Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tubuh memerlukan energi untuk fungsi-fungsi organ tubuh, pergerakan
tubuh, mempertahankan suhu, fungsi enzim, pertumbuhan dan pergantian sel
yang rusak. Metabolisme merupakan semua proses biokimia pada sel tubuh.
Proses metabolisme dapat berupa anabolisme (membangun) dan katabolisme
(pemecah).
Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan metabolisme tubuh
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umm faktor yang
mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor fisiologis untu kebutuhan
metabolisme bassal, faktor patologis seperti adanya penyakit tertentu yang
menganggu pencernaan atau meningkatkan kebutuhn nutrisi, faktor sosio-
ekonomi seperti adanya kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
Nutrisi sangat penting bagi manusia karena nutrisi merupakan kebutuhan fital
bagi semua makhluk hidup, mengkonsumsi nutrien (zat gizi) yang buruk bagi
tubuh tiga kali sehari selama puluhan tahun akan menjadi racun yang
menyebabkan penyakit dikemudian hari
Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi ada sistem yang berperan di dalamnya
yaitu sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asesoris,
saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usu halus bagian distal. Sedangkan
organ asesoris terdiri dari hati, kantong empedu dan pankreas.
Nutrisi sangat bermanfaat bagi tubuh kita karena apabila tidak ada nutrisi
maka tidak ada gizi dalam tubuh kita. Sehingga bisa menyebabkan penyakit /
terkena gizi buruk oleh karena itu kita harus memperbanyak nutrisi.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa ulkus peptikum?
2. Apa gastroenteritis?

1
3. Apa thypus adominalis
4. Apa itu colitis?
5. Apa itu hemoroid?
6. Apa itu hepatitis?
7. Apa itu ostruksi intestinal?
8. Apa itu DM?
9. Bagaimana memasang NGT?
10. Bagaimana merawat colostomy?
11. Bagaimana Bilas lamBung?
12. Bagaimana memberikan obat sesuai terapi?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui ulkus peptikum
2. Mengetahui gastroenteritis
3. Mengetahui thypus adominalis
4. Mengetahui colitis
5. Mengetahui hemoroid
6. Mengetahui hepatitis
7. Mengetahui ostruksi intestinal
8. Mengetahui DM
9. Mengetahui memasang NGT
10. Mengetahui a merawat colostomy
11. Mengetahui Bilas lamBung
12. Mengetahui a memberikan obat sesuai terapi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ULKUS PEPTIKUM

1. Pengertian

Ulkus peptikum merupakan suatu keadaan terputusnya kontinuitas mukosa


yang meluas di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa
hingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan
dengan cairan lambung asam/pepsin (Sanusi, 2011). Ulkus peptikum merupakan luka
terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris
(Tarigan, 2009). Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa biasanya
dilambung atau duodenum (Corwin, 2009).

Ulkus peptikum (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau
duodenum yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif (sekresi
asam lambung, pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter pylori) dengan faktor
pelindung mukosa (produksi prostagladin, gastric mucus, bikarbonat, dan aliran darah
mukosa)(Berardi &Lynda, 2005; Tas et al, 2015). Ulkus peptikum merupakan
keadaan kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.
Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi.
Walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus (misalnya ulkuskarena stres)
(Wilson dan Lindseth, 2005).

2. Etiologi

a. Penyebab umum
Penyebab umum dari ulkus peptikum adalah ketidakseimbangan antara
kecepatan sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan
oleh sawar mukosa Gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh
deudenum. Semua daerah yang secara normal terpapar oleh cairan lambung

3
dipasok dengan baik oleh mukosa, antara lain kelenjar mucus campuran pada
efophagus bawah dan meliputi sel mucus penutup pada mukosa
lambung.Sebagai tambahan terhadap perlindungan mucus dari mukosa,
duodenum dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah
sekresi pancreas yang mengandung sejumlah besar natrium bikarbonat
berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung sehingga mengaktifkan
pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan ion ion
bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang
terketak dibeberapa inci pertama dinding Deudenum dan didalam empedu
yang berasal dari hati(Lewis,2000). Akhirnya dua mekanisme control umpan
balik memastikan bahwa netralisasi cairan lambung ini sudah sempurna
meliputi :
i. Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara reflex
mekanisme ini menghambat sekresi dan gerakan peristaltic lambung
baik secara pernafasan maupun secara hormonal, sehingga
menurunkan kecepatan penurunan lambung.
ii. Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin dari mukosa
usus, kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan
sekresi yang cepat dari pancreas yang mengandung Natrium
Bikarbonat berkonsentrasi tinggi sehingga tersedia lebihbanyak
Natrium Bikarbonat untuk menetralisir asam,
b. Penyebab Khusus
1) Infeksi Bakteri H. Pylori
Ditemukan paling sedikit 75% pasien Ulkus Peptikum menderita
infeksi kronis pada bagian akhir mukosa lambung, dan bagian mukosa
Deudenum oleh bakteri H. Pylori. Sekali pasien terinfeksi maka
infeksi dapat berlangsung seumur hidup, kecuali kuman dibrantas
dengan pengobatan anti bacterial lebih lanjut.bakteri mampu
melakukan penetrasi sawa mukosa baik dengan kemampuan fisiknya
sendiri maupun dg melepaskan enzim pencernaan yang mencairkan

4
sawar. Akibatnya cairan asam kuat pencernaan yang disekresikan oleh
lambung dapat berpenetrasi kedalam jaringan epitelium dan
mencernakan epitel, bahkan di jaringan sekitar (Sibernagl, 2007)
2) Peningkatan sekresi asam
Padan pasien Ulkus Peptikum, dibagian awal Duodenum jumlah
sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan sering dua
kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini
disebabkan oleh bakteri (Guyton,1996)
3) Konsumsi obat-obatan
Obat seperti untuk anti inflamasi nosteroid seperti Indometasin,
Ibuprofen, Asam Salisilat mempunyai efek penghambatan sehingga
menghambat sintesis prostaglandin dari asam Arakhidonat secara
sistemik sehingga memperlemah perlindungan mukosa
(Sibernalg,2007)
4) Refluk usus
Refluk usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim
pancreas yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat
menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.

3. Patofisiologi Ulkus Peptikum

Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric pits atau lekukan
yang berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima
kelenjar gaster dari sel -sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak
anatominya. Kelenjar di daerah cardia terdiri < 5%kelenjar gaster yang mengandung
mukus dan sel-sel endokrin. Sebagian terbesar kelenjar gaster (75%) terletak didalam
mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal, chief, endokrin dan sel
enterokromafin (Wilson dan Lindseth, 2005).

Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel -sel endokrin(termasuk sel-sel


gastrin) dan didapati di daerah antrum. Sel parietal juga dikenal sebagai sel oksintik

5
biasanya didapati didaerah leher atau isthmus atau kelenjar oksintik. Sel parietal yang
tidak terangsang, mempunyai sitoplasma dan kanalikuli intraseluler yang berisi
mikrovili ukuran pendek sepanjang permukaan atas. Enzim H+, K+ ATPase didapati
didaerah membran tubulovesikel. Bila sel dirangsang, membran ini dan membran
atas/apikal lainnya diubah menjadi jaringan padat dari kanalikuli intraseluler apikal
yang mengandung mikrovili ukuran panjang (Tarigan, 2009). Permukaan epitelium
dari lambung atau usus rusak dan berulkus, hasil dari inflamasi menyebar sampai ke
dasar mukosa dan submukosa. Asam lambung dan enzim pencernaan memasuki
jaringan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada pembuluh darah dan jaringan
disekitarnya (Keshav, 2004). Ulkus peptikum disebabkan oleh sekresi asam dan
pepsin yang berlebih olehmukosa lambung atau berkurangnya kemampuan sawar
mukosa gastroduodenalis untuk berlindung dari sifat pencernaan dari kompleks
asampepsin (Guyton dan Hall, 2007). Asam pepsin penting dalam patogenesis ulkus
peptikum. Akan tetapi berlawanan dengan ulkus duodeni, pasien umumnya
mempunyai laju sekresi asam yang normal atau berkurang dibandingkan dengan
individu tanpa ulkus. Sepuluh sampai dua puluh persen pasien dengan ulkus
peptikum juga mempunyai ulkus duodeni (Mc.Guigan, 2001). Telah diduga bahwa
obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol, indometasin, fenilbutazon dan
kotikostreroid mempunyai efek langsung terhadap mukosa lambung dan
menimbulkan ulkus. Obat-obatan lain seperti kafein, akan meningkatkan
pembentukanasam. Stress emosi dapat juga memegang peranan dalam patogenesis
ulkus peptikum, agaknya dengan meningkatkan pembentukan asam sebagai akibat
perangsangan vagus. Sejumlah penyakit tampaknya disertai pembentukan ulkus
peptikum yaitu sirosis hati akibatalkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronik,
hiperparatirioidisme dan sindrom Zollinger-Ellison (Wilson dan Lindseth, (2005).

Peningkatan sekresi asam-cairan peptik dapat turut berperan terhadap ulserasi.


Pada kebanyakan orang yang menderita ulkus peptikum dibagian awal duodenum,
jumlah sekresi asam lambung lebih besar dari normal, sering sebanyak dua kali
normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan infeksi

6
bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan
sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum
mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan untuk alasan apa saja
(sebagai contoh, pada gangguan fisik) yang sering merupakan penyebab utama ulkus
peptikum (Guyton dan Hall, 2007).

4. Manifestasi Klinis

A. Nyeri, pasien ulkus petikum mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau dipunggung. Nyeri terjadi apabila
kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan
merngsang ujung saraf yang terpajan. Nyeribiasanya hilang dengan makan,
karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali; namun,
bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan, nyeri kembali timbul
B. Pirosis (nyeri uluhati),beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esofagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi
asam. Eruktasi atau sendawa terjadi apabila lambung kosong.
C. Muntah, pada obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme mukosal pilorus
atau oleh obstruksi jaringan parut atau pembengkakan akut dari membra
mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut.
D. Konstipasi atau perdarahan, konstipasi dapat kemungkinan terjadi apabila
pasien diet atau diakibatkan karena obat-obatan.

5. Komplikasi

a) Intraktibilitas
Komlikasi ulkus peptikum yang paling sering adalah intraktibilitas yang
berarti bahwa terapi medis telah gagal mengatasi gejala-gejala secara adekuat.
Intraktibilitas merupakan alas an tersering untuk pembedahan. Perubahannya

7
mejdi ganas tidak perlu dipertimbangkan baik untuk Ulkus lambung maupun
Ulkus Duodenum.
b) Perdarahan
Merupakan komplikasi ulkus yang sering terjadi sedikitnya ditemukan sekitar
25% kasus selama perjalanan penyakit (Guyton, 1996)
c) Perforasi
Ulkus biasanya terjadi pada dinding anterior Duodenum atau lambung karena
daerah ini hanya diliputi oleh peritoneum. Pada kondisi klinis dengan
komplikasi perforasi datang dengan keluhan nyeri mendadak yang parah pada
abdomen bagian atas dalam beberapa menit timbul peritonitis kimia akibat
keluarnya asam lambung, pepsin, dan makanan yang menyebabkan nyeri
hebat (Aziz, 2008)
d) Obstruksi
Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema, pilorospasme,
atau jaringan paru terjadi di sekitar 5% Dari ulkus peptikum. Obstruksisering
timbul pada pasien ulkus duodenum tapi kadang terjadi bila ulkus lambung
terletak dengan sfingter pylorus( Mineta, 1983)

6. Penatalaksanaan

Beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan ulkus dan kemungkinan untuk


kambuh. Faktor yang reversibel harus diidentifikasi seperti infeksi
Helicobacterpylori, penggunaan NSAID dan merokok. Waktu penyembuhan ulkus
tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus lambung yang besar dan kecil bisa sembuh
dalam waktu yang relatif sama jika terapinya efektif. Ulkus yang besar memerlukan
waktu yang lebih lama untuk sembuh (Soll, 2009). Secara garis besar pengelolaan
penderita dengan ulkus peptikum adalah sebagai berikut:

8
A. Non farmakologi
1. Istirahat
Secara umum pasien ulkus dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila
kurangberhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap.
Penyembuhan akan lebih cepatdengan rawat inap walaupun
mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jam
istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan
analgesik. Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan
asam lambung danpenyakit ulkus (Tarigan, 2009).
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu
tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus akan
merangsang pengeluaran asam. Cabai, makanan merangsang, makanan
mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien
ulkus dan dispepsia non ulkus, walaupun belum dapat dibuktikan
keterkaitannya. Alkohol belum terbukti mempunyai efek yang
merugikan. Air jeruk yang asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai
pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah
sekresi asam dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan ulkus
dan sebaiknya diminum jangan pada waktu perut sedang kosong
(Tarigan, 2009).
3. Tidak merokok
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus peptikum kronik,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman
bulbus duodenum, menambah refluks duogenogastrik akibat relaksasi
sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus (Tarigan,
2009).
B. Farmakologi
1. Antagonis Reseptor H2

9
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada
sel parietal lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan
dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan
reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan
dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala,
kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda,
2005).Contoh obat seperti Simetidin, Ranitidine, Famotidin, Nizatidin
(Lacy et al, 2008). Kemampuan antagonis reseptor H2 menurunkan asam
lambung disamping dengan toksisitas rendah merupakan kemajuan dalam
pengobatan penyakit. Hasil dari beberapa uji klinik menunjukkan obatobat
ini dapat menjaga gejala dengan efektif selama episode akut dan
mempercepat penyembuhan ulkus duodenal (Ghosh dan Kinnear, 2003).
2. PPI (Proton Pump Inhibitor)
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KH ATPase yang
akan memecah KH ATP akan menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam dari kanalikuli serta parietal ke dalam lumen
lambung. Pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin
darah dan dapat menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada
manusia belum terbukti gangguan keamanannya pada pemakaian jangka
panjang (Tarigan, 2009). Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati
dan dieliminasi di ginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi hati
berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liverdan penyakit ginjal.
Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol 15-30 mg/hr, Rabeprazol 20
mg/hr, Pantoprazol 40 mg/hr dan Esomeprazol 20-40 mg/hr (Lacyet al,
2008). Inhibitor pompa proton memiliki efek yang sangat besar terhadap
produksi asam. Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat
anhidrase mukosa lambung, yang kemungkinan turut berkontribusi
terhadap sifat suspensi asamnya (Parischa danHoogerwefh, 2008). Efek
samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi,

10
muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya
menghindari penggunaan PPI (Lacyet al, 2008).
3. Sulkralfat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis
proteinmukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap
terjadinya erosi danulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh
polisakarida bersulfat. Selain menghambat hidrolisis protein mukosa oleh
pepsin, sulkrafat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni
stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal
(Parischa dan Hoogerwefh, 2008). Dosis sulkralfat 1gram 4x sehari atau
2gram 2x sehari. Efek samping yang sering dilaporkan adalah konstipasi,
mual dan mulut kering (Berardi dan Lynda, 2005).
4. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama
protein pada dasar ulkus dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan
asam. Dosis obat 2 x 2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman
sehingga timbul keraguan dengan pendarahan (Tarigan, 2009).
5. Analog Prostaglandin : Misoprostol
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi
mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa.
Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus peptikum pada
pasien yang menggunakan OAINS. Dosis 4 x 200mg atau 2 x 400 mg pagi
dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan
kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal
hamil (Tarigan, 2006). Misoprostol dapat menyebabkan eksaserbasi klinis
(kondisi penyakit bertambah parah) pada pasien yang menderita penyakit
radang usus, sehingga pemakaiannya harus dihindari pada pasien ini.
Misoprostol dikontraindikasikan selama kehamilan, karena dapat
menyebabkan aborsi akibat terjadinya peningkatan kontraktilitas uterus.
Sekarang ini misoprostol telah disetujui penggunaannya oleh United

11
States Food and DrugAdministration (FDA) untuk pencegahan luka
mukosa akibat NSAID (Parischa dan Hoogerwefh, 2008).
6. Antasida
Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan
obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara
lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare
sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya
saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan
konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari malam dan
sebelumtidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis,
barbiturat, salisilat, dankinidin (Tarigan, 2009).

7.Pencegahan

Jika tidak ada makanan tertentu yang diduga menjadi penyebab maupun
pemicu terjadinya ulkus, biasanya tidak dianjurkan untuk membatasi pemberian
makanan kepada anak-anak yang menderita ulkus. Makanan yang bergizi dengan
berbagai variasi makanan adalah penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak.

Alkohol dan merokok dapat memicu terbentuknya ulkus. Selain itu, kopi, teh,
soda dan makanan yang mengandung kafein dapat merangsang pelepasan asam
lambung dan memicu terbentuknya ulkus, jadi sebaiknya makanan tersebut tidak
diberikan kepada anak-anak yang menderita ulkus.

2.2 GASTROENTERITIS

1. Definisi

Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).

12
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).

Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan
oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley &
Wongs,1995).

2. Klasifikasi

Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :

A. Berdasarkan lama waktu :


1. Akut : berlangsung < 5 hari
2. Persisten : berlangsung 15-30 hari
3. Kronik : berlangsung > 30 hari
B. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
1. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
2. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
3. Dll
C. Berdasarkan derajatnya
1. Diare tanpa dihindrasi
2. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
3. Diare dengan dehidrasi berat
D. Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak
1. Infektif
2. Non infeksif
E. Berdasarkan penyebab organik atau tidak
1. Organik
2. Fungsional

3. Etiologi

Gastroenteritis (diare) dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain :

13
1. Infeksi :
- Virus (rotavirus, adenovirus,norwlk)
- Bakteri (shigella, e.coli, vibrio)
- Parasit :Protozoa ; e.hystolytica, balantidium coli. Cacing perut ; askaris ,
tricuris. Jamur ; candida
2. Keadaan intoleransi makanan, baik sementara maupun menetap.
3. Malabsorbsi/ maldigestif : karbohidrat, lemak atau protein
4. Imunodefisiensi
5. Psikologis : rasa takut dan cemas
6. Obat-obatan :
- Obat-obat gastroenterestinal : antasid, laksansia, dll.
- Obat-obat jantung : digitalis, hidralazin,quinidin, diuretik, dll.
- Antibiotik : klindamisin, ampisilin, sefalosporin, eritromisin, dll.
7. Defisiensi enzim pencernaaan
8. Neoplasma
9. Kelainan hati, pangkreas dan endokrin.

4. Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus


enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia
Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada Gastroenteritis akut.Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu
penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.

14
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat
kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air
dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

5.Manifestasi Klinis

a. Diare.

b. Muntah.

c. Demam.

d. Nyeri Abdomen

e. Membran mukosa mulut dan bibir kering

f. Fontanel Cekung

g. Kehilangan berat badan

h. Tidak nafsu makan

i. Lemah

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gastroeneritis adalah:

A. Pemberian cairan.

15
Pemberian cairan,pada klien Diare dengasn memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a. cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk
Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,atau sedang kadar
natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan
gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas
adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk
mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parentral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari
berat badan atau ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
B. Diatetik
pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
- Memberikan asi.
- Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
C. Obat-obatan.
- Obat anti sekresi.
- Obat anti spasmolitik.
- Obat antibiotik.

2.3 THYPUS ABDOMINALIS

1. Pengertian

16
Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi yang menyerang
saluranpencernaan yang disebabkan oleh kuman salmonella typhosa denganmasa
inkubasi hari di tandai dengan demam, mual, muntah, sakitkepala, nyeri perut
(Ngastiyah, 2005).

Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satuminggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam,2005).

Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakitinfeksi


akut yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobatisecara progresif
menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006).

Jadi Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi mengenai saluran pencernaanditandai adanya demam lebih dari 1
minggu, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.

2. Patofisiologi

Proses infeksi dari penyakit typhoid menurut Rampengan (2001)disebabkan oleh


kuman Salmonella Typhi yang masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut dengan
perantara makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung dan terjadimeningkatan produksi asam lambung yang menimbulkan
perasaan yang tidakenak di perut mual, muntah, anoreksia, dan mengakibatkan terjadi
iritasimukosa lambung sebagian lagi masuk ke dalam usus halus sehinggaterjadi
infeksi yang merangsang peristaltik usus sehingga menimbulkan diareatau
konstipasi.Kuman juga sering mencapai jaringan limfoid plaque peyeri diileum
terminalis yang mengalami hipertropi. Di tempat ini terjadikomplikasi perdarahan,
kuman salmonella kemudian menembus ke krinapropia, masuk ke aliran limfe dan
mencapai kelenjar limfe mesentrial, yangjuga mengalami hipertropi. Selanjutnya
kuman Salmonella Typhi lainmencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.

17
Salmonella Typhi bersarangdi plaque peyeri, limpa hati, dan bagian-bagian lain
system reticuloendotelia.Endotoksik Salmonella Typhi menyebabkan terjadinya
proses inflamasi lokal pada jaringan tempat Salmonella Typhi
berkembangbiak.Sementara demam pada Typhus Abdominalis disebabkan karena
SalmonellaTyphi dan endotoksik merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang. Kuman yang berkembangbiak jugadapat
mengakibatkan hipertropi hepatomegali sehingga menyebabkan nyeri.

4. Manifestasi Klinik

Typhus Abdominalis yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit berat yang
berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih. Adapun manifestasi klinik
yang bisa ditemukan pada demam typhoid menurut. Nelson,(2001) dan Mansjoer
(2000), antara lain:

a. Demam
Demam biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari. Suhu tubuh meningkat dan dapat terjadi serangan
kejang.
b. GangguanSistemPencernaan
Mulut berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup
selaput putih kotor (coated tongue). Ujung dan tepinya kemerahan jarang
disertai tremor. Pemeriksaan abdomen di temukan keadaan perut kembung
(meteorismus), hati dan limpa membesar di sertai nyeri perabaan. Biasanya
sering terjadi konstipasi,kadang diare atau BAB tanpa kelainan. Pasien juga
akan mengalami mual, muntah, dan distensi abdomen,selain itu biasanya juga
dijumpai ikterik.
c. Gangguan Kesadaran

18
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak teraba demam yaitu
apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali
penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
d. Gejala lain
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bitik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan
pada minggu pertama demam kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan
epistaksis pada anak besar.

5. Penatalaksanaan Klinis

Pengobatan Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) terdiri atas 3 bagian yaitu
dengan perawatan,diet,danobat-obatan(medikasi).

a. Perawatan
Pasien Typhus Abdominalis perlu di rawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah
untuk mencegah terjadinya komplikasi pendarahan usus atau perforasi usus.
Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di
perhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
b. Diet
Makanan harus cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak
boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan
gas. Bila kesadaran menurun dapat diberikan makanan cair melalui sonde
lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan
lunak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat

19
dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan
serat kasar) dapat diberikan dengan aman.
c. Obat-obatan
I. Obat-obat anti mikroba yangsering di pergunakan ialah:
- Kloramfenikol; obat anti mikroba yang dapat meredakan demam
dengan cepat.
- Tiamfenikol; efektifitas tiamfenikol pada demam typoid hamper
sama dengan kloramfenikol.
- Cotrimoksazol (kombinasi dari Sulfamitoksasol); efektifitas obat
ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.
II. Obat-obat anti biotik yangseringdipergunakan ialah :
- Ampicillin dan Amoksisilin; indikasi mutlak penggunaannya
adalah pasien demam typhoid dengan leokopenia.
- Cefalosforin generasi ketiga; beberapa uji klinis menunjukkan
Cefalosforin generasi ketiga antara lain Sefiperazon, Ceftriakson,
dan Cefotaxim efektif untuk demam.
- Fluorokinolon; efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum di ketahui dengan pasti.

6. Komplikasi

Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi pada usus
halus dan diluar usus halus, antara lain:

A. Komplikasi pada Usus Halus


a. Perdarahan usus
Usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak
atau luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila
luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dindingusus maka perforasi
dapat terjadi.

20
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada
minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita
Typhus Abdominalis dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat
terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke
seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defence musculair) dan nyeri tekan.
B. Komplikasi diluar Usus Halus
a. Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
b. Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.
c. Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.
d. Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
e. Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis, spondiltis,arthritis.
f. Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoid toksik.

2.4 COLITIS
1.Definisi
Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang
berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kolitis infeksi, misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis amebik,
kolitis pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit.
b. Kolitis non-infeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit Crohns kolitis
radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).

21
2. Jenis Kolitis
A. Kolitis Infeksi
1. (AMEBIASIS KOLON)
Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.
a. Epidemiologi.
Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan
10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%).
Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat
kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat,
kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual anal-oral.
Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya
sanitasi individual mempermudah penularannya.Pasien yang asimtomatik
tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya.
Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan
pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista
juga mengeluarkan trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat
bertahan lama diluar tubuh manusia.
b. Gejala klinis.
Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik
sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa
jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah sebagai berikut :
I. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa
gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi,
obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen pasien
sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %)
berkembang menjadi kolitis ameba.
II. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam
ringan, diare ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur
darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.

22
III. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah,
hepatomegali dengan nyeri spontan.
IV. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi,
mual, anemia.
V. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan
diselingi dengan periode normal tanpa gejala, berlangsung
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurasthenia, serangan
diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan
yang sukar dicerna.
c. Penatalaksanaan.
- Karier asimtomatik.
Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal agents) antara
lain: Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari
selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10
hari.
- Kolitis ameba akut.
Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 10 hari, ditambah
dengan obat luminal tersebut di atas.
3. DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS)
Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri
genus Shigella
a. Epidemiologi.
Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat , sanitasi
jelek, kurang air dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di
daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10 15 % penyebab diare
pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia
walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular.
Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relative sedikit, yaitu
berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi

23
penularan secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun
akibat makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Di daerah tropis termasuk Indonesia. Disentri biasanya meningkat
pada musim kemarau di mana S.flexnerii merupakan penyebab infeksi
terbanyak. Sedangkan di negera-negara Eropa dan Amerika Serikat
prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh
S.flexnerii di negera tersebut telah menurun sehingga saat ini S.Sonnei
adalah yang terbanyak
b. Gejala klinis.
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala
klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang
dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler
yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya
menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri
perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai demam yang bisa
mencapai 40o C. selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Pada anak-anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa
kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan letargi. Pengidap pasca
infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun
jarang terjadi telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang
mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun. Pengidap
kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami gejala
shifellosis yang intermiten.
c. Penatalaksanaan
1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian
besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada
pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien yang
muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral
harus dilakukan rehidrasi intravena.

24
2. Antibiotik. Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya
berdasarkan beratnya penyakit yaitu pasien dengan gejala disentri
sedang sampai berat, diare persisten serta perlu diperhatikan pola
sensitivitas kuman di daerah tersebut. Beberapa jenis antibiotik
yang dianjurkan adalah:
- Ampisilin 4 kali 500 mg per hari, atau
- Kontrimoksazol 2 kali 2 tablet per hari, atau
- Tetrasiklin 4 kali 500 mg per hari selama 5 hari

4. ESCHERICHIA COLI (PATOGEN)


Infeksi kolon oleh serotie Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang
menyebabkan diare berdahak/tidak.
a. Epidemiologi.
Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli patogen jarang
dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti.
Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang terinfeksi setiap
tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat, E.Coli (O157:H7) lebih
sering diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella
demikian juga pada pasien diare kronik di Jakarta.
E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar
1%), penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian
luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang terkontaminasi pada
saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang
baik dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air
minum yang tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar
manusia.
Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 8 hari.
E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah
sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora
normal pada manusia).

25
b. Gejala klinis.
Manifestasi klinis enfeksi E.Coli patogen sangat bervariasi, dapat
berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah
(hemorrhagic colitis), SHU, purpura trombositopenik sampai
kematian.
Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal
cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari
pasien disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada umumnya
suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat
dikelirukan sebagai kolitis non infeksi.
Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun
sebagian pasien tindak mengandung darah sama sekali.
Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula terjadi
SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU
ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia,
gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik berupa
kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien
SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah
lekosit, gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di
bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 %
c. Penatalaksanaan.
Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan
suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak
terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang
menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol
dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan
gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU.
5. KOLITIS TUBERKULOSA
Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae.
a. Epidemiologi.

26
Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit
tuberculosis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.
b. Gejala klinis.
Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik
yang tidak khas. Dapat terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-
kadang konstipasi, anoreksi, demam ringan, penurunan berat badan
atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus
ditemukan kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis
paru aktif adanya kuman pada tinja mungkin hanya berasal dan kuman
yang tertelan bersama sputum.
c. Penatalaksanaan.
Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis
seperti pada pengobatan tuberculosis paru, demikian pula lama
pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-kadang perlu tindakan bedah
untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberculosis yang
sering dipakai adalah :
- INH 5 10 mg/kgBB atau 400 mg sekali sehari
- Etambutol 15 25 mg/kgBB atau 900 1200 mg sekali sehari
- Rifampisin 10 mg/kgBB atau 400 600 mg sekali sehari
- Pirazinaidid 25 -3 mg/kgBB atau 1,5 2 g sekali sehari

B.Kolitis Non Infeksi

1. Kolitis Ulserativa
Kolitis Ulserativa merupakan suatu penyakit menahun, dimana usus besar
mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram
perut dan demam. Kolitis ulserativa bisa dimulai pada umur berapapun,
tapi biasanya dimulai antara umur 15-30 tahun.Tidak seperti penyakit
Crohn, kolitis ulserativa tidak selalu memperngaruhi seluruh ketebalan
dari usus dan tidak pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya

27
dimulai di rektum atau kolon sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan
akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Sekitar 10%
penderita hanya mendapat satu kali serangan. Proktitis ulserativa
merupakan peradangan dan perlukaan di rektum. Pada 10-30% penderita,
penyakit ini akhirnya menyebar ke usus besar. Jarang diperlukan
pembedahan dan harapan hidupnya baik.
a. PENYEBAB
Penyebab penyakit ini tidak diketahui, namun faktor keturunan dan
respon sistem kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus, diduga
berperan dalam terjadinya kolitis ulserativa.
b. GEJALA
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat,
demam tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut).
Selama serangan, penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering
terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita
memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan
pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit
ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal atau
keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar,
dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah
dan sel darah putih.
Gejala umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita
buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari. Penderita sering mengalami
kram perut yang berat, kejang pada rektum yang terasa nyeri, disertai
keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada malam haripun
gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung nanah,
darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang
hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.Penderita bisa demam,
nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.

28
c. PENGOBATAN
Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi
gejala dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Penderita
sebaiknya menghindari buah dan sayuran mentah untuk mengurangi
cedera fisik pada lapisan usus besar yang meradang. Diet bebas susu
bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa menyembuhkan
anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja. Obat-
obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat,
diberikan pada diare yang relatif ringan. Untuk diare yang lebih berat,
mungkin dibutuhkan dosis yang lebih besar dari difenoksilat atau
opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau codein. Pada
kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini harus
diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.
Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk
mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah
timbulnya gejala.
Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai
enema (cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat
yang dimasukkan melalui dubur).Penderita dengan kolitis berat
menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit, biasanya
mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti
prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses
penyembuhan. Setelah prednisone mengendalikan peradangannya,
sering diberikan sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine.
Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan.
Pemberian kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping,
meskipun kebanyakan akan menghilang jika pengobatan dihentikan.
Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri
usus besar (kolon desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema
dengan kortikosteroid atau mesalamine. Bila penyakitnya menjadi

29
berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan diberikan
kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah). Penderita dengan
perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah
dan cairan intravena. Untuk mempertahankan fase penyembuhan,
diberikan azathioprine dan merkaptopurin.Siklosporin diberikan
kepada penderita yang mendapat serangan berat dan tidak memberikan
respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini,
akhirnya memerlukan terapi pembedahan.

2.5 HEMOROID
1. Pengertian
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu
mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena.
Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid (Smeltzer,
2002).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena didaerah
anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar linea dentate
pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid
eksterna. Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran vena yang
berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna (Sudoyo, 2006).
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rektum
(Potter, 2006).

2. Etiologi
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air
besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban
duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,merokok), peningkatan
tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus,tumor abdomen), kehamilan

30
(disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua,
konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks
peranal, kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah),
kurang olahraga/imobilisasi. (Sudoyo,2006)
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air besar
tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras, terlalu lama duduk
sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor penyebab
hemoroid. (Oswari, 2003)
Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi,makanan,
pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah
faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan
intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak
berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. (Mansjoer, 2000)

3. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu
konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan,pembesaran
prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai
hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis
superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu system portal tidak
mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik. Hemoroid dapat
dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna.Hemoroid eksterna di bedakan
sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat
kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu hematoma,
walaupun disebut sebagai hemoroid thrombosis eksternal akut. Bentuk ini sering
terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal,
atau dapat diobati dengan kompres duduk panas dan analgesik. Hemoroid
eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut.

31
Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan
ikat dan sedikit pembuluh darah.
(Price, 2005)
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas : derajat 1,bila terjadi
pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya dapat dilihat
dengan anorektoskop. Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan
menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.Derajat 3,
pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen Rentan dan
cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark. (Sudoyo,2006)

4. Manifestasi Klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal
dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan
oleh thrombosis. Thrombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini
dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal
tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan
menimbulkan perdarahan atau prolaps. (Smeltzer, 2002)

5. Penatalaksanaan
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene
personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet
tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu satunya tindakan
yang diperlukan; bila tindakan ini gagal, laksatif yang berfungsi mengabsorpsi
air saat melewati usus dapat membantu.Rendam duduk dengan salep, dan
supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring
adalah tindakan yang memungkinkan pembesaran
berkurang. Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid.
Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik terbaru

32
yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya.Injeksi
larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah.
Prosedur ini membantu mencegah prolaps.
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid
dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu sampai
timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini
tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau
sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya.Metode
pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi
dengan bedah lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan
untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama
pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid
diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi.
Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk
memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa
Oxygel dapat diberikan diatas luka kanal. (Smeltzer, 2002)

6. Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, thrombosis, dan
strangulasi.Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai
darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005). Komplikasi hemoroid antara lain
:
a. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut mengejan
dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin memperberat luka
di anus.
b. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
c. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
d. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin

33
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.
(Dermawan, 2010)

2.6 HEPATITIS
1. Definisi
Hepatitis adalah infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi
pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta
seluler yang khas.(Smeltzer, 2001) Hepatitis adalah keadaan radang/cidera
sebagai realisasi terhadap
virus, obat, atau alcohol.(Tambayong, 2000)
Hepatitis B adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang
disebabkan oleh infeksi VHB dan reaksi toksik terhadap obat-obatan serta
bahan-bahan kimia yang memberikan gejala yang khas yaitu badan lemah,
kencing berwarna seperti air the pekat, mata dan seluruh tubuh menjadi
kuning.(Sujono Hadi,1999)
Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa hepatitis adalah
suatu peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi virus, reaksi toksik terhadap
obat-obatan yang ditandai dengan badan lemas, kencing seperti air the pekat,
mata dan seluruh badan menjadi kuning.

2. Etiologi
A. Virus
a. HEPATITIS A(HAV)
Dahulu disebut hepatitis infeksiosa.Penyakit ditularkan terutama melalui
kontaminasi oral-fekal akibat higiene yang buruk atau makanan yang
tercemar waktu antara pajanan dan awitan. Gejala( masa tunas) untuk
HAV adalah 4 dan 6 minggu
b. HEPATITIS B (HBV)

34
Kadang-kadang disebut Hepatitis serum.Penyakit ini bersifat serius dan
biasanya menular melalui kontak dengan darah yang mengandung virus.
Penyakit ini juga ditularkan melalui hubungan kelamin dan dapat
ditemukan di dalam semen dan dalam cairan tubuh lainnya.HBV
memiliki masa tunas yang lama, antara 1 dan 7 bulan dengan awitan
rerata 1-2 bulan
c. HEPATITIS C (HCV)
Dahulu disebut hepatits non A dan non B,yang ditularkan melalui suplai
darah komersial. HCV ditularkan dengan cara yang sama seperti HBV,
tetapi terutama melalui transfusi darah.
d. HEPATITIS D (HDV)
Disebut hepatitis Delta.Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV
sehingga infeksi HBV bertambah parah
e. Hepatitis E (HEV)
Adalah Hepatitis virus yang terutama ditularkan melalui ingesti air yang
tercemar.(Corwin,2000)
B. Bakteri
Beberapa bakteri yang menimbulkan hepatitis antaranya Salmonella tipy,
Pneumokokkus
C. Obat-obatan yang bersifat hepatotoksik
Obat-obatan yang dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap sel-sel
hati adalah tetrasiklin, parasetamol, karbon tetrakhloride, isoniazid,
methyldopa, methotreksate, halothane. Sedangkan obat-obatan yang
menyebabkan kelainan hati berdasarkan reaksi hipersensitifitas
diantaranya:chlorpromazine, phanothazin, sulphonamide, nitrofurantin,
erythromycin estolat, obat-obatan anti hyroid,diphenyl hidantoin,
phenylbutazon.(Hadi, 1999).

3. Patofifiologi

35
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis0 dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar
ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya,
sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon system imun
dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian
besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar, karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel
parenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin yang belum mengalami konjugasi
masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan
duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan bolirubin
tersebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,
karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada
duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek). Jadi ikterus
yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan,
konjugasi dan ekskresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh
karena itu tinja tampak pucat (abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air,
maka bilirubin dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang
akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.(Price, 1999)

4. Manifestasi Klinis
a. Stadium pra ikterik

36
Berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit kepala, lemah,
anoreksia, mual, muntah, nyeri otot,dan nyeri di perut kanan atas.Urin
menjadi lebih coklat
b. Stadium Ikterik
Berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sklera,
kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan-keluhan berkurang, tetapi
pasien masih lemah,anoreksis dan muntah.Tinja mungkin berwarna kelabu
atau kuning muda.Hati membesar dan nyeri tekan.
c. Stadium pasca ikterik
Ikterus mereda, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.(Mansjoer,
2001)

5. Penatalaksanaan
a. Pengobatan hepatitis virus terutama bersifat suportif, misalnya istirahat
sesuai kebutuhan.
b. Pasien yang menderita hepatitis harus menghindari konsumsi alcohol.
Alkohol memperburuk stadium dan mempercepat perburukan HBV dan
khususnya HCV. Pemakaian alcohol pada pasien yang menderita HCV
meningkatkan risiko terjadinya karsinoma hepatoselular dan menurunkan
respons terhadap pengobatan.
c. Penderita hepatitis harus mendapatkan penyuluhan mengenai cara penularan
kepada mitra seksual dan anggota keluarga.
d. Terapi obat bagi individu yang terinfeksi biasanya dilakukan secara bertahap
untuk infeksi kronis. Suntikan biasanya diberikan 3 kali seminggu selama
minimal 3 bulan. Keefektifan IFN- untuk kedua infeksi tersebut bervariasi.
Bahkan pada individu yang memperlihatkan perbaikan enzim hati setelah
pengobatan, efek obat ini hanya sementara. Dengan obat ini, HBV menetap
yang dijumpai pada sekitar 30% paien,sementara hilangnya HCV dalam
jangka waktu lama yang jarang sekali terjadi. Interferon umumnya

37
dikontraindikasikan bagi penderita yang penyakit hati yang berada pada
stadium sangat lanjut. Selain itu interferon dihubungkan dengan efek
samping yang signifikan, termasuk mialgia, demam, trombositopenia, dan
depresi. Muncul nya efek samping tersebut menyebabkan banyak pasien
yang tidak diindikasikan untuk pengobatan ini dan pengobatan dihentikan
sejaki awal untuk pasien tertentu.
e. Analog nukleotida yang secara selektif bekerja pada enzim reverse
transcriptase virus menjadi obat penting bagi hepatitis kronis. Obatobat ini
awalnya dibuat dan digunakan untuk pasien pengidap HIV sekaligus
membantu sejumlah besar pasien yang terserang HIV sekaligus hepatitis
virus. Tingkat respons terhadap obat-obat golongan ini tinggi., sehingga
sering dijadikan obat pilihan pertama bagi pasien. Obat-obatanlain jenis ini
juga telah dikembangkan. Keterbatasannya adalah potensi resistensi terhadap
obat.
f. Terapi kombinasi interferon termodifikasi dengan analog nukleotida adalah
pengobatan yang paling berhasil untuk saat ini. Interferon termodifikasi,
disebut interferon pegilase atau peginterferon, mempunyai paruh waktu lebih
lama dibanding IFN- dan tidak membutuhkan pengukuran dosis berulang.
Terapi kombinasi biayanya mahal dan efek samping nya menyakitkan, sama
dengan interferon pendahulunya.
g. Kerabat penderita hepatitis ditawarkan untuk menerima gammaglobulin
murni yang spesifik terhadap HAV dan HBV, yang dapat memberikan
imunitas pasif terhadap infeksi.Imunitas ini bersifat hanya sementara.
h. Tersedia juga vaksin HBV. Karena sifat virus ini sangat menular dan
berpotensi menyebabkan kematian, semua individu yang termasuk para
petugas kesehatan atau individu yang terpajan ke produk darah sangat
dianjurkan selain itu, vaksin ini ditujukan untuk individu yang berisiko tinggi
terkena penyakit tersebut termasuk kaum homoseks atau heteroseksual yang
aktif secara seksual dan berganti-ganti pasangan. Tidak ada efek samping
bermakna yang dijumpai setelah pemberian imunisasi HBV.

38
i. Vaksinasi HBV pada bayi setelah bayi baru lahir.(Corwin, E.J, 2009)

2.7 OBSTRUKSI INTESTINAL


1. Definisi
Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi
saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan
dan elektrolit baik didalam lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh
muntah (Syamsuhidayat, 1997 : 842)
Obstruksi usus atau illeus adalah sumbatan yang terjadi pada aliran isi usus
baik secara mekanis maupun fungsional. Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe
proses :
a. Mekanis : terjadi obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus.
Contoh : intususepsi, perlengketan, tumor, hernia dan abses.
b. Fungsional : muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
Contoh : gangguan endokrin. (Smeltzer dan Suzzane, 2001
2. Etiologi
Menurut (Smeltzer dan Suzzane, 2001 : 1121) etiologi dari obstruksi usus atau
illeus yaitu:
a. Perlengketan
b. Intususepsi yaitu salah satu bagian usus menyusup kedalam bagian lain yang
ada dibawahnya.
c. Volvulus yaitu usus memutar akibatnya lumen usus tersumbat.
d. Hernia yaitu protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus.
e. Tumor

3. Patofisiologi
Menurut Ester (2001 : 49) pathofisiologi dari obstruksi usus atau illeus
adalah: Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan

39
kebanyakan direabsorbsi, bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam
usus dan sebagian dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan pengurangan
besar volume darah sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik dan
penurunan aliran darah ginjal dan serebral. Pada awitan obstruksi, cairan dan
udara terkumpul pada bagian proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan
distensi. Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih tegas pada blok usus halus
karena usus halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif, volume besar
sekresi dari usus halus menambah distensi, sekresi satu-satunya yang yang
bermakna dari usus besar adalah mukus. Distensi menyebabkan peningkatan
sementara pada peristaltik saat usus berusaha untuk mendorong material melalui
area yang tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik dan usus
memperlambat proses yang disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan
dalam usus mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap
berlanjut segera, tekanan intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan
permeabilitas kapiler dan memungkinkan plasma ekstra arteri yang
menyebabkan nekrosis dan peritonitis.

4. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer dan Suzzane (2001 : 1121) manifestasi klinik obstruksi usus
atau illeus adalah;
a. Gejala awal biasanya berupa nyeri kram yang terasa seperti gelombang dan
bersifat kolik.
b. Terjadi muntah fekal apabila ada obtruksi di Illeum.
c. Konstipasi absolute.

5. Penatalaksanaan
Menurut Engram ( 1999 : 243 ) penatalaksanaan obstruksi usus atau illeus adalah
:
a. Intubasi nasogastrik dengan pengisap dan menggunakan selang salem sump
atau selang usus panjang (selang cantor, selang harris).

40
b. Terapi intra vena dengan penggantian elektrolit.
c. Tirah baring.
d. Analgetik.
e. Pembedahan seperti reseksi usus (pengangkatan segmen yang sakit
sekostomi temporer, untuk obstruksi yang disebabkan oleh faktor mekanis.

2.8 DIABETES MILITUS


1. Definisi
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002
dalam www.ilmukeperawatan.com).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Noer, 2003). Diabetes mellitus
adalah penyakit dimana penderita tidak bisa mengontrol kadar gula dalam
tubuhnya. Tubuh akan selalu kekurangan ataupun kelebihan gula sehingga
mengganggu system kerja tubuh secara keseluruhan (FKUI, 2001).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan
kadar glukosa darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam
kemampuan tubuh untuk berespon terhadap insulin dan atau penurunan atau
tidak terdapatnya pembentukan insulin oleh pancreas. Kondisi ini mengarah pada
hiperglikemia, yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi metabolic akut
seperti ketoasidosis diabetic. Hiperglikema jangka panjang dapat menunjang
terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) serta
komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan kejadian penyakit
makrovaskuler, termasuk infark miokard, stroke, dan penyakit vaskuler
perifer.(brunner and suddarth, 2002: 109)

41
2. Jenis Diabetes Mellitus
A. Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Diabetes ini dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen
insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens
tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam
dua subtype yaitu autoimun akibat disfungsi autoimun dengan kekurangan
sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui
sumbernya. Sub tipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-
Amerika dan Asia.
Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan
pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus
berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat
mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes
tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula
darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-
anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi,
sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
B. Tipe 2: Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
a) 90% sampai 95% penderita diabetic adalah tipe 2. Kondisi ini diakibatkan
oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin
b) Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olahraga; jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemia(suntikan
insulin dibutuhkan jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia)
c) Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pada mereka yang obesitas.
C. Diabetes gestasional (GDM )
GDM dikenal pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari
semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik,

42
obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional
terdahulu. Karena tejadi peningkatan sekresiberbagai hormone yang
mempunyai efek metabolic terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan
adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai
presdisposisi diabetes secara genetic mungkin akan memperlihatkan
intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.
D. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
Dalam skala yang lebih kecil, ada beberapa kasus diabetes oleh syndrome
genetic tertentu ( perubahan fungsi sel beta dan perubahan fungsi insulin
secara genetis ), gangguan pada pancreas yang didapati pada pecandu
alcohol, dan penggunan obat ataupun zat kimia. Beberapa kasus tersebut
dapat memicu gejala yang sama dengan diabetes. ( Pearce, 2007 )

3. Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini
merupakan beberapa penyebab dari penyakit diabetes mellitus:
A. Diabetes Melitus tipe 1 ( IDDM )
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan

43
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Price,2005)
B. Diabetes Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor resiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th).
Sekitar 90% dari kasus diabetes yangdidapati adalah diabetes tipe 2. Pada
awlanya, tipe 2 muncul seiring dengan bertambahnya usia dimana
keadaan fisik mulai menurun.
b. Obesitas
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi glukosa yang
menyebabkan diabetes tipe 2. Hala ini jelas dikarenakan persediaan
cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang tinggi. Selain itu
kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantung yang harus ekstra keras
memompa darah keseluruh tubuh menjadi pemicu obesitas. Pengurangan
berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensivitas
insulin dan pemulihan toleransi glukosa.
c. Riwayat keluarga
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper 100%.
Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara kandubg mendekati
40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua menderita diabetes tipe
2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90%
pasti membawa carer diabetes tipe 2.( Martinus,2005)
C. Diabetes gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b. ibu mengalami/menderita DM saat hamil
D. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya

44
a. Kelainan genetic dalam sel beta.
Pada tipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi
sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap
insulin.
b. Kelainan genetic pada kerja insulin sindrom resistensi insulin berat dan
akantosis negrikans
c.Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
d.Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
e.Infeksi

4. Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien pasien yang mengalami
defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa
yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah
yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160
180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif
dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah

45
dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk
energi.Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.

5. Tanda dan Gejala


Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni
(urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga
urine sering dilebung atau dikerubuti semut.Penderita diabetes melitus umumnya
menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh
penderita :
a. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
b. .Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
c. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
d. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
e. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
f. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
g. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
h. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
i. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
j. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang
tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala diabetes melitus
dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau
bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus
tipe 1.Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka
tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak

46
mengetahui telah menderita kencing manis.Menurut Supartondo, gejala-gejala
akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2.Glaukoma
3.Retinopati
4.Gatal seluruh badan
5.Pruritus Vulvae
6.Infeksi bakteri kulit
7.Infeksi jamur di kulit
8.Dermatopati
9.Neuropati perifer
10.Neuropati visceral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi

2.9 SOP MEMASANG NGT


1. Pengertian : Memasukkan NGT (Penduga lambung) melalui hidung ke dalam
lambung.
2. Tujuan
Sebagai acuan untuk melakukan tindakan pemasang NGT
1. Membilas/mengumbah lambung
2. Memberi makanan dan obat-obatan.
3. Prosedur Pelaksanaan
A. Persiapan Alat

47
1.NGT
2.Plester
3.Gunting
4.Bengkok
5.Sarung tangan
6.aqua Jelly
7.Perlak + Pengalas
8.Alat tulis
9.Stetoscope
10.Spuit 10 cc
11.aquades dalam Kom
12.obat- obatan/ makanan yang akan dimasukan
13.corong
14.kasa
15.spatel
B. Tahap PraInteraksi
1.Melakukan pengecekan program terapi
2.Mencuci tangan
3.Menempatkan alat di dekat pasien
C. Tahap Orientasi
1.Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2.Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3.Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
D. Tahap Kerja
1.Menjelaskan tujuan pemasangan NGT pada keluarga pasien
2.Membawa alat-alat ke dekat pasien
3.Mengatur posisi pasien sesuai dengan keadaan pasien
4.Memasang perlak + pengalas pada daerah dada
5.Mencuci tangan dan memakai sarung tangan

48
6.Mengukur dan memberi tanda pada NGT yang akan dipasang lebih kurang
40-45 cm (diukur mulai dahi s/d proxesus xypoideus)
7.Mengolesi NGT dengan aquaJelly sepajang 15 cm dari ujung NGT
8.Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan pasien dianjurkan untuk
menelan (jika pasien tidak sadar tekan lidah pasien dengan spatel) masukan
NGT sampai pada batas yang sudah ditentukan sambil perhatikan keadaan
umum pasien.
9.Cek posisi NGT (apakah masuk di lambung atau di paru-paru) dengan 3
cara
i. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc jika cairan bercampur isis
lambung berarti sudah masuk kelambung,
ii. Memasukan ujung NGT (yang dihidung) kedalam air dalam kom bila
ada gelembung berarti NGT dalam paru-paru
iii. Petugas memasukan gelembung udara melalui spuit bersamaan
dilakukan pengecekan perut dengan stetoskop untuk mendengarkan
gelembung udara di lambung
10.Memasang corong (yang sudah dibilas dengan air hangat), kemudian
memasukan obat-obatan/makanan
11.Melepas corong, menutup NGT dengan spuit 10 cc.
12.Merapikan alat-alat dan pasien kemudian sarung tangan dilepas.
13.Mendokumentasikan

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


NGT / Sonde dipasang selama 3 hari (ganti setiap 3 hari sekali)

E. Tahap Terminasi
1.Melakukan evaluasi tindakan
2.Berpamitan dengan klien
3.Membereskan alat-alat
4.Mencuci tangan

49
5.Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan

2.10 SOP MERAWAT COLOSTOMI


1. Pengertian
Suatu tindakan mengganti kantong kolostomi yang penuh dengan yang baru
2. Tujuan
Memberikan kenyamanan pada klien
3. Persiapan
a. Persiapan pasien
I. Mengucapkan salam terapeutik
II. Memperkenalkan diri
III. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan dilaksanakan.
IV. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

b . Persiapan alat

1.Sarung tangan bersih


2.Handuk mandi/selimut mandi
3.Air hangat
4.Sabun mandi
5.Tissue
6.Kantong kolostomi bersih
7.Bengkok/pispot
8.Kassa
9.Tempat sampah
10. Gunting

4. Prosedur

50
a. Menjealskan prosedur
b. Mendekatkan alat-alat kedekat klien
c. Pasang selimut mandi/handuk
d. Dekatkan bengkok kedekat klien
e. Pasang sarung tangan bersih
f. Buka kantong lama dan buang ketempat bersih
g. Bersihkan stoma dan kulit sekitar dengan menggunakan sabun dan cairan
hangat
h. Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces tidak mengotori kulit
yang sudah dibersihkan
i. Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kassa
j. Pasang kantong stoma
k. Buka sarung tangan
l. Bereskan alat
m. Rapihkan pasien
n. Mencuci tangan
o. Melaksanakan dokumentasi :
- Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien
- Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan
dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien

2.11 SOP BILAS LAMBUNG


A. Pengertian
Kumbah lambung merupakan salah satu tindakan dalam memberikan
pertolongan kepada pasien dengan cara memasukkan air atau cairan tertentu dan
kemudian mengeluarkannya menggunakan alat yaitu NGT.
B. Tujuan
1) Membuang racun yang tidak terabsorbsi setelah racun masuk saluran
pencernaan

51
2) Mendiagnosa perdarahan lambung
3) Membersihkan lambung sebelum prosedur endoscopy 4) Membuang cairan
atau partikel dari lambung
C. Indikasi
1) Pasien yang keracunan makanan atau obat tertentu
2) Persiapan operasi lambung
3) Persiapan tindakan pemeriksaan lambung
4) Tidak ada reflex muntah
5) Gagal dengan terapi emesis
6) Pasien dalam keadaan tidak sadar

D. Kontraindikasi
1) Tidak dilakukan secara rutin. Prosedur dilakukan selama 60 menit setelah
tertelan.
2) Pasien kejang
3) Untuk bahan toksik yang tajam dan terasa membakar (resiko aspirasi) seperti
pestisida.

E. Alat dan bahan


1) Baki berisi selang NGT (ukuran dewasa 14 20Fr dan anak-anak 8 16Fr)
2) 2 buah baskom
3) Perlak dan handuk pengalas
4) Stetoskop
5) Spuit 10 cc
6) Plester
7) Nierbeken
8) Kom penampung
9) Air hangat
10) Kassa/tissue
11) Jelly

52
12) Hanscoen
13) Pinset
14) Tongue spatel
15) Corong
16) Gelas ukur

F. Prosedur
1. Cuci tangan dan atur peralatan
2. Gunakan sarung tangan
3. Jelaskan prosedur pada klien
4. Bantu klien untuk posisi semifowler (bila memungkinkan)
5. Berdirilah disisi kanan tempat tidur klien bila anda bertangan dominan kanan
(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)
6. Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi
kapas
7. Tempatkan handuk mandi diatas dada klien. Pertahankan tissue wajah dalam
jangkauan klien
8. Tentukan panjang slang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.
9. Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung
melingkar slang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga
ke tonjolan sternum; tandai lokasi tonjolan sternum di sepanjang slang
dengan plester kecil
10. Ujung atas NGT diolesi jelly, dan bagian ujung bawah di klem.
11. Minta klien menengadahkan kepala (bila memungkinkan), masukkan selang
ke dalam lubang hidung yang paling bersih
12. Pada saat anda memasukkan slang lebih dalam ke hidung, minta klien
menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut (bila klien dalam
keadaan sadar)

53
13. Ketika slang terlihat dan klien bisa merasakan slang dalam faring,
instruksikan klien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan (bila klien
dalam keadaan sadar)
14. Masukkan slang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan
lembut tanpa memaksa saat klien menelan (jika klien batuk atau slang
menggulung di tenggorokan, tarik slang ke faring dan ulangi langkah-
langkahnya), diantara upaya tersebut dorong klien untuk bernafas dalam
15. Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung,
hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta klien membuka
mulut untuk melihat slang, Aspirasi dengan spuit dan pantau drainase
lambung, tarik udara ke dalam spuit sebanyak 10-20 ml masukkan ke selang
dan dorong udara sambil mendengarkan lambung dengan stetoskop jika
terdengar gemuruh, fiksasi slang.
16. Untuk mengamankan slang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi,
sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung,
lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan
mengitari slang
17. Setelah NGT masuk pasien diatur dengan posisi miring tanpa bantal atau
kepala lebih rendah selanjutnya klem dibuka.
18. Corong dipasang diujung bawah NGT, air hangat dituangkan ke dalam
corong jumlah cairan sesuai kebutuhan (500 cc). Cairan yang masuk tadi
dikeluarkan dan ditampung dalam baskom
19. Pembilasan lambung dilakukan berulang kali sampai air yang keluar dari
lambung sudah jernih.
20. Jika air yang keluar sudah jernih selang NGT dicabut secara pelan-pelan dan
diletakkan dalam baki.
21. Setelah selesai pasien di rapikan, mulut dan sekitarnya dibersihkan dengan
tissue. 22) Bereskan peralatan
22. Perawat mencuci tangan
23. Terminasi

54
24. Pendokumentasian

2.12 SOP MEMBERIKAN OBAT SESUAI TERAPI


1. Pemberian Obat Melalui Oral
Pemberian obat melalui mulut dilakukan dengan tujuan mencegah, mengobati,
dan mengurangi rasa sakit sesuai dengan efek terapi dari jenis obat.
A. Persiapan Alat dan Bahan :
1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dan tempatnya.
3. Air minum dalam tempatnya.

B. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat
waktu, dan tepat tempat.
4. Bantu untuk meminumkannya dengan cara:
a) Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol,
maka tuangkan jumlah yang dibutuhkan ke dalam tutup botol dan
pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat
berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
b) Kaji kesulitan menelan. Bila ada, jadian tablet dalam bentuk bubuk
dan campur dengan minuman.
c) Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang
membutuhkan pengkajian.
5. Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons
terhadap obat dengan mencatat hasil pemberian obat.
6. Cuci tangan.
2. Pemberian Obat Melalui Intervena (selang IV)
A. Alat dan bahan :

55
1) Spuit dan jarum sesuai ukuran
2) Obat dalam tempatnya
3) Selang intravena
4) Kapas alcohol

b. Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3) Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena
5) Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7) Setelah selesai tarik spuit.
8) Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat
9) Cuci tangan
10) Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya

2.13 MELAKSANAKAN EVALUASI KEBUTUHAN NUTRISI


1. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam
makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi kurang dari
kebutuhan.
2. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukkan dengan tidak adanya tanda
kekurangan atau kelebihan berat badan
3. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukkan dengan adanya
proses pencernaan makanan yang adekuat

56
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

57
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol


2.Jakarta:EGC

Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

Andrianto P, Rakel, Terapi Mutakhir Conn 1984 1985, EGC ; Jakarta, 1985

Baughman, DC & Hackley, JC.2000. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth.Jakarta: EGC

Lewis M Sharon, RN, PhD, Heitkemper MC faan. 2000. Medical Surgical Nursing
Ed.5.Mosby

Martinus, Adrian.2005.1001 Tentang Diabetes.Bandung:Nexx Media

Pearce, Evelyn C.2007.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Jakarta:PT


Gramedia Pustaka Utama

Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi volume Edisi 6.Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC

Tambayong, Jan dr. 2001. Anatomi dan fisiologi untuk keperawatan. EGC

58

Anda mungkin juga menyukai