Anda di halaman 1dari 49

REFLEKSI KASUS

MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSIS TUMOR RETROAURIKULAR
DEXTRA MENGGUNAKAN TEKNIK
LARYNGEAL MASK AIRWAY

Oleh :
Yolanda N Megati, S. Ked
(16 20 777 14 398)

Pembimbing :
dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp. An
01
PENDAHULUAN
Anestesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” yang berarti tidak dan “Aesthesis” yang berarti rasa
atau sensasi. Sehingga anestesia berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa atau disertai
dengan hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa tetapi bersifat sementara dan akan
kembali kepada keadaan semula, karena hanya merupakan penekanan kepada fungsi atau aktivitas
jaringan saraf baik lokal maupun umum. Pada dasarnya prinsip anastesi mencangkup 3 hal yaitu :
anestesi dapat menghilangkan rasa sakit (analgesia), menghilangkan kesadaran (sedasi) dan juga
relaksasi otot (relaksan) yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.
Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal.
Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang reversible akibat pemberian obat-obatan,
serta menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral.
Perbedaannya dengan anestesi lokal adalah anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri tanpa
kehilangan kesadaran.
Pengaruh obat anestetikum dapat menimbulkan efek ”trias anestesia”, yaitu hipnotik (tidak sadarkan
diri=”mati ingatan”), analgesia (bebas nyeri=”mati rasa”), dan relaksasi otot rangka (”mati gerak”).
Teknik anestesi inhalasi adalah teknik yang menggunakan gas volatile sebagai agen utama untuk
melakukan anestesi umum. Nitrous oxide (N2O) merupakan obat anestesi inhalasi pertama yang
disintesa pada tahun 1772 dan masih digunakan sampai sekarang. Setelah itu diciptakan gas anestesi
yang bekerja cepat dengan kelarutan rendah : isofluran (1980), desfluran (1992), sevoflurane (1994).
Dua obat inhalasi; desflurane dan sevoflurane memiliki keuntungan yaitu induksi yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat anestesi yang lainnya karena tingkat kelarutannya yang rendah, tetapi dengan
harga yang lebih mahal.
TINJAUAN
02 PUSTAKA
Laryngeal mask airway (LMA) merupakan suatu alat jalan napas yang relatif baru, yang berperan
diantara sungkup muka dengan pipa endotrakea (ETT).
LMA telah digunakan secara luas pada praktek anestesia baik dewasa ataupun anak-anak semenjak
alat ini diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980an. LMA memberikan strategi baru dalam
penatalaksanaan jalan napas. Kemudahan dan kecepatan pemasangan, tidak memerlukan pelumpuh
otot dan visualisasi glotis menjadikan LMA pilihan dalam penatalaksanaan pasien yang gagal
dilakukan intubasi endotrakea dan sulit saat ventilasi dengan sungkup muka.
Laryngeal mask airway (LMA) juga dipergunakan untuk pemberian ventilasi pada pasien dengan
nilai Cormack 3 dan 4. Pemasangan LMA termasuk dalam algoritma tatalaksana pasien sulit intubasi
menurut American Society of Anesthesiologists (ASA) dan difficult airway society (DAS).
LAPORAN KASUS
03
Identitas Pasien
Nama : Nn. E
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 46 kg
Tinggi badan : 162 cm
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Islam
Diagnosa pra bedah : Tumor Retroaurikular Dextra
Jenis pembedahan : Ekstirpasi Tumor
Tanggal operasi : 12 Desember 2022
Jenis anestesi : Laryngeal Mask Airway
Anestesiology : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp. An
Ahli bedah : dr. Densy T, M. Kes, Sp. THT-KL
S-O-A-P
Subjektif :
Keluhan Utama : Benjolan pada belakang telinga sebelah kanan
Riwayat penyakit sekarang : Pasien perempuan berumur 19 tahun masuk rumah sakit dengan
keluhan adanya benjolan pada bagian belakang telinga sebelah kanan yang mulai muncul ketika pasien
kelas 6 SD. Awalnya hanya seperti biji jagung namun lama kelamaan benjolan bertambah besar.
Benjolan berbatas tegas, nyeri tekan (+), warna sama dengan daerah kulit di sekitarnya.
Keluhan lain : Sakit kepala (-), Mual (-), Muntah (-), demam (-), sesak (-), BAB lancar dan BAK
lancar.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit hipertensi (-)
Riwayat alergi obat dan makanan (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat trauma atau kecelakaan (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat Kejang (-)
Riwayat Operasi (-)
Riwayat Anestesi (-)

Riwayat penyakit keluarga :


Riwayat penyakit DM : tidak ada
Riwayat penyakit alergi : tidak ada
Riwayat penyakit asma : tidak ada
Riwayat penyakit darah tinggi : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Objektif :
Pemeriksaan Fisik : (B1-B6)
B1 (Breath)
Gigi Palsu (-), Gigi Goyang (-), Gigi Lubang (-), Gigi ompong (-)
Leher pendek (-)
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
RR : 20 x/menit.
B2 (Blood)
TD : 110/70 mmHg
Akral : Hangat
Konjungtiva Anemis : (-/-)
Nadi : Reguler, 82 x/menit
B3 (Brain)
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya langsung (+/+),
reflex cahaya tidak langsung (+/+)
Suhu : 36,50C
VAS :2
B4 (Bladder)
Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)
BAK (+) biasa, Nyeri berkemih (-)
B5 (Bowel)
Inspeksi : Kembung (-), tidak terdapat jejas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani, Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan(-), Massa (-)
Mual (-), Muntah (-), Jejas (-), bising usus (-), BAB cair (-)

B6 (Back & Bone)


Ekstremitas : akral hangat
Edema (-)
Pergerakan terbatas (-/-)
Fraktur dan dislokasi (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium Darah Lengkap Tanggal 09 Desember 2022

Hasil Rujukan

WBC 6,1 4,8 - 10,8 x 103/ul

RBC 4,58 4,10 –5,40 x 106/ul

HGB 11,9 ↓ 12 – 16 g/dL

HCT 33,9 ↓ 36 – 47 %

MCV 74,0 ↓ 80,0 – 94,0 fL


MCH 26,0 ↓ 27 – 34 pg

MCHC 35,1 ↓ 33 – 38 g/dL

PLT 264 150 – 450 x 103/ul

GDS 96 60 – 199 mg/dL

BT 2’00 1 – 4 menit

CT 8‘00 4 – 12 menit
Hasil Laboratorium Faal Ginjal Tanggal 09 Desember 2022

Hasil Nilai Rujukan


Ureum 13 10,0 – 50,0 mg/dl
Creatinin Lk : 0,70 – 1,20
0,81 mgldl ; Pr : 0,50 –
0,90 mg/dl

Hasil Laboratorium Faal Hati Tanggal 09 Desember 2022

Hasil Nilai Rujukan


SGOT 17 6 – 30 u/l
SGPT 11 7 – 32 u/l
Hasil Pemeriksaan Biomolekuler SARS CoV-2 Tanggal 09 Desember 2022

Jenis Spesimen Hasil Interpretasi

Swab
Tidak terdeteksi NEGATIF
Nasofarring/Orofaring
Assesment
Status Fisik ASA 2
Rencana anestesi : General anestesi
Diagnosis pra-bedah : Tumor Retroaurikular Dextra

Plan
Jenis anestesi : General anestesi
Teknik anestesi : Laryngeal Mask Airway
Jenis pembedahan : Ekstirpasi Tumor

Persiapan pasien preoperatif diruangan :


• Surat persetujuan operasi dan Surat persetujuan tindakan anestesi
• Pasien dipuasakan minimal 6-8 jam pre-operasi
• Pasang Infus menggunakan cairan Ringer Laktat 20 tpm, abocath no.18 G
• Mencatat tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh dan saturasi oksigen
Persiapan di kamar operasi :
Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi antara lain adalah :
• Meja operasi dengan aksesoris yang diperlukan.
• Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya.
• Obat-obat anastesia yang diperlukan.
• Obat-obat resusitasi, misalnya : adrenalin, atropine, aminofilin, natrium bikarbonat dan lain-
lainnya.
• Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
• Alat pantau pulse oxymeter, tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG.
• Kartu catatan medik anesthesia
• Evaluasi ulang status present pasien : tekanan darah, nadi, dan SpO2
• Menyiapkan STATICS
Laporan Anestesi
Laporan Anestesi
Diagnosis pra-bedah : Tumor Retroaurikular Dextra
Diagnosis post-bedah : Tumor Retroaurikular Dextra
Jenis pembedahan : Ekstirpasi Tumor
Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An
Ahli Bedah : dr. Densy T, M. Kes, Sp. THT-KL
Persiapan anestesi : RL 20 tpm, Abocath 18 G, Puasakan 6-8 jam
Jenis anestesi : General Anestesi
Teknik anestesi : Laryngeal Mask Airway
Premedikasi anestesi : Ondancentron 4 mg, Dexametason 10 mg
Anestesi : Propofol 100 mg
Maintenance : O2 6 L/menit, RL 20 tpm
Obat masuk durante operasi : Ibuprofen 400 mg, Efedrin 20 mg, asam traneksamat 500 mg
Anestesi mulai : 10.30 WITA
Operasi mulai : 10.40 WITA
Selesai operasi : 12.15 WITA
Selesai Anestesi : 12.20 WITA
Lama Operasi : 1 jam 35 menit
Lama anastesi : 1 jam 40 menit
Cairan masuk durante operasi : Ringer Lactate 500 cc
Perdarahan : ± 5 cc
Urin tampung :-
Komponen STATICS
Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
S Scope Laringo-Scope : pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.

Pipa LMA, pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini digunakan laryngeal
T Tubes
mask airway ukuran 3 mm

Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-


A Airways tracheal airway). Pipa ini menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk
mengelakkan sumbatan jalan napas.

T Tapes Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
I Introducer dibengkokkan untuk pemandu. Pada pasien ini tidak digunakan introducel
atau stilet.

C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.

S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.


PROSEDUR GENERAL ANESTESI LARYNGEAL MASK AIRWAY
• Persiapan : posisi supine, monitor (Tekanan darah, EKG, stetoskop precordial, SpO2, Nadi), IV
line.
• Pramedikasi : Ondansetron 4mg, dexamethasone 10 mg, midazolam 2 mg, fentanyl 100 mcg
• Preoksigenasi O2 6 liter/menit via face mask
• Induksi : Propofol 100 mg
• Denitrogenisasi ventilasi 10x
• Insersi : LMA nomor 3 kembangkan cuff, auskultasi BP: kiri=kanan, bunyi tambahan : rhonki -/-,
wheezing -/-, fiksasi.
• Maintenance : O2 6 liter/menit, sevoflurane 2-4 vol%, efedrin 10 mg, ibu profen 400 mg, asam
tranekssamat 500 mg
• Emergence : tuntun ke napas spontan dan adekuat, stop sevoflurane, O2 6 liter/menit
• Ekstubasi : ekstubasi dalam keadaan sadar/teranestesi, pasien ke RR
Lampiran Monitoring Tindakan Operasi :
Tekanan Darah Nadi
Jam Tindakan
(mmHg) (x/menit)

• Pasien masuk ke kamar operasi, dan dipindahkan ke meja


operasi
10.25 120/78 88
• Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi O2
• Infus Ringer Laktat terpasang pada tangan kanan

• Midazolam 20 mg/IV
10.30 110/77 80
• Fentanyl 100mg
10.32 • O2 6 L/menit via mask 110/68 78

• Induksi Propofol 100 mcg/IV


10.33 117/69 78
• Sevoflurane 3 vol%
10.35 • Denitrogenisasi ventilasi 10x 100/65 70

10.37 • Insersi: LMA nomor 3 kembangkan cuff 110/62 74


• Auskultasi BP: kiri = kanan, kembangkan cuff, fiksasi
• Operasi dimulai
10.40 112/71 74
• Sevofluran 3 vol %

• Monitoring tanda-tanda vital


10.55 85/60 81
• Efedrin 10 mg/IV
11.00 • Monitoring tanda-tanda vital 115/79 77
11.05 • Monitoring tanda-tanda vital 110/68 83
• Monitoring tanda-tanda vital
11.55 113/70 81
• Ibu profen 400 mg
• Monitoring tanda-tanda vital
12.05 115/68 87
• Asam traneksamat 500 mg

12.15 • Operasi selesai 115/62 88

12.20 • Pasien pindah ke Recovery Room 109/65 74


CAIRAN
Cairan yang dibutuhkan Aktual
Pre Operasi BB: 46 Kg Input :
Cairan maintenance Ringer laktat 500 cc
Kebutuhan cairan per jam :
40 x 46 kg Output : -
1.840 ml / 24 jam
77 ml/jam
Cairan Pengganti Puasa (P) = Lama puasa (Jam) x M
P = 8 jam x 100 cc
= 66cc/jam

Defisit cairan puasa


= Kebutuhan cairan pengganti puasa – cairan yang masuk saat
puasa
= 800 cc – 500 cc = 300 cc
Durante Estimasi Blood Volume Input :
Operasi EBV = BB x 65 mL/kg BB RL : 500 cc
= 46 kg x 65 mL
= 2.990 mL Output :
Perdarahan : ± 5 cc
Jumlah perdarahan selama operasi : ± 5 cc x 3 = 15 cc

(untuk mengganti kehilangan darah 5 cc diperlukan 15 cc


cairan kristaloid)

%Perdarahan = Jumlah perdarahan : EBV x 100%


= 5 cc : 15 x 100%
= 33 %
Stress Operasi sedang = 6 ml/kgBB/jam x BB (kg)
= 6 ml/kgBB/jam x 46 kg
= 276 ml/jam
Perhitungan Total cairan Masuk (input)
Cairan = Preoperatif + Durante Operatif
= 200 + 500 ml = 700 ml
Total Kebutuhan Cairan selama operasi
= stress operasi + defisit darah selama operasi
= 276 ml + 5 ml
= 281 ml
Keseimbangan cairan
= Cairan masuk – (Kebutuhan Cairan selama operasi+Puasa)
= 700 ml – (281 + 800 ml)
= 700 ml – 1.080 ml
= 381 ml

Post Operasi BB: 46 Kg


Cairan maintenance
Kebutuhan cairan per jam :
= 640 ml x 46 kg
= 29.440 ml/24 jam
= 1.227 ml/jam
Pemantauan di Recovery Room :
Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik. Pada pasien tekanan darah 116/64 mmhg, nadi 77 x/menit,
dan laju respirasi 20 x/menit. Aldrete Score 10 maka dapat dipindah ke ruang perawatan.

Pada kasus, pasien berada di Recovery


Room selama 2 jam. Pada saat 2 jam
pasien sudah memenuhi kriteria
penilaian dan pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan. Hal ini sesuai
dengan teori yang menjelaskan pasien
post operasi dapat dipindahkan ke
bangsal jika Aldrete Score ≥ 8.
03
PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus diatas, pasien dilakukan tindakan berupa operasi Ektirpasi Tumor. Sebelum
dilakukannya tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik ASA dan risiko operasi serta dilakukan
rencana jenis anestesi yang akan dilakukan, yaitu General Anastesi dengan Teknik Laryngeal Mask
Airway.
AMERICAN SOCIETY OF ANESTESIOLOGY (ASA) 2020

Klasifikasi Contoh Dewasa,Termasuk, Contoh Anak,Termasuk, tapi tidak terbatas Contoh Kehamilan,Termasuk, tapi
Definisi tapi tidak terbatas pada: pada: tidak terbatas pada:
ASA
Sehat (tidak ada penyakit akut atau
ASA I Pasien sehat yang Sehat, tidak merokok,
kronis),BMI normal persentil untuk usia
normal tidak/atau penggunaan
alcohol yang minimal
Penyakit jantung bawaan
ASA II Pasien dengan Hanya Penyakit ringan Kehamilan normal *, HTN kehamilan
asimptomatik,disritmia yang terkontrol
Penyakit sistemik tanpa batasan dengan baik,asma tanpa yang terkontrol, anemia preeklamsia
eksaserbasi,epilepsi yang terkontrol dengan
yang ringan substantiffungsional. terkontrol tanpa gambaran yang
baik, non insulin diabetes mellitus, BMI
perokok, sosialpeminum abnormal persentil untuk usia, OSA ringan / parah,Diet DM Gestasional yang
sedang, status onkologis dalam remisi,
alkohol,kehamilan, terkontrol.
autisme dengan keterbatasan ringan
obesitas(30 <BMI <40),DM
/ HTN terkontrol dengan
baik, penyakit paru-paru
yang ringan
Klasifikasi Contoh Dewasa,Termasuk, tapi tidak terbatas Contoh Anak,Termasuk, tapi tidak Contoh Kehamilan,Termasuk, tapi
Definisi pada: terbatas pada: tidak terbatas pada:
ASA
ASA III Pasien dengan Batasan fungsional yang substansial; Satu Kelainan jantung kongenital stabil yang Preeklamsia dengan gambaran berat,
Penyakit sistemik atau lebih penyakit sedang hingga berat. DM tidak terkoreksi, asma dengan DM gestasional dengan komplikasi
yang berat atau HTN yang tidak terkontrol, COPD, eksaserbasi, epilepsi yang tidak atau kebutuhan insulin yang tinggi,
obesitas morbiditas (BMI ≥40), hepatitis terkontrol, diabetes mellitus yang penyakit trombofilik yang
aktif, ketergantungan atau penyalahgunaan tergantung insulin, obesitas morbid, membutuhkan antikoagulasi.
alkohol, alat pacu jantung implan, malnutrisi, OSA berat, status onkologis,
pengurangan fraksi ejeksi sedang, ESRD gagal ginjal, distrofi otot, fibrosis kistik,
yang menjalani dialisis terjadwal secara riwayat transplantasi organ, malformasi
teratur, riwayat IM, CVA (> 3 bulan), TIA, otak / sumsum tulang belakang,
atau CAD / stent. hidrosefalus simptomatik, PCA bayi
prematur <60 minggu, autisme dengan
keterbatasan berat, penyakit metabolik,
kesulitan jalan napas, penggunaan nutrisi
parenteral jangka panjang. Bayi cukup
bulan usia <6 minggu.
Klasifikasi Contoh Dewasa,Termasuk, tapi tidak terbatas Contoh Anak,Termasuk, tapi tidak Contoh Kehamilan,Termasuk, tapi
Definisi pada: terbatas pada: tidak terbatas pada:
ASA
ASA IV Seorang pasien MI, CVA, TIA atau CAD / stent terkini (<3 Kelainan jantung kongenital Preeklamsia dengan gambaran yang
dengan penyakit bulan), iskemia jantung yang sedang yangbergejala, gagal jantung kongestif, berat dipersulit oleh penyakit HELLP
sistemik berat berlangsung atau disfungsi katup yang parah, gejala sisa prematuritas aktif, atau efek samping lainnya,
yang merupakan pengurangan fraksi ejeksi yang berat, syok, ensefalopati hipoksia-iskemik akut, syok, kardiomiopati peripartum dengan EF
ancaman seumur sepsis, DIC, ISPA atau ESRD yang tidak sepsis, koagulasi intravaskular <40, penyakit jantung tidak
hidup menjalani dialisis terjadwal secara teratur diseminata, defibrilator kardioverter terkoreksi / dekompensasi, didapat
implan otomatis, ketergantungan atau bawaan.
ventilator, endokrinopati, trauma berat,
gangguan pernapasan berat, keadaan
onkologis lanjut.
Klasifikasi Contoh Dewasa,Termasuk, tapi tidak terbatas Contoh Anak,Termasuk, tapi tidak Contoh Kehamilan,Termasuk, tapi
Definisi pada: terbatas pada: tidak terbatas pada:
ASA
ASA V Seorang pasien Aneurisma abdomen / toraks yang pecah, Trauma masif, perdarahan intrakranial Ruptur Uteri
yang sekarat atau trauma masif, perdarahan intrakranial dengan dengan efek massa, pasien yang
keadaan beratdan efek massa, iskemik usus saat menghadapi membutuhkan ECMO, gagal atau henti
diperkirakan kelainan jantung yang signifikan atau pernapasan, hipertensi maligna, gagal
tidak akan disfungsi multi organ / sistem jantung kongestif / dekompensasi,
selamat tanpa ensefalopati hepatik, iskemik usus
operasi ataudisfungsi multi organ / sistem.
ASA VI Seorang pasien yang terkonfirmasi mengalami kematian batang otak yang organnya akan diambil untuk tujuan donor
Berdasarkan hasil pra operatif tersebut, maka dapat disimpulkan status pasien pra anestesi.
American Society of Anesthesiologist (ASA) pada pasien dikatakan ASA PS kelas 2 karena sesuai
dengan teori pasien termasuk dalam pasien dengan penyakit sistemik yang ringan.
Teknik anestesi yang dipakai adalah general anastesi tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). General anestesi
menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke jaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi.
Selama masa induksi pemberian obat bius harus cukup untuk beredar di dalam darah dan tinggal di
dalam jaringan tubuh.
Pada persiapaan perioperatif, pasien di anjurkan untuk puasa sebelum operasi yang
bertujuan untuk mengurangi asam lambung tanpa menyebabkan rasa haus. Pada pasien ini
dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi. Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung
karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat-
obat anestesi yang diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesi.
Puasa preoperatif yang disarankan menurut ASA adalah 6 jam untuk makanan ringan, 8 jam untuk
makanan berat dan 2 jam untuk air putih. Puasa preoperatif yang lebih lama akan berdampak pada
kondisi pasien preoperatif serta pascaoperatif.
Teknik ini menggunakan LMA (Laryngeal Mask Airway) yang merupakan suatu alat bantu jalan
napas yang ditempatkan di hipofaring berupa balon yang jika dikembangkan akan membuat daerah
sekitar laring tersekat sehingga memudahkan ventilasi spontan maupun ventilasi tekananpositif tanpa
penetrasi ke laring atau esophagus.
Terdapat beberapa ukuran cuff pada LMA ini, dengan penggunaan berdasarkan ukuran bobot tubuh
pasien. Berikut adalah ukuran LMA.

Ukuran LMA-Clasic Berat Badan (kg) Volume Cuff (ml)

1 <5 4
1,5 5 – 10 7
2 10 – 20 10
2½ 20 – 30 14
3 30 – 50 20
4 50 – 70 30
5 > 70 40
Pada pasien ini memiliki berat badan 46 kg, yang secara teori bias menggunakan LMA
ukuran “3”. Pada pasien ini digunakan LMA yang berukuran “3”.
Premedikasi merupakan pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, pemeliharaan dan pemulihan anesthesia, pada pasien ini diberikan ondansentron
4 mg, dexamethasone 10 mg, midazolam 2 mg, fentanyl 100 mcg.
Pada pasien ini diberikan ondancentron 4 mg (IV) untuk mendapatkan efek emetik sehingga
pasien tidak merasakan mual ataupun muntah saat dilakukan induksi operatif ataupun pasca operatif .
Pasien juga diberikan premedikasi Dexamethasone 10 mg/IV yang bertujuan untuk lebih
mengefektifkan pemberian obat anti emetik.
Mekanisme perifer dengan menurunkan kepekaan saraf vagus terminalis di visceral yang menghantar
impuls eferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Onset 30 menit, dengan durasi 3 jam.
Pada pasien ini diberikan deksametason 10 mg sebagai obat premedikasi golongan sintetis
kelas glukokortikoid golongan obat steroid yang memiliki efek anti-inflamasi dan
imunosupresan. Onset deksametason segera berlangsung dengan durasi yang pendek. Waktu onset
deksametason yang cepat yang mencapai efek puncak pada 30- 60 menit dengan durasi 1-3 hari.
Pada Pasien ini diberikan fentanyl 100 mcg digunakan sebagai pereda nyeri untuk
meredakan rasa sakit yang hebat. Obat ini juga digunakan sebagai salah satu obat bius ketika
pasien akan menjalani operasi. Fentanyl bekerja dengan mengubah respon otak dan sistem saraf
pusat terhadap rasa sakit. Obat ini mempunyai mula kerja yang cepat (5–10 menit) dengan durasi kerja
singkat, sehingga untuk dapat mempertahankan efek analgesia lebih baik apabila diberikan secara
kontinu.
Pada Pasien ini diberikan juga Midazolam 2 mg. Dimana midazolam merupakan salah satu
contoh obat premedikasi, yaitu obat yang digunakan sebelum tindakan medis, seperti operasi.
Obat ini digunakan secara luas sebagai terapi tambahan obat anestesi umum dengan membantu
mempertahankan efek hipnosis, anticemas, dan relaks selama tindakan operasi.
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium pembedahan yang
selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam
stadium anestesi setelah induksi. Induksi pada pasien ini dilakukan dengan General anatesi yaitu
propofol 100 mg. Dilakukan dengan anestesi intravena yaitu Propofol 100 mg I.V (dosis induksi
1-2,5mg/kgBB) karena memiliki efek induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat.
Selain itu juga propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA.
Pada pasien ini juga diberikan sevoflurane 2-4 vol% sebagai maintenance (fluorinated methyl
isopropyl ether) Koefisien partisi dari darah/gas sevoflurane adalah 0,69 yang secara teoritis
memungkinkan obat ini menginduksi dalam waktu singkat dan terjadi pemulihan yang cepat
pula setelah obatnya dihentikan. Dibandingkan dengan isoflurane, pemulihan sevoflurane bisa
lebih cepat 3 sampai 4 menit.
Diberikan medikasi tambahan Efedrin 10 mg. Efedrin (ephedrine) adalah alkaloid agen
simpatomimetik yang berpotensi sebagai dekongestan, bronkodilator, dan antihipotensi.
Selanjutnya pasien diberikan Ibu profen 400 mg. Ibu profen adalah obat golongan anti
inflamasi non steroid yang mempunyai efek anti inflamasi, analgesik dan antipiretik, yang digunakan
untuk rasa nyeri dan inflamasi sebagai gejala utama. Obat ini digunakan sebagai Nyeri ringan
sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit
kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid, menurunkan
demam pada anak.
Kemudian diberikan asam traneksamat (500mg/5ml) sebanyak 1 ampul. Asam traneksamat
merupakan obat anti-fibrinolitik yang mampu menghambat plasminogen, sehingga mengurangi
konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin). Penghambatan tersebut mampu mencegah
degradasi fibrin, pemecahan trombosit, peningkatan kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor
koagulasi. Dengan proses penghambatan plasminogen, maka obat ini mampu mencegah dan
mengurangi pendarahan. Dengan demikian, Asam Traneksamat digunakan untuk membantu
mencegah dan menghentikan pendarahan pasca operasi.
Operasi berjalan lancar tanpa timbulnya komplikasi, Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan
(Recovery Room). Jika Aldrete score 10, maka dapat dipindah ke ruangan.
KESIMPULAN 04
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal,
sebagai berikut:
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan
Tumor Retroaurikular Dextra maka dapat disimpulkan status pasien pra anestesi. American Society of
Anesthesiologist (ASA) pada pasien dikatakan ASA PS kelas 2 karena pasien termasuk dalam pasien
dengan penyakit sistemik yang ringan.
Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi Ekstirpasi Tumor dan jenis general anastesilaryngeal
mask airway merupakan suatu alat bantu jalan napas yang ditempatkan di hipofaring berupa balon
yang jika dikembangkan akan membuat daerah sekitar laring tersekat sehingga memudahkan ventilasi
spontan maupun ventilasi tekanan positif tanpa penetrasi ke laring atau esophagus. Pada pasien
pediatrik LMA dapat memberikan jalan nafas yang lebih aman daripada yang dapat diberikan oleh alat
jalan nafas pharyngeal dan sungkup muka.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RepubIik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
2. Lewar.E. Efek Pemberian Obat Anestesi Inhalasi Sevofluran Terhadap Perubahan Frekuensi Nadi Intra Anestesi Di
Kamar Operasi Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waigapu. Jurnal Info Kesehatan, vol 14, nomor 2.
Kupang. Desember 2015.
3. Mangku. G, Senapathi. T.G. A. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Penerbit Indeks. Jakarta. 2010
4. Adiyanto B, Artika IGN, Sudadi. Perbandingan Angka Keberhasilan Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA)
Klasik pada Usaha Pertama Antara Teknik Standar dengan Modifikasi Teknik Menggunakan Rigid Stylet. Jurnal
Komplikasi Anestesi volume 1 nomor 1. Yogyakarta. November 2013.
5. Schuenke, M., Schulte, E. & Schumacher, U., 2016. Head and Neck. In : B. R. MacPherson & C. Stefan, eds.
THIEME Atlas of Anatomy. New York : Thieme Medical Publishers, Inc
6. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., 2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta :
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Rahman A, Fuadi I, Rachman IA. Perbandingan Ketepatan Ukuran Classic Laryngeal Mask Airway antara Metode
Berat Badan dan Lebar Lidah. Jurnal Anestesi Perioperatif, volume 6 nomor 3. 2018
DAFTAR PUSTAKA

8. A. Mujib. Perbandingan Keberhasilan Pemasangan Laringeal Mask Airway (Lma) Unique Pada
Upaya Pertama Antara Teknik Standar Digital Dengan Teknik Jaw Trust Di Rs Mata “Dr. Yap”
Yogyakarta. Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta. 2018.
9. Rianti RK, Kurnia D, Afdal. Prevalensi Nyeri Tenggorok Pasca Operasi dengan Pemberian
Lubrikasi VCO pada Pemasangan LMA. Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia.2020
Terima Kasih 
This can be the part of the presentation where you talk about
yourself, write your email…

Anda mungkin juga menyukai