Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Beberapa istilah yang dipakai seringkali memusingkan karena mempunyai


penafsiran banyak, akibat perbedaan latar belakang, dan mungkin berbeda dari
penafsirannya secara umum.1
Anestesi adalah istilah yang di turunkan dari dua kata Yunani yaitu "an dan
"esthesia", dan bersama-sama berarti "hilangnya rasa atau hilangnya sensasi. Para ahli
saraf memberikan makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara patologis
bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi dikemukakan pertama kali Oliver Wendell Holmes
1809-1894) untuk proses "eterisasi" Morton (1846), untuk menggambarkan keadaan
pengurangan nyeri sewaktu pembedahan. Pada saat ini, bila digunakan kata tunggal
anestesi berarti anestesi umum. Anestesi umum adalah keadaan tak sadar tanpa nyeri
(dengan reflek otonomik minimal) yang reversible akibat pemberian obat-obatan. Anestesi
inhalasi, anestesi intravena, anestesi intravaskular, anestesi perrektal adalah sub bagian
dari anestesi umum, dan kata "menerangkan" menunjukkan jalur masuknya obat ke dalam
tubuh untuk menghasilkan anestesi umum. Anestesi lokal (atau mungkin lebih tepat
analgesi lokal) menunjukkan anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa
kehilangan kesadaran kecuali digunakan teknik anestesi gabungan anestesi umum dan
anestesi lokal atau digunakan sedasi. Anestesi regional (atau mungkin lebih tepat analgesi
regional) seringkali digunakan sebagai sinonim anestesi lokal, lebih menunjukkan akibat
blokade saraf pleksus, medulla spinalis yang jauh dari daerah yang di buat tidak peka.1
Analgesi adalah kata yang berarti hilangnya atau bebas dari nyeri. Istilah ini pada
masa kini menunjukkan makna ganda. Pertama, untuk menunjukkan proses penderita
bebas dari nyeri tanpa kehilangan kesadaran. Kedua, dipergunakan oleh beberapa pakar
dalam kaitannya dengan istilah anestesi untuk menunjukkan anestesi lokal atau regional
obat analgesi dibagi ke dalam dua kelompok yakni golongan NSAID dan golongan opioid,
yang bekerja di perifer atau sentral, sedangkan obat untuk melakukan analgesi lokal adalah
kelompok obat analgesi lokal, seperti prokain, lidokain dan bupivakain.1
Hipnosis mempunyai makna kata berupa keadaan menjadi tidur. Seringkali hipnosis
diartikan sebagai komponen pertama trias anestesi. keadaan tak sadar, tidur secara
farmakologik yang tetap bereaksi terhadap nyeri dengan reflek penarikan diri atau reflek
otonomik, jika penderita tidak cukup di berikan analgetik. Hipnosis adalah istilah yang
ditimbulkan oleh hipnotism, yakni penurunan sifat kritis seseorang akibat hipnotism.1
Narkosis, seringkali diartikan sebagai komponen pertama trias anestesi, keadaan tak
sadar, tidur secara farmakologi oleh obat anestesi umum. Istilah ini mungkin lebih tepat
dibandingkan hipnosis, tetapi narkosis seringkali diartikan sebagai akibat pemberian obat
narkotik (opioid).1
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan irisan pada
dinding abdomen dan uterus yang bertujuan untuk melahirkan bayi. Proses persalinan
dengan cara sectio caesarea dapat menggunakan anestesi umum dan regional. Anestesi
spinal merupakan teknik anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus ke
bawah. Teknik anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu kemudahan
dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah,
pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan post operatif dan analgesia
yang minimal.2
Subarachnoid Spinal Block, sebuah prosedur anestesi yang efektif dan bisa
digunakan sebagai alternatif dari anestesi umum. Umumnya digunakan pada operasi
bagian bawah tubuh seperti ekstremitas bawah, perineum, atau abdomen bawah.3,4
Pada laporan ini akan membahas tentang pemberian anestesi pada pasien yang
dilakukan tindakan sectio caesarea.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 PREOPERATIF / PREANESTESI


2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. WL
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 37 tahun
Berat Badan : 66 kg
Agama : Islam
Alamat : Jl. Basuki Rahmat No.72
Diagnosis : G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis

2.1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 3
April 2017, pukul 20.20 WITA di RSU Anutapura Palu.
a. Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk IGD kebidanan dengan membawa pengantar dari dokter
dengan G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis mengeluh keluar
darah dari jalan lahir. Awalnya keluar bercak darah dari jalan lahir sejak usia
kehamilan 29 minggu dan semakin banyak 2 hari terakhir sebelum masuk
rumah sakit berwarna merah segar dan tidak menggumpal, lendir dan air tidak
ada. Pasien juga mengeluhkan sakit perut dan pusing. Tidak ada keluhan
demam, mual, muntah, batuk dan sesak. Buang air besar terakhir 2 hari yang
lalu dengan konsistensi padat dan buang air kecil spontan dengan frekuensi 4-5
kali sehari berwarna kekuningan.
c. Riwayat penyakit dahulu :
1) Riwayat asma (-)
2) Riwayat penyakit jantung (-)
3) Riwayat penyakit diabetes melitus (-)
4) Riwayat alergi makanan (-) dan obat (-)
5) Riwayat operasi (+) SC anak ketiga tahun 2014
d. Riwayat penyakit keluarga:
1) Riwayat penyakit paru (-)
2) Riwayat penyakit jantung (-)
3) Riwayat penyakit diabetes melitus (-)

2.1.3 PEMERIKSAAN FISIK


GCS : E4V5M6 = 15
Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 76 kali/menit
Suhu : 36,9 C
Pernafasan : 20 kali/menit
Nyeri : Skor VAS 4-5
1. B1 (Breath) :
Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing : (-/-/-), potrusi mandibular (-), buka
mulut 5 cm, jarak mentohyoid 6 cm, jarak hyothyoid 6,5 cm, leher pendek (-),
gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-), frekuensi pernapasan : 22
kali/menit, suara pernapasan : bronkovesikular (+/+), suara pernapasan
tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor Mallampati : 2, massa (-), gigi
ompong (-), gigi palsu (-).
2. B2 (Blood) :
Akral hangat : ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+), tekanan
darah : 110/70 mmHg, denyut nadi : 76 kali/menit, reguler, kuat angkat, bunyi
jantung S1/S2 murni regular.
3. B3 (Brain) :
Kesadaran : Composmentis, Pupil : isokor 3 mm/3 mm, defisit neurologi (-).
4. B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 4-5 kali sehari berwarna kekuningan.
5. B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak cembung, stria gravidarum (+), peristaltik (+) kesan
normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
6. B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).
2.1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal
Darah lengkap (03 April 2017)
Hemoglobin 8,2 11,5-16,0 g/dL
Leukosit 14,6 4000-10.000/L
Hematokrit 25,9 37-47%
6
Eritrosit 3,6 x 10 3,80-5,80x106/
Trombosit 254.000 150.000-500.000/L
MCV 72,8 80-100 m3
MCH 24,3 27,0-32,0 pg
MCHC 32,4 32,0-36,0 g/dl
RDW 13 11,0-16,0 %
MPV 8 6,0-11,0 m3
CT 5.00 4-12 menit
BT 2.00 1-4 menit
Gol. Darah O
Darah lengkap (04 April 2017)
Hemoglobin 10,1 11,5-16,0 g/dL
Leukosit 13,3 4000-10.000/L
Hematokrit 30,6 37-47%
6
Eritrosit 4,8 x 10 3,80-5,80x106/
Trombosit 277.000 150.000-500.000/L
MCV 79,8 80-100 m3
MCH 26,3 27,0-32,0 pg
MCHC 33,4 32,0-36,0 g/dl
RDW 14 11,0-16,0 %
MPV 9 6,0-11,0 m3
Kimia Klinik (03 April 2017)
GDS 118 70-140 mg/dL
Seroimmunologi (03 April 2017)
HbsAg Non reaktif Non reaktif

EKG :
a. Sinus ritme : Reguler
b. Denyut jantung : 84 kali/menit
c. Gelombang P : Normal
d. PR interval : Normal
e. QRS kompleks : Normal
f. Segmen ST elevasi : -
2.1.5 DIAGNOSIS
G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis

2.1.6 PENATALAKSANAAN
Rencana operasi : Sectio caesaria transperitonial + tubektomi bilateral
Di Ruangan :
KIE (+), surat persetujuan tindakan operasi (+), surat persetujuan tindakan anestesi
(+), site mark (+)
Puasa : 8 jam preoperasi
Persiapan whoole blood (+) 2 bag Gol.O
IVFD RL 500 cc, PRC 250 cc.
2.1.7 KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis Preoperatif : G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis
Status Operatif : PS ASA II, skor Mallampati 2
Jenis Operasi : SCTP + tubektomi bilateral
Jenis Anastesi : Regional anestesi

2.2 PREINDUKSI
Pemeriksaan fisik preoperatif
1. B1 (Breath) :
Airway : bebas, gurgling/snoring/crowing : (-/-/-), potrusi mandibular (-), buka
mulut 5 cm, jarak mentohyoid 6 cm, jarak hyothyoid 6,5 cm, leher pendek (-),
gerak leher bebas, tonsil (T1-T1), faring hiperemis (-), frekuensi pernapasan : 24
kali/menit, suara pernapasan : bronkovesikular (+/+), suara pernapasan
tambahan ronchi (-/-), wheezing (-/-), skor Mallampati : 2, massa (-), gigi
ompong (-), gigi palsu (-).
2. B2 (Blood) :
Akral hangat : ekstremitas atas (+/+) dan ekstremitas bawah (+/+), tekanan
darah : 120/70 mmHg, denyut nadi : 92 kali/menit, reguler, kuat angkat, bunyi
jantung S1/S2 murni regular.

3. B3 (Brain) :
Kesadaran : Composmentis, Pupil : isokor 3 mm/3 mm, defisit neurologi (-).
4. B4 (Bladder) :
Buang air kecil spontan dengan frekuensi 2-3 kali sehari berwarna kekuningan.
5. B5 (Bowel) :
Abdomen : tampak cembung, stria gravidarum (+), peristaltik (+) kesan
normal, massa (-), jejas (-), nyeri tekan (-).
6. B6 Back & Bone :
Skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-), edema ekstremitas atas (-/-), edema
ekstremitas bawah (-/-).

Persiapan pasien preoperatif :


IVFD RL 750 ml
Persiapan di kamar operasi :
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan.
Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya.
Alat-alat resusitasi (STATICS).
Obat-obat anastesia yang diperlukan.
Obat-obat resusitasi, misalnya ; adrenalin, atropine, aminofilin, natrium
bikarbonat dan lain-lainnya.
Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG.
Alat-alat pantau yang lain sesuai dengan indikasi, misalnya; Pulse Oxymeter
dan Capnograf.
Kartu catatan medik anestesia
Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.

Tabel komponen STATICS


Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
S Scope Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini
T Tubes
digunakan laryngeal mask airway ukuran 2 .
Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa
hidung-faring (nasi-tracheal airway). Pipa ini menahan
A Airways
lidah saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan sumbatan
jalan napas.
Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
T Tapes
tercabut.
Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)
yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa
I Introducer
trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini tidak digunakan
introducel atau stilet.
C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anastesia.
S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
2.3 INTRAOPERATIF
1. Diagnosis pra bedah
G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis
2. Diagnosis pasca bedah
P4A1 post SC atas indikasi plasenta previa totalis + tubektomi bilateral
3. Penatalaksanaan anestesi
a. Jenis anestesi : Regional Anestesi
b. Lama anestesi : 09.15 10.55 (100 menit)
c. Lama operasi : 09.30 10.50 (80 menit)
d. Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An
e. Ahli Bedah : dr. Djemi, Sp.OG, MARS
f. Posisi : Supine
g. Infus : 2 line di tangan kiri dan kanan
h. Teknik anastesi : Sub Arachnoid Block (SAB)
Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk
Posisi pasien :
1) Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-
10 cm, lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah
dada. (pada pasien)
2) Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna
vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat
premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang
asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini
digunakan terutama bila diinginkan sadle block.
3) Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter
bedah menginginkan posisi Jack Knife atau prone.
Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol,
kemudian kulit ditutupi dengan doek bolong steril.
Cara penusukan :
Memakai jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor
jarum, semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk
mengurangi komplikasi sakit kepala (PDPH=post duran puncture
headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari jarum
spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di
ruangan subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan
spinal analgesi dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa
mili meter sampai yang keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih
merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih,
masukkan obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan
tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan
sebelum menyuntik obat anestesi lokal karena dapat menimbulkan
reaksi benda asing (Meningismus).

j. Premedikasi : Ondansentron 4 mg
Ranitidin 150 mg
k. Induksi : Bupivacaine Hyperbaric 0,5% 10 mg
l. Medikasi tambahan : Ephedrin 30 mg
Methylergometrine 0,2 mg
Oxytocin drips 60 IU
Tranexamat acid 250 mg
Ketorolac 30 mg
Petidin 40 mg
i. Maintanance : O2 4 lpm
j. Respirasi : Pernapasan spontan
k. Posisi : Supinasi
l. Cairan durante operasi : RL 2000 ml + WB 350 ml

Laporan Monitoring Operasi

Sistole Diastole Pulse


Menit ke- SpO2 Obat yang diberikan
(mmHg) (mmHg) (x/m)
Bupivacaine Hyperbaric
0 (09.15) 110 70 82
0,5% 10 mg
5 (09.20) 100 60 87 100%

10 (09.25) 80 50 92 Ephedrin 15 mg
15 (09.30) 90 50 98
20 (09.35) 100 60 91 99%
25 (09.40) 110 70 92
Oxytocin drips 20 IU +
30 (09.45) 110 70 90
Methylergometrine 0,2 mg
35 (09.50) 110 70 90 100% Tranexamat acid 250 mg
40 (09.55) 100 60 94
45 (10.00) 90 60 97 Ephedrin 15 mg
50 (10.05) 100 60 92 99% Petidin 40 mg
55 (10.10) 100 60 92 Oxytocin drips 20 IU
60 (10.15) 110 60 88
65 (10.20) 110 60 90 100%
70 (10.25) 120 70 86 Oxytocin drips 20 IU
75 (10.30) 100 70 88
100%
80 (10.35) 110 70 87
85 (10.40) 110 70 85
90 (10.45) 120 70 82
95 (10.50) 110 70 86 100% Ketorolac 30 mg
100 (10.55) 120 70 84

Estimasi volume darah dan estimasi kehilangan darah


BB : 66 kg
EBV : 65 cc/kg BB x 66 kg = 4290 ml
Jumlah perdarahan : 900 ml
% perdarahan : 900/4290 x 100% = 20,97 %
Hct pasienHct standar
MABL=EBV
( Hct pasien+ Hct standar ) /2

30,625 5,6
4290 =4290 =864 ml
( 30,6+25 ) /2 27,8

Cairan yang masuk


Preoperatif : Kristaloid RL 750 ml
Durante operatif :
- Kristaloid RL 2000 ml
- WB 350 ml
Cairan yang keluar
Urin 400 ml
Perdarahan 900 ml

Perhitungan cairan
Input yang diperlukan selama operasi :
1. Cairan maintanance (M) : (4x10) + (2x10) + (1x46) = 106 ml/jam
2. Cairan defisit pengganti puasa (P) : lama puasa x maintenance = 8 x 106 =
848 ml 500 ml (cairan yang masuk saat puasa) = 348 ml
3. Stress operasi sedang : 6 cc x 66 kg = 396 ml
4. Cairan defisit urin = 400 ml
5. Cairan defisit darah = 900 ml
Perhitungan cairan pengganti darah :
Transfusi + 3x cairan kristaloid = volume perdarahan
350 cc + 3x = 900 cc
3x = 900 cc 350 cc
x = 550 cc x 3
x = 1650 cc

Untuk mengganti kehilangan darah 900 cc diperlukan 1350 cc cairan kristaloid


dan 350 cc transfusi darah.

Keseimbangan kebutuhan cairan


Cairan masuk + cairan keluar
= [cairan pre op + intra op] - [M + P + Stres operasi + defisit urin + defisit darah]
= [750 + 2000] - [(106 x 2,5) + 348 + 396 + 400 + ((900-350) x 3)]
= [750 + 2000] - [265 + 348 + 396 + 400 + 1650]
= [2750] - [3059]
= - 309 ml

2.4 POSTOPERATIF
Pemantauan di Post Anasthesia Care Unit (PACU) / Recovery Room (RR) :
Tekanan darah, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
Memasang O2 3 L/menit nasal kanul.
Memberikan antibiotik profilaksis, antiemetik, H2 reseptor bloker dan analgetik.
Mengevaluasi Bromage Score bilan 2 boleh pindah ruangan.
Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), makan dan minum diperbolehkan
sesuai instruksi sejawat obgyn.
IVFD RL 50 tetes/menit selama 2 jam.
Bila tekanan darah sistolik < 90 mmHg, memberikan injeksi ephedrin 10 mg/iv
Bila denyut jantung < 60 kali/menit, memberikan atropin sulfat 0,5 mg dan
konsul anestesi.
Bila sakit kepala hebat berkepanjangan, konsul anestesi.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien Ny. WL, 37 tahun masuk ke ruang operasi untuk menjalani
tindakan operasi SCTP + tubektomi bilateral pada tanggal 04 April 2017 dengan diagnosis
preoperatif G5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta previa totalis. Persiapan operasi
dilakukan pada tanggal 03 April 2017. Dari anamnesis pasien masuk IGD kebidanan
dengan membawa pengantar dari dokter dengan G 5P3A1 gravid 33-34 minggu + plasenta
previa totalis mengeluh keluar darah dari jalan lahir. Awalnya keluar bercak darah dari
jalan lahir sejak usia kehamilan 29 minggu dan semakin banyak 2 hari terakhir sebelum
masuk rumah sakit berwarna merah segar dan tidak menggumpal, lendir dan air tidak ada.
Pasien juga mengeluhkan sakit perut dan pusing. Tidak ada keluhan demam, mual,
muntah, batuk dan sesak. Buang air besar terakhir 2 hari yang lalu dengan konsistensi
padat dan buang air kecil spontan dengan frekuensi 4-5 kali sehari berwarna kekuningan.
Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg; nadi 76
O
kali/menit; respirasi 20 kali/menit; suhu 36,6 C. Dari pemeriksaan laboratorium
hematologi : Hb 8,2 g/dl; golongan darah O; GDS: 118 mg/dl dan HbsAg non-rektif.
Klasifikasi ASA mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh American Society of
Anesthesiologist sebagai deskripsi yang mudah yang menunjukkan status fisik pasien yang
berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah harus dilakukan segera/cito atau
elektif. Klasifikasi ini sangat berguna harus diaplikasikan pada pasien yang akan dilakukan
tindakan pembedahan, meskipun banyak faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
hasil keluaran setelah tindakan pembedahan. Dengan keadaan tersebut di atas, pasien
termasuk dalam kategori PS ASA II. Adapun pembagian kategori ASA adalah :
I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental
II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan
ketidakmampuan fungsi
V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E
(misalnya IE atau IIE).1
Anestesi spinal bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk menghilangkan
sensasi nyeri. Namun anestesi spinal juga memblok saraf motorik sehingga mengakibatkan
paresis/paralisis di miotom yang selevel dengan dermatom yang diblok. Disamping itu
juga memblok saraf otonom dan yang lebih dominan memblok saraf simpatis sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Hipotensi adalah efek samping yang
paling sering terjadi pada anestesi spinal, dengan insidensi 38% dengan penyebab utama
adalah blokade saraf simpatis.5
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan pembedahan dengan melakukan irisan pada
dinding abdomen dan uterus yang bertujuan untuk melahirkan bayi. Proses persalinan
dengan cara sectio caesarea dapat menggunakan anestesi umum dan regional. Anestesi
spinal merupakan teknik anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus ke
bawah. Teknik anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu kemudahan
dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah,
pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan post operatif dan analgesia
yang minimal.6
Anestesi lokal yang sering dipakai adalah bupivakain. Lidokain 5% sudah
ditinggalkan karena mempunyai efek neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi pilihan
utama untuk anestesi spinal saat ini. Anestesi lokal dapat dibuat isobanik. hiperbarik atau
hipobarik terhadap cairan serebrospinal. Barisitas anestesi lokal mempengaruhi
penyebaran obat tergantung dari posisi pasien. Larutan hiperbarik disebar oleh gravitasi,
larutan hipobarik menyebar berlawanan arah dengan gravitasi dan isobarik menyebar lokal
pada tempat injeksi. Pada anestesi spinal tinggi terjadi penurunan aliran darah jantung dan
penghantaran (supply) oksigen miokardium yang sejalan dengan penurunan tekanan arteri
rata-rata. Penurunan tekanan darah yang terjadi sesuai dengan tinggi blok simpatis, makin
banyak segmen simpatis yang terblok makin besar penurunan tekanan darah Untuk
menghindarkan terjadinya penurunan tekanan darah yang hebat, sebelum dilakukan
anestesi spinal diberikan cairan elektrolit Nacl fisiologis atau ringer laktat 10-20 ml pada
anestesi spinal. Terjadi penurunan frekuensi nadi dan penurunan tekanan darah
dikarenakan tejadinya blok saraf simpatis yang bersifat akselerator jantung.7

Mekanisme kerja anastesi lokal yaitu menghambat impuls saraf dengan cara :
1. Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium. obat
ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran sodium (sodium channel). Dengan
demikian tidak teriadi proses depolarisasi dari membran sel saraf sehingga tidak
teriadi potensial aksi dan hasilnya tidak teradi konduksi saraf.
2. Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid monomolekuler. obat ini bekerja
dengan meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel
saraf sehingga menutup pori pori membran dengan demikian menghambat gerak ion
termasuk Na+.

Gambar 1. Mekanisme kerja obat anestesi lokal.7


Pada menit ke-10 pemberian obat anestesi pasien ini mengalami penurunan tekanan
dimana tekanan darah pasien dari 110/70 mmHg menjadi 80/50 mmHg, kondisi tersebut
merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pemberian anestesi spinal. Dimana
penurunan tekanan darah biasanya terjadinya pada 10 menit pertama setelah suntikan,
sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 5 menit selama periode ini. Jika tekanan darah
sistolik turun 20% dari tekanan sistolik awal operasi, maka kita harus bertindak cepat
untuk menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak. Hipotensi terjadi karena
vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.
Pada pasien ini hipotensi ditangani dengan pemberian IVFD kristaloid secara cepat
serta efedrin sebanyak 15 mg secara intravena. Hipotensi juga dapat diminimalkan dengan
pemberian cairan kristaloid sebanyak 750 ml pada preoperatif sebelum anestesi spinal
dilakukan.7
Efedrin merupakan vasopresor yang biasanya digunakan selama anestesia untuk
melawan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung setelah anestesi spinal dan
epidural, sebagai vasopresor dan simpatomimetik, efedrin telah digunakan dengan aman
dan efektif, baik untuk pencegahan maupun pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh
anestesia, khususnya anestesia pada obstetri. obat ini juga dapat menurunkan respon
hemodinamik yang disebabkan oleh pemberian bolus propofol sebagai tambahan efek alfa
vasokonstriktor dan beta kardiostimulannya, efedrin juga memiliki keuntungan yaitu
durasinya yang singkat, jadi memiliki profil kriteria yang serupa dengan propofol.7
Saat ini oksitosin digunakan secara luas sebagai perangsang uterus. Penggunaannya
secara umum untuk induksi persalinan atau perbaikan kontraksi uterus dan penanganan
perdarahan pasca persalinan. Oksitosin di produksi di hipotalamus dan diekresikan dari
kelenjar hipofise posterior secara pulsatif Reseptor spesifik oksitosin berada di membran
sel, ditemukan pada miometrim dan payudara oksitosin merangsang kontraksi otot polos
uterus dan kelenjar payudara. Diduga oksitosin memungkinkan terjadinya persalinan dan
memegang peranan penting pada ejeksi air susu. Waktu paruh 3-4 menit. Masa kerjanya
sekitar 20-30 menit dimetabolisme dan degradasi oleh enzim oksitonase kemudian
komponen asam amino diredistribusi atau dibuang melalui ginjal. Oksitosin yang beredar
akan berefek bila terdapat reseptor oksitosin pada membran sel otot polos sehingga
merangsang pelepasan sel yang akan menyebabkan kontraksi uterus. Oksitosin terikat pada
reseptornya pada sel membran sel miometrium, yang selanjutnya terbentuk siklik adenosin
-5- monofosfat (CAMP). oksitosin bekeria dengan menimbulkan depolarisasi potensial
membran sel, sehingga terjadi penurunan nilai ambang listrik membran sel. Dengan
terikatnya oksitosin pada membran sel maka ca ++ dimobilisasi dari retikulum sarkoplasmik
untuk mengaktivasi protein kontraktil. oksitosin merangsang frekuensi dan kekuatan
kontraksi otot polos uterus, dimana efek ini tergantung pada konsentrasi estrogen dan
progesteron.7
Methilergometrine adalah obat golongan alkaloid ergot semi sintetis yang
mengandung zat aktif methylergonovine maleate. Obat ini bekerja pada otot polos rahim
secara langsung meningkatkan tonus, frekuensi, dan amplitudo dari ritme kontraksi rahim.
Peningkatan kontraksi ini berguna untuk mencegah dan mengontrol perdarahan rahim
setelah melahirkan (post partum). Methergin bekerja cepat, yaitu sekitar 5-10 menit setelah
diminum. Dosis maksimum per hari yaitu 1 mg atau 5 dosis. Kontraindikasi pada pasien
pre eklamsia, vitium cordis dan hipertensi. Efek samping yang sering terjadi dapat berupa
nyeri kepala, hipertensi, ruam pada kulit, dan nyeri perut karena kontraksi rahim yang
kuat. Efek samping lain yang jarang terjadi dapat berupa penurunan kesadaran, kejang,
nyeri dada, hipotensi, dan mual muntah. Efek samping seperti syok anafilaktik sangat
langka namun dapat terjadi pada pasien yang hipersensitif terhadap methergin. Onset kerja
i.m 2-5 menit, iv segera. Durasi im 3 jam, durasi iv 45 menit. Absorpsi cepat, distribusi iv
terutama diplasma dan cairan ekstrasel. Waktu paruh eliminasi bifasik, awal 1-5 menit,
akhir 0,5-2 jam. T maks di serum, im 0,2 0,6 jam. Ekskresi lewat urin dan feses.7
Asam traneksamat adalah obat golongan antifibrinolitik yang bekerja mengurangi
perdarahan dengan cara menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin pada
pembekuan darah. Karena plasmin berfungsi mendegradasi fibrin, maka asam traneksamat
bekerja menghambat degradasi fibrin yang berujung pada meingkatnya aktivitas
pembekuan darah.7
Pemberian petidin (golongan opioid) dapat digunakan untuk mengatasi keluhan
menggigil pada pasien. Petidin merupakan agonis opioid sintetik yang bekerja pada
reseptor opioid (mu) dan (kappa). Petidin mempunyai efek untuk mengatasi menggigil
melalui reseptor . Petidin merupakan obat yang paling efektif dan sering digunakan untuk
mengatasi menggigil. Akan tetapi petidin mempunyai beberapa efek samping yang tidak
menguntungkan seperti mual, muntah, pruritus dan depresi nafas.7
Sebagai analgetik digunakan Ketorolak (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine)
sebanyak 1 ampul (1 ml) disuntikan iv. Ketorolak merupakan nonsteroid anti inflamasi
(AINS) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan
rasa nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan
50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta
lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak menimbulkan depresi nafas.

BAB IV
KESIMPULAN

Pemeriksaan preanestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang


melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Anestesi spinal bertujuan utama memblok saraf sensoris untuk menghilangkan
sensasi nyeri. Namun anestesi spinal juga memblok saraf motorik sehingga mengakibatkan
paresis/paralisis di miotom yang selevel dengan dermatom yang diblok.
Anestesi lokal yang sering dipakai adalah bupivakain. Lidokain 5% sudah
ditinggalkan karena mempunyai efek neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi pilihan
utama untuk anestesi spinal saat ini.
Mengingat perdarahan merupakan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan
syok hipovolemik, pemantauan tanda-tanda syok dan resusitasi yang optimal sangat
diperlukan. Selama di ruang pemulihan tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan
serius. Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan
cukup baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, Jatmiko, HD. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif,


Fakultas Kedokteran Undip / RSUP dr. Kariadi. Semarang.2010
2. Liou, S., Spinal and Epidural Anesthesia. Diakses pada 8 April 2017 dari:
<http://www.nlm.nih. gov/medlineplus/ency/article/007413.htm>. 2013.
3. Purmono A. Buku Kuliah Anastesi. EGC : Jakarta. 2015.
4. Mansjoer, A., et all. Anestesi Spinal pada Seksio sesarea. Catatan Anastesi. Media
Aesculapius. Makassar. 2010.
5. Mangku, Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anastesia dan Reanimasi. Indeks: Jakarta. 2009.
6. Sarwono. Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo: Jakarta.
2008.
7. Gunawan, S. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. FKUI: Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai