroliter dan memakan waktu 30 detik.
Osmometer air mata menghitung osmolalitas memakai FDP atau freezing point
depression dan membutuhkan sample airmata yang lebih banyak. Pada pengukuran
dengan freezing point depression atau osmometer airmata, sample didinginkan hingga
titik bekunya. Air beku pada nol derajat celcius namun solusi (campuran air dengan
zat lain) misalnya garam, akan membeku pada suhu lebih rendah yaitu dibawah nol
derajat jadi semakin rendah titik bekunya suatu cairan solusi, maka semakin tinggi
osmalaritasnya.
Contoh pengukuran osmolalitas airmata dengan menggunakan tearLab

Tear osmometer

I. Lactoferrin
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi
kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.1,5

22
3.7 Manajemen dry eye

(sumber:http://www.pharmaceutical-journal.com/learning/learning-article/dry-eye-
disease-risk-factors-and-selecting-treatment/20069420.article)11
Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada
punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon),
untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen
dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik atau dengan laser.1,2,6
Cara kedua yaitu dengan menggunakan salivary gland autotransplantation atau
transplantasi kelenjar saliva, yaitu dengan cara memindahkan kelenjar saliva yang
berada pada bibir bawah dan menanamnya di dekat mata, kelenjar saliva akan
berfungsi sebagai pengganti air mata.12
3.8 Prognosis

23
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom
mata kering baik.1
3.9 Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit terganggu.
Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu. Pada kasus
lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang
terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea,
yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-
komplikasi ini.1,2,3,7,10

24
BAB IV
KESIMPULAN

Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai
dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Angka kejadian Sindroma
Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan cenderung meningkat sesuai dengan
peningkatan usia. Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal
atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan,
tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit
menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan
mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan
slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior.
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis aksesori,
kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Air mata dihasilkan juga oleh
kelenjar air (kelenjar lakrimal). Lapisan ini berfungsi untuk membersihkan mata dan
mengeluarkan benda-benda asing atau iritan.
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu
komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder
menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Pasien dengan mata kering paling sering
mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah
gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar,
fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Air mata buatan adalah terapi
yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur.
Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau
kacamata berenang. Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan
sindrom mata kering baik. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea,
dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan
vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah
komplikasi-komplikasi ini

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan


Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan Apparatus
lakrimalis dalam Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000. Hal 94. Widya Medika
2. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit
Eyelids and Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi of
Ophtalmology
3. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan
Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Oftalmologi Umum, edisi 14.
Jakarta: 2000. Hal 95. Widya Medika
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai
Penerbit FKUI.
5. Plugfelder, Stephen C et al. Dry Eye and Ocular Surface Disorders.
New york : 2004. Marcell Decker.
6. Mc Fadden, murray. Dry eye Syndrome. Diakses dari
http://lasik1.com pada tanggal 7-12-2015.
7. Anonim. The Definitive Source for Dry Eye Information on Internet.
2008. Diakses dari http://dryeye.org pada tanggal 7-12-2015.
8. Anonim. The Anatomy of Evaporative Dry Eye. Diakses dari:
http://tearscience.com pada tanggal 7-12-2015.
9. Sastrawan D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu
Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. Palembang , 2007 dkk
10. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview diakses
tanggal 7-12-2015.
11. http://www.pharmaceutical-journal.com/learning/learning-article/dry-
eye-disease-risk-factors-and-selecting-treatment/20069420.article diakses tanggal 7-12-
2015.
12. http://www.nhs.uk/Conditions/Dry-eye-
syndrome/Pages/Treatment.aspx diakses tanggal 7-12-2015.

26
27

Anda mungkin juga menyukai