Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PAPER

PERMASALAHAN PENYAKIT DERMATITIS DI WILAYAH PESISIR

Dosen Pengampu : Septia Dwi Cahyani, S.KL

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

Oleh

Kelompok 1 :

1. Agid Candra Rizky Pratama 1711.13251.280


2. Andre Alfian Pratama 1711.13251.286
3. Dhory Djulio Pamungkas 1711.13251.285
4. Fatya Septi Rosyida 1711.13251.292
5. Nor Aini 1711.13251.304
6. Rafida Hi. Yusup 1711.13251.309

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2019
A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara maritim dan tercatat sebagai Negara


kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.508 buah yang dikelilingi oleh garis
pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 5,8 juta KM 2 dengan zona
Ekonomi Eksklusif seluas 2.78 juta KM 2 . Ada sekitar 60 juta Penduduk
Indonesia bermukim di wilayah pesisir dan penyumbang sekitar 22 persen dari
pendapatan bruto nasional(masyudi,2018).
Wilayah pesisir merupakan satu areal dalam lingkungan hidup yang sangat
penting diperhatikan baik pengelolaan secara administrasi, pengelolaan habitat
hidup, maupun pengelolaan sanitasi lingkungan hidup. Sanitasi lingkungan
merupakan salah satu program prioritas dalam agenda internasional Millennium
Development Goals (MDGs)yang ditujukan dalam rangka memperkuat
pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan
kebijakan pemerintah dalam meningkatkan akses air minum dan sanitasi
dasar(Afa,2018)
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan
kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi merupakan
bagian dari kesehatan lingkungan, ruang lingkup kesehatan lingkungan yaitu
penyediaan air minum, pengolahan dan pengendalian pencemaran air, pengolahan
sampah padat, pengendalian vektor (pemindah penyakit), pencegahan dan
pengendalian pencemaran tanah oleh kotoran manusia, dan lain–lain, sanitasi
(kebersihan) makanan dan minuman, pengendalian pencemaran udara,
pengendalian bising, kesehatan kerja dan pencegahan kecelakaan, perumahan dan
permukiman, dan pengawasan terhadap tempat–tempat rekreasi umum dan
pariwisata (Andria, 2009).
Menurut Chandra dalam Rianti (2010), mengatakan bahwa proses
perjalanan suatu penyakit terjadi dimulai sejak adanya gangguan keseimbangan
antara penyakit, manusia, dan lingkungan sehingga dapat terjadinya suatu
kesakitan. Selain penyakit, adapula yang disebut dengan wabah, istilah tersebut
adalah suatu kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada
banyak orang. Dan istilah penyakit endemik adalah penyakit yang pada umumnya
terjadi pada laju yang konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi. Oleh
karenanya penting kiranya memahami proses terjadinya suatu penyakit, agar dapat
melakukan pencegahan penyakit dan mencari alternatif terbaik dalam
pengendalian atau pemberantasan suatu penyakit.

B. PEMBAHASAN
1. Penyakit Dermatitis
Dermatitis merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang ditandai
terjadinya peradangan pada kulit bagian epidermis dan dermis yang dapat
bersifat akut, sub akut, atau kronis, yang dipengaruhi oleh faktor eksogen
dan faktor endogen. Kejadian dermatitis di beberapa negara di dunia
termasuk Indonesia menunjukkan angka kejadian dermatitis yang tidak
sedikit. Data di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja
merupakan dermatitis akibat kerja (WHO, 2008).
Kejadian dermatitis di dunia sangat banyak di jumpai dimana
hampir seluruh jenis dermatitis. Saat ini diketahui bahwa angka kejadian
(prevalensi) dermatitis di seluruh dunia mencapai angka yang cukup tinggi
yakni 10%. Selanjutnya hampir 50% penduduk di dunia mengalami jamur
kulit seperti panu terutama di daerah tropis yang beriklim panas dan
lembap. Penyakit kulit atau dermatitis di Indonesia sangat meningkat
tajam yang dikarenakan oleh iklim di Indonesia itu sendiri yang beriklim
tropis, sehingga penyebarannya juga sangat meningkat tajam. Penyakit
infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, karena
Indonesia beriklim tropis dan kelembabannya tinggi Angka insidensi
dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit
Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari
persentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga persentase tertinggi
sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis (Hogan
2014).
2. Sumber Air Masyarakat Pesisir
Ketersediaan air bersih di perkotaan dan berbagai sumber air bersih
yang ada di perkotaan tidak dapat disamakan dengan daerah-daerah pesisir
pantai, karena daerah pantai merupakan daerah dengan sumber daya air
tawar yang sangat langka terutama akibat intrusi air laut ataupun secara
alami merupakan akuifer air asin. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Song, dkk (2009) menyatakan bahwa masyarakat di Banda Aceh
menghabiskan 16% dari penghasilan yang diperoleh oleh satu keluarga
untuk membeli air bersih.
Kondisi demikian membuat masyarakat pesisir terpaksa
memanfaatkan sumber air seadanya untuk memenuhi kebutuhan air
keseharian mereka dengan cara mengambil sumber air lain yang lebih baik
di lokasi yang jauh dengan harga yang mahal. Krisis air bersih baik dari
sisi kualitas, kuantitas, kontinuitas, serta kemudahan akses perolehan
terhadap air bersih untuk keperluan sehari-hari, khususnya untuk air
minum menjadikan isu ini sebagai salah satu permasalahan yang paling
menonjol hampir diseluruh daerah pesisir. Hal tersebut semakin
diperburuk dengan kehidupan masyarakat pesisir yang sangat tergantung
pada kondisi lingkungan dan sangat rentan terhadap kerusakan
lingkungan, khususnya pencemaran, karena limbah industri maupun
tumpahan minyak misalnya serta keterbatasan pendidikan yang berimbas
pada kondisi sosial ekonomi yang membatasi daya beli masyarakat pesisir
untuk memperoleh air bersih (prayatni, 2015)
Hujan merupakan sumber air yang dapat diperoleh secara cuma-
cuma namun hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk
berbagai keperluan. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan banyaknya
konsep penyediaan air yang dapat dilakukan seharusnya dapat mengatasi
keterbatasan air di berbagai daerah.Rainwater Harvesting merupakan salah
satu teknik pengumpulan, penyimpanan dan penggunaan air hujan yang
dapat diaplikasikan dalam rangka memenuhi kebutuhan air untuk berbagai
keperluan, tidak terkecuali untuk keperluan air minum. Peruntukan air
hujan sebagai air minum tentunya memerlukan kriteria tertentu sesuai
dengan standard yang berlaku sehingga sesuai dengan kriteria kualitas air
layak minum (prayatni,2015)
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dermatitis
a. Umur
Setiap usia memiliki pola karakteristik sensitivitas yang
berbeda, seperti pada dewasa muda cenderung didapat alergi
kosmetik dan pekerjaan, sedangkan pada usia yang lebih tua dapat
medikamentosa dan adanya riwayat sensitivitas terdahulu.
b. Personal hygiene
Hyegiena personal merupakan salah satu penyebab faktor
yang dapat mencegah terjadinya dermatitis. Kebersihan kulit yang
terjaga baik akan menghindari diri dari penyakit, dengan cuci
tangan dan kaki, ganti pakaian secara rutin dapat terhindar dari
dermatitis. Dengan mandi dan mengganti pakaian setelah bekerja
akan mengurangi kontak dengan mikroorganisme yang hidup
dipermukaan kulit yang berasal dari lingkungan sekitar.
c. Masa kerja
Pekerja yang berpengalaman akan lebih berhati-hati
sehingga kemungkinan terpajan bahan kimia lebih sedikit. Selain
itu adanya masalah kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan
kimia pada pekerja dengan masa kerja pendek. Pada pekerja
dengan masa panjang dapat dimungkinkan telah mengalami
resisten terhadap bahan kimia yang digunakan.
d. Pengetahuan
Pengetahuan sangatlah penting dimiliki oleh pekerja.
Karena adanya pengetahuan dapat mengenali dan memahami
substansi-substansi yang dapat membahayakan kesehatan pekerja
dan dapat mengurangi resiko timbulnya penyakit akibat kerja.
e. Pemakaian alat perlindung diri
Menurut Budiono, 2005. Beberapa jenis APD yang sering
digunakan adalah :
1.) Alat pelindung kepala : helm, tutup kepala, hats/cap
2.) Alat pelindung mata atau muka : spectacles, goggles, perisai
muka
3.) Alat pelindung telinga : ear plug, ear muff.
4.) Alat pelindung pernafasan : masker, respirator.
5.) Alat pelindung tangan : sarung tangan.
6.) Alat pelindung kaki : sepatu boot.
7.) Pakaian pelindung : celana panjang, baju panjang.
f. Lama kontak
Kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat
kerja. Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan
meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin
lama kulit kontak dengan bahan kimia maka dapat menyebabkan
rusaknya sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka
semakin rusaknya sel kulit lapisan yang lebih dalam sehingga
kejadian penyakit kulit kontak semakin berisiko tinggi.
4. Pencegahan Penyakit Dermatitis
Usaha pencegahan dermatitis dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Usaha pencegahan jangka pendek
Dalam melakukan pencegahan dermatitis kronik akibat
kerja dapat dilakukan perbaikan sarana diagnostic. Deteksi dini
kerusakan kulit yang tidak disertai gejala klinik dermatitis kronik
akibat kerja memungkinkan dilakukan tindakan pencegahan sedini
mungkin
b. Usaha pencegahan jangka panjang. Pencegahan yang sering dilakukan
diantaranya :
1.) Mengindari kontak dengan sabun yang keras, deterjen, bahan
pelarut dan lain-lain.
2.) Persinol hygiene, yaintu cuci tangan, mandi sebelum pulang kerja
memakai pakaian bersih, menggunakan APD yang bersih.
3.) Kebersihan lingkungan dan pemeriharaan rumah tangga,
pembersihan debu, dan cara pemilihan sampah yang benar harus
diperhatikan (Cahyadi, N, I. 2010).
Upaya pencegahan yang harus dilakuakn adalah dengan
meniadakan factor penyebab dermatitis dari pekerjaa dan lingkungan kerja
serta menghilangkan seluruh resiko tenaga kerja Kontak kulit dengan
factor penyebab yang bersangkutan. Penggunaan pakaian kerja dan APD
adalah salat satu bentuk pencegahan. Memindahkan penderita dari
pekerjaan dan lingkungan yang mengandung factor penyebab penyakit
pekerjaan dan lingkungan kerja lain yang tidak berbahaya bagi kulit yang
bersangkutan. Hal ini perlu diperhatikan personal hygiene dan sanitasi
lingkungan kerja serta pemeliharaan ketatarumahtanggaan perusahaaan
yang baik. Personal hygiene seperti mencuci tangan, mandi sebelum
pulang kerja , pakaian bersih dan berganti pakaian tap hari. Kebersihan
rumah tangga meliputi pembuangan air bekas dan sampah industry,
pembersihan debu, penerapan produksi yang tidak menimbulkan
pencemaran udara dan juaga permukaan yang sehat dan selamat
penimbunan serta penyimpanan dan lainnya (Utama, W. R. 2018).

5. Contoh Kasus

PEMANFAATAN AIR SUNGAI TERHADAP KEJADIAN


PENYAKIT KULIT PADA MASYARAKAT PESISIR SUNGAI
SIAK DI KECAMATAN RUMBAI PESISIR PEKANBARU

Gusnan et al.,2016 menyatakan bahwa air Sungai Siak sudah tidak


layak untuk dikonsumsi dan digunakan untuk aktivitas masyarakat seperti
cuci, masak dan mandi. Pencemaran yang terjadi pada Sungai Siak
berdampak pada masyarakat yang bermukim di sekitar sungai dan lama
kontak dengan air Sungai Siak dapat menderita penyakit gatal-gatal dan
diare. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang tidak higienes karena
air sungai yang tercemar. Data Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
2016, kejadian penyakit kulit terdapat peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada Tahun 2015 kejadian penyakit kulit 3.895 kasus, dan meningkat pada
Tahun 2016 sejumlah 4.174 kasus pertahun. Dari 12 Kecamatan di Kota
Pekanbaru, Kecamatan Rumbai Pesisir merupakan rangking pertama kasus
kejadian penyakit kulit. Dari data Puskesmas Rumbai Pesisir Tahun 2016,
penyakit kulit masih merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani
di kota Pekanbaru. Dari uraian tersebut maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih lanjut apakah ada pengaruh pemanfaatan air sungai terhadap
penyakit kulit di Puskesmas Rumbai pesisir, dengan judul “Pemanfaatan
Air Sungai terhadap Penyakit Kulit pada Masyarakat Daerah Aliran
Sungai Siak Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru”.
a. Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah aliran Sungai Siak di Kecamatan
Rumbai Pesisir, Kelurahan Meranti Pandak (hulu), Limbungan Baru
(tengah), Tebing Tinggi Okura (hilir). Waktu penelitian akan dilaksanakan
pada Bulan Desember 2017. Pada penelitian ini menggunakan alat dan
bahan antara lain komputer, kamera digital, recorder, alat tulis, peta lokasi
dan panduan wawancara. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari
berbagai instansi terkait, seperti :
1.) Kantor Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru : Data kejadian penyakit
kulit pneumonia di Kota Pekanbaru Tahun 2016.
2.) Puskesmas Rumbai Pesisir : Data jumlah kasus penyakit kulit di setiap
kelurahan pada wilayah kerja puskesmas yang mengikuti Daerah
Aliran Sungai Siak.
Data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan
berperan serta terbatas dan wawancara mendalam (indepth interview).
Sedangkan data sekunder diperoleh dengan dokumentasi. Subyek kasus
dalam penelitian ini
b. Hasil dan Pembahasan
Air sungai merupakan sumber daya alam yang potensial menerima
beban pencemaran limbah kegiatan manusia. Akibatnya kualitas dan
kuantitas air menjadi berkurang (Effendi, 2003). Kualitas air Sungai Siak
yang tercemar zat-zat kimia yang berbahaya bila dimanfaatkan air sungai
tersebut untuk kebutuhan mandi, cuci, kakus dan sekaligus untuk air
minum dapat mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan.

c. Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Keluhan Gangguan


Kulit
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Dermatitis merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang
ditandai dengan peradangan pada kulit bagian epidermis
b. Penduduk daerah tropis berpotensi besar terkena penyakit kulit
yang disebabkan oleh jamur
c. Faktor faktor yang mempengaruhi dermatitis yaitu umur, personal
hygiene, masa kerja, pengetahuan, pemakaian APD, dan lama
kontak
DAFTAR PUSTAKA
Afa Rusli J.lestari H.Muslikhah I.2018. identifikasi masalah kesehatan berbasis
lingkungan di wilayah pesisir desa wawatu kecamatn moramo utara
kabupaten konawe selatan.jurnal ilmiah mahasiswa kesehatan
masyrakat.Vol.2 No.1 januari 2018.

Andria, L. 2009 . Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga Nelayan di Kelurahan


Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung
Tahun 2008. Lampung : Universitas Lampung.

Cahyadi, N, I. 2010. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis


pada Nelayan Yang Bekerja Di Tempat Pelalangan Ikan (TPI)
Tanjung Sari Rembang. Skripsi. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Hogan, D.J. 2014. Conatct Dermatitis, Allergic. EMedicine Dermatolog

Masyudi dan darusman.2018.faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya


penyakit scabies pada nelayan di desa Rheum baroh kabupaten
bireuen.jurnal kesehatan masyrakat.vol.1 No.2

Prayatni S.ade Esti R.2015.penyediaan air minum di daerah pesisir kota bandar
lampung melalui Rainwater Harvesting.jurnal teknik
lingkungan.vol.21 No. 2.

Rianti. 2010. Analisis tentang higiene dan sanitasi lingkungan Dengan penyebab
terjadinya penyakit kulit di kecamatan Asemrowo surabaya.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Utama, W. R. 2018. Hubungan Pengetahuan Pengalama Terhadap


Pengembangan Dermatitis Pada Nelayan Di wilayah Batang Kapas
Kabupaten Pesisir Selatan. Skripsi. Program Studi Sarjana
Keperwatan

Widya UR, 2018. Hubungan Pengetahuan dan Pengalaman terhadap pencegahan


Dermatitis pada Nelayan di Wilayah Batang kapas Kabupaten Pesisir
Selatan Tahun 2018. Skripsi. Program Studi Sarjana Keperawatan,
Stikes Perintis Padang.

Anda mungkin juga menyukai