LAPORAN KASUS
“ABSES HEPAR”
Disusun Oleh :
Pembimbing :
2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan
perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Liver
abses”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Mangema Junias Sinaga Sp.B-KBD selaku
pembimbing, dan teman teman yang telah membantu terselesaikannya laporan kasus ini tepat
pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan laporan berikutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan.................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
Bab II Tinjauan Pustaka.......................................................................................................
2. Anatomi ............................................................................................................
2.1.Defenisi..............................................................................................................
2.2. Epidemiologi....................................................................................................
2.3. Etiopatogenesis.................................................................................................
2.3.1. Amoebik.............................................................................................
2.3.2. Pyogenik............................................................................................
2.4. Diagnosis..........................................................................................................
2.4.1. Gejala Klinis......................................................................................
2.4.2. Pemeriksaan Fisik..............................................................................
2.4.3. Laboratorium......................................................................................
2.4.4. Radiologi............................................................................................
2.4.5. Kriteria Penegaakan Diagnosis..........................................................
2.5. Tata Laksana.....................................................................................................
2.5.1. Farmakologi.......................................................................................
2.5.2. Non-Farmkologi.................................................................................
2.5.2.1. Aspirasi Perkutan.........................................................
2.5.2.2 Drainase........................................................................
2.5.2.3. Reseksi Hati.................................................................
2.5.2.4 Diet Hati........................................................................
2.5.3. Penatalaksanaan Umum.....................................................................
2.6. Diagnosis Banding..............................................................................................
2.7. Prognosis............................................................................................................
Bab III Laporan Kasus..........................................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................................................
1
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Hepar
Hepar merupakan organ endokrin terbesar di dalam tubuh. Hepar bertekstur lunak dan lentur,
serta terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diaphragma. Hepar dapat dibagi
dalam lobus dexter yang besar dan lobus sinister yang kecil oleh perlekatan peritoneum oleh
ligamentum falciforme.
Lobus dexter terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya vesica
biliaris, fissura untuk ligamentum teres hepatitis, vena cava inferior, dan fissura untuk
ligamentum venosum. Penelitian menunjukkan bahwa pada kenyataannya lobus quadratus dan
lobus caudatus merupakan bagian fungsional lobus hepatitis sinister. Jadi cabang dextra dan
sinistra arteria hepatica dan vena porta, dan ductus hepaticus dexter dan sinister masing-masing
mengurus lobus dexter dan sinister (termasuk lobus uadratus dan lobus caudatus).3
Jelaslah bahwa terdapat sedikit tumpang tindih. Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat
pada permukaan posteroinferior, dan terletak di antara lobus caudatus dan lobus uadratus. Bagian
atas ujung bebas omnentum minus melekat pada pinggir porta hepatis. Pada tempat ini, terdapat
ductus hepaticus dexter dan sinister, cabang dextra dan sinistra arteria hepatica, vena porta, dan
serabut saraf simpatik dan parasimpatik. Di sini terdapat kelenjar limfe hepar. Kelenjar ini
menampung cairan limfe hepar dan kandung empedu, dan mengirimkan serabut eferennya ke
nodi lymphoidei coeliaci.3
Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, hanya sebagian ditutup oleh peritoneum.
Hepar tersusun oleh lobulus-lobulus hepatis. Vena centralis pada masing-masing lobulus
bermuara ke venae hepaticae. Di dalam ruangan di antara lobulus-lobulus terdapat canalis
hepatis, yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena porta, dan sebuah cabang dari ductus
choledochus (triad hepatis). Darah arteri dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui
sinusoid dan dialirkan ke van centralis.3
- Ke anterior: Diaphragma, arcus costalis dexter dan sinister, pleura dextra dan
sinistra, serta margo inferior pulmo dexter dan sinister, processus xiphoideus, dan
dinding anterior abdomen pada angulus subcostalis.
- Ke posterior: Diaphragma, ren dexter, flexura coli dextra, duodenum, vesica
biliaris, vena cava inferior, oesophagus, dan fundus gastricus.
Vaskularisasi hepar adalah sebagai berikut:
- Arteri
Arteri hepatica, cabang arteria coeliaca (truncus coeliacus), berakhir dengan
bercabang menjadi ramus dexter dan sinister yang masuk ke dalam parta hepatis.
- Vena
Vena porta berakhir dengan bercabang menjadi cabang dexter dan sinister yang
masuk porta hepatis di belakang arteri. Venae hepaticae (tiga buah atau lebih) muncul
dari permukaan posterior hepatis dan bermuara ke dalam vena cava inferior.
Aliran Limfe
Hepar menghasilkan banyak cairan limfe, sekitar sepertiga sampai detengah dari jumlah
seluruh cairan tubuh. Pembuluh limfe meninggalkan hepar dan masuk ke dalam sejumlah
kelenjar limfe yang ada di dalam porta hepatis. Pembuluh eferen berjalan ke nodi coelicaci.
Beberapa pembuluh limfe berjalan dan area nodi hepatis melalui diaphragma ke nodi lympoidei
mediastinales posteriores.3
Persarafan
Saraf simpatik dan parasimpatik membentuk plexus coeliacus. Truncus vagalis anterior
mencabangkan banyak ramus hepaticus yang berjalan langsung ke hepar bagian lobus caudatus
hepar.3
Vesica Biliaris dalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan
bawah heapr. Vesica biliaris mempunyai kemampuan menampung dan menyimpan empedu 30-
50 ml, serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Vesica biliaris dibagi menjadi
fundus, corpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah margo
inferior hepatis, di mana fundus bersentuhan dengan dinding arterior abdomen setinggi ujung
cartilago costalis IX dextra. Corpus vesicae biliaris terletak dan berhubungan dengan facies
visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang, dan kiri. Collum melanjutkan diri sebagai ductus
cysticus, yang berkelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus
hepaticus communis untuk membentuk ductus choledodchus.3
Batas-batas penting ductus biliaris:
- Ke anterior: Dinding anterior abdomen dan facies inferior hepatis
- Ke posterior: Colon transversum dan bagian pertama dan kedua duodenum
2.1. Definisi
Abses hati merupakan bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati
1
nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati.
2.2. Epidemiologi
Abses hati lebih sering dijumpai pada pria usia 20 – 40 tahun, namun bisa terjadi di
segala usia. Dan sebanyak 60 % berlokasi di lobus kanan hati. Di negara berkembang abses hati
amoebik (AHA) lebih sering dijumpai dari pada abses hati pyogenik (AHP). Hampir 10%
penduduk dunia, terutama negara sedang berkembang terinfeksi E.histolytica tetapi hanya 1/10
yang menunjukkan gejal. Insidensi amebiasis hati di berbagai rumah sakit di Indonesia mberkisar
1
antara 5 – 15 % pasien/tahun.
Penelitian di Indonesia menunjukkan kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah
pria dengan rasio 3,4 – 8,5 kali lebih sering. Usia yang sering terkena adalah sekitar 20 – 50
tahun terutama pada dewasa muda. Penularan umumnya melalui jalur fekal-oral. Prevalensi
tinggi djumpai di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang padat penduduk, sanitasi
serta gizi yang buruk.
2.3. Etiopatogenesis
2.3.1. Amoebik
Penyebaran umumnya melalui fecal-oral dengan menelan kista baik melalui makanan
ataupun minuman yang terkontaminasi. E.histolytica terbagi dalam 2 bentuk tropozoit yang
invasif dan kista yang infektif. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya
dapat diurai oleh tripsin dalam usus halus. Lalu kista pecah dan melepaskan tropozoit yang
nantinya menginvasi mukosa usus. Lalu amuba ini akan mensekresi enzim cysteine protease,
shingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan menyebar ke seluruh tubuh secara hematogen
melalui invasi pada vena porta. Amuba yang masuk ke submukoasa memasuki kapiler darah, ikut
dalam aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati amuba ini juga kembali mensekresikan
3
enzim proteolitik yang melisis jaringan hati dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus
akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi akan
2
membesar dan menyatu membentuk abses.
Jarak waktu antara serangan di intestinal dengan timbulnya kelainan di hati berbeda-beda.
Bentuk yang akut dapat memakan waktu kurang dari 3 minggu. Tetapi bentuk yang kronis lebih
dari 6 bulan. Oleh karena itu penderita amebiasis tidak luput dari kemungkinan menderita abses
3
hepatis amebika.
2.3.2. Pyogenik
Bakteri pyogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari organ-
organ yang berdekatan atau melalui vena porta atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem
biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi
bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena porta
dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan
1
menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik
Penetrasi akibat trauma tajam akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim,
sedangkan penetrasi trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan
terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan di kanalikuli yang
1
menyebabkan masuknya bakteri ke hati.
4
2.4. Diagnosis
3
Penegakan diagnosa abses hati berdasarkan gambaran yang ditemui, sebagai berikut:
3
2.4.2. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan vital umumnya dijumpai demam. Pada mata sering dijumpai
konjungtiva palpebra inferior pucat dan sklera ikterik akibat abses multipel yang menekan duktus
biliaris. Pada pemeriksaan toraks dapan dijumpai peningkatan batas paru hati. Selain itu, suara
pernafasan dapat dijumpai melemah pada bagian paru kanan.
Dari pemeriksaan abdomen dapat dijumpai pembesaran hati yang nyeri tekan dan teraba
fluktuasi. Nyeri tekan pada region epigastrium menggambarkan kemungkinan abses di lobus kiri
dan keadaan ini harus diwaspadai mengingat kecenderungan abses di lobus kiri yang dapat
7
menyebabkan efusi pericardium. Apabila terdapat akut abdomen dan bising usus menghilang
maka kemungkinan terjadi perforasi ke peritoneum.
3
2.4.3. Laboratorium
Pada darah rutin biasanya dijumpai leukositosis, pada AHP total leukosit berkisar antara
15.000 – 22.000/mm³ sedangkan pada AHA berkisara antara 16.000 – 10.000/mm³. Pada AHP
juga dijumpai kultur darah yang positif, paling banyak adalah E.coli. Pada pemeriksaan Indirect
hemagglutination test, AHA juga dijumpai positif. Dan pemeriksaan feces dapat dijumpai
leukosit, kista dan bentuk tropozoit.
Pemeriksaan fungsi hati perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding, dan
mengetahui kronisitas penyakit. Pada abses hati yang akut dapat dijumpai peninggian SGOT.
Sementara itu, pada kasus yang kronik SGOT cenderung normal, akan tetapi terjadi peningkatan
SGPT. Hiperbilirubinemia jarang terjadi kecuali abses mengakibatkan kolestasis. Diagnosis
berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur
hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.
2
2.4.4. Radiologi
Pada foro thorax dijumpai dome diafragma yang meninggi, hal ini dimungkinkan akibat
penekanan abses. Pada USG abdomen didapati lesi berbentuk bulat atupun oval, tunggal,
berbatas tegas dan hipoekoid. USG abdomen juga dapat mengkonfirmasi letak lobus.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding selanjutnya
adalah alfafetoprotein (AFP) dimana nilai normalnya 0-20ng/ml. Apabila didapati AFP >
400ng/ml maka nilai ini sangat sugestif untuk penegakan diagnosa hepatoma.
3
2.4.5. Kriteria penegakkan diagnosa
Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari :
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respon terhadap terapi amebisid
8
3
2.5. Tatalaksana
2.5.1. Farmakologi
Penatalaksanaan untuk abses hati amebic yaitu pemberian amebisid jaringan untuk
mengobati kelainan hatinya, disusul amebisid intertinal untuk pemberantasan E.histoytica di
dalam usus sehingga mencegah kambuhnya kasus abses hati.
Pemberian derivat nitroimidazole seperti metronidazole masih merupakan lini pertama
pengobatan abses hati amoebik dengan dosis 3x750 mg selama 5-10 hari. Hal ini dikarenakan
kemampuannya sebagai agen amebiasis ekstraluminal. Akan tetapi obat ini tidak poten terhadap
kista (bentuk intraluminal) sehingga perlu dikombinasikan dengan Paramomycin dengan dosis
4X500mg. Pilihan lainnya dapat pula ditambahkan atau diganti dengan kloroquin fosfat dengan
dosis 1gr/hari selama 2 hari dilanjutkan dengan 500mg/hari selama 20 hari. Hal ini dilakukan
apabila setelah terapi metronidazole selama 5 hari tidak terdapat perbaikan ataupun bila terdapat
intoleransi. Obat lini kedua yang digunakan yakni dihydroemetin 1-1,5mg/kgBB/hari secara
intramuskular (maksimum 99gr/hari) selama 10 hari. Akan tetapi, yang terakhir disebutkan
relatif toksik sehingga perlu kewaspadaan pemakaian. Penatalaksanaan untuk abses hati piogenik
adalah dengan sefalosporin generasi ke-3 dan klindamisin atau metronidazole. Jika dalam waktu
48-72 jam belum ada perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotika yang digunakan diganti
dengan antibiotika yang sesuai dengan hasil kultur sensitivitas aspirat abses hati.
Pengobatan secara parenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama
10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu.
9
2.5.2.3.Reseksi hati
Pada abses hati piogenik multipel kadang diperlukan reseksi hati. Indikasi spesifik jika
didapatkan abses hati dengan karbunkel (liver carbuncle) dan disertai dengan hepatolitiasis,
terutama pada lobus kiri hati. Operasi menjadi pilihan terapi apabila terapi non-operative gagal
dalam pengobatan maupun adanya perdarahan serta bocornya abeses ke dalam rongga
peritoneum
10
2.5.2.4.Diet hati
Diet Hati I diberikan bila pasien dalam keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat
diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan
diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak
diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian
cairan maksimal 1 L/hari. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan sebagai
Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik,
diberikan Diet Garam Rendah I(kadar natrium pada Diet garam rendah I ini adalah 200-400 mg
Na). Untuk menambah kandungan energi, selain makanan per oral juga diberikan makanan
parenteral berupa cairan glukosa.
2.7. Prognosis
2.7.1. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik yang tidak diterapi menyebabkan angka kematian mendekati 100%. Laporan
kasus terkini menyatakan bahwa angka kematian abses hati piogenik ± 10- 30% tergantung dari
penyakit dasar yang menyebabkan abses dan kondisi medis penderita.
11
BAB 3
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS PASIEN
Keluhan Utama Nyeri Perut
Hal ini dialami os ± 1minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri perut dikeluhkan os terutama pada perut sebelah kanan
atas. Sebelumya os mengeluhkan hanya mual kemudian
dikusut sebanyak 2 kali. Kemudian nyeri dikeluhkan os
semakin memberat. Demam (+), mual dikeluhkan os, muntah
Telaah
dijumpai pada os. Buang angin (+), buang air besar (-) selama
± 3 hari ini, buang angin (+) warna kuning pekat seperti teh.
Os sehari-hari adalah peminum alkohol. Os juga mengeluhkan
mencret ±1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat sakit
kuning sebelumnya disangkal os
RPT -
RPO -
PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
Sensorium Compos Mentis
13
Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium Darah Rutin
6
Eritrosit 3,37x 10 /µL
Hematokrit 31,1%
3
Trombosit (PLT) 450 x10 /µL
B. Fungsi Hati
Jenis Pemeriksaan Hasil
SGOT 30,3 U/L
SGPT 22,8 U/L
Billirubin Total 0,66 mg/dl
Billirubin Direct 0,37 mg/dl
Gamma GT 156,8 U/L
C. Fungsi Ginjal
Jenis Pemeriksaan Hasil
Ureum 29,4 mg/dl
Creatinin 0,68 mg/dl
Uric Acid 3,1 mg/dl
15
DIAGNOSIS KERJA
• LIVER ABSES
TATA LAKSANA
• Bed Rest
• IVFD Asering 20gtt/i
• Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam/ IV (skin test)
• Drip. Metronidazole 500mg/ 8jam/IV
• Inj. Gentamicin 80mg/12 jam
• Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/ IV
• Inj. Ondansetron 8mg/8jam/IV
• Inj. Norages 1gr/12jam/IV/(K/P)
• Dulcolax supp 2x1
16
Follow Up Pasien
07 Agustus 2018
S : Nyeri perut kanan atas (+), Demam (+), Mual (+), Muntah (+) Buang angin (+), Buang air
besar (-), Buang air kecil (+) warna Kuning Pekat O : Sens : CM
Abdomen : Soepel, Nyeri tekan pada perut kanan atas, Murphy Sign (+), teraba
massa pada perut kanan atas, konsistensi keras, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
A : Liver Abses
P:
• Bed Rest
• IVFD Asering 20gtt/i
• Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam/ IV (skin test)
• Drip. Metronidazole 500mg/ 8jam/IV
• Inj. Gentamicin 80mg/12 jam
• Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/ IV
• Inj. Ondansetron 8mg/8jam/IV
• Inj. Norages 1gr/12jam/IV/(K/P)
• Dulcolax supp 2x1
08 Agustus 2018
S : Nyeri perut kanan atas (+) berkurang, Demam (-), Mual (-), Muntah (-) Buang angin (+),
Buang air besar (+), frek 1 kali, konsistensi keras Buang air kecil (+) warna Kuning Pekat
O : Sens : CM
Abdomen : Soepel, Nyeri tekan pada perut kanan atas, Murphy Sign (+), teraba
massa pada perut kanan atas, konsistensi keras, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
A : Liver Abses
P:
• Bed Rest
• IVFD Asering 20gtt/i
• Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam/ IV (skin test)
• Drip. Metronidazole 500mg/ 8jam/IV
• Inj. Gentamicin 80mg/12 jam
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhatti, et al. 2014. Clinical and Phatological Comparison of Pyogenic and Amoebic Liver
Abscesses. Advances in Infetious Diseases, 4, 117-123.
2. El adha. 2013. Gambaran Ulatrasonografi pada Pasien Hepar. FK UGM.
3. PAPDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Interna Publishing.
4. Rianyta. 2012. Abses Hepar Tuberkulosis Ekstrapulmonal CDK-197/ vol. 39 no. 9.