Anda di halaman 1dari 34

FAKTOR – FAKTOR RISKO YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT

DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA NELAYAN DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIDO MULYO

TAHUN 2019

Oleh

MADE SUDIARTI

NIM : 1613351022

POLITENIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIPLOVA IV KESEHATAN LINGKUNGAN

2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu peradangan

kulit diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak merupakan 50%

dari semua penyakit akibat kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan.

Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat

kerja adalah dermatitis kontak (Kosasih, 2004 )

Dermatitis kontak adalah dermatitis disebabkan bahan atau substansi yang

menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak

iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang

diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut

maupun kronis (Djuanda, 2007). Penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit

polimorfik yang mempunyai ciri-ciri yang luas, meliputi: rasa gatal, eritema

(kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm),

vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama

(Freedberg, 2003).

Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah peradangan kulit yang

diakibatkan oleh lingkungan kerja. Interaksi kulit yang berkontak dengan

bahan/substansi di lingkungan kerja dapat mencetuskan DKAK berupa dermatitis

kontak iritan ataupun alergi (Diepgen & Coenraads, 2003). Predileksi DKAK adalah

pada kedua tangan, kaki dan daerah-daerah yang terpajan kontak. Efloresensinya dapat

berupa eritema, papula, vesiko-papula, erosi, eksudatif, berkrusta, hiperpigmentasi,

hipopigmentasi, dan likenifikasi (Siregar, 2004 dalam Atika, 2018)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Health and Safety Executive dalam

Lestari didapatkan hasil terdapat 80% pekerja di Inggris mengalami dermatitis kontak
pada tahun 2002.Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan tahun 2014 dari 389

kasus gangguan kulit di indonesia 97% nya adalah dermatitis kontak. Data yang

diperoleh dari balai Hiperkes Depnaker RI pada tahun 2005 menunjukan 80% penyakit

kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak.

Prevalensi DKAK pada proyek konstruksi di Indonesia menurut Djuanda et al.

(2010) sulit didapat karena pada umumnya penderita DKAK dengan keluhan ringan

tidak datang berobat atau bahkan tidak mengeluh. Angka kejadian DKAK menurut

Lestari & Utomo (2007) adalah 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang

dilaporkan. Walaupun penyakit ini jarang membahayakan jiwa, menurut Brown (2004)

dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita.

Pada aspek kesehatan, nelayan relatif lebih berisiko terhadap munculnya

masalah kesehatan seperti kekurangan gizi, dermatitis, diare, dan infeksi saluran

pernafasan atas (ISPA), yang disebabkan karena persoalan lingkungan seperti sanitasi,

air bersih, indoor pollution, serta minimnya prasarana kesehatan seperti puskesmas

ataupun posyandu yang tidak digunakan secara optimal (Cahyawati dan Budiono,

2011 dalam Rahma, 2018).

Salah satu masalah kesehatan pada nelayan diatas adalah dermatitis.

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap

pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis

berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi)

dan keluhan gatal (Menaldi, 2015 dalam Rahma, 2018).

Nelayan merupakan istilah bagi orang – orang yang sehari – harinya bekerja

menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup didasar, kolam maupun permukaan

perairan. Salah satu masalah kesehatan yang sering diderita oleh para nelayan adalah

penyakit kulit atau dermatitis.Penyakit dermatitis merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat dan merupakan penyakit berbasis lingkungan.Dermatitis dapat


menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur.( Anita

Gusmawati1, H. Achmad Kadarman2, dan Ahmad Saleh, 2010)

Dermatitis pada nelayan dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja

dan kondisi kerja para nelayan. Pada saat bekerja nelayan berhubungan langsung

dengan panas dan sinar ultraviolet, dan nelayan biasanya tidak memakai alat

pelindung diri (misal: sepatu boot, sarung tangan, dantopi) pada saat bekerja.

Sedangkan kulit merupakan organ tubuh yang paling sering mengalami kelainan

akibat pekerjaan seseorang yakni 50% dari jumlah seluruh penderita Penyakit Akibat

Kerja (PAK). (Harahap, 2010:18)

Hasil penelitian Florence (2008) menunjukan bahwa pekerja yang tidak

lengkap menggunakan APD mengalami dermatitis sebanyak 46%, sedangkan pekerja

yang lengkap menggunakan APD hanya 8% mengalami dermatitis kontak. Lestari dan

Utomo (2007) melaporkan bahwa pekerja dengan penggunaan APD yang baik

sebanyak 10 orang (41,7%) dari 24 pekerja terkena dermatitis kontak. Sedangkan

dengan penggunaan APD yang kurang baik, pekerja yang terkena dermatitis sebanyak

29 orang (51,8%) dari 56 pekerja. Kelompok pekerja yang kadang-kadang

menggunakan APD 4 mempunyai resiko 8,556 kali lebih tinggi terkena dermatitis

kontak dibandingkan dengan kelompok pekerja yang selalu menggunakan APD

(Nugraha dkk, 2008 dalam Diah, 2010)

Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Sido Mulyo kecamatan Mesuji

kabupaten Mesuji,penyakit kulit yang belum teratasi salah satunya adalah penyakit

kulit dermatitis kontak. Saat dilakukan observasi penyakit dermatitis kontak banyak

terjadi pada nelayan. Pada tahun 2016 sebanyak 129 kasus, tahun 2017 sebanyak 230

kasus, tahun 2018 sebanyak 172 kasus dan pada tahun 2019 sebanyak 175 kasus.

Besarnya angka kejadian dermatitis kontak pada nelayan yang tiap tahunnya

mengalami peningkatan di wilayah kerja puskesmas Sido Mulyo kecamatan Mesuji


kabupaten Mesuji sehingga peneliti ingin melakukan penelitian terhadap faktor –

faktor yang mempengaruhi penyakit dermatitis kontak akibat kerja pada nelayan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data yang di peroleh di Puskesmas Sido Mulyo kecamata Mesuji

pada tahun 2019 terdapat 172 kasus penyakit dermatitis kontak akibat kerja pada

nelayan. Rata – rata nelayan kurang memperhatikan masalah kebersihan diri sendiri

dan kurangnya kesadaran untuk memakai alat pelindung diri (misal: sepatu boot,

sarung tangan, dan topi) pada saat bekerja. Tanpa disadari hal-hal tersebut dapat

menjadi penyebab penyakit akibat kerja khususnya penyakti dermatitis kontak akibat

kerja. beradarkan data tersebut sehingga yang mendasari penulis untuk mengetahui

“apa sajakah faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit dermatitis

akibat kerja pada pekerja pengolahan karet ?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit

dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja nelayan di Wilayah kerja

Puskesmas Sido Mulyo

1. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penyakit dermatitis kontak akibat

kerja

b. Untuk mengetahui penyediaan air bersih dengan kejadian penyakit

dermatitis kontak

c. Untuk mengetahui sumber air bersih di Rumah Tangga dengan kejadian

penyakit dermatitis kontak akibat kerja

d. Untuk mengetahui Personal hygiene pekerja dengan kejadian penyakit

dermatitis kontak akibat kerja

e. Untuk mengetahui lama kerja dengan kejadian penyakit dermatitis kontak

akibat kerja
f. Untuk mengetahui riwayat penyakit kulit pekerja dengan kejadian penyakit

dermatitis kontak akibat kerja

g. Untuk mengetahui penggunaan APD dengan kejadian penyakit dermatitis

kontak akibat kerja

D. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa Kesehatan Lingkungan

Sebagai referensi dan informasi dalam melakukan penelitian yang berkaitan serta

mengembangkannya dengan variabel-variabel lain serta menambah wawasan ilmu

pengetahuan khusunya di bidang kesehatan lingkungan.

2. Untuk Institusi Puskesmas

Dapat menjadi tambahan informasi kajian khususnya dalam bidang penyakit kulit

dermatititis kontak akibat kerja di wilayah kerja puskesmas Sido Mulyo

3. Bagi Masyarakat/nelayan

Memberikan masukan dan informasi kepada masyarakat terutama masyarakat yang

bekerja sebagai nelayan. Serta memberikan pengetahuan untuk mencegah

penyakit dermatitis kontak akibat kerja.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional

untuk mengetahui factor – factor yang mempengaruhi kejadian penyakit dermatitis

kontak akibat kerja pada nelayan. Populasi pada penelitian ini adalah semua pekerja

nelayan yang mengalami penyakit dermatitis kontak di desa Sungai Badak pada

wilayah kerja puskesmas Sido Mulyo kecamatan sidomulyo . Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan checklist. Analisa yang digunakan adalah univariat

dan bivariate dengan melakukan uji chi square dan bentuk penyajian data

menggunakan table.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit

1. Pengertian Kulit

Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh , luasnya sekitar 2 m2. Kulit

merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang lentur dan lembut. Kulit adalah

lapisan – lapisan jaringan yang terdapat di seluruh bagian permukaan tubuh. Pada

permukaan kulit terdapat kelenjar keringat yang mengekskresi zat zat sisa yang

dikeluarkan melalui pori – pori kulit berupa keringat. Kulit juga merupakan salah satu

alat indra yaitu indra peraba karena di seluruh permukaan kulit tubuh banyak terdapat

syaraf peraba. (maharani,Ayu (2015) dalam buku Penyakit kulit)

2. Fungsi Kulit

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh sehingga berperan sebagai

pelindung tubuh dari kerusakan atau pengaruh lingkungan yang buruk. Ada beberapa

fungsi kulit sebagai berikut (maharani,Ayu (2015) dalam buku Penyakit kulit)

1. kulit sebagai pelindung

2. fungsi absorpsi

3. kulit sebagai ekskresi

4. fungsi sebagai persepsi

5. kulit sebagai pengaturan suhu tubuh ( termoregulasi)

6. kulit sebagai pembentuk vitamin D

7. kulit sebagai tempat penyimpanan

8. kulit sebagai peraba

9. kulit untuk penunjang penampilan


B. Dermatitis

1. Definisi

Dermatitis adalah peradangan kulit pada lapisan epidermis dan dermis sebagai

respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, dengan kelainan klinis

berupa efloresensi polimorfik seperti eritema, edema, papul, vesikel, skuama,

likenifikasi dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,

mungkin hanya beberapa atau oligomorfik. Dermatitis cenderung residif dan menjadi

kronis (Djuanda, 2010).

2. Gejala Klinis

Pada umumnya penyakit dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung

pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip , dapat pula difus, penyebabnya dapat

setempal, generalisata, dan universalis.

Pada stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula,

erosi dan eksudasi, sehingga tampak basah ( madidans). Stadium subakut eritema dan

edema berkurang, eksudat mongering menjadi krusta. Sedangkan pada stadium kronis

lesi tampak kering, skuama hiperpigmentasi, papul, dan likenifikasi, mungkin juga

terdapat erosi atau ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak selalu berurutan,

bisa saja suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelanian kulit

stadium kronis. Demikian pula jenis efloriansi tidak selalu harus polimorfik, mungkin

hanya oligomorfik. (Sularsito dan Djuanda, 2010)

C. Dermatitis Kontak

1. Definisi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah inflamasi pada kulit yang terjadi Karena kulit telah

terpapar oleh bahan yang mengiritasi atau menyebabkan reaksi alergi. Dermatitis

kontak akan menyebabkan ruam yang besar, gatal dan rasa terabakar. ( maharani,Ayu

(2015) dalam buku Penyakit kulit)


2. Klasifikasi Dermatitis Kontak

Berdasarkan penyebabnya, dermatitis kontak dibagi atas 2 ( Marwali Harahap,2010)

a. Dermatitis kontak Alergik

Dermatitis kontak alergik dapat terjadi karena kulit terpajan/berkontak dengan

bahan – bahan yang bersifat sensitizer(allergen). Dermatitis kontak alergik

lebih kurang merupakan 20% dari seluruh dermatitis kontak.

b. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan adalah reaksi peradangan kulit non – omunologis

(tanpa sensitasi) dermatitis kontak iritan lebih sering dihubungkn dengan

pekerjaan (detergen,kimia dll)

3. Dermatitis Kontak Alergi

a. Definisi

Dermatitis kontak Alergi (DKA) dapat terjadi karena kulit terpajan atau

berkontak dengan bahan – bahan yang bersifat sentizer (allergen). Dermatitis

kontak alergi lebih kurang merupakan 20% dari seluruh dermatitis kontak. (

Marwali Harahap,2010)

b. Epidemiologi

Bila dihubungkan dengan dengan DKI jumlah penyakit DKA lebih sedikit

karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka

(hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA ataupun DKI makin

bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung

bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai

prevalensi dan insidens DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa

angka yang mendekati kebeneran belum didapat.

Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan

DKA sebanyak 20%. Tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat

menunjukan bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata


cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60%. (Sularsito dan Djuanda,

2010)

c. Etiologi

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul

umumnya rendah (< 1000 dalton). Merupakan allergen yang belum

diproses, disebut hapten bersifat lipofilik sangat reaktif dapat menembus

stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya ( sel

hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA misalnya

potensi sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena,

lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan

PH. (Sularsito dan Djuanda, 2010)

d. Patofisiologi

Dermatitis kontak alergi yang digolongkan dalam reaksi imunologik tipe IV

merupakan hypersensitive lambat. Ada dua fase untuk menimbulkan

dermatitis kontak alergi. (Marwali Harahap,2010)

1. Fase primer (induktif/afferen)

Penentrasi bahan yang mempunyai berat molekul kecil (hapten) ke kulit,

yang kemudian berkaitan dengan karier protein di epidermis. Komponen

tersebut akan dijadikan oleh sel Langerhans (LCs) pada sel T. di kelenjar

limfe regional, komplek yang terbentuk akan merangsang sel limfosit T

di daerah parakorteks untuk memperbanyak diri dan berdiferensiasi

menjadi sel T efektor dan sel memori. Terbentuklah sel T memori yang

akan bermigrasi ke kulit peredaran perifer, dll.

2. Fase Sekunder ( eksitasi/eferen)

Pajanan hapten pada individu yang telah tersensitasi, sehingga antigen

disajikan lagi oleh sel Langerhans ke sel T memori di kulit dan limfe

regional. Kemudain terjadi reaksi imun yang menghasilkan limfokin.

Terjadi reaksi inflamasi dengan perantaraan sel T karena lepasnya bahan


– bahan limfokin dan sitokin.

e. Gejala Klinis

Pada umumnya pasien mengeluh gatal. Kelainan kulit yang timbul

bergantung pada tingkat keparahan dan lokasinya. Pada keadaan akut gejala

yang timbul berupa bercak eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti

edema, populovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah

menyebabkan erosi dan eksudasi (basah). DKA dapat meluas ke tempat lain,

misalnya dengan cara autosensitisasi. Talapak tangan dan kaki relative

resisten terhadao DKA. .(Sularsito dan Djuanda, 2010)

4. Dermatitis Kontak Iritan

a. Definisi

Dermatitis kontak iritan terjadi karena kulit berkontak dengan bahan iritan.

Bahan iritan adalah bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan sel

bila di oleskan pada kulit pada waktu tertentu dan untuk jangka waktu terntentu.

Bahan iritan ini dapat merusak kulit dengan cara menghabiskan lapisan tanduk

secara bertahap melalui denaturasi keratin sehingga mengubah kemampuan kulit

untuk menahan air. (Marwali Harahap,2010)

1) Dermatitis kontak iritan akut

Dermatitis iritan kuat terjadi setalah satu atau beberapa kali olesan bahan-

bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang berakibat

peradangan.

2) Dermatitis kontak iritan kronik

Dermatitis ini terjadi karena kulit berkontak dengan bahan – bahan iritan yang

tidak terlalu kuat, seperti sabun, detergen dan larutan antiseptic.

b. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis

kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan


diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini

disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat

dengan kelainan ringan.(Sularsito dan Djuanda, 2010)

c. Etiologi
Penyebab timbulnya dermatitis kontak iritan ini adalah bahan-bahan yang

bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali,

dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran

molekul, daya larut, kosentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga

dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak

kekerapan (terus – menerus atau berselang),adanya oksulasi menyababkan kulit

lebih pemeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis, suhu dan kelembaban

lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan

ketebalan. Kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas:

usia(anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebuh mudah teritasi); ras (kulit

hitam lebih tahan daripada kulit putih); jenis kelamin (insiden DKI lebih

banyak pada wanita); pemyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang

rangsang terhadap bahan iritan menurun.(sularsito dan djuanda, 2010)

d. Patogenisi

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan

iritan melalui kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,

denalurasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tandukm dan mengubah daya

ikat air kulit.

Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid

membrane) keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan

merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. .(sularsito dan

djuanda,2006)
e. Gejala Klinis

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan lemah

memberi gejala kronis. Selain itu banyak faktor yang mempengaruhi sebagaimana

yang telah disebutkan, yaitu faktor individu ( misalnya : ras, usia, lokasi, atopi,

penyakit kulit lain), faktor lingkungan ( misalnya : suhu, kelembaban udara dan

oklusi). (Sularsito dan Djuanda, 2010)

5. Diagnosis Dermatitis Kontak

Pada dermatitis kontak, tidak ada gambaran klinik yang tetap ( Marwali Harap,2015)

1. Anamnesis harus cermat : lamanya penyakit, penyebarannya, riwayat

pekerjaan, obat – obatan. Keluhan gatal, sakit, efek matahari.

2. Klinis: lihat lokasinya pada kulit, mukosa, rambut dan kuku. Dermatitis

yang terlokalisasi dapat diperkira kemungkinan kontak. Penyebab yang

paling sering dari dermatitis kontak pada berbagai tempat ditubuh.

3. Uji Kulit seperti

- Uji temple tertutup

- Uji temple terbuka

- Uji pemakaian (use test)

- Uji goresan (scratch test)

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak

Faktor yang mempengaruhi penyakit dermatitis kontak yaitu fakto eksogen dan

faktorendogen. (Djuanda, 2010).

a. Faktor Eksogen

1) Karakteristik bahan kimia :

a) Pestisida

Bahan kimia dengan pH terlalu tinggi >12 atau terlalu rendah <3 dapat

menimbulkan gejala iritasi segera setelah terpapar, sedangkan pH yang

sedikit lebih tinggi >7 atau sedikit lebih rendah <7 memerlukan paparan
ulang untuk mampu timbulkan gejala. Semakin pekat konsentrasi bahan

kimia maka semakin banyak jumlah bahan kimia yang mampu

berpenetrasi ke dalam kulit, selain itu berat molekul <1000 dalton juga

sering menyebabkan dermatitis kontak alergi atau dermatitis kontak iritan

(Budiawan, 2013).

b) Pupuk

Pupuk adalah suatu bahan yang jika diberikan ke dalam tanah dapat

merubah keadaan sifat kimia (kesuburan) tanah, sifat tanah, dan sifat

biologi tanah ke arah yang sesuai atau ke arah yang dikehendaki tanaman.

Pada pupuk terdapat senyawa kimia yang dapat menimbulkan resiko

kerugian baik keselaatan, kesehatan, maupun lingkungan. Banyak petani

yang tidak menggunakan masker dan sarung tangan saat menggunakan

pupuk yang mengandung amoniak (NH3+) dan terdapat unsur kapur,

belerang, nitrogen, posfor serta kalium bisa menyebabkan gangguan

pernafasan dan gangguan kulit (Darwandi et al., 2017).

c) Asam formiat

Asam formiat merupakan salah satu bahan iritan yang paling sering

digunakan pada pengolahan karet. Asam formiat merupakan suatu zat

yang dapat menggumpalkan karet. Berdasarkan data yang didapat dari

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) pada

tahun 1978 bahaya utama terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan

asam formiat adalah iritasi jika kontak dengan kulit karena bersifat iritan

dan korosif jika terkena mata, mengiritasi jika tertelan. Organ sasaran:

Sistem pernafasan, paru-paru, kulit, ginjal, hati, mata, dan sistem saraf

pusat

2) Lama kontak

Lamanya waktu kontak pekerja dengan bahan kimia baik itu dalam

hitungan jam atau hari disebut lama kontak. Lama kontak setiap pekerja
berbeda-beda tergantung proses kerjanya. Peningkatan dermatitis kontak

bisa diakibatkan karena lamanya kontak dengan bahan kimia. Semakin

lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit

dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Pekerja yang

berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan

luar, semakin lama berkontak dengan bahan kimia maka akan semakin

merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk

terjadinya dermatitis. Durasi yang lama pada pekerja akan menyebabkan

kerentanan kontak kulit dengan bahan kimia yang bersifat iritan dan

alergen secara terus menerus mulai dari tahap ringan sampai tahap berat

(Ferdian, 2012)

3) Frekuensi Kontak

Dermatitis kontak jenis iritan akan terjadi ketika frekuensi kontak yang

berulang dengan bahan yang mempunyai sifat sensitiasi, yang mana

bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang

berlebihan baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional. Penurunan

frekuensi kontak dengan bahan kimia adalah salah satu upaya untuk

menurunkan dermatitis kontak akibat kerja (Afifah, 2012).

4) Masa Kerja

Masa kerja merupakan kurun waktu atau lamanya pekerja bekerja

disuatu tempat tertentu. Terjadinya penyakit dermatitis karena masa

kerja. Pekerjaan yang lebih lama dan frekuensi yang lama dengan

paparan bahan kimia dapat berisiko terjadinya dermatitis kontak. Hal

ini berhubungan dengan lama kontak dan frekuensi kontak pekerja

dengan bahan kimia, sehingga pekerja yang lebih lama bekerja lebih

risiko terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang

masih baru (Djuanda et al, 2016). Semakin sering pekerja menglami

kontak dengan bahan kimia, maka semakin tinggi kesempatan untuk


mengalami dermatitis kontak serta meningkatkan keparahan

penyakitnya. Sehingga dapat dipastikan bahwa pekerja dengan masa

kerja yang lebih lama cenderung lebih sering kontak dengan bahan

kimia (Lestari & Utomo, 2007).

5) Pemakaian APD

Pekerja yang berada di area pekerjaan yang berbahaya harus

menggunakan peralatan keselamatan kerja yaitu alat pelindung diri.

Sarung tangan adalah pada umumnya digunakan APD untuk

menghindari bahan kimia yang berbahaya. Diperkirakan hampir 20%

kecelakaan yang menyebabkan cacat adalah tangan, sehingga

kemampuan kerja dapat berkurang. Kontak dengan bahan kimia kaustik

beracun, bahan-bahan biologis, sumber listrik, benda yang suhunya

sangat dingin atau sangat panas dapat menyebabkan iritasi pada tangan.

Nuraga et al., (2008) mengungkapkan bahwa diperlukan melindungi

pekerja dari kontak dengan bahan kimia dengan membiasakan memakai

alat pelindung diri (APD). Pekerja yang selalu menggunakan sarung

tangan dengan tepat akan menurunkan terjadinya dermatitis kontak

akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan dermatitis kontak

(Susanti, 2010).

6) Personal Hygiene

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang

artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Cara perawatan diri

manusia untuk memelihara kesehatan mereka merupakan kebersihan

perorangan. Kebersihan perorangan sangat penting untuk diperhatikan.

Pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan

individu, keamanan dan kesehatan (Potter, 2005). Salah satu faktor

yang merupakan penyebab dermatitis adalah personal hygiene. Hal

yang menjadi perhatian adalah masalah mencuci tangan. Kebiasaan


mencuci tangan ini seharusnya dapat mengurangi potensi penyebab

dermatitisakibat bahan kimia yang menempel setelah bekerja, namun

pada kenyataannya potensi untuk terkena dermatitisitu tetap ada.

Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu

penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga

masih terdapat sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit

pekerja (Hanum, 2012).

7). Faktor lingkungan

Faktor lingkungan meliputi temperature ruangan ( kelembapan udara yang

rendah serta suhu yang dingin menurunkan komposisi air pada stratum

korneum yang membuat kulit lebih permeable terhadap bahan kimia) dan

faktor mekanik yang dapat berupa tekanan, gesekan atau lecet juga dapat

meningkatkan permeabilitis kulit terhadap bahan kimia akibat kerusakan

stratum korneum pada kulit

8) Air bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan manusia setelah

udara. Kehidupan sehari-hari air dipergunakan untuk memasak, mencuci,

mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga

digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran,

tempat rekreasi, tranportasi,dan lain-lain. Berdasarkan letak sumbernya,

air dapat dibagi menjadi tiga yaitu air angkasa (hujan), air permukaan, dan

air tanah. Menurut Kusnaedi, syarat- syarat kualitas air bersih, antara lain

airnya jernih tidak keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau,

suhunya normal (20-260C), tidak mengandung zat padat, ph netral, tidak

mengandung zat kimia beracun, tidak mengandung garam-garam atau ion-

ion logam, kesadahan rendah, tidak mengandung bahan kimia anorganik,

dan air tidak boleh mengandung coliform (Andria, 2009).


b. Faktor Endogen

1) Faktor genetik

Setiap individu memiliki kemampuan untuk mereduksi radikal bebas,

perubahan kadar enzim antioksidan, dan kemampuan melindungi

protein dari trauma panas tersendiri dan semuanya diatur oleh genetik.

Namun, predisposisi terjadinya suatu reaksi pada tiap individu berbeda

dan mungkin tergantung spesifik dari bahan kimia tertentu (Marcherya,

2018).

2) Jenis Kelamin

Penyakit kulit akibat kerja lebih berisiko terhadap perempuan

dibandingkan dengan laki-laki, kulit perempuan memproduksi lebih

sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembaban kulit, selain

itu juga kulit perempuan lebih tipis daripada kulit laki-laki sehingga

lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis. Pada usia muda

insiden pada perempuan lebih tinggi. Sedangkan pada laki-laki kejadian

akan meningkat sesuai usia (Heviana, 2018).

3) Usia

Ditinjau dari masa inkubasi penyakit, maka masa inkubasi terpendek

adalah 2 tahun untuk pekerjaan penata rambut, 3 tahun untuk pekerjaan

industri makanan, dan empat tahun untuk petugas pelayanan kesehatan

dan pekerjaan yang berhubungan petani. Insiden tertinggi penyakit kulit

akibat kerja terjadi pada usia 15-24 tahun. Ini karena pada umur sekian

orang masih sedikit memiliki pengalaman dan kurang pemahaman

tentang kegunaan alat pelindung diri (Kriatanti, 2017).

4) Riwayat Atopi

Riwayat atopi dapat meningkatkan kerentanan untuk terjadinya

dermatitis karena adanya penurunan ambang batas terjadinya dermatitis,

akibat kerusakan fungsi barier kulit dan perlambatan proses

penyembuhan (Taylor, 2008).


f. Pengobatan

Untuk pengobatan penyakit dermatitis terdapat dua kategori (Ayu Maharani,

2015)

1) Resep Obat Dokter

Krim atau salep kortikosteroid seperti hidrokortison, betametason,

desonide, mometasone, triamcinolone dapat mengurangi ruam dan untuk

mengendalikan gatal – gatal. Penggunaan krim kortikosteroid dalam

jangka panjang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius karena

obat diserap kedalam aliran darah. Disarankan lebih sering mandi, jangan

terlalu kuat dalam menggosok kulit menggunakan handuk dan oleskan

minyak atau pelumas yang tidak berbau. Pelembab kulit yaitu anthihistamin

digunakan untuk mengontrol gatal yantg di timbulkan.

2) Secara alami / herbal

Bahan alami yang digunakan adalah untuk meredahkan peradangan kulit

adalah rimpang jahe dan lobak. Parut rimpang jahe kemudian diperas dan

dicampur dengan parutan lobak. Oleskan pada kulit sebanyak dua kali

sehari. Selain itu dapat juga menggunakan bahan alami lain yaitu satu

sendok teh kapur sirih, satu sendok teh minyak goreng serta 3 ruas kunyit

berukuran sebesar ibu jari tangan. Haluskan ketiga bahan tadi dan

panaskan. Ketika sudah hangat, oles pada bagian kulit yang mengalami

sakit dermatitis lalu bungkus dengan kain kasa hingga mongering.

Lakukan hal tersebut sebanyak 2 kali sehari.

g. Nelayan

Menurut Undang–undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004, Nelayan

adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sebagian

besar nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil, nelayan kecil adalah orang yang

mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari–hari. Nelayan merupakan pekerjaan yang bergerak di sektor


Informal yang kegiatan ekonominya secara tradisional, usaha–usaha diluar sektor

modern/formal yang mempunyai ciri–ciri sebagai berikut yaitu sederhana, skala

usaha relative kecil, umumnya belum terorganisir dengan baik. Nelayan masih

banyak yang belum memperoleh kesehatan dan perekonomian yang baik,

dikarenakan tingkat pendidikan nelayan, rendahnya penguasaan teknologi

penangkapan, kecilnya skala usaha, belum efisiennya sistem pemasaran hasil

laut, dan sebagian besar nelayan berstatus sebagai buruh serta pola kehidupan

nelayan itu sendiri


h. Kerangka teori

Factor eksogen
ffafa
1.bahan kimia

2. lama kontak

3. frekuensi kontak

4. masa kerja

5. pemakaian APD

6. Personal Hygiene

7.lingkungan

- suhu

-Kelembaban

8.air bersih Nelayan Dermatitis kontak


-sumber air bersih di RT

-penyediaan air bersih

Factor endogen

1. Genetika
2. Jenis kelamin
3. Usia
4. Riwayat Atopi

Gambar 2.1 kerangka teori

Sumber : Djuanda, 2010 ( dengan modifikasi)


a. Kerangka konsep

Variabel Independent variabel dependent

Faktor – faktor yang


mempengaruhui :

1. Sumber air di
Rumah
Tangga
2. Penyediaan Penyakit dermatitis
air bersih kontak akibat kerja
3. Personal
hygiene
4. Lama kerja
5. Riwayat
atopic
6. Penggunaan
APD

Gambar 2.2 kerangka konsep


BAB III

METODELOGI

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

penelitian analitik . Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross

sectional ( potong lintang) yang kemudian akan dideskripsikan untuk

menggambarkan hubungan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi

kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada nelayan di wilayah kerja

Puskesmas Sido Mulyo Kecamatan Mesuji tahun 2020

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di lakukan di desa sungai badak wilayah kerja

puskesmas Sido Mulyo kecamatan Mesuji.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan

oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.(Sugiyono, 2009). Populasi pada penelitian ini adalah

semua nelayan yang terkena penyakit dermatitis kontak berjenis kelamin

laki – laki yang tingga di desa sungai badak wilayah kerja puskesmas

Sidomulyo kecamatan Mesuji. Penentuan populasi tersebut karena di desa

tersebut banyak masyarakat yang bekerja sebagai nelayan.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diambil dengan cara


tertentu, dimana pengukuran dilakukan.(Sugiyono, 2009). Untuk

menentukan ukuran sampel dari populasi. Penelitia menggunakan Rumus

Slovin, sebagai berikut :


𝑁
n= 1+𝑁 (𝑒)2

179
n= 1+179 (0,1)2

179
n= 1+179 (0,01 )2

179
n= 1+1,79

179
n=
2,79

n = 64,15 dibulatkan menjadi 64 sampel

keterangan :

n = jumlah sampel

N= Jumlah populasi diketahui

e = batas toleranis error ditetapak 5 %

D. Variabel Penelitian

Jenis variabel penelitian ini yang digunakan adalah :

1. Variabel bebas ( independent variabel ) = sumber air di rumah tangga

,sumber air di tempat kerja ,penggunaan air bersih ,personal

hygiene,lama kerja ,riwayat penyakit dan penggunaan apd

2. Variabel terikat ( dependent variabel ) = penyakit dermatitis kontak

akibat kerja.
E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definiai Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

1 Sumber air di rumah tangga Sumber air bersih yang digunakan Kuisioner Checklist 0. Sumur gali Nominal

oleh pekerja di rumah tangga 1. Sumur bor

2. PDAM

3. Air Sungai

2 Sumber air ditempat kerja Sumber air bersih yang digunakan Kuisioner Checklist 0. Sumur gali Nominal

oleh pekerja di tempat kerja 1. Sumur bor

2. PDAM

3. Sungai

3 Penggunaan air bersih Air bersih yang digunakan untuk Observasi Checklist 0. Memenuhi syarat, Ordinal

melakukan kegiatan yang jika semua

membutuhkan air seperti : mencuci, komponen

mandi, minum. Dimana air yang memenuhi


digunakan tidak berbau, tidak persyaratan.

berwarna dan tidak berasa 1. Tidak memenuhi

syarat, jika ada

komponen yang

tidak memenuhi

persyaratan

4 Personal hygiene Suatu usaha dalam memelihara dan Observasi Checklist 0. tidak baik, bila 1 – Ordinal

meningkatkan kesehatan secara dan 2 Checklist

pribady yang meliputi : mencuci Kuisioner terpenuhi, ceklis

pakain kerja, mencuci tangan yang bukan

menggunakan sabun denga air mengenai mencuci

mengalir, mandi setelah pulang kerja tangan, mengganti

frekuensi mandi dalam sehari dan pakaian kerja

mengganti pakaian kerja. 1. baik bila, 3 – 6

ceklis terepenuhi,
yang termasuk

mencuci tangan ,

mengganti pakaian

kerja dan mandi

setelah bekerja

2. sangat baik, bila 7 –

10 ceklis terpenuhi (

Suryani et al, 2017 )

5 Lama kerja Lama pekerja/ nelayan kontak dengan Kuisioner Checklis 0. < 8 jam Ordinal

air 1. > 8 jam

(suryani,et al 2017 )

6 Riwayat penyakit Adanya riwayat penyakit berupa kuisoner Wawancara 1. tidak berisiko ( Ordinal

peradangan pada kulit dengan gejala tidak memiliki

subjektif berupa gata, kemerahan , riwayat)

kulit bersisik, kulit berkelupas dan 2. berisiko ( memiliki


kelainan kulit lainnya. riwayat)

7 Penggunaan APD Penggunaan alat pelindung diri yaitu: Observasi Checklist 1. tidak menggunakan

sarung tangan, alas kaki (sepatu), baju dan kuisioner APD.

lengan panjang dan celana panjang 2. APD yang

oleh nelayan saat bekerja. digunakan tidak

lengkap

3. APD yang

digunakan lengkap

8 Penyakit dermatitis kontak Peradangan pada kulit akibat kontak Kuisioner Checklist 1. tidak menderita Nominal

akibat kerja dengan air oleh nelayan saat dermatitis kontak

melakukan pekerjaan. Dengan gejala 2. menderita dermatitis

berupa rasa gatal, rasa terbakar, kontak

kemerahan, kulit kering, mengelupas,

kulit bersisik dan terjadi penebalan

pada bagian kulit tangan maupun kulit


kaki.
DAFTAR PUSTAKA

Abd Nasir, Abdul Muhin, M.E Ide Putri. 2011. Buku Ajar Metodelogi Penelitian

Kesehatan:

konsep pembuatan karya tulis dan Thesis untuk Mahasiswa Kesehatan.

Yogyakarta

Djuanda, Adhi. 2010 . Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin , Edisi ke enam Bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indoneia. Jakarat

Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta

Maharani, Ayu. 2015. Penyakit Kulit : Perawatan, Pencegahan dan Pengobatan.

Yogyakarta.

Rahmatika, Achisna. 2019. Analisis Faktor Risiko Kejadian Dermatitis Kontak Pada

Petani di Kecamarab Punduh Pedada. Skripsi. Fakultas Kedokteran,

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Utama, Rahma Widya. 2018. Hubungan Pengetahuan dan Pengalaman Terhadap

Pencegahan Dermatitis pada Nelayan di Wilayah Batang Kapas Kabupaten

Pesisir Selatan Tahun 2018. Skripsi. Progam Studi Sarjana Keperawatab. Stikes

Perintis Padang. Padang

Anda mungkin juga menyukai