Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi


keberlangsungan keberadaan mahluk hidup. Bagi manusia hampir sebesar
60-70 % berat tubuh manusia terdiri dari air. Dalam setiap aktivitas yang
dilakukan manusia hampir seluruhnya membutuhkan air, seperti kegiatan
sehari-hari (mencuci, mandi, berkebun), pertanian, perindustrian.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2005, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan air baku adalah air baku
untuk minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air
yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah, dan
/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk
air minum. (Joko,2010).

Menurut Azrul Azwar (2005), air amat penting untuk kehidupan, bukanlah
suatu hal yang baru, karena telah lama diketahui bahwa tidak satupun
kehidupan yang ada di dunia ini dapat berlangsung terus tanpa tersedianya
air yang cukup. Bagi manusia, kebutuhan akan air ini amat mutlak, karena
sebenarnyalah zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air
yang jumlahnya sekitar 73% dari bagian tubuh tanpa jaringan lemak.

Sehat merupakan hak bagi setiap individu baik secara fisik, maupun
mental. Menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah suatu
keadaan sehat jasmani, rohani, dan sosial yang merupakan aspek positif
dan tidak hanya bebas dari penyakit. Selanjutnya, dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dijelaskan kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.

Kejadian dermatitis di dunia sangat banyak di jumpai dimana hampir


seluruh jenis dermatitis. Saat ini diketahui bahwa angka kejadian
(prevalensi) dermatitis di seluruh dunia mencapai angka yang cukup tinggi
yakni 10%. Selanjutnya hampir 50% penduduk di dunia mengalami jamur
kulit seperti panu terutama di daerah tropis yang beriklim panas dan
lembap. Penyakit kulit atau dermatitis di Indonesia sangat meningkat tajam
yang dikarenakan oleh iklim di Indonesia itu sendiri yang beriklim tropis,
sehingga penyebarannya juga sangat meningkat tajam. Penyakit infeksi
jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, karena Indonesia
beriklim tropis dan kelembabannya tinggi Angka insidensi dermatofitosis
pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan
Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari persentase
terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga persentase tertinggi sebesar 82,6
% (Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis (Arumkanti, dkk. 2014).

Indonesia insiden dermatitis kontak iritan yang di diagnosis Poliklinik


Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin FK UI RSUPN dr Cipto
Magunkusumo Jakarta,yaitu sebanyak 50 kasus pertahun atau 11,9%
dari seluruh kasus dermatitis kontak iritan. Prevalensi dermatitis di
Indonesia sangat bervariasi. pada pertemuan Dokter spesialis kulit
tahun 2009 menyatakan sekitar 90% penyakit kulit akibat
kerjamerupakan dermatitis kontak, baik iritan maupunalergik.
Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar
92,5%, sekitar 5,4% karenainfeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena
sebab lain.Studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa
97% dari 389 kasus adalah dermatitiskontak, dimana 66,3% di
antaranya adalahdermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis
kontak alergi (Persatuan Dokter Kulit Indonesia (Perdoski).
2009.Pertemuan Ilmiah Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta.
Kejadian dermatitis di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia, dan
negara Industri lain memiliki prevalensi dermatitis atopik 10 sampai 20%
pada anak dan 1-3% terjadi pada orang dewasa. Sedangkan di Negara
Agraris misalnya China, Eropa Timur, Asia Tengah memiliki prevalensi
Dermatitis Atopik lebih rendah. Berdasarkan data gambaran kasus
penyakit kulit dan subkutan lainnya merupakan peringkat ketiga dari
sepuluh penyakit utama dengan 86% adalah dermatitis diantara 192.414
kasus penyakit kulit di beberapa Rumah Sakit Umum di Indonesiatahun
2011(. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI).

Dermatitis merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang ditandai


terjadinya peradangan pada kulit bagian epidermis dan dermis yang dapat
bersifat akut, sub akut, atau kronis, yang dipengaruhi oleh faktor eksogen
dan faktor endogen.1 Kejadian dermatitis di beberapa negara di dunia
termasuk Indonesia menunjukkan angka kejadian dermatitis yang tidak
sedikit. Data di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja
merupakan dermatitis akibat kerja.

Menurut Chandra dalam Rianti (2010), mengatakan bahwa proses


perjalanan suatu penyakit terjadi dimulai sejak adanya gangguan
keseimbangan antara penyakit, manusia, dan lingkungan sehingga dapat
terjadinya suatu kesakitan. Selain penyakit, adapula yang disebut dengan
wabah, istilah tersebut adalah suatu kejadian tersebarnya penyakit pada
daerah yang luas dan pada banyak orang. Dan istilah penyakit endemik
adalah penyakit yang pada umumnya terjadi pada laju yang konstan namun
cukup tinggi pada suatu populasi. Oleh karenanya penting kiranya
memahami proses terjadinya suatu penyakit, agar dapat melakukan
pencegahan penyakit dan mencari alternatif terbaik dalam pengendalian
atau pemberantasan suatu penyakit.

Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan


dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik maupun psikis. Personal
hygiene meliputi kebersihan kulit, kebersihan rambut, kebersihan gigi,
kebersihan mata, kebersihan telinga, dan kebersihan tangan, kaki, dan
kuku. Kebersihan kulit merupakan faktor utama yang dapat menimbulkan
penyakit kulit (Isro’in, Laily. 2012).

Berdasarkan data yang diperoleh diPuskesmas pontang didapatkan bahwa


penyakit dermatitis kontak alergi merupakan penyakit yang masuk dalam
kategori 20 penyakit terbesar pada tahun 2019. Dimana Jumlah kasus
penyakit dermatitis pada tahun 2019 sebanyak 447 kasus.(Puskesmas
pontang 2019).

Faktor risiko penyakit kulit diantaranya kondisi sanitasi lingkungan,


ketersediaan sumber air bersih, kualitas air, pengetahuan, kebersihan
badan, kuku, kulit, pakaian atau peraonal hygiene dan riwayat alergi.
Penularan penyakit kulit dapat melalui komponen lingkungan yang berisi
agen penyakit serta senantiasa berinteraksi dengan manusia adalah air,
udara, pangan, binatang dan serangga penular penyakit serta manusia itu
sendiri (Harahap, 1990). Kepadatan penghuni juga dapat mempengaruhi
proses penularan atau perpindahan penyakit dari satu orang ke orang lain
(Achmadi, 2011).

B. Rumusan masalah

Berdasarkan data yang diperoleh diPuskesmas pontang didapatkan bahwa


penyakit dermatitis kontak alergi merupakan penyakit yang masuk dalam
kategori 20 penyakit terbesar pada tahun 2019. Dimana Jumlah kasus
penyakit dermatitis pada tahun 2019 sebanyak 447 kasus.(Puskesmas
pontang 2019).

Diketahui bahwa kejadian penyakit dermatitis dengan sumber air sebanyak


66,7%, personal hygiene sebanyak 80,0%, jenis kelamin sebanyak 57,3%,
pengguna air sungai sebanyak 95%, pengetahuan kurang baik sebanyak
73,1%, kualitas air kurang bersih sebanyak 68,4%, sehingga perlu di
lakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kejadian dermatitis di
wilayah kerja puskesmas pontang Tahun 2020

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Dermatitis di


Wilayah Kerja Puskesmas Pontang Tahun 2020

2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan penggunaan sarana air bersih


dengan kejadian dematitis di Wilayah Kerja Puskesmas Pontang Tahun 2020

2. Untuk mengetahui hubungan Jenis sumber air dengan Kejadian dermatitis di


Wilayah Kerja Puskesmas Pontang Tahun 2020

3. Untuk mengetahui hubungan kualitas air dengan kejadian dermatitis di


Wilayah Kerja Puskesmas Pontang Tahun 2020

4. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian dermatitis di


Wilayah Kerja Puskesmas Pontang Tahun 2020

5. Untuk mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian dermatitis di


Wilayah Kerja Puskesmas Pontang Tahun 2020

6. Untuk mengetahui hubungan penggunaan air sungai dengan kejadian


dermatitis di Wilayah Kerja Puskesmas Pontang Tahun 2020

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas Faletehan

Dapat menambahkan pemahaman dan pengalaman dalam melalukan


analisis penggunaan sarana air bersih terhadap penyakit dermatitis serta
mengembangkan dan menguji kebenaran dari pengetahuan yang sudah
ada.
2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan evaluasi keilmuan, serta


dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang
sama yaitu tentang penggunaan sarana air bersih terhadap penyakit
dermatitis.

3. Bagi masyarakat

Sebagai salah satu masukan untuk semua masyarakat dalam melakukan


perlindungan diri terhadap dermatitis kontak dan juga pencegahan diri
dari penyakit dermatitis.

4. Bagi Pembaca

Sebagai bahan masukan atau menambah pemahaman mengenai objek


yang akan diteliti dan sebagai panduan bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian pada objek atau masalah yang sama.

5. Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian mengenai factor factor dengan kejadian


dermatitis yang melupiti : sumber air, personal hygiene, jenis kelamin,
penggunaan air sungai, pengetahuan, kualitas air. Tempat penelitian ini di
laksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pontang. Waktu penelitian ini di
laksanakan Tahun 2020. Dengan menggunakan desain cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pontang dan sampelnya adalah masyarakat. Instrument yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan wawancara,
pengambilan data dilakukan secara sekunder dan primer dengan metode
wawancara langsung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan kulit pada lapisan epidermis dan dermis

sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, dengan

kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik seperti eritema, edema, papul,

vesikel, skuama, likenifikasi dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak slalu

timbul bersamaan, mungkin hanya beberapa atau oligomorfik. Dermatitis

cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda, 2010).

Dermatitis kontak iritan merupakan respon inflamsi yang tidak berkaitan

dengan reaksi imun dikarenakan paparan langsung dari agen bahan iritan dengan

kulit. Dermatitis kontak Iritan juga merupakan efek sitotoksik lokal langsung dari

bahan iritan fisika maupun kimia yang bersifat tidak spesifik, pada sel−sel

epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu konsentrasi yang

cukup (Verayati, 2011).

B. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai

golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup

banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya yang

tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita dengan

kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh (Djuanda,

2010).

Dermatitis kontak okupasi adalah penyakit okupasi yang paling sering

didunia. Angka kejadian dermatitis akibat pekerjaan di Amerika Serikat


didapatkan 55,6% dari angka tersebut didapatkan 69,7% yang terbanyak adalah

pekerja. Pekerja di bidang kuliner di Denmark merupkan insiden tertinggi terkena

dermatitis kontak iritan, diikuti dengan pekerja cleaning service. Pada tahun 2014

di Jerman sekitar 4,5 per 10.000 pekerja terkena dermatitis kontak dengan insiden

tertinggi ditemukan pada penata rambut yaitu 46,9 kasus per 10.000 pekerja

pertahun, pembuat roti 23,5 kasus per 10.000 pekerja pertahun, dan dan pembuat

kue kering 16,9 kasus per 10.000 pekerja pertahun. Dilaporkan bahwa insiden

dermatitis kontakokupasi berkisar antara 5 hingga 9 kasus tiap 10.000 karyawan

full−time tiap tahunnya (Hogan, 2014).

Prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Berdasarkan penelitian dari

Netherland Expert Center On Occupational Dermatosis terhadap jumlah kasus

penyakit kulit akibat kerja selama 5 tahun (2001−2005) di Negara Belanda,

didapatkan hasil dari 4516 kasus baru, 3603 kasus merupakan kasus dermatitis

kontak. Bila dibandingkan dengan penyakit lain, persentase kasus baru dermatitis

kontak sebesar 79,8%, sehingga dermatitis kontak merupakan penyakit kulit

akibat kerja yang paling sering diderita oleh masyarakat. Berdasarkan jenis

kelamin, persentase wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu wanita 51,1%

dengan kisaran umur yang dominan sekitar 15−24 dan 25−34 tahun sedangkan

pria 49% dengan kisaran umur sekitar 35−44 tahun, 45−54 tahun, dan 55−64

tahun (Pal et al., 2008).

Perdoski (2009) sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan

dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang

merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan

2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Studi epidemiologi, Indonesia


memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana

66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis

kontak alergi. Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh dermatitis

kontak, sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkirakan terjadi pada

0,21% dari populasi penduduk (Sumantri, 2010).

C. Gejala Klinis

Kelainan kulit yang sangat beragam, tergantung pada sifat iritan. Iritan kuat

memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis (Marliza, 2013).

Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasarkan klasifikasinya yaitu

dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik.

1. Dermatitis kontak iritan akut

Dermatitis kontak iritan akut biasanya timbul akibat paparan bahan kimia

asam atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan kimia, atau kontak fisik.

Sebagian kasus dermatitis kontak iritan akut merupakan akibat kecelakaan kerja.

Kelainan kulit yang timbul dapat berupa eritema, edema, vesikel, dapat disertai

eksudasi, pembentukan bula dan nekrosis jaringan pada kasus berat (Marliza,

2013).

2. Dermatitis kontak iritan kronik

Dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah

yang berulang−ulang, dan mungkin dapat terjadi karena kerjasama berbagai

macam faktor, suatu bahan secara sendiri tidak dapat cukup kuat menyebabkan

dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan

dapat terlihat setelah berhari−hari, berminggu−minggu atau bulan, bahkan dapat


bertahun−tahun kemudian, sehingga waktu lama kontak merupakan faktor paling

penting (Mausulli, 2010).

Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagi kedalam dua stadium,

diantaranya (Afifah, 2012).:

a. Stadium 1 Kulit kering dan pecah−pecah, stadium ini dapat sembuh

spontan.

b. Stadium 2 Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi

merah dan bengkak, terasa panas dan mudah terangsang kadang−kadang

timbul papula, vesikula, dan krusta. Kerusakan kronik dapa menimbulkan

likenifikasi. Keadaan ini menimbulkan retensi keringat dan perubahan

flora bakteri.

D. Etiologi

Penyebab DKI kronik adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan

pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, sabun, alkali, serbuk kayu. Dermatitis

kontak iritan dapat menjadi parah ditentukan dengan berbagai faktor, selain faktor

molekul bahan iritan, lama kontak, frekuensi paparan juga berpengaruh pada

ingkat keparahan (Djuanda, 2010).

Dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua jenis pekerjaan.

Penyakit ini menyerang pekerja yang sering terpapar dengan bahan-bahan yang

bersifat toksik maupun alergik. Efek kumulatif dari paparan zat-zat seperti air dan

sabun juga dapat menyebabkan dermatitis kontak. Sebagian produk sabun

mengandung SLS yang bersifat iritan terutama bila kontak langsung dengan

kulit.Zat ini terkadang juga terdapat pada obat topikal (Hogan 2014)
Faktor individu juga berpengaruh pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan

kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia anak

dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi, mengenai seluruh ras, jenis

kelamin yaitu insidens DKI lebih banyak pada wanita, pada penyakit kulit yang

pernah atau sedang dialami ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun

(Siregar, dalam Afifah, 2012).

Bahan iritan yang menjadi penyebab adalah bahan yang pada kebanyakan

orang dapat mengakibatkan kerusakan sel bila dioleskan pada kulit pada waktu

tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan iritan dapat diklasifikasikan

menjadi:

Iritan kuat

1. Rangsangan mekanik: serbuk kaca atau serat, wol.

2. Bahan kimia: atrazine, amida, linuron, glyfosfat, paraquat diklorida 4.

Bahan biologik: dermatitis popok.

E. Patogenesis

Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam

arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida

(IP3). Asam rakidonat dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT).

Prostaglandin dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas

vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. Prostaglandi

dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta

mengaktifasi sel mastmelepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga

memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani, Djuanda, 2010).


Diasilgliserida dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan

sintesis protein, misalnya interleukin−1 (IL−1) dan granulocyte

macrophage−colony stimulating factor (GM−CSF). IL−1 mengaktifkan sel

T−helper mengeluarkan IL−2 dan mengekspresi reseptor IL−2 yang menimbulkan

stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan

molekul permukaan HLA−DR dan adesi intrasel (ICAM−1). Pada kontak dengan

iritan, keratinosit juga melepaskan TNF−α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat

mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul

adhesi sel dan pelepasan sitokin (Beltrani, dalam Djuanda, 2010).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat

terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan

iritan, yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan

kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala

berupa eritema, edema, panas, dan nyeri (Kamphf, 2011).

Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan

dan dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila

terkelupas, gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah−merah itu.

Reaksi inflamasi bermacam−macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga

pembentukan luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan

dermatitis dapat terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan

secara kronik, area kulit tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut,

membesar bahkan terjadi hiper atau hipopigmentasi dan penebalan (Verayati,

2011).
F. Faktor yang Mempengaruhi Dermatitis

1. Faktor internal

a. Umur

Dermatitis dapat diderita oleh semua orang dari golongan umur. Seorang

yang lebih tua memiliki kulit kering dan tipis yang tidak toleran terhadap

sabun dan pelarut (Citra Sucipta, 2008). Usia hanya sedikit berpengaruh

pada kapasitas sensitisasi. Setiap kelompok usia memiliki pola karakteristik

sensitivitas yang berbeda, seperti pada dewasa muda cenderung didapati

alergi karena kosmetik dan pekerjaan, sedangkan pada usia yang lebih tua

pada medikamentosa dan adanya riwayat sensitivitas terdahulu (Siregar,

2005: 109). Usia tua menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap bahan

iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan

dermatitis sehingga timbul dermatosis kronik. Dapat dikatakan bahwa

dermatosis akan lebih mudah menyerang pada usia yang lebih tua (Iwan

Trihapsoro, 2003).

Usia 15-49 tahun merupakan usia produktif bagi pertumbuhan dan

fungsi organ tubuh para pekerja sudah sempurna, sehingga mampu

menghadapi zat-zat toksik dalam ambang batas yang ditetapkan (Toby

Mathinus, 2001: 25).

b. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas


perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui oleh indra pendengaran (telinga), dan indra

penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang tehadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010)

c. Jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, dermatitis akibat kerja memiliki frekuensi yang

sama pada pria dan wanita (R.S. Siregar, 2006: 113). Akan tetapi,

dermatitis secara signifikan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria.

Tingginya frekuensi ekzim tangan pada wanita dibanding pria karena

faktor lingkungan, bukan genetik (Citra Sucipta, 2008). Nikel merupakan

penyebab paling sering terjadinya dermatitis kontak pada wanita,

sedangkan pada laki-laki jarang terjadi alergi akibat kontak dengan nikel

(Robin Graham-Brown dan Tony Burns, 2006: 69).

d. Peronal Hygne

Personal Hygne merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah

terjadinya penyakit dermatitis. Salah satu hal yang menjadi penilaian

adalah masalah mencuci tangan. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan

dapat menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam

mencuci tangan, sehingga masih terdapat sisa bahan kimia yang menempel

pada permukaan kulit. Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat

berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit. Jika jenis

sabun ini sulit didapatkan dapat menggunakan pelembab tangan setelah

mencuci tangan. Usaha mengeringkan tangan setelah dicuci juga dapat


berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena tangan

yang lembab (Fatma Lestari, Hari S., 2007 dan Siregar, 2005: 109).

Kebersihan kulit yang terjaga baik akan menghindari diri dari penyakit,

dengan cuci tangan dan kaki, mandi dan ganti pakaian secara rutin dapat

terhindar dari penyakit kulit. Dalam mencuci tangan bukan hanya bersih

saja, yang lebih penting lagi jika disertai dengan menggunakan sabun serta

membersihkan sela jari tangan dan kaki dengan air mengalir. Dengan

mandi dan mengganti pakaian setelah bekerja akan mengurangi kontak

dengan mikroorganisme yang hidup di permukaan kulit yang berasal dari

lingkungan sekitar kita (Siregar dan Saiman Nugroho, 1991:35).

2. Faktor Eksternal

a. Sumber air

Penggunaan jenis sumber air sistem perpipaan dikelola oleh Perusahaan

Daerah Air Minum (PDAM) sebagai perlindungan kualiatas air dengan

pengelolaan bahan air yang ada dalam parameter kualitas air. Sumber air

bakudiperoleh dari air permukaan dan air tanah, sebelum dialirkan ke

pelanggan dibubuhi kaporit sebagai desinfektan, sedangkan air baku dari

air kali sebelum kepelanggan dilakukan penjernihan melalui saringan pasir,

bak sedimentasi, saringan pasir cepat dan desinfeksi. Pengelolaan air

bawah tanah dari sumur dalam dilakukan dengan aerasi, kougulasi,

flokulasi, filtrasi dan pembubuhan kaporit sebagai disenfektan. Untuk air

baku dari sumur dangkal menggunakan penjernihan dengan saringan pasir

cepat dan pemberian desinfektan berupa kaporit. (Ridho Adiputra Tabunan,

2014).
b. Kualitas air

Berdasarkan PP Republik Indonesia No 82 Tahun 2001, kualitas air adalah

kondisi kualitas air yang diukur atau diuji berdasarkan parameter-parameter

tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Hasil uji kemudian dibandingkan dengan batas baku mutu air

yang berlaku. Kualitas air ini dinyatakan dalam parameter fisika, kimia dan

biologi

Parameter fisik menyatakan kondisi air atau keberadaan bahan yang

dapat diambil secara visual atau kasat mata. Parameter fisik adalah

kekeruhan, kandungan partikel atau padatan, warna, rasa, bau, dsb.

Parameter kimia meliputi kandungan oksigen, bahan organik (BOD,COD),

mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient, kesadahan, dsb. Parameter

mikrobiologis meliputi bakteri, virus, dan mikroba pathogen lainnya. Hasil

pengukuran dapat dinyatakan kondisi baik atau tercemar. Sebagai acuan

adalah baku mutu air yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82

tahun 2001.

c. Penggunaan air sungai

Berdasarkan survei pendahuluan, sebagian besar masyarakat menggunakan air

sungai untuk mandi, mencuci pakaian maupun peralatan dapur, buang air

besar/kecil, termasuk mencuci kendaraan bermotornya. Hal ini dikarenakan

kebiasaan yang sudah turun temurun dan mereka menganggap sudah kebal

terhadap penyakit yang diakibatkan oleh penggunaan air sungai, padahal seluruh

masyarakatnya sudah mengetahui bahwa air sungai yang mereka gunakan sudah
tercemar berat dan tidak layak untuk digunakan. Walaupun demikian, masyarakat

tetap memanfaatkan air sungai tersebut.

Masyarakat berpendapat bahwa air sungai yang mereka gunakakan sering

pasang surut dan mengalir sehingga kuman, virus, dan bakteri yang ada disungai

sudah larut dan tidak mempengaruhi kesehatan. Penyakit kulit yang dialami oleh

masyarakat Kelurahan Pengambangan sungai berupa gatal, bintik-bintik merah

,nyeri, panas/ hangat, kulit bersisik, namun tidak tertutup kemungkinan hanya

disebabkan oleh penggunaan air bersih saja, tetapi terdapat kemungkinan-

kemungkinan lain seperti alergi makanan, kekurangan gizi, sanitasi lingkungan

dan kesehatan perorangan.

d. Riwayat penyakit kulit

Diagnosis mengenai riwayat dermatologi yang sering diajukan untuk

membedakan suatu penyakit dari penyakit lainnya adalah menanyakan

pada pasien apakah mempunyai riwayat masalah medis kronik (Beth G.

Goldstein dan Adam O. Goldstein, 2001: 6). Dermatitis kontak iritan bisa

mengenai siapa saja, yang terpapar iritan dengan jumlah yang sufisien,

tetapi individu dengan riwayat dermatitis atopi lebih mudah terserang

(Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo, 2007).

Timbulnya dermatitis kontak alergi dipengaruhi oleh riwayat penyakit

konis dan pemakaian topikal lama (Kabulrachman, 2003: 28). Kelainan

kulit yang biasa juga sering secara diagnostik lebih sulit atau secara

terapeutik lebih resisten pada pasien usia lanjut yang dirawat di panti,

kurang gizi, mempunyai kesukaran mengikuti instruksi terinci, mendapat

banyak obat, atau mempunyai banyak penyakit kronik. Pasien usia lanjut
cenderung mendapat lebih banyak obat dalam jumlah maupun jenis (Beth

G. Goldstein dan Adam O. Goldstein, 2001: 221). Penyakit kulit yang

terkait dengan kejadian dermatitis diantaranya disebabkan karena alergi,

obat, suhu, dan cuaca (Sri Mulyaningsih, 2005).

e. Riwayat alergi

Alergi timbul oleh karena pada seseorang terjadi perubahan reaksi terhadap

bahan tertentu. Hal tersebut tidak terjadi pada kebanyakan orang. Sebagai

contoh udang atau obat yang sebelumnya tidak menimbulkan apa-apa, pada

suatu waktu menyebabkan gatal- gatal, dan ekzim. Jadi alergi adalah reaksi

yang abnormal terhadap satu bahan atau lebih yang terdapat dalam

lingkungan hidup sehari-hari. Penyakit alergi diantaranya alergi debu

rumah, alergi pollen, alergi spora jamur, alergi obat, alergi makanan, dan

alergi serangga.

Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan kulit

lebih rentan terhadap penyakit dermatitis. Dalam melakukan diagnosis

penyakit dermatitis dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya

adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat penyakit pada

keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi

terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat lain yang berhubungan dengan

dermatitis (Karnen Garna Baratawidjaja, 2008).

f. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh besar untuk timbulnya penyakit, seperti pekerjaan

dengan lingkungan basah, tempat-tempat lembab atau panas, pemakaian

alat-alat yang salah (Siregar, 2005: 109). Alergi adalah penyakit yang
biasanya ditimbulkan oleh faktor keturunan dan faktor lingkungan. Jika

faktor keturunan kadarnya besar dan faktor lingkungan kecil, reaksi alergen

tetap bisa terjadi. Tetapi kalau faktor keturunan besar dan lingkungan tidak

memacu, alergi itu tidak akan terjadi. Lingkungan yang harus dihindari

oleh penderita alergi antara lain udara yang buruk, perubahan suhu yang

besar, hawa yang terlalu panas atau dingin, lembab, bau-bauan seperti cat

baru, obat nyamuk, semprotan (pewangi maupun pembasmi serangga),

asap (rokok, bakar sampah), polusi udara dan industri (Kanen

Baratawidjaja, 2008).

Kecenderungan alergi dipengaruhi dua faktor yaitu genetik dan

lingkungan (faktor eksternal tubuh). Hal tersebut merupakan salah satu

penjelasan mengapa terjadi peningkatan kemungkinan mendapat alergi.

Salah satu yang dapat dilakukan adalah mengontrol lingkungan sehingga

tidak membahayakan (misalnya menghindari tungau debu rumah seperti

karpet, kapuk, bahan beludru, pada sofa atau gordyn, ventilasi yang baik di

rumah atau kamar, jauh dari orang yang sedang merokok, menghindari

makanan yang diketahui sering menyebabkan alergi seperti susu, telur,

makanan laut, coklat), serta menghindari kecoak dan serpihan kulit

binatang peliharaan (Iris Rengganis, 2009).

Kerangka Teori

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun lah kerangka teori

mengenai Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis

Di Wilayah Kerja Puskesmas Pontang, yang dapat dilihat di bawah ini


Faktor-faktor Internal

1. Umur

2. Pengetahuan

3. Jenis kelamin

4. Personal Hygne

Faktor-faktor Eksternal

1. Sumber air

2. Kualitas air

3. Penggunaan air sungai

4. Riwayat penyakit kulit

5. Riwayat alergi

6. Lingkungan
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1 K e r a n g k a K o n s e p t u a l

Kerangka konseptual atau kerangka berfi kir merupakan dasar


pemikiran pada peneliti an yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi
dan ti njauan pustaka (Muchson,2017)

Independen Dependen

Pengetahuan

Personal Hygine

Sumber air Dermatitis

Kualitas air

Pengunaan air

Gambar 3.1 Kerangka konseptual


Berdasarkan keranngka konsep diatas, menunjukan bahwa ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian dermati ti s kontak
pada masyarakat di desa Pulo Kencana yaitu : Pengetahuan, jenis
kelamin, Personal Hygine, Sumber air. Kualitas air, Penggunaan air.
D e fi n i s i O p r a s i o n a l

Variabel Definsi oprasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

Dependen

Dermatitis Dermatitis Kontak adalah respon Diagnosa Data rekam 1. Dermatitis Ordinal
dari kulit dalam bentuk peradangan medis di 2. Tidak
yang dapat bersifat akut maupun puskesmas
dermatitis
kronik, karena paparan dari bahan
iritan eksternal yang mengenai kulit

Variabel Definsi oprasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala

Independen

Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui Wawancara Kuesioner 1. Rendah < Ordinal
reponden setelah melakukan 50%
pengidraan terhadap suatu objek
2. Tinggi > 50%
Jenis kelamin Perbedaa respoden yang tampak Wawancara Kuesioner 3. Perempuan Nominal
antara perempuan dan wanita 4. Laki-laki
Personal Cara perwatan diri manusia untuk Wawancara Kuesioner 1. Buruk jika Ordinal
hygine menjaga kesehatan mereka secara scor < 50%
fisix dan pesikis. Dalam kehidupan
2. Baik jika scor
sehari-hari kebersihan di pengaruhi
oleh nilai individu dan kebiasaan > 50%

Sumber air Sumber air yang digunakan Obsevasi Lembar ceklis 1. Sungai Ordinal
responden untuk kegiatan/ keperluan 2. Sumur galian
sehari – hari

Kualitas air Suatu ukuran kondisi air dilihat dari 1. Kualitas Ordinal
karakter fisik, kimiawi, dan buruk
biologisnya. Kualitas air sering kali
2. Kualitas baik
menjadi ukuran standar terhadap
kodiri kesehatan ekosistem air dan
keehatan manusia terhadap air
minum

Pengguaan Sungai dimanfaatkan sebagian Wawancara Kuesiner 1. Beresiko Ordinal


air sungai masyarakat untuk memenuhui dermatitis
kebutuhan sehari-hari, seperti untuk 2. Tidak
mencuci, dan kebutuhan lainnya beresiko
dermatitis

Hasil hipotesis peneliti

Ho: Terdapat hubungan yang signifikasikan antara Pengetahuan dengan kejadian dermatitis di Desa Pulo
Kencana kab. Serang

Ho: Terdapat hubungan yang signifikasikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis di Desa
Pulo Kencana kab. Serang

Ho: Terdapat hubungan yang signifikasikan antara Personal Hygine dengan kejadian dermatitis di Desa
Pulo Kencana kab. Serang

Ho: Terdapat hubungan yang signifikasikan antara Sumber Air dengan kejadian dermatitis di Desa Pulo
Kencana kab. Serang

Ho: Terdapat hubungan yang signifikasikan anatara Kualitas Air dengan kejadian dermatitis di Desa
Pulo Kencana kab. Serang

Ho: Terdapat hubungan yang signifikasikan antara Penggunaan Air Sungai dengan kejadian dermatitis
di Desa Pulo Kencana kab. Serang

Anda mungkin juga menyukai