PENDAHULUAN
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Purpura Trombositopenik Imun (PTI) ialah suatu penyakit
perdarahan yang didapat sebagai akibat penghancuran trombosit yang
berlebihan, yang ditandai dengan: trombositopenia (trombosit <100.000/mm 3),
purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan
penyebab trombositopeni yang lainnya.1
Immune Trombositik Purpura (ITP) adalah suatu keadaan perdarahan
yang disifatkan oleh timbulnya petichie atau ekimosis di kulit ataupun pada
selaput lendir dan ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan
penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui.3
2.2 EPIDEMIOLOGI
ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan
perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insidens
penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun. Delapan
puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang
akan pulih dalam beberapa hari atau minggu sesuai dengan namanya (akut)
akan sembuh, dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak ada perbedaan insidens laki
maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir
selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus ataupun imunisasi 1-6 minggu
sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan sering terjadi saat trombosit di
bawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi
pada anak perempuan. ITP yang rekuren didefinisikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP.1
2.3 ETIOLOGI
Trombositopeni adalah penurunan jumlah trombosit yang disebabkan
oleh penurunan produksi trombosit, peningkatan destruksi trombosit, dan
distribusi abnormal dari trombosit. Trombositopeni yang terjadi dalam ITP
disebabkan oleh peningkatan destruksi trombosit karena reaksi autoimun.4
Penyebab ITP adalah kelainan autoimun sehingga penghancuran
trombosit dalam sistem retikuloendotelial meningkat. Sistem imun mengenali
trombosit sebagai benda asing dan dihancurkan di limpa serta di hepar.
3
Penghancuran trombosit akan menyebabkan trombositopeni karena
pembentukan antibodi IgG anti-trombosit. Kelainan ini biasanya menyertai
infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respon sistem imun yang
tidak tepat (inappropriate). Akhir-akhir ini ITP juga sering disebut sebagai
immune thrombocytopenic purpura (purpura trombositopeni imun).5
2.4 PATOFISIOLOGI
ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling
umum terjadi. ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan
jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal. Pada
anak-anak mula-mula terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie,
purpura dengan trombositopenia dan anemia. Trombositopenia pada ITP
disebabkan terjadinya kerusakan yang berlebihan dari trombosit sedangkan
pembentukannya normal atau meningkat. Kerusakan trombosit disebabkan
adanya Humoral antiplatelet factor di dalam tubuh yang saat ini dikenal
sebagai PAIgG atau Platelet Associated IgG. PAIgG meningkat pada ITP akut
dibanding bentuk kronik. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
mekanisme kerusakan trombosit pada bentuk akut dan kronik. PAIgG
diproduksi oleh limpa dan sumsum tulang. Kenaikan produksi PAIgG adalah
akibat adanya antigen spesifik terhadap trombosit dan megakariosit dalam
tubuh. Pada bentuk akut, antigen spesifik dapat bersumber dari infeksi virus
yang terjadi 1-6 minggu sebelumnya atau pada imunisasi dan infeksi bakteri,
yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Antigen spesifik tersebut
bersama PAIgG membentuk kompleks antigen-antibodi, dan selanjutnya
melekat di permukaan trombosit. Perlekatan ini menyebabkan trombosit akan
mengalami kerusakan yang berakibat lisis atau penghancuran oleh sel-sel
makrofag di RES yang terdapat di hati, limpa, sumsum tulang dan getah
bening.6
Kerusakan yang demikian cepat dan jumlah yang besar
menyebabkan terjadinya trombositopenia yang berat diikuti manifestasi
perdarahan Bentuk ITP kronik bisa merupakan kelanjutan dari bentuk akut.
4
Pada bentuk kronik ini ternyata PAIgG tetap tinggi walaupun kompleks
antigen-antibodi dikeluarkan dari tubuh, meskipun tidak setinggi pada bentuk
akut. Keadaan demikian diduga ber-hubungan erat dengan konstitusi genetik
yang spesifik dari sistem immunologik penderita, dimana peninggian PAIgG
disebabkan adanya autoantigen pada membrana trombosit atau oleh antigen
spesifik yang melekat pada permukaan trombosit.7
perdarahan memanjang
Trombosit <10.000/mm3 : perdarahan mukosa, risiko perdarahan
2.6 DIAGNOSIS
Pada umumnya pasien ITP tampak sehat, namun tiba tiba mengalami
perdarahan pada kulit (petekie atau purpura) atau pada mukosa hidung
(epistaksis). Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan lain
yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya tidak
5
didapatkan. Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya
perdarahan tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura,
perdarahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu
dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya
pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada
lebih kurang 10% anak dengan ITP.9
Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak
dengan ITP umumnya normal sesuai umurnya. Pada lebih kurang 15%
penderita didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya.
Pemeriksaan hapusan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan pseudotrombositopenia, sindrom trombosit raksasa yang
diturunkan (inherited giant platelet syndrome), dan kelainan hematologi
lainnya. Trombosit yang imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian
besar penderita. Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit
pada ITP lebih aktif secara metabolik, yang menjelaskan mengapa dengan
jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih jarang didapatkan pada ITP
dibanding pada kegagalan sumsum tulang. Pemeriksaan aspirasi sumsum
tulang pada anak dengan dugaan ITP, masih menimbulkan perbedaan pendapat
di antara para ahli. Umumnya pemeriksaan ini dilakukan pada kasus-kasus
yang meragukan, namun tidak pada kasus-kasus dengan manifestasi klinis
yang khas. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada kasus-kasus yang
tidak khas misalnya pada:9
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum,
misalnya demam, penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang,
pembesaran hati dan atau limpa.
Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi
Kasus yang akan diobati dengan steroid, baik sebagai pengobatan
awal atau yang gagal diterapi dengan imunoglobulin intravena.
6
sembuh dengan sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan menjadi
kronis. Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan
penyebab trombositopenia yang lain.1
2.7 PENATALAKSANAAN
Tata laksana ITP pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi
farmakologis. Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan ITP pada anak, di antaranya membatasi aktifitas fisik,
mencegah perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan
produksi trombosit atau merubah fungsinya, dan yang tidak kalah pentingnya
adalah memberi pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang
penyakitnya.7
Sebagian besar kasus ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah
sakit, oleh karena dapat sembuh sempurna secara spontan dalam waktu
kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus ITP pada anak didapatkan
perdarahan kulit yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan internal
yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan segera.
Transfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif, karena
trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.7
Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi
kortikosteroid peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir,
anti-D untuk kasus dengan rhesus D positif. Pengobatan tersebut potensial
memberikan efek samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk
mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak merugikan pasien
(primum non nocere).6
Sebelum era IVIG, kortikosteroid per oral merupakan pengobatan
utama pada ITP karena dipercaya dapat menghambat penghancuran trombosit
dalam sistem retikuloendotelial dan mengurangi pembentukan antibodi
terhadap trombosit, serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang dapat
mengurangi perdarahan. Buchanan dan Holtkamp melakukan penelitian
tentang efektifitas kortikosteroid peroral pada dosis standar (2 mg/kgbb/hari)
sebagai pengobatan ITP akut. Berdasarkan jumlah trombosit, waktu
perdarahan, dan gejala klinis, tidak didapatkan perbedaaan yang bermakna
antara kelompok prednison dan plasebo kecuali pada pengobatan hari ke-7.
7
Penelitian terbaru menunjukkan respon yang lebih cepat (secepat IVIG)
dalam menaikkan jumlah trombosit pada dosis prednison yang lebih tinggi (4
mg/kgbb/hr) jangka pendek. Dosis IVIG yang digunakan 0,25-0,5 gram/kgbb
selama 2 hari.8
Proses kesembuhan akan terjadi secara spontan pada anak dengan
ITP, namun mungkin dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi
atau IVIG, respon tersebut sering hanya bersifat sementara dan tidak memberi
perlindungan terhadap komplikasi perdarahan hebat yang dapat mengancam
jiwa. Juga tidak didapatkan data yang menunjukkan bahwa pengobatan
tersebut menurunkan kemungkinan menjadi ITP kronis. Pemberian steroid
jangka panjang sebaiknya dihindari karena risiko efek samping yang mungkin
lebih membahayakan dari penyakitnya sendiri. Splenektomi jarang dilakukan
pada anak dengan ITP dan hanya dianjurkan pada perdarahan hebat yang
tidak memberikan respon terhadap pengobatan, dan dilakukan setelah
menjadi ITP kronis (>6 bulan). Angka kegagalan splenektomi berkisar 25-
30% dan mungkin lebih besar (>60%) dengan pengamatan jangka panjang.
Splenektomi, meskipun jarang berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya sepsis walaupun telah diberikan vaksinasi pnemokokus dan
profilaksis penisilin.9
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi dari penyakit ITP ini antara lain perdarahan intrakranial
(pada kepala), kehilangan darah yang luar biasa, efek samping dari
penggunaan kortikosteroid jangka panjang, dan infeksi pneumococcal pasca
splenektomi.5
2.9 PROGNOSIS
Pada ITP akut bergantung pada penyakit primernya, bila penyakit
primernya ringan 90 % akan sembuh secara spontan. ITP menahun
prognosisnya kurang baik terutama pada stadium praleukemia. ITP menahun
yang bukan stadium praleukemia bila displenektomi pada waktunya angka
remisi sekitar 90 %.5
8
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10
9. Purnomo HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M.
Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta, 2012; 133-46.
11