Disusun oleh:
Hari :
MENGETAHUI
I. PENGKAJIAN
Pengkajian Pre Anestesi
Hari/tanggal : Selasa / 15 november 2022
Jam : 11.00 WIB
Tempat : IBS Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping
Metode :Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi
dokumen
Sumber data : Klien, tim kesehatan, status kesehatan klien
Oleh : Kelompok PKU Muhammadiyah Gamping
Rencana tindakan : Orif
A. Pengumpulan Data
1. Anamnesis
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 71 tahun
Agama : Islam
Golongan Darah :O
Alamat : Tembesi RT 01 RW 10 Ponjong
No. RM : 309170
Nama : Tn. Z
Usia : 54 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa
Alamat : Bandut Lor, Argorejo, Sedayu, Bantul
1. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri bahu kanan dan sulit di gerakan sejak kecelakan
lalu lintas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri bahu kanan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan apapun
dan tidak mengkonsumsi obat rutin
2. Kelengkapan Rekam Medis
3. Pemeriksaan Fisik
d. Kepala
Inspeksi: bentuk kepala mechochepal, kulit kepala nampak bersih, tidak ada lesi
Inspeksi: konjungtiva tidak anemis, sclera putih, klien tidak memakai lensa
kontak
g. Telinga
Inspeksi: gigi sudah tanggal dan tidak memakai gigi palsu, stomatitis (-)
j. Wajah
k. Leher
Inspeksi: tidak ada pembesaran tiroid, Simetris, kaku kuduk (-), pembesaran
1) Paru-paru
- Palpasi: ekspansi dada maksimal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
ketinggalan gerak antara taktil fremitus kanan dan kiri
2) Jantung
- Inspeksi: ictus cordis tidak tampak pada ICS ke-5 medial linea
midclavicularis sinistra
- Auskultasi : suara jantung S1, S2, regular tidak ada suara tambahan
3) Dada
- Inspeksi : bentuk dada simetris
4) Abdomen
5) Genitalia
Inspeksi : Normal
6) Ekstremitas
1. Atas
2. Bawah
4. Pemeriksaan psikologis
COV-19 reaktif
2) Mengganti baju paien dengan pakaian kamar ok, menggunakan nurse cup,
dan masker
4) Mengecek TTV
6) Memposisikan pasien
b. Pesiapan mesin
1) Mengecek sumber gas apakah sudah terpasang dan tidak ada kebocoran
c. Persiapan alat :
3) A (Aiway) : OPA
4) T (Tape) : Plester
6) C (Conector) : Konektor
d. Persiapan Obat
Paracetamol 1000 mg
3) Sedatif : Midazolam
4) Induksi : Propofol
4. Ukuran LMA : 3
9. Suhu ruangan : 18 o C
15. Tranfusi :-
1. 11.15
RL 500 ml
Midazolam 2,5 mg
Fentanyl 100 mcg 140/98 98 91 6 -
Propofol 100 mg
LMA No 3
2. 11.20
96/58 88 97 2
RL 500 cc
3. 11.25
115/79 90 99 2 2
4. 11.30 105/66 84 99 2 2
5. 11. 35 100/75 94 99 2 2
6. 11.40 99/68 90 99 2 2
7. 11.45 96/65 92 100 2 2
8. 11.50 97/70 96 98 2 2
9. 11.55 130/81 86 98 2 2
10. 12.00 101/75 91 99 2 2
11. 12.05 103/85 92 100 2 2
12. 12.10 99/70 86 100 2 2
13. 12.15 122/85 88 98 2 2
14. 12.20 135/0 87 100 2 2
15. 12.25 124/70 84 100 5 0
16. 12.30 125/78 80 100 5 0
2. Keadaan Psikologis :
No Waktu TD HR SpO2
1 12.30 120/76 80 96 %
5 12.50 120/78 80 99 %
Score Aldrette Pasca General Anestesi
Waktu
TD Pra Anestesi : 130/90mmHg Skor
5 10 15
TD +/- 20 mmHg dari normal 2 V V V
Sirkulasi TD +/20 – 50 mmHg dari normal 1
TD +/> 50 mmHg dari normal 0
Sadar penuh 2 V V V
Kesadaran Respon dengan panggilan 1
Tidak ada respon 0
SpO2 > 92 % (dengan udara 2 V V V
bebas)
SpO2 > 90 % (dengan suplemen 1
Oksigenasi
O2)
SpO2 < 90 % (dengan suplemen 0
O2)
Bisa Tarik nafas dalam dan batuk 2 V V V
bebas
Pernafasan
Dispneu atau limitasi bernafas 1
Apneu / tidak bernafas 0
Menggerakan 4 ekstermitas 2 V V V
Menggerakan 2 ekstermitas 1
Aktifitas
Tidak mampu menggerakan 0
ekstermitas
TOTAL 10 10 10
2. Ds: Pasien Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan - Dampingi pasien - Mendampingi pasien
menyatakan nyeri keperawatan anestesi - Ajarkan pasien dapat menciptakan
bahu kanan selama 10 menit teknik relaksasi nafas kenyamanan untuk
P : saat digerakan diharapkan nyeri pasien dalam pasien
Q : tertusuk berkurang dengan kriteria - Kolaborasi dengan - Metode ini dapat
tusuk hasil : dokter anestesiologi membantu pasien
R : Bahu kanan - Pasien menyatakan skor pemberian analgetik menurunkan skor nyeri
S:7 nyeri berkurang menjadi - Analgetik dapat
T : Menetap kurang dari 7 mengurangi nyeri
Do: klien meringis
kesakitan
Skor nyeri : 7
Intra Anestesi
1. Ds: - Resiko Syok Setelah dilakukan tindakan a. Monitor sirkulasi, a. Mengidentifikasi
Do : Hipovolemik keperawatan anestesiologi turgor kulit, warna keadaan perdarahan,
- Pasien CRT 5 detik Durante durante operasi diharapkan kulit, suhu tubuh, serta penurunan
- HR : 110 operasi pasien tidak mengalami ritme HR, CRT sirkulasi volume
- TD : 96/50 mmHg syok hipovolemik durante b. Monitor intake cairan menyebabkan
- Perdarahan : 300 cc operasi dengan kriteria dan output cairan kekeringan mokusa
- SpO2 : 91 % a. TTV dalam batas c. Monitor tanda dan urine pekat
normal tanda syok b. Kehilangan cairan
b. Turgor kulit baik d. Pantau cairan yang berlebih
c. Akral hangat, mokusa parenteral dengan mengakibatkan syok
lembab, dan merah elektrolit hipovolemik
d. Intake dan output e. Kolaborasi : c. Deteksi dini yang
seimbang berikan cairan memungkinkan
e. Tidak ada perdarahan parenteral sesuai tindakan segera
f. Saturasi oksigen baik kebutuhan d. Cairan parenteral
dan pernafasan f. Monitor saturasi membantu
adekuat oksigen dan kebutuhan cairan
berikan terapi elektrolit tubuh
oksigen yang e. Mengganti cairan
cukup dan elektrolit secara
adekuat dan sesuai
indikasi
f. Saturasi oksigen
diangka 99-100%
2. Ds : - Bersihan Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan a. Mengidentifikasi
Do : jalan nafas keperawatan anestesiologi Suction secret apakah masih
- SpO2 : 91% tidak efektif durante operasi selama 1 di LMA, mayo, ada secret atau
- Suara nafas grugling menit diharapkan patensi dan hidung tidak
jalan nafas pasien : pasien b. Mengidentifikasi
a. Sekret berkurang b. Monitor SpO2 SpO2 dan
b. Saturasi oksigen dan berikan kebutuhan
kembali dikisaran 98 oksigen sesuai oksigen pasien
– 99 % program durante operasi
Post Anestesi
1. Ds : - Pernafasan Setelah diberikan asuhan a. Lakukan head a. Jalan nafas
Do : tidak adekuat keperawatan anestesiologi tilt chin lift jaw terbuka
a. SpO2 : 96 % selama 10 menit pasien thrust b. Otot pernafasan
b. Nafas belum diharapkan : b. Kolaborasi kembali bekerja
a. Saturasi oksigen pemberian dan nafas
adekuat diangka 98 – 100 % antidotum menjadi adekuat
b. Nafas adekuat musculo c. Kebutuhan
c. Stop ventilator dan relaxant oksigenasi
mesin anestesi (neostigmine) selama transfer
c. Lepas selang dari kamar
corrugated operasi ke ruang
mesin anestesi RR terpenuhi
2. Ds : - Resiko jatuh Setelah diberikan asuhan a. Monitor GCS a. Mengidentifikasi
Do : keperawatan anestesiologi dan skor GCS dan
- Skor GCS E1M2V2 selama 10 menit pasien Aldrette Aldrette Skor
- Score Aldrette 2 diharapkan b. Pasang b. Terpasangnya
a. Tidak jatuh pengaman bed pengaman bed
b. Terpasang pengaman dan selalu diharapkan
bed awasi pasien pasien tidak
jatuh
EVALUASI
TINJAUAN TEORI
4. Anatomi Fisiologi
Tulang klavikula relatif tipis, bagian paling lebar adalah sisi medial
dan lateral tempatnya berartikulasi dengan sternum dan akromion. Tulang ini
mempunyai dua lengkungan: yang lebih besar adalah bagian koronal yang
memberi bentuk huruf S (konveks anterior sisi medial dan konkaf anterior
sisi lateral).
5. Fisiologi
Operasi pada fraktur Clavicula 1/3 distal dilakukan incise pada daerah
Clavicula. Dengan tindakan operasi akan terjadi pendarahan sehingga akan
terjadi kerusakan jaringan lunak dibawah kulit maupun pembuluh darah
yang akan diikuti dengan keluarnya cairan dari pembuluh darah yang akan
terjadi proses peradangan sehingga menimbulkan oedema. Timbulnya
oedemadapat menekan nociceptor sehingga meragsang timbulnya nyeri.
Nyeri juga timbul karena luka sayatan pada operasi yang menyebabkan
ujung-ujung saraf sensoris teriritasi sehingga penderita engan untuk
mengerakan daerah yang sakit. Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerus
akan menimbulkan spasme otot dan penurunan lingkup gerak sendi (LGS)
yang lama-kelamaan akan mengakibatkan penurunan kekuatan otot dan
menurunya aktifitas fungsional..
6. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur klavikula berkaitan dengan anatominya.
Klavikula adalah tulang berbentuk S yang merupakan penghubung osseus
antara ekstremitas atas dan trunkus. Pada klavikula terdapat artikulasi
secara distal dengan akromion pada sendi akromioklavikular dan artikulasi
secara proksimal dengan sternum pada sendi sternoklavikula. Banyaknya
artikulasi ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan klavikula mudah
fraktur.
7. Manifestasi Klinis
Pada fraktur klavikula, ujung tulang yang patah dapat menyebabkan
terlihatnya formasi (tenda) pada kulit di atas tempat fraktur. Dokter juga
akan melakukan tes untuk memastikan tidak ada saraf atau pembuluh darah
yang rusak ketika patah tulang terjadi. Sinar-X memungkinkan dokter untuk
mendapat gambar jaringan padat seperti tulang. Dokter akan melakukan X-
ray untuk membantu menentukan lokasi fraktur dan untuk mempelajari lebih
lanjut tentang tingkat keparahan fraktur.
8. Komplikasi
a. Awal
Meskipun klavikula bagian proksimal terletak dekat dengan struktur
vital, kejadian pneumotoraks, ruptur pembuluh darah subklavia, dan cedera
pleksus brachialis jarang terjadi.
b. Lanjut
Pada fraktur shaft yang mengalami pergeseran, non-union terjadi pada
1-15% kasus. Fraktur risiko meliputi usia yang bertambah tua, besar
pergeseran, komunitif fraktur, dan pasien perempuan, namun prediksi akurat
mengenai fraktur yang akan mengalami non-union sulit dikerjakan. Non-
union yang simptomatik diterapi dengan fiksasi plat dan graft tulang jika
diperlukan. Tindakan ini biasanya memuaskan dan memiliki tingkat union
yang tinggi. Fraktur klavikula 1/3 lateral mempunyai tingkat non-union yang
tinggi (11,5- 40%). Pilihan terapi untuk non-union simptomatik adalah eksisi
bagian lateral dari klavikula (bila fragmen kecil dan ligamentum
korakoklavikular intak) atau reduksi terbuka, fiksasi interna dan graft tulang
bila fragmen besar. Implan yang digunakan adalah locking plates and hooked
plates.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada fraktur clavikula dibuttuhkan
untuk konfirmasi fraktur, menilai komplikasi dan konfirmasi setelah
tindakan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : rontgen
clavikula, rontgen thoraks, CT scan, dan USG
10. Penatalaksanaan Medis
Fraktur Klavikula 1/3 Tengah Terdapat kesepakatan bahwa fraktur
klavikula 1/3 tengah non displaced seharusnya diterapi secara non operatif.
Sebagian besar akan berlanjut dengan union yang baik, dengan kemungkinan
non union di bawah 5% dan kembali ke fungsi normal. Manajemen non
operatif meliputi pemakaian simple sling untuk kenyamanan. Sling dilepas
setelah nyeri hilang (setelah 1-3 minggu) dan pasien disarankan untuk mulai
menggerakkan lengannya. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa
penggunaan figure-of-eight bandage memberikan manfaat dan dapat berisiko
terjadinya peningkatan insidens terjadinya luka akibat penekanan pada
bagian fraktur dan mencederai struktur saraf; bahkan akan meningkatkan
risiko terjadinya nonunion.
Sebagian besar fraktur 1/3 distal klavikula mengalami pergeseran
minimal dan ekstra-artikular. Ligamentum korakoklavikula yang intak
mencegah pergeseran jauh dan manajemen non operatif biasanya dipilih.
Penatalaksanaannya meliputi pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai
nyeri menghilang, dilanjutkan dengan mobilisasi dalam batas nyeri yang
dapat diterima. Fraktur klavikula 1/3 distal displaced berhubungan dengan
robeknya ligamentum korakoklavikula dan merupakan injuri yang tidak
stabil. Banyak studi menyebutkan fraktur ini mempunyai tingkat non-union
yang tinggi bila ditatalaksana secara non operatif. Pembedahan untuk
stabilisasi fraktur sering direkomendasikan.1 Teknik operasi menggunakan
plate dan screw korakoklavikular, fiksasi plat hook, penjahitan dan sling
techniques dengan graft ligamen Dacron dan yang terbaru adalah locking
plates klavikula
C. Konsep Teori (ORIF)
1. Pengertian
2. Indikasi
Indikasi dilakukan ORIF menurut Apley (1995) :
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi Fraktur yang
tidak stabil
2. Secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah
reduksi, selain itu juga fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh kerja
otot.
3. Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-lahan terutama
fraktur pada leher femur.
4. Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko komplikasi umum
dan kegagalan organ pada bagian system.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya.
3. Kontra Indikasi
Reduksi terbuka juga kontraindikasi jika jaringan lunak tidak
memfasilitasi tindakan bedah dengan baik, misalnya karena kualitas jaringan
yang buruk akibat kerusakan saat trauma, atau luka bakar, pembengkakan
yang berlebih, jaringan parut operasi sebelumnya, atau infeksi yang aktif .
Kontraindikasi lain adalah adanya kondisi medis yang merupakan
kontraindikasi tindakan operatif atau anestesi (contohnya baru terkena infark
miokard).
D. Konsep Teori Parkinson
1. Defenisi
Parkinson’s Disease (PD) adalah bagian dari Parkinsonism yang secara
patologi ditandai degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars
kompakta (SNpc) yang ditandai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (lewy
bodies). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor saat
istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat
penurunan kadar dopamin dengan berbagai macam sebab. (Joesoef AA, 2003;
Syamsudin et al., 2013).
2. Epidemiologi
Prevalensi PD diperkirakan 329 per 100.000 populasi, dimana rata rata
berkisar antara 16-19 per 100.000 orang. Prevalensi PD bertambah dengan
bertambahnya umur, mengenai sekitar 1- 2% penderita umur 60 tahun atau
lebih, dan lebih dari 4% pasien umur 80 tahun atau lebih (Syamsudin et al.,
2013)
Di Indonesia diperkirakan 10 orang setiap tahunnya dan estimasi sementara
terdapat sekitar 200.000 – 400.000 penderita, laki-laki lebih banyak terkena
dibanding perempuan (3:2) (Syamsudin et al., 2013).24 Diperkirakan dalam
25 tahun mendatang penderita PD mencapai dua kali lipat dari sekarang
dengan jumlah terbesar berada di negara- negara Asia. Jumlah penderita PD
tahun 2030 di 15 negara akan mencapai 8,7 juta jiwa atau dua kali lipat
dibandingkan jumlah saat ini yang mencapai 4,1 juta jiwa. Salah satu yang
menyebabkan pertambahan PD adalah semakin banyaknya penduduk umur
lanjut di negara-negara besar dunia terutama China. Prevalensi Non Motor
Symptom (NMS) pada penderita PD sulit untuk digambarkan dengan tepat,
diperkirakan sekitar 16 – 70% dari penderita mengalami masalah
neuropsikiatri seperti depresi, apatis, gangguan cemas dan psikosis. Defisit
kognitif terjadi setidaknya 20 -40% dari penderita PD (Syamsudin et al.,
2013).
3. Etiologi
Sejauh ini etiologi penyakit Parkinson tidak diketahui (idiopatik). Berbagai
teori mengemukakan bahwa penyakit Parkinson muncul sebagai hasil
interaksi antara proses penuaan yang normal dengan faktor lingkungan serta
genetik (Shahab A, 2007). Adanya faktor genetik ditunjukkan pada penelitian
penderita penyakit Parkinson yang bersaudara kembar. Saat ini mutasi
sekurang-kurangnya lima gen telah ditetapkan memiilki keterkaitan dengan
parkinsonism: (a) α-synuclein (SNCA atau Park1), (b) parkin (Park2), (c) DJ-
1 (park7), (d) PTEN induced putative kinase I (Park6), dan (e) leucine-rich
repeat kinase 225 (Park8). Faktor lingkungan lebih dominan terutama setelah
ditemukan banyak bahan yang dapat menimbulkan penyakit Parkinson yang
terbukti neurotoksik pada mitokondria hewan percobaan dan manusia (Joesoef
AA, 2007). Eksposur pestisida (termasuk herbisida dan fungisida) berkaitan
dengan meningkatnya risiko penyakit Parkinson pada sejumlah
studi. Bila terpapar, risiko menderita penyakit Parkinson meningkat dari 1,6
menjadi 7 kali. Beberapa pekerjaan yang meningkatkan risiko menderita
penyakit Parkinson adalah yang terpapar dengan tembaga dan mangan
(Shahab A, 2007; Tanner CM, 2008)
4. Diagnosis
Gejala dan tanda kardinal dari penyakit Parkinson adalah tremor, rigiditas,
bradikinesia dan gangguan postural. Manifestasi ini berjalan secara lamban
dan ringan yang berlangsung selama beberapa tahun. Untuk dapat
menegakkan diagnosis pasti penyakit Parkinson diperlukan tindakan biopsi
ataupun pemeriksaan patologi post mortem (Dalhar M, 2007, Meireles J,
2012). Dalam penilaian klinis terdapat berbagai kriteria diagnostik di
antaranya kriteria diagnostik menurut Hughes, Paulson dan Gelb & Gilman.
Pada penelitian ini kriteria diagnosis yang digunakan adalah kriteria Hughes
yaitu (Joesoef AA, 2003):
1. Possible: terdapat salah satu gejala utama: tremor istirahat, rigiditas,
bradikinesia, kegagalan refleks postural.
2. Probable: bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan
refleks postural) atau satu dari tiga gejala pertama yang tidak simetris (dua
dari empat tanda motorik).
3. Definite: bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala
dengan satu gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda kardinal). Bila semua
tanda-tanda tidak jelas sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulangan beberapa
bulan kemudian.
BAB III
1. Kesimpulan
1) Pre anastesi