Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

PLASENTA AKRETA

Imam Mulyadi
19360250

Pembimbing : dr. M. Winardi S. Lesmana, M.Ked(An)., Sp.An


BAB I
PENDAHULUAN
Angka kematian perinatal yang tinggi masih menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia. Setiap tahun diperkirakan empat juta bayi meninggal pada bulan
pertama setelah dilahirkan dan dua pertiganya meninggal pada tujuh hari pertama
kehidupannya (angka kematian neonatal dini). Angka kematian neonatal dini
merupakan indikator status kesehatan suatu negara yang mencerminkan kualitas
kontrol ibu hamil selama kehamilan.

Angka kematian neonatus dini di negara berkembang sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan negara maju. Di Indonesia, angka kematian perinatal masih tinggi
yaitu 73 per 1000 kelahiran hidup, ini merupakan angka tertinggi dibandingkan
negara ASEAN lain. Penyebab kematian neonatal dini yang tersering adalah
asfiksia, sepsis, prematuritas dan berat badan lahir rendah
Pelayanan di bidang obstetri terutama pada kasus gawat janin merupakan
sesuatu yang sangat penting. Keterlambatan waktu evakuasi janin dari dalam
rahim ke luar rahim akan memperpanjang lamanya hipoksia (kekurangan oksigen)
pada janin dan dapat berakibat terjadinya asfiksia berat atau mungkin kematian
janin saat masih di dalam rahim, kematian saat lahir (still birth) atau kematian
perinatal. Idealnya, pada kasus gawat janin diperlukan waktu sesegera mungkin
melahirkan janin untuk mengatasi kekurangan oksigen (hipoksia)
BAB II
Laporan Kasus
IDENTITAS
a. Nama :Ny. N.S
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Umur : 35 tahun
d. Agama : Islam
e. Alamat : Dusun Lhok Mukminin Lhouksemawe
Aceh
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Status Perkawinan : Kawin
h. No RM : 00366637
ANAMNESA
Keluhan Utama : Perdarahan Pervaginam
Telaah :
Pasien datang ke RSU Haji Medan dengan keluhan perdarahan vaginam.
Keluhan mules tidak dirasakan oleh pasien. Riwayat persalinan G2P1A0 dengan
HPHT 10/11/2020
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Alergi : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : tidak jelas
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Tinggi Badan : 147 cm
c. Berat Badan : 65 kg
1) B1 (Breath)
a) Inspeksi b) Palpasi
Airway : Clear Nyeri tekan : (-)
RR : 22 x/menit Benjolan : (-)
Jejas : (-) c) Perkusi : Sonor di kedua
Ketinggalan bernafas : (-) lapangan paru
Bentuk dada : Simetris d) Auskultasi : Suara nafas : vesikuler
Retraksi iga : (-) Suara tambahan : (-)
Retraksi sternocleidomastoideus : (-)
2) B2 (Blood)
a) Inspeksi
Konjungtiva anemis : (+/+)
Eksoftalmus : (-/-)
Muka pucat : (+)
b) Palpasi
Akral : Hangat
Tekanana darah : 160/80 mmHg
HR : 78 x/i
CRT : <2 detik
TVJ : R-2 cmH2O
Ictus kordis : Tidak teraba
c) Perkusi
Batas jantung : Kanan atas
🡺 ICS II linea parasternalis dextra
Kiri atas
🡺 ICS II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah
🡺 ICS IV linea parasternalis dextra
Kiri bawah
🡺 ICS V, 2 jari ke arah medial dari linea midclavicular
sinistra
d) Auskultasi : Suara jantung dalam batas normal
3) B3 (Brain)
Sensorium : Compos Mentis, GCS: 15
Reflex pupil : Isokor (+/+)
Reflex cahaya : (+/+)
Saraf cranial : TDP
Reflex fisiologis : TDP
Reflex patologis : TDP
a) Inspeksi
Luka dikepala : (-)
b) Palpasi
Benjolan : (-)
Fraktur : (-)
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
a) Inspeksi
Abdomen :TDP (Pemeriksaan
Jejas : (-)
Ginekologi)
b) Palpasi
Pembesaran : (+)
Ballottement : (-)
Distensi : (-) Nyeri tekan : (-)

c) Perkusi Peristaltik usus : 8x/i, BU normal


Nyeri ketok CVA : (-) DJJ : 136x/i
d) Kateter : (+) His : (+)
Warna urine : Kuning jernih
1) B6 (Bone)
a) Inspeksi
Kemerahan : (-)
Luka : (-)
Deformitas : (-)
b) Palpasi
Edema : (+)
Fraktur : (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Haemoglobin 10,3 g/dl 11,7-15,5
Hematokrit 29,9 % 37 - 45
Hitung eritrosit 3,47 10*6/uL 4,4- 5.9
Hitung leukosit 8.400 /Ul 4.000-11.000
Hitung trombosit 236.000 /uL 150.000-440.000
INDEX ERITROSIT
MCV 86 fL 80
MCH 27 pg 26-34
MCHC 31 g/dL 32-36
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Eosinofil 3 % 1-3
Basofil 0 % 0-1
Neutrofil seg 77 % 53-75
Monosit 5 % 4-8
Limfosit 16 % 20-45
EKG

Hasil : Sinus takikardia


Normal ECG
Foto Thorax

Sinus costophrenicus normal. Diafragma normal


JANTUNG : Besar dan bentuk normal
PARU-PARU : Corakan bronco vascular normal. tak tampak kelainan
aktif spesifik dan patologi.
KESAN : Cor/Pulmo dalam batas normal
USG TAS

Hasil : Plasenta previa trombosis


suspek akreta
a. IGD
b. Bangsal
Tgl 14/11/2021
Tgl 14-11-2021

1) Puasa selama 6 jam


1) IVFD RL 20 gtt/jam
2) IVFD RL 18 gtt/jam
2) Pasang kateter urine
3) Inj. Ceftriaxone 1 amp/8 jam
3) Inj. Ranitidin 4 ml/ 12 jam
4) Inj. Transamin 500 mg/8 jam
4) Konsul dr. Obstetri-Ginekologi

a) Nifedipin tab 1x1 5) Paracetamol tab 500 mg/8 jam

b) Pantau DJJ/8 jam 6) Transfusi 2 bag PRC

c) Rencana USG Abdomen 7) Nifedipin 10% (Apabila His muncul)

d) Bedrest Total 8) Persiapan Op


1. Persiapan Op
A. Persiapan rutin
1. Persiapan meliputi persiapan psikis dan persiapan fisik. Untuk persiapan
psikis yang dapat dilakukan antara lain: pasien dan atau keluarganya akan
diberikan penjelasan agar mengerti perihal rencana anestesi dan pembedahan
yang direncanakan.
2. Persiapan fisik yang dapat dilakukan antara lain
a) Tidak memakai prostesis atau aksesoris
b) Tidak mempergunakan cat kuku atau cat bibir
c) pencukuran rambut di bagian tertentu
B. Selain persiapan psikis dan fisik, juga dilakukan persiapan lain seperti
membuat surat persetujuan tindakan medis.
c. OK
Tgl 15/11/2021
1) Persiapan di ruang persiapan Instalasi Bedah Sentral (IBS) adalah mengevaluasi
ulang status present dan catatan medik pasien serta kelengkapan lainnya.
2) Persiapan yang dilakukan di kamar operasi adalah:
a) Meja operasi dengan aksesoris yang diperlukan
b) Alat-alat resusitasi antara lain: alat bantu nafas, laringoskop, pipa jalan nafas,
alat hisap, defibrillator, dan lain-lain
c) Obat-obat anestesi yang diperlukan
d) Obat-obat resusitasi
e) Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, ekg, pulse oximeter
f) Kartu catatan medik anastesi
Durante OP

1)Pre Medikasi: -
c)Propofol 10 cc
2)
Jenis Anastesi: General Anestesi
d)
Fentanyl 2 mL
3)
Posisi Anastesi: Supine
e)
Ranitidine
4)
Jenis Pembedahan: Sectio Caesaria + Histerektomi
f)
Neostigmin
5)
Mulai Anastesi: 08.45
g)
Dexamethasone
6)
Mulai Operasi: 08.55
8) Pemantauan selama anastesi
7)
Medikasi
9) Selesai Operasi 09.45
a)Bupivacaine 20 mg
10)Pemulihan Anastesia
b)Sevoflurane 1%
d. ICU (Post OP)
Tgl 15-11-2021
1) Pantau TTV
2) Irigasi dengan Nacl
3) Inj. Petidine 50 mg bila kesakitan

 
Kesan Anestesi
Perempuan 35 tahun menderita plasenta akreta + Obesitas dengan ASA III

Diagnosa Pra bedah


Plasenta Akreta + Previous SC + KDR + AH + Anemia

Diagnosa Pasca Bedah


post caesarian Histerektomi a/i Plasenta Akreta + Anemia
BAB III
Rumusan masalah
1.Permasalahan
Pre-OP
a) Puasa
Puasa 8 jam > Hidrasi > 8x2cc/kgbb = 800cc dalam waktu 30 menit sebelum OP
b) Anemia
HB 10,3 > Tranfusi PRC 1-2 bag
c) Plasenta Akreta
Terjadi perdarahan masif > pastikan terpasang 2 line infus dan lancer,
pemberian resusisatsi bila terjadi sesak seperti airway management dan cairan
menjadi perdarahan (HES 6% sebagai persiapan darah)
d) Obesitas
Sulit diidentifikasi > bagian tulang belakang > bila perlu dengan bantuan USG guide
Obesitas > Sulit bernafas > tekanan abdomen menekan paru > tinggikan kepala pasien >
jangan sampai terjadi hypoxia
Px hamil terjadi perubahan fungsi kardiopulmonal pasien mudah terjadi desaturasi >beri
oksigen dan persiapan airway management
Pasien hamil asam lambung meningkat, ph lambung <2.5 > berikan antasida sebelum op +
inj ranitidine 50mg iv
e) Kehamilan
Insiden yang lebih tinggi dari kegagalan intubasi pada pasien hamil dibandingkan dengan
pasien bedah tidak hamil karena edema saluran napas → laringoskopi dengan bantuan
video mengurangi insiden intubasi trakea yang sulit atau gagal.
f. Hipertensi Gestasional

Kondisi dimana pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang tidak disertai dengan

proteinuria → beri Nifedipine 10 mg

g. Perempuan hamil → PH lambung 2,5 → cegah mendelson syndrome → pilihan terbaik RA →

bila GA → RSI → beri antasida dan inj. Ranitidine

h. Perempuan hamil → volume plasma darah meningkat → HB ↓ →proteinurin → resiko

ekstravasasi ↑ → jangan berikan kristaloid → berikan koloid atau tranfusi darah

i. Perempuan hamil → cegah supine hypotension syndrome → ganjal perut pasien ke arah kiri
Durante OP
a) Pembiusan
Pasien mual muntah dan gelisah > desaturasi > beri bantuan ventilasi > pantau hemodinamik

b) Pendarahan
Pendarahan hebat > diputuskan > COR HES 6% 500cc > Awitan GA ETT
Kelas pendarahan > Kelas II menurut EBV 65 x 100 = 6500 > 30% x6500 = 1950cc > ganti
HES 6% dan transfuse Whole Blood
Hemodinamik tidak stabil > Pemberian airway
Pantau oksigen dan hemodinamika post op > persiapan rawat ICCU
Post OP
•Rawat ICCU
-Rawat ICU > pantau airway bila stabil dan pernapasan baik ekserbasi di ICCU
-Nyeri Post OP > Inj. Petidine golongan narkotik
-Pasien cemas > inj. Sedatif
-Pasien demam > Beri antipiretik
-Pendarahan > Cek HB > Bila HB dibawah 8 transfusi PRC (Primary Red Cell) 1-2 bag
-Bila pasien sakit kepala > Tirah baring > Beri PCT
BAB IV
Pembahasan
Pre-OP

1. Puasa
Puasa preoperatif bersifat elektif, merupakan suatu keharusan sebelum tindakan
operatif, untuk mengurangi volume dan keasaman lambung, mengurangi risiko
regurgitasi atau aspirasi -> Mendelson’s syndrome.
Puasa preoperatif yang disarankan menurut ASA adalah 6 jam untuk makanan
padat dan 2 jam untuk air putih. Puasa preoperatif yang lebih lama akan berdampak
pada kondisi pasien preoperatif serta pascaoperatif -> menyebabkan resistensi insulin
sehingga mempengaruhi kenaikan gula darah. Efek samping ; rasa haus, lapar, sakit
kepala, rasa tidak nyaman, dehidrasi, hipovolemia, dan hipoglikemia.
Balance cairan perlu diperhatikan (input dan output cairan),
kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal;kadar
natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50
mg/dl).
2. Plasenta Akreta
Plasenta akreta adalah plasenta yang melekat secara abnormal pada
uterus, dimana villi korionik berhubungan langsung dengan miometrium tanpa
desidua diantaranya. Desidua endometrium merupakan barier atau sawar
untuk mencegah invasi villi plasental ke miometrium uterus.
Plasenta akreta dapat menimbulkan terjadinya perdarahan obsetri
yang masif, sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti dissaminated
intravascular coagulopathy, memerlukan tindakan histerektomi, cedera
operasi pada ureter, kandung kemih, dan organ visera lainnya, adult
respiratory distress syndrome, gagal ginjal, hingga kematian.
Jumlah darah yang hilang saat persalinan pada wanita dengan plasenta akreta
rata-rata 3000 – 5000 ml. Plasenta akreta menjadi penyebab utama dilakukannya
histerektomi cesarian. Plasenta akreta idealnya diterapi dengan histerektomi total
perabdominal. Pencegahan komplikasi membutuhkan pendekatan multidisipliner.
3. Anemia
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan keduanya saling berinteraksi. Perdarahan menyebabkan banyak
unsur besi yang hilang sehingga dapat berakibat pada anemia.

4. Oesitas
Pada pasien dengan obesitas, seringkali operator mengalami kesulitas untuk
memasukan alat bantu pernafasan melalui trakea. Hal ini diakibatkan perubahan
struktur anatomi leher pada orang dengan obesitas. obesitas menurunkan Functional
Residual Capacity (FRC), meningkatkan kerja pernapasan, dan membuat pasien rentan
terhadap trombosis vena dalam. Hal ini dapat diatasi dengan cara intubasi dilakukan
oleh operator yang sudah berpengalaman dan terlatih, serta memberikan preoksigenasi
yang adekuat
Pasien dengan obesitas, resiko terjadinya aspirasi meningkat, pendekatan
yang dapat digunakan untuk mengurangi potensi aspirasi perioperatif -> Sellick’s
Manuver (menahan tekanan krikoid) dan Rapid Sequence Induction. Karena risiko
aspirasi dan hipoventilasi, pasien obesitas biasanya menjalani anestesi umum yang
berdurasi pendek. Penggunaan bronkoskop optical fiber atau video laringoskopi
dianjurkan
5. Kehamilan
Aspirasi pulmonal dari isi lambung dan kegagalan intubasi endotrakeal merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas ibu yang berhubungan dengan anestesi umum. Pasien dengan
faktor risiko ; obesitas morbid, gejala refluks gastroesofageal, jalan napas yang berpotensi
sulit, atau persalinan bedah darurat tanpa periode puasa elektif, dapat dierikan ranitidine
intravena, 50 mg, atau metoklopramid, 10 mg, atau keduanya, 1-2 jam sebelum induksi.
Insiden yang lebih tinggi dari kegagalan intubasi pada pasien hamil dibandingkan dengan
pasien bedah tidak hamil mungkin karena edema saluran napas, gigi penuh, atau payudara
besar yang dapat menghalangi pegangan laringoskop pada pasien dengan leher pendek.
Berbagai bilah laringoskop, pegangan laringoskop pendek, setidaknya satu
tabung stilettedendotrakeal ekstra (6 mm), forsep Magill (untuk intubasi hidung),
saluran udara masker laring (LMA), LMA intubasi (Fastrach), bronkoskop serat
optik, video- bantuan laringoskop (GlideScope atau StortzCMAC), peneliti telah
menenmukan bahwa laringoskopi dengan bantuan video sangat mengurangi insiden
intubasi trakea yang sulit atau gagal.
6. Hipertensi gestasional

Hipertensi gestasional adalah tekanan darah tinggi yang terjadi pada masa kehamilan

memasuki usia 20 minggu dan sering muncul tanpa gejala.

Berdasarkan jurnal U.S National Institute of Health, hipertensi pada kehamilan dapat

menyebabkan 6-8% morbiditas dan mortilitas (kesakitan dan kmematian) pada ibu dn janin.

Beberapa masalah yang timbul akibat hipertensi gestasional menyebabkan aliran darah

menuju plasenta berkurang. Hal ini dapat mmemperlambat pertumbuhan bayi (pembatasan

pertumbuhan intrauterin), menyebabkan berat badan lahir rendah atau kelahiran premtur.
7. Mencegah mendelson syndrome
Mendelson’s syndrome atau aspirasi isi lambung yang terdiri dari asam lambung dan sisa
makanan, merupakan salah satu penyulit anestesi yang dapat dihindari. Aspirasi merupakan
resiko dari tindakan anestesia yang dapat terjadi pada saat intubasi, pasca intubasi, selama
anestesi dan pasca bedah.
Aspirasi dapat dicegah dengan puasa pra pembedahan, pemberian obat-obatan seperti
antasida dan injeksi ranitidine untuk mengurangi volume dan keasaman lambung dan
melakukan teknik anestesi yang tepat. Tindakan segera (tindakan suportif) dengan
memposisikan kepala pasien lebih rendah dari tubuhnya (head down), pembersihan jalan
napas, diberikan oksigen 100% dengan PPV.
8. Mencegah supine hypotension syndrome
Supine hypotension syndrome disebabkan oleh karena penekanan pada aorta dan
vena kava inferior oleh uterus yang gravid, dapat bermanifestasi yaitu sebagai
takikardia, pucat, berkeringat, mual, serta hipotensi dan pusing.
Posisi left lateral decubitus (posisi miring ke kiri) menyebabkan peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis dan aktivitas vagal daripada posisi supine atau right
lateral decubitus berkurang. Pada kebanyakan kasus posisi dilakukan miring ke kiri
150 supaya dapat dilakukannya pembedahan. Pada posisi miring, aorta dan vena kava
masih tertekan, jadi sebagian kecil wanita masih mengalami SHS.
DURANTE

1. Pembiusan

Pre medikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anastesi dengan tujuan untuk
melanjarkan induksi, rumatan dan bangun dari anastesinya diantaranya untuk meredakan
kecemasan dan ketakutan yang meyebabkan gelisah.

Pemilihan obat medikasi yang digunakan ; memperhatikan umur pasien, berat badan,
status fisik, derajat kecemasan, riwayat hospitalisasi sebelumnya (terutama anak), riwayat
reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang
kemungkinan dapat mempengaruhi pada perjalanan anestesi, perkiraan lamanya operasi, jenis
operasi, dan rencana obat anestesi yang akan digunakan.

Obat obat medikasi yang di berikan pada pasien ini seperti Bupivacaine 20 mg,
Sevoflurane 1%, Propofol 10cc, Fentanyl 2 ml
2. Pendarahan

Plasenta akreta idealnya diterapi dengan histerektomi total perabdominal.


Penting untuk meminimalkan jumlah perdarahan dan yakin bahwa perdarahan yang
terjadi diganti secara benar dan adekuat. Karena perdarahan yang terjadi sering
dalam jumlah yang banyak, penggantian dengan packed red blood cells, beresiko
menimbulkan Disseminated intravaskular coagulopathy. Oleh karenanya faktor
koagulasi harus diberikan secara adekuat dan cepat.
Anemia umum terjadi setelah operasi . Strategi untuk membatasi perkembangan
anemia salah satunya dengan pemberian transfusi darah. Pemberian transfusi pasca
bedah dianjurkan diberikan setelah pasien sadar, untuk mengetahui sedini mungkin
reaksi transfusi yang mungkin timbul.
Tujuan pemberian transfusi darah pasca bedah yaitu untuk mengoreksi komponen
darah yang belum terpenuhi selama operasi, dan mengisi volume sirkulasi.

Untuk kelas pendarahan pada pasien ini adalah kelas 2 dimana kehilangan darahsekitar

1950 cc dengan persentae kehilangan darah sekitar 30 %.


Post OP
1) Nyeri Setelah Oprasi c. Mempertahankan sirkulasi darah
Untuk mengatasi nyeri pasca operasi dapat d. Observasi keadaan umum dengan mengetahu kesadaran
dilakukan teknik farmakologi dan non farmakologi, dan hemodinamik, observasi vomitus untuk mengetahui
teknik farmakologi mencakup berbagai jenis obat muntahan mungkin saja terjadi akibat efek anestesi, dan
yang di berikan pada pasien ini mengatasi nyeri
monitoring drainase sangat penting untuk terkait dengan
dengan inj. Petidine 50 mg.
kondisi perdarahan pasien.
2) Rawatan ICU
e. Balance cairan harus seimbang untuk mencegah
Pasien ini di rawat ICU dengan tujuan :
komplikasi lanjutan seperti dehidrasi akibat perdarahan
a. Mempertahankan jalan napas dengan atau justru kelebihan cairan dan mengakibatkan kerja
mengatur posisi, memasang suction dan jantung menjadi berat
memasang mayo/ gudel
f. Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko
b. Mempertahankan ventilasi/ oksigenasi dengan
cedera. Pasien post anestesi biasa mengalami kecemasan,
pemberian bantuan napas melalui ventilator
disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh.
mekanik atau nasul kanul
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai