PENDAHULUAN
2.1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 3
April 2017, pukul 20.20 WITA di RSU Anutapura Palu.
a. Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk IGD kebidanan dengan membawa pengantar dari dokter
dengan G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis mengeluh keluar
darah dari jalan lahir. Awalnya keluar bercak darah dari jalan lahir sejak usia
kehamilan 29 minggu dan semakin banyak 2 hari terakhir sebelum masuk
rumah sakit berwarna merah segar dan tidak menggumpal, lendir dan air tidak
ada. Pasien juga mengeluhkan sakit perut dan pusing. Tidak ada keluhan
demam, mual, muntah, batuk dan sesak. Buang air besar terakhir 2 hari yang
lalu dengan konsistensi padat dan buang air kecil spontan dengan frekuensi 4-5
kali sehari berwarna kekuningan.
c. Riwayat penyakit dahulu :
1) Riwayat asma (-)
2) Riwayat penyakit jantung (-)
3) Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
4) Riwayat alergi makanan (-) dan obat (-)
5) Riwayat operasi (+) SC anak ketiga tahun 2014
d. Riwayat penyakit keluarga:
1) Riwayat penyakit paru (-)
2) Riwayat penyakit jantung (-)
3) Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
2.1.6 PENATALAKSANAAN
Rencana operasi : Sectio caesaria transperitonial + tubektomi bilateral
Di Ruangan :
KIE (+), surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan tindakan anestesi
(+), site mark (+)
Puasa : 8 jam preoperasi
Persiapan whoole blood (+) 2 bag Gol.O
IVFD RL 500 cc, PRC 250 cc.
2.1.7 KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis Preoperatif : G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis
Status Operatif : PS ASA II, skor Mallampati 2
Jenis Operasi : SCTP + tubektomi bilateral
Jenis Anastesi : Regional anestesi
2.2 PREINDUKSI
Pemeriksaan fisik preoperatif
1. B1 (Breath) :
Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing : (-/-/-), potrusi mandibular (-), buka
mulut 5 cm, jarak mentohyoid 6 cm, jarak hyothyoid 6,5 cm, leher pendek (-),
gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-), frekuensi pernapasan : 24
kali/menit, suara pernapasan : bronkovesikular (+/+), suara pernapasan
tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor Mallampati : 2, massa (-), gigi
ompong (-), gigi palsu (-).
2. B2 (Blood) :
Akral hangat : ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+), tekanan
darah : 120/70 mmHg, denyut nadi : 92 kali/menit, reguler, kuat angkat, bunyi
jantung S1/S2 murni regular.
3. B3 (Brain) :
Kesadaran : Composmentis, Pupil : isokor 3 mm/3 mm, defisit neurologi (-).
4. B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 2-3 kali sehari berwarna kekuningan.
5. B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak cembung, stria gravidarum (+), peristaltik (+) kesan
normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
6. B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
j. Premedikasi : Ondansentron 4 mg
Ranitidin 150 mg
k. Induksi : Bupivacaine Hyperbaric 0,5% 10 mg
l. Medikasi tambahan : Ephedrin 30 mg
Methylergometrine 0,2 mg
Oxytocin drips 60 IU
Tranexamat acid 250 mg
Ketorolac 30 mg
Petidin 40 mg
i. Maintanance : O2 4 lpm
j. Respirasi : Pernapasan spontan
k. Posisi : Supinasi
l. Cairan durante operasi : RL 2000 ml + WB 350 ml
10 (09.25) 80 50 92 Ephedrin 15 mg
15 (09.30) 90 50 98
20 (09.35) 100 60 91 99%
25 (09.40) 110 70 92
Oxytocin drips 20 IU +
30 (09.45) 110 70 90
Methylergometrine 0,2 mg
35 (09.50) 110 70 90 100% Tranexamat acid 250 mg
40 (09.55) 100 60 94
45 (10.00) 90 60 97 Ephedrin 15 mg
50 (10.05) 100 60 92 99% Petidin 40 mg
55 (10.10) 100 60 92 Oxytocin drips 20 IU
60 (10.15) 110 60 88
65 (10.20) 110 60 90 100%
70 (10.25) 120 70 86 Oxytocin drips 20 IU
75 (10.30) 100 70 88
100%
80 (10.35) 110 70 87
85 (10.40) 110 70 85
90 (10.45) 120 70 82
95 (10.50) 110 70 86 100% Ketorolac 30 mg
100 (10.55) 120 70 84
30,625 5,6
4290 =4290 =864 ml
( 30,6+25 ) /2 27,8
Perhitungan cairan
Input yang diperlukan selama operasi :
1. Cairan maintanance (M) : (4x10) + (2x10) + (1x46) = 106 ml/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = 8 x 106 =
848 ml 500 ml (cairan yang masuk saat puasa) = 348 ml
3. Stress operasi sedang : 6 cc x 66 kg = 396 ml
4. Cairan defisit urin = 400 ml
5. Cairan defisit darah = 900 ml
Perhitungan cairan pengganti darah :
Transfusi + 3x cairan kristaloid = volume perdarahan
350 cc + 3x = 900 cc
3x = 900 cc 350 cc
x = 550 cc x 3
x = 1650 cc
2.4 POSTOPERATIF
Pemantauan di Post Anasthesia Care Unit (PACU) / Recovery Room (RR) :
Tekanan darah, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
Memasang O2 3 L/menit nasal kanul.
Memberikan antibiotik profilaksis, antiemetik, H2 reseptor bloker dan analgetik.
Mengevaluasi Bromage Score bilan 2 boleh pindah ruangan.
Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), makan dan minum diperbolehkan
sesuai instruksi sejawat obgyn.
IVFD RL 50 tetes/menit selama 2 jam.
Bila tekanan darah sistolik < 90 mmHg, memberikan injeksi ephedrin 10 mg/iv
Bila denyut jantung < 60 kali/menit, memberikan atropin sulfat 0,5 mg dan
konsul anestesi.
Bila sakit kepala hebat berkepanjangan, konsul anestesi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien Ny. WL, 37 tahun masuk ke ruang operasi untuk menjalani
tindakan operasi SCTP + tubektomi bilateral pada tanggal 04 April 2017 dengan diagnosis
preoperatif G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis. Persiapan operasi
dilakukan pada tanggal 03 April 2017. Dari anamnesis pasien masuk IGD kebidanan
dengan membawa pengantar dari dokter dengan G 5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta
previa totalis mengeluh keluar darah dari jalan lahir. Awalnya keluar bercak darah dari
jalan lahir sejak usia kehamilan 29 minggu dan semakin banyak 2 hari terakhir sebelum
masuk rumah sakit berwarna merah segar dan tidak menggumpal, lendir dan air tidak ada.
Pasien juga mengeluhkan sakit perut dan pusing. Tidak ada keluhan demam, mual,
muntah, batuk dan sesak. Buang air besar terakhir 2 hari yang lalu dengan konsistensi
padat dan buang air kecil spontan dengan frekuensi 4-5 kali sehari berwarna kekuningan.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg; nadi 76
O
kali/menit; respirasi 20 kali/menit; suhu 36,6 C. Dari pemeriksaan laboratorium
hematologi : Hb 8,2 g/dl; golongan darah O; GDS: 118 mg/dl dan HbsAg non-rektif.
Klasifikasi ASA mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh American Society of
Anesthesiologist sebagai deskripsi yang mudah yang menunjukkan status fisik pasien yang
berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan segera/cito atau
elektif. Klasifikasi ini sangat berguna harus diaplikasikan pada pasien yang akan dilakukan
tindakan pembedahan, meskipun banyak faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
hasil keluaran setelah tindakan pembedahan. Dengan keadaan tersebut di atas, pasien
termasuk dalam kategori PS ASA II. Adapun pembagian kategori ASA adalah :
I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental
II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan
ketidakmampuan fungsi
V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E
(misalnya IE atau IIE).1
Anestesi spinal bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk menghilangkan
sensasi nyeri. Namun anestesi spinal juga memblok saraf motorik sehingga mengakibatkan
paresis/paralisis di miotom yang selevel dengan dermatom yang diblok. Disamping itu
juga memblok saraf otonom dan yang lebih dominan memblok saraf simpatis sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Hipotensi adalah efek samping yang
paling sering terjadi pada anestesi spinal, dengan insidensi 38% dengan penyebab utama
adalah blokade saraf simpatis.5
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan irisan pada
dinding abdomen dan uterus yang bertujuan untuk melahirkan bayi. Proses persalinan
dengan cara sectio caesarea dapat menggunakan anestesi umum dan regional. Anestesi
spinal merupakan teknik anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus ke
bawah. Teknik anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu kemudahan
dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah,
pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan post operatif dan analgesia
yang minimal.6
Anestesi lokal yang sering dipakai adalah bupivakain. Lidokain 5% sudah
ditinggalkan karena mempunyai efek neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi pilihan
utama untuk anestesi spinal saat ini. Anestesi lokal dapat dibuat isobanik. hiperbarik atau
hipobarik terhadap cairan serebrospinal. Barisitas anestesi lokal mempengaruhi
penyebaran obat tergantung dari posisi pasien. Larutan hiperbarik disebar oleh gravitasi,
larutan hipobarik menyebar berlawanan arah dengan gravitasi dan isobarik menyebar lokal
pada tempat injeksi. Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan
penghantaran (supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan arteri
rata-rata. Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok simpatis, makin
banyak segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan tekanan darah Untuk
menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang hebat, sebelum dilakukan
anestesi spinal diberikan cairan elektrolit Nacl fisiologis atau ringer laktat 10-20 ml pada
anestesi spinal. Terjadi penurunan frekuensi nadi dan penurunan tekanan darah
dikarenakan tejadinya blok saraf simpatis yang bersifat akselerator jantung.7
Mekanisme kerja anastesi lokal yaitu menghambat impuls saraf dengan cara :
1. Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium. obat
ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran sodium (sodium channel). Dengan
demikian tidak teriadi proses depolarisasi dari membran sel saraf sehingga tidak
teriadi potensial aksi dan hasilnya tidak teradi konduksi saraf.
2. Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. obat ini bekerja
dengan meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel
saraf sehingga menutup pori pori membran dengan demikian menghambat gerak ion
termasuk Na+.
BAB IV
KESIMPULAN