SKRIPSI
Disusun Oleh:
RISKA FERDIAN
NIM : 10810100042
JAKARTA
2012 M/1434 H
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, November 2012
ABSTRAK
Dermatitis kontak akibat kerja yang merupakan salah satu penyakit kelainan kulit sering
timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang dapat menurunkan produktifitas
pekerja. Pemaparan zat kimia yang digunakan dalam proses penggumpalan dapat menyebabkan
dermatitis kontak, mengakibatkan iritasi dan gangguan kulit lainnya dalam bentuk gatal-gatal,
kulit kering dan pecah-pecah, kemerah-merahan, serta koreng yang tidak sembuh-sembuh. Studi
pendahuluan yang dilakukan menunjukkan 50% dari 10 orang pekerja pembuat tahu mengalami
dermatitis kontak.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross
sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – September 2012 pada pekerja pembuat tahu
yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur. Sampel penelitian ini berjumlah
71 orang dari total populasi 79 orang. Faktor – faktor yang diduga sebagai penyebab dermatitis
kontak adalah faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak, suhu dan kelembaban) dan faktor
internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan).
Pengumpulan data menggunakan lembar pemeriksaan dokter (untuk variabel kejadian
dermatitis), thermohigrometer, dan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian di uji
menggunakan uji chi-square dan uji Mann-Withney dengan derajat kepercayaan 95% dan alpha
sebesar 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja pembuat tahu yang menderita dermatitis
kontak adalah sebanyak 37 orang (52,1%) dan sebanyak 34 pekerja (47,9%) tidak mengalami
dermatitis kontak. Faktor eksternal yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah
lama kontak, frekuensi kontak, dan suhu. Faktor internal yang berhubungan dengan dermatitis
kontak adalah riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, dan jenis pekerjaan.
Beberapa hal yang dapat disarankan untuk menurunkan risiko terkena dermatitis adalah
dengan mengganti bahan penggumpal tahu dengan Nigarin yang terbuat dari sari air laut,
meningkatkan kesadaran pekerja terhadap penyakit kulit khususnya dermatitis kontak. Menjaga
kebersihan diri (personal hygiene). Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan yang
menutupi sampai bagian lengan dan baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh.
Kata Kunci: dermatitis kontak, pekerja pembuat tahu, lama kontak, jenis pekerjaan
Daftar bacaan: 1990-2012
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALTH
Undergraduated Thesis, November 2012
Occupational contact dermatitis is a skin disease which is often arise in the tofu’s
industry that can reduce workers productivity. The exposure of chemicals used in the
process of clotting can caused contact dermatitis, may lead to irritation and other skin
disorders like itching, dry skin and chapped, redness, and sores that do not heal. The
earlier study found the Tofu makers with contact dermatitis is 5 persons from 10 persons
(50%)
This research is a quantitative study using a cross-sectional study design. The
research was conducted in June - September 2012 on tofu maker workers in Ciputat and
Ciputat Timur Sub-District. The sample amounted to 71 people from a total population
of 79 people. The Factors suspected as the cause of contact dermatitis is an external
factor (prolonged contact, frequency of contact, temperature and humidity) and internal
factors (age, history of skin disease, history of atopy, history of allergies, years of
service, and the type of work). The data are collected using a doctor's examination (for
contact dermatitis), thermohigrometer, and questionnaires. The data is tested using the
chi-square and Mann-Whitney test with a confidence interval of 95% and alpha 0.05.
The results showed that workers with contact dermatitis is 37 people (52.1%) and
the workers without contact dermatitis is 34 workers (47.9%). External factors
associated with the incidence of contact dermatitis is prolonged contact, frequency of
contact, and temperature. Internal factors associated with contact dermatitis are history
of skin disease, history of atopy, history of allergies, and type of work.
Some solutions that can be recommended to reduce the risk of dermatitis are
change the clotting solvent into Nigarin which is made from seawater extract, increase
employee awareness about skin disease especially contact dermatitis. Maintain a good
personal hygiene. Using PPE (Personal Protective Equipment) such a gloves which
covers full arm and use work’s cloth that covers entire body.
Keywords: contact dermatitis, tofu maker workers, prolonged contact, type of work
References: 1990-2012
iv
v
vi
CURRICULUM VITAE
A. Personal Detail
Current Address : Jl. SD Inpres No. 84, RT 02/09 Cirendeu Sub- District;
Ciputat Timur District; South Tangerang. Banten Province
Blood Type : AB
Email : intro_ferdian@yahoo.com
riska.ferdian90@yahoo.com
B. Formal Education
No. Degree Major School/University Period
1 University Public Faculty of Medicine and 2008-2012
Health/Occupational Health Sciences Islamic
Health and Safety State University
Concentration (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
2 High School IPA SMAN 1 Cisauk (SMAN 2 2005-2008
Tangerang Selatan)
3 Junior School SMPN 1 Pamulang 2002-2005
4 Elementary SDN Serua X 1996-2002
School
vii
C. Experiences and Organizations
NO Company / Institution
Dates Position/ Job description
1 PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai – Riau
February- March On the Job Training; Health, Safety, Environment Division (HSE)
2012
2 Kompas Gramedia, South Palmerah – Jakarta
February 2009 – Polling Staff (Freelancer) LitbangKompas Gramedia
December 2012
May 2012 Interviewer Pra-Pilkada DKI 2012 1st round
July 2012 Interviewer Exit Poll Pilkada DKI 2012 1st round
September 2012 Interviewer Pra-Pilkada DKI 2012 2nd round
September 2012 Interviewer Exit Poll Pilkada DKI 2012 2nd round
3 Paduan Suara FKIK (Pasifik)
2010-2011 Chairman of Paduan Suara FKIK
2009-2010 Treasurer of Paduan Suara FKIK
4 Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta
2010-2011 Chief of Relation Between Organization Division
5 Badan Eksekutif Mahasiswa FKIK
2008-2009 Staff Sports and Arts Division
viii
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang akhirnya
Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012”. Sholawat dan salam
juga selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun umatnya dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti saat ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, saya
3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS sebagai ketua sidang skripsi saya..
5. Ibu dr. Rachmania Diandini, M.KK selaku penguji III sidang skripsi
6. Sofia, Era, Iqbal, Astri, Via dan Niswah atas bantuannya selama menulis skripsi
ini.
7. Seluruh pekerja dan pemilik pabrik tahu di Ciputat dan Ciputat Timur, terima
ix
8. Keluarga Besar PSM UIN Jakarta, terima kasih atas segala pengalaman dalam
berjuang mulai dari Cirebon sampai Thailand. Terima kasih support kawan -
kawan. That was my last concert with you guys. Thanks for everything. Jaya
9. Keluarga Besar Pasifik UIN Jakarta yang telah memberikan pengalaman yang
10. Era, Tika , Depoy, Ayu dan Kak Yunci atas semua semangat yang diberikan.
12. The last but the best untuk Mama dan Papa yang telah mencurahkan semua kasih
sayang dan doanya setiap saat.. semua yang aku lakukan,untuk mama papa..
Skripsi ini tentu jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun
Penulis
x
DAFTAR ISI
JUDUL........................................................................................................................... i
ABSTRAK..................................................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... vi
1.4. Tujuan...................................................................................................................... 9
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 12
2.2.2 Etiologi...................................................................................................... 13
xii
d. Suhu .......................................................................................................... 44
e. Kelembaban .............................................................................................. 45
f. Musim ....................................................................................................... 45
b. Usia ........................................................................................................... 47
g. Keringat ..................................................................................................... 52
h. Ras ............................................................................................................. 54
xiii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 68
4.4.3 Kuesioner..................................................................................................... 73
xiv
5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Pekerja Pembuat Tahu di
pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ........ 82
Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ................. 90
Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012 ................. 92
6.3.1 Hubungan Antara Lama Kontak dengan Dermatitis Kontak ................. 100
6.3.2 Hubungan Antara Frekuensi Kontak dengan Dermatitis Kontak .......... 103
xv
6.3.6 Hubungan Antara Riwayat Penyakit Kulit dengan Dermatitis
Kontak..................................................................................................... 113
6.3.7 Hubungan Antara Riwayat Atopi dengan Dermatitis Kontak ............... 117
6.3.8 Hubungan Antara Riwayat Alergi dengan Dermatitis Kontak .............. 120
6.3.9 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Dermatitis Kontak .................... 122
6.3.10 Hubungan Antara Jenis Pekerjaan dengan Dermatitis Kontak .............. 125
xvi
DAFTAR BAGAN
xvii
DAFTAR TABEL
xviii
DAFTAR GAMBAR
xix
BAB I
PENDAHULUAN
menempati urutan pertama dari seluruh penyakit akibat kerja di banyak negara.
Tingkat kejadiannya berkisar antara 0,5-1,9 kasus per 1000 pekerja penuh
waktu per tahun. Prevalensi dermatitis kontak pada populasi umum di AS telah
diperkirakan bervariasi antara 1,5% dan 5,4%. Dermatitis kontak adalah alasan
yang paling umum ketiga bagi pasien yang berkonsultasi dengan dokter kulit,
tercatat ada 9,2 juta kunjungan pada tahun 2004. Hal ini juga menyumbang
dermatitis kontak adalah penyakit akibat kerja yang umum diderita, sekitar 80%
dari kasus yang dilaporkan. Tipe dari dermatitis kontak yang dilaporkan
tersebut ada dua yaitu tipe iritan dan alergik. Dermatitis kontak salah satunya
keasaman tertentu dan bahan kimia yang mempunyai aktifitas kimia (chemical
activity) tertentu ( Taylor & Amado, 2009). Effendi (2007) melaporkan bahwa
insiden dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 50 kasus per tahun atau 11.9
1
2
persen dari seluruh kasus dermatitis kontak yang didiagnosis di Poliklinik Ilmu
respon terhadap pengaruh faktor eksogen (eksternal) dan atau faktor endogen
dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan,
trauma.
dermatitis kontak iritan yang disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam
kuat, basa kuat, logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan
misalnya sabun, detergen dan pelarut organik. Jenis dermatitis lain adalah
atau lainnya yang meningkatkan sensivitas kulit. Dermatitis kontak akibat kerja
banyak industri saat ini, prevalensi dermatitis kontak akibat kerja meningkat
di Indonesia antara lain: 30% dari penebang kayu di Palembang dan 11,8% dari
3
minyak di Sumatera Selatan menderita dermatitis akibat kerja. Dari data ini
kelainan kulit sering timbul pada industri seperti industri pada pabrik tahu yang
mencapai 84.000 unit usaha dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton
per tahun. Sebanyak 80 persen industri tahu berada di Pulau Jawa (Sadzali,
2010). Tahu merupakan hasil olahan dari bahan dasar kacang kedelai melalui
berperan dalam pola makan sehari-hari sebagai lauk pauk maupun sebagai
protein bahan pangan lain seperti daging (19%), ikan (20%) dan telur (13%),
Zat penggumpal yang dapat digunakan adalah asam cuka, asam laktat, batu
tahu dan CaCl2 (Koswara, 1992). Bahan – bahan tersebut dipakai salah satu
saja sebagai zat penggumpal. Para pembuat tahu lebih mengenal zat
4
penggumpal ini sebagai sioh koh. Zat penggumpal yang digunakan rata-rata
terhadap tahu dapat mengakibatkan iritasi dan gangguan kulit lainnya dalam
melalui kulit yang terluka. Uap zat kimia dapat mengakibatkan peradangan dan
iritasi saluran pernafasan, dengan gejala batuk, pilek, sesak nafas dan demam.
Kebersihan lingkungan kerja di pabrik tahu yang kurang baik (panas, lembab,
lantai kotor dan basah, bau yang menyegat, dll) dapat menimbulkan gangguan
dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu terjadi di Lamongan Jawa Timur,
dan kaki akibat sering kontak dengan bahan-bahan pembuat tahu. Beberapa dari
mereka juga menyebutkan bahwa penyakit kulit yang mereka alami diakibatkan
oleh karena mereka tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung
menyebutkan bahwa kasus yang terjadi pada para pekerja pembuat tahu di
beberapa pabrik tahu di daerah Binjai menyebutkan bahwa 72% dari pekerja
pembuat tahu mengalami reaksi akibat kontak dengan bahan pembuat tahu
dalam waktu yang lama. Beberapa dari mereka juga menyebutkan gatal-gatal
yang mereka alami tidak akan kunjung sembuh apabila mereka tidak
kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu 93,42 persen dengan kasus
dermatitis kontak dan 6,58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil
alergi dipengaruhi faktor-faktor seperti bahan yang bersifat iritan, lama kontak,
dan taruma fisis juga suhu dan kelembaban lingkungan. Selain itu juga
dipengaruhi oleh faktor individu meliputi perbedaan ketebalan kulit, usia, ras,
6
jenis kelamin, riwayat penyakit kulit. Agner & Menne (2006) menambahkan
bahwa selain faktor jenis kelamin, usia, ras, riwayat penyakit kulit lain seperti
yang disebutkan oleh Djuanda (1999), dermatitis juga dipengaruhi oleh riwayat
Lestari, dkk (2008) juga menyebutkan bahwa faktor yang paling utama
kimia adalah pemakaian APD berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk
dermatitis kontak akibat kerja adalah adanya kontak dengan bahan kimia, lama
Tangerang Selatan sendiri, terdapat beberapa daerah penghasil tahu yang cukup
2012). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 21-22
Juni 2012 di 4 pabrik tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan
pembuat tahu tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut di dapat dari
Oleh karena itu perlu diteliti apa saja faktor-faktor yang berhubungan
pengelola pabrik tahu dan pekerja pembuat tahu mengenai penyakit akibat kerja
kasus penyakit kulit para pengrajin tahu yaitu 93,42 persen dengan kasus
dermatitis kontak dan 6,58 persen dengan kasus penyakit kulit lainnya (Profil
Puskesmas Medan Deli, 2009 dalam Ernasari 2012). Hasil penelitian Kusriastuti
pembuat tahu mengalami dermatitis kontak dan 5 pekerja pembuat tahu tidak
mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut di dapat dari pemeriksaan fisik dan
(2006), Erliana (2008), Kusriastuti (1992), Lestari, dkk (2008) dan Partogi
dermatitis kontak adalah faktor eksternal ( bahan iritan, lama kontak, frekuensi
kontak, musim, suhu dan kelembaban), faktor internal (faktor perbedaan jenis
kulit, usia, ras, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat
tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012?
atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) pada pekerja pembuat
tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012?
5. Apakah ada hubungan antara faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit,
riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) dengan kejadian
1.4. Tujuan
tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012.
riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) pada pekerja
pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun
2012.
riwayat penyakit kulit yang sedang dialami, riwayat atopi, riwayat alergi,
wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni – September 2012. Sasaran penelitian ini adalah
pekerja pembuat tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat
dilakukan pada 10 orang pekerja pembuat tahu pada 4 pabrik tahu di wilayah
11
kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur, diketahui ada 5 pekerja yang mengalami
kejadian dermatitis kontak. Data primer diperoleh dari pemeriksaan oleh dokter,
TINJAUAN PUSTAKA
kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Penerangan
2. Golongan Kimiawi: Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap , gas,
larutan, kabut
dan lain-lain.
kerja
12
13
2.2.1 Pengertian
Penyakit kulit akibat kerja adalah proses patologis kulit yang timbul
dalam lingkungan kerja. Dari batasan ini terlihat bahwa penyakit kulit
akibat kerja ini boleh disebut sebagai gejala sampingan usaha manusia atau
sebagai buatan manusia. Oleh karena itu manusia dituntut untuk mencegah
2.2.2 Etiologi
Penyakit kulit akibat kerja dapat disebabkan oleh 4 faktor (Siregar, 2009):
berlebihan dari luar. Pigmen di dalam kulit melindungi tubuh dari pengaruh
dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat
dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75
m², rata-rata tebal kulit 1-2 mm, paling tebal (6 mm) ada ditelapak tangan
dan kaki, paling tipis (0,5 mm) ada di penis. Kulit di bagian atas terdiri dari
tiga lapisan pokok yaitu : epidermis, dermis atau korium dan jaringan
stratum korneum.
diatas jaringan.
c. Subkutis
(Harahap, 1990).
alfigi. Pada daerah ini ditemukan juga suatu celah yang berhubungan
langsung dengan epidermis kulit bagian dalam yang dibentuk oleh kelenjar
sebasea yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular yang juga
pada lapisan tanduk salilng berkaitan dengan sangat kuat dan merupakan
2.3.1 Definisi
sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen (eksternal) dan atau faktor
untuk suatu inflamasi khusus pada kulit, dermatitis kontak mengarah kepada
inflamasi semacam itu yang disebabkan oleh zat-zat dari luar (external
dikarenakan banyak sekali kemungkinan yang ada. Selain itu banyak yang
tidak tahu atau menyadari seluruh zat-zat kimia yang bersentuhan dengan kulit
(Harahap, 1990).
17
2.3.2 Etiologi
Dapat disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam kuat, basa
kuat, garam logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan iritan relatif,
seperti sabun, detergen, dan pelarut organik. Dermatitis kontak oleh iritan
semua orang akan terkena. Sedangkan dermatitis kontak iritan relatif dapat
timbul sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali
baru timbul bila ada faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi;
oleh karena itu sering disebut traumatic dermatitis. Kelainan yang timbul
disebut dermatitis kontak iritan akut, dan biasanya disebabkan oleh iritan
kuat seperti asam kuat. Sedangkan, dermatitis kontak iritan yang terjadi
dkk, 2008).
18
individu tertentu, misalnya saja urusiol yang berasal dari racun tanaman
oak, ivy atau sumac. Selain itu juga ada garam nikel yang terdapat pada
perhiasan dan parfum yang terdapat pada kosmetik, alergen tersebut dapat
kontak alergi banyak disebabkan oleh senyawa urushiol dari racun ivy, oak,
atau sumac. Racun ini berasal dari tanaman genus toxicodendron. Selain
itu, tanaman lain yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah
Tabel 2.1
Alergen yang sering menimbulkan Dermatitis Kontak Alergi
2.3.3 Fisiologi
terpapar asam sulfat maka asam sulfat akan menembus ke dalam sel kulit
IL2, IL3, TNFα2. Reaksi ini bukanlah akibat imun spesifik dan tidak
Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kima juga penting. Iritan kimia
inflamasi yang sedang parah. Iritan yang lebih ringan seperti detergen,
(Siregar, 2009).
IV atau proses alergi tipe lambat (Gell & Coombs). Hapten bergabung
difagosit oleh makrofag dan merangsang limfosit yang ada di kulit yang
berdeferensiasi membentuk subset sel limfosit T memori (sel Tdh) dan sel
limfosit T helper dan sel T suppresor. Sel T memori ini bila menerima
21
informasi alergen yang sudah dikenal masuk kedalam kulit maka sel Tdh
pengaliran sel mas dan sel basofil, ke arah lesi, dan timbulah proses radang
klinis umumnya berupa papul, vesikel dengan dasar ertitem dan edema,
sensitif terhadap suatu zat kimia, maka ia akan mudah menjadi sensitif
yang sama. Apabila seseorang sensitif terhadap benzokain atau PABA; ini
penempatan seorang pegawai. Orang yang sudah sensitif terhadap suatu zat
mangga.
luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan
dermatitis dapat terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar
iritan secara kronis, area kulit tersebut akan mengalami radang, dan mulai
tubuh yang kurang terlindungi, seperti wajah, punggung (bagi pekerja yang
kontak irtitan terjadi di daerah tangan dan 10% di daerah wajah. Secara
klinis, penampakan yang paling sering adalah batas yang jelas dari lesi.
(Siregar, 2009)
23
umumnya, kulit tampak kemerahan dan bulla. Blister juga mungkin terjadi
dan dapat membentuk crust dan scales ketika mereka pecah. Gatal, rasa
terbakar dan sakit merupakan gejala dari dermatitis kontak alergi. Setelah
pemaparan urushiol, pada tahap awal reaksi adalah rasa gatal yang intensif
rasa gatal dapat menyebar. Walaupun demikian, bulla atau vesikel yang
pecah dapat menyebar ke daerah tubuh lain, namun cairan vesikel tersebut
Bulla yang pecah tersebut dalam beberapa hari akan mengering dan
1. Dermatitis ringan
2. Dermatitis sedang
ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga meliputi bulla dan
3. Dermatitis berat
daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa gatal dan
blister dan bulla juga dapat terjadi. Selain itu, aktivitas harian pasien
2.3.5 Diagnosis
sebagai berikut:
a. Anamnesis
yang dipakai.
dan temperatur
dan lain-lain.
26
b. Pemeriksaan Klinis
kontak bahan yang dicurigai; yang tersering ialah daerah yang terpajan,
Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, kelainan kulit yang akut
dapat terlihat berupa eritem, vesikel, edema, bula, dan eksudasi. Kelainan
skuamasi. Bila ada infeksi terlihat pustulasi. Bila ada penumbuhan tampak
c. Pemeriksaan Laboratorium
lengkap. Bila ada infeksi bakteri hendaknya pus atau nanah dibiak dan
selanjutnya dilakukan tes resistensi. Bila ada jamur perlu diperiksa kerokan
kulit dengan KOH 10% dan selanjutnya dibiak dalam media Sabouraud
d. Uji tempel
alergis (80%) maka uji tempel perlu dikerjakan untuk memeriksa penyebab
konsentrasi tertentu. Sekarang sudah ada bahan tes tempel yang sudah
standar dan disebut unit uji tempel; unit ini terdiri dari filter paper disc,
yang dapat mengabsorbsi bahan yang akan diuji. Bahan yang akan diuji
27
Tabel 2.2
Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dengan Dermatitis Kontak Alergis
(DKA)
2.4 Tahu
Tahu adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang dilumatkan atau
1. Kedelai
2. Air
perendaman tahu yang sudah jadi sehingga dibutuhkan air dalam jumlah
banyak. Air yang digunakan di berasal dari air tanah atau air artesis.
yang digunakan diperoleh dari pabrik tahu lain dan dapat digunakan
secara berulang-ulang.
29
4. Soda kue
a. Persiapan
a) Pembersihan
b) Pengeringan
proses penggilingan.
30
c) Pemisahan Kulit
d) Pelunakan
dalam larutan pelunak yang masih panas selama 6-24 jam atau
e) Pencucian-Penirisan
rasa pahit, maka kedelai harus ditiriskan. Kedelai tanpa kulit yang
telah lunak akan menghasilkan tahu yang kenyal dan dalam jumlah
Digunakan bahan baku berupa asam cuka pekat atau asam cuka
terbuat dari kaca atau plastik dicampur dengan air bersih 500 ml
b) Batu tahu
penggumpal protein.
32
c) Whey
penggumpal protein.
1. Perendaman
zat antigizi (Antitripsin) yang ada pada kedelai. Zat antigizi yang
ada dalam kedelai ini dapat mengurangi daya cerna protein pada
2. Pencucian kedelai
besar.
3. Penggilingan
4. Perebusan/Pemasakan
pemanas uap. Uap panas berasal dari ketel uap yang ada di bagian
5. Penyaringan
terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan bawah
bahan utama yang akan dicetak menjadi tahu. Lapisan atas (whey)
36
yang berupa limbah cair merupakan bahan dasar yang akan diolah
8. Pemotongan tahu
tahu dipindahkan ke dalam bak yang berisi air agar tahu tidak
Diagram 2.1
Alur pembuatan tahu
Perendaman
Pencucian kedelai
Penggilingan
Perebusan/Pemasakan
Penyaringan
Pemotongan tahu
38
bahan kimia dan lain-lain. Sehingga terjadinya risiko kontak dengan bahan
kimia perlu dikendalikan dan dikotrol seperti membatasi jumlah kontak yang
1. Lama Kontak
kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan bahan
kimia maka akan semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan
yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus akan menyebabkan
kulit pekerja mengalami kerentanan mulai dari tahap yang ringan sampai
berkontak dengan bahan kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat
dermatitis kontak akut dengan angka 92,8%, dermatitis kontak sub akut
berjumlah 24 orang (77,4%). Pekerja dengan lama kontak > 8 jam sehari
dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara lama kontak
2. Frekuensi Kontak
1999).
kontak akut sebanyak 100% responden, sub akut pada 81% responden dan
kronis 80%. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara
oleh Lestari, dkk (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
kali sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah satu orang (3,8%),
(96,2%). Pekerja dengan frekuensi kontak >3 kali sehari yang menderita
3. Bahan Kimia
2001) dalam Ruhdiat (2006) dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.3
Bahan kimia berpotensi iritasi dan sensitisasi
teradiasi ultraviolet.
lalu kena sinar matahari, maka kerusakan kulit akan menjadi lebih berat,
Sebanyak 70-80% dari semua penyakit kulit akibat kerja disebabkan oleh
iritasi kulit tergantung pada: konsentrasi bahan kimia, lama pemaparan, sifat-
dermatitis kontak iritan yang disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam
kuat, basa kuat, logam berat dengan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan
misalnya sabun, detergen dan pelarut organik. Jenis dermatitis lain adalah
makin kecil nilai pH, dan sebaliknya. Bila pH berkurang, konsentrasi ion
44
kimia yang mempunyai pH kurang dari 7 bersifat asam. Bila Anda perhatikan,
maka konsentrasi ion H + setara dengan konsentrasi asamnya. Atau dalam kata
lain di dalam larutan netral, konsentrasi ion hidroksida dan ion hidronium
4. Suhu
Djuanda, dkk (1999) dalam bukunya Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
alergi dipengaruhi faktor-faktor seperti bahan yang bersifat iritan, lama kontak,
tinggi. Tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (2008)
5. Kelembaban
disebabkan oleh kelembaban yang tinggi selain disebabkan oleh suhu yang
tinggi. Pada penelitian Lestari, dkk (2008), proporsi pada populasi yang
6. Musim
pelindung diri bahkan lebih suka pakai celana pendek, kaus singlet atau
tanpa baju sehingga lebih mudah kontak dengan bahan kimia. Cuaca dingin
ini.
1. Jenis Kelamin
positif terdiri dari 58% wanita dan 42% pria. Berdasarkan hasil penelitan
pasien rawat jalan di RSUP Medan menunjukkan dari 40 pasien yang diuji
kerja dibandingkan pria. Insiden pada wanita lebih tinggi di usia muda,
usia.
47
2. Usia
lebih sering menderita dermatitis kontak akut karena lalai dalam bekerja,
diantara pekerja yang berusia > 30 tahun hanya sekitar 35,1% yang terkena
risiko atau peluang 2,8 kali terkena dermatitis kontak dibandingkan dengan
(33,3%), dan umur 24-29 tahun (16,7%). Hasil uji statistik menunjukkan
kelompok usia, artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap
dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya
3. Masa Kerja
maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
bahwa adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kejadian
paling banyak adalah pekerja dengan masa kerja < 6 tahun (61,5%)
sedangkan pekerja yang terkena dermatitis kontak dengan masa kerja > 6
orang pekerja yang menderita dermatitis mempunyai masa kerja < 1 tahun
dan yang menderita dermatitis dengan masa kerja > 2 tahun sebanyak 15
orang. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
selama >2 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik terlihat bahwa terdapat
yang telah bekerja >2 tahun terlihat dari nilai p value sebesar 0,014.
4. Jenis Pekerjaan
unit proses pendukung. Pada unit proses pendukung, pekerja yang tidak
dermatitis kontak (32,2%). Hasil uji satistik diperoleh nilai p value= 0,02
nilaai OR sebesar 3,358. Hal ini berarti pekerja pada unit proses realisasi
50
kontak. Nilai OR pada analisis antara jenis pekerjaan dan dermatitis kontak
risiko 6,21 kali lebih besar daripada pekerja dibagian lain untuk terkena
dermatitis kontak.
5. Riwayat Alergi
aspek pekerjaan atau tempat kerja, riwayat alergi terhadap makanan atau
alergi akan lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi
perubahan pH kulit.
tidak memiliki riwayat alergi. Hal ini terlihat dari nilai p value 0,383 > 0,05
pada CI 95%.
6. Jenis Kulit
jauh lebih mudah terkena dermatitis kontak daripada kulit telapak tangan
yang lebih tebal dari kulit wajah atau genital. Bisa saja kontak terhadap
sebagai dermatitis kelopak mata, atau dermatitis penis, dan kemudian baru
besar tubuh ditutupi oleh kulit tipis, yaitu 0,003 inci (0,08 mm). Kulit ini
52
Epidermis pada kulit yang tebal mungkin enam kali lebih tebal daripada
epidermis yang menutupi permukaan tubuh secara umum. Kulit tebal tidak
memiliki rambut, otot polos, atau kelenjar sebaceous. Kulit tebal di telapak
tangan, ujung jari, dan telapak kaki dapat dilindungi oleh banyak lapisan
7. Keringat
dan macerasi kulit di lipatan ketiak, pangkal paha atau pusat, dan mudah
larut dalam air menjadi bentuk lain dan mempermudah absorbsi melalui
pori-pori kulit. Gas-gas yang mudah larut dalam air seperti hydrogen
chlorida dan ammonia bila dihisap akan segera larut dalam cairan mucosa
saluran napas bagian atas yang selalu basah sehingga sering menyebabkan
iritasi dan lesi seperti rhinitis dan infeksi saluran napas bagian atas lainnya
fitur klinis seperti pruritus, eksim, lichenifikasi dan kekeringan kulit, super
infeksi dari bakteri atau jamur. Kulit dermatitis atopik ditandai dengan
kulit kering seperti eritema dan scaling dan juga berbagai bentuk
Kulit yang berminyak (lebih tahan terhadap sabun, bahan pelarut dan
zat-zat yang larut dalam air, sedangkan kulit kering kurang tahan terhadap
chemical dehydration seperti asam, basa, detergen dan bahan pelarut lemak,
misalnya terpentine, benzol dan sabun. Kulit yang banyak rambutnya mudah
terkena folliculitis bila kontak dengan minyak, gemuk, coklat ataupun debu
(Gilles L et.al, 1990 dalam Situmeang, 2008). Selain itu kelenjar minyak
dalam kulit dapat menjaga kelembaban kulit dan menjaga kulit agar tidak
kering.
8. Ras
kulit hitam. Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri
karena kulitnya kaya akan melanin. Mereka jarang menderita tumor kulit
oleh radiasi ultraviolet, kurang peka terhadap debu kimia, bahan pelarut
dan alkali. Melanin merupakan pigmen kulit yang berfungsi sebagi proteksi
dari pengaruh sinar matahari maupun gangguan fisis, mekanis dan kimiawi
(Djuanda, 1999).
oil dan ter, sering menderita dermatitis. Pekerja dengan riwayat atopic
dermatitis bila bekerja di lingkungan panas atau terpapar debu kimia dan
pengaruh faktor psikis, akan kambuh dalam stadium yang lebih berat.
berat bila tempat lesi dikenai bahan kimia atau terjadi penekanan. Pekerja
bahan yang larut dalam air. (Ganong, 2006 dalam Ernasari, 2012).
iritasi zat iritan (Partogi, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Rystedt
(1985), Bryld et.al (2003) dan Nilsson & Black (1986) dalam Agner &
menyebutkan bahwa fakta yang terkumpul dari dahulu sampai saat ini
kontak iritan. Studi terdahulu menyebutkan bahwa atopi hampir tiga kali
lebih besar pada penderita dermatitis di tangan pada populasi umum atau
kontrol yang sehat. Lalu belakangan ini diketahui bahwa dermatitis atopi
tidak ada perbedaan yang signifikan antara adanya riwayat atopi dengan
tidak ada riwayat atopi terhadap terjadinya dermatitis kontak dengan nilai
pvalue 0.199.
57
personal hygiene yang baik dan personal hygiene yang kurang baik. Hal
tangan namun tidak merusak lapisan pelindung kulit tangan. Jika jenis
yang lembab.
tangan sebagai alat pelindung diri pada saat bekerja. Seorang pekerja
biasanya menggunakan jenis sarung tangan yang terbuat dari karet dan
tangan tersebut harus tipis dan lentur melapisi ketat melekat pada tangan
hingga siku tangan pekerja secara kuat sehingga tidak boleh kendur. Jenis
sarung tangan dan penggunaan pada bidang ini adalah sarung tangan
8,556 kali lebih besar dari pekerja yang selalu menggunakan APD. Nilai
60
menggunakan APD. Hal ini karena batas minimum lebih besar dari satu
Budimulja (2008), Wolff K (2007), Djuanda (1987), Agner & Menne (2006),
Erliana (2008), Kusriastuti (1992), Lestari, dkk (2008) dan Partogi (2008)
kontak adalah faktor eksternal ( bahan iritan, lama kontak, frekuensi kontak,
lingkungan seperti musim, suhu dan kelembaban), faktor internal (faktor perbedaan
jenis kulit, usia, ras, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat
alergi, keringat, masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan (personal
Bagan 2.2
Kerangka Teori
1. Faktor Eksternal
a. Lama kontak
b. Frekuensi kontak
c. Bahan iritan
d. Musim,
e. Suhu
f. kelembaban
Sumber: Budimulja (2008), Wolff K (2007), Djuanda (1987), Agner & Menne (2006),
Erliana (2008), Kusriastuti (1992), Lestari, dkk (2008) dan Partogi (2008)
BAB III
Wolff K (2007), Djuanda (1987), Agner & Menne (2006), Erliana (2008),
Kusriastuti (1992), Lestari, dkk (2008) dan Partogi (2008) yang menyebutkan
bahwa faktor- faktor yang berhubungan dengan dengan dermatitis kontak adalah
faktor eksternal ( bahan iritan, lama kontak, frekuensi kontak, lingkungan seperti
musim, suhu dan kelembaban), faktor internal (faktor perbedaan jenis kulit, usia,
ras, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, keringat,
masa kerja, jenis pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan (personal hygiene)) dan
penggunaan APD. Dari kerangka teori yang dipaparkan, pada penelitian ini variabel
adalah faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak, suhu dan kelembaban) dan
faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, masa
Sedangkan variabel- variabel yang tidak diteliti adalah bahan iritan karena
bahan yang digunakan sama, musim karena musim di kelurahan Ciputat dan Ciputat
Timur sama, ras karena ras bersifat homogen, jenis kelamin karena bersifat
62
63
hygiene), jenis kulit, keringat dan penggunaan APD. Jenis kulit tidak diteliti
diteliti dikarenakan terlalu sulit menentukan kulit yang berkeringat pada pekerjaan
dalam hasilnya nanti. Penggunaan APD tidak diteliti karena saat melakukan studi
pendahuluan diketahui bahwa dari semua pekerja pembuat tahu tidak ada yang
memakai APD, sehingga jika diteliti tidak ada variasinya. Sama halnya dengan
penggunaan APD, kebiasaan mencuci tangan atau personal hygiene tidak diteliti
karena saat studi pendahuluan diketahui bahwa semua pekerja tidak ada yang
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Faktor Eksternal
a. lama kontak,
b. frekuensi kontak,
c. suhu
d. kelembaban Kejadian
Dermatitis
Faktor Internal Kontak
e. usia
f. riwayat penyakit kulit
g. riwayat atopi,
h. riwayat alergi,
i.masa kerja,
j.jenis pekerjaan
Sumber : Budimulja (2008), Wolff K (2007), Djuanda (1987), Agner & Menne (2006),
Erliana (2008), Kusriastuti (1992), Lestari, dkk (2008) dan Partogi (2008)
64
bulan
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
2. Ada hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
3. Ada hubungan antara suhu dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012.
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
5. Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012.
6. Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
tahun 2012.
7. Ada hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
67
8. Ada hubungan antara riwayat alergi dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
9. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
10. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
pembuat tahu di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012.
pabrik tahu yang berada di wilayah kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur,
Tangerang Selatan.
Populasi pada penelitian ini adalah pekerja pembuat tahu yang berada
pembuat tahu yang mewakili populasi, yaitu bekerja pada pabrik tahu yang
68
69
n
z 1 / 2
2 P 1 P Z1 P11 P1 P 2(1 P 2)
2
P1 P22
Keterangan:
pertama
kedua
5%=1,96
spesifikasinya yaitu:
70
1. Lama kontak
mengalami dermatitis kontak dengan lama kontak < 5 jam per hari
sebesar 5% dan pekerja dengan lama kontak > 5 jam per hari sebesar
70%.
2. Frekuensi Kontak
3. Usia
yang mengalami dermatitis kontak pada pekerja yang berusia < 30 tahun
(P1) sebesar 60,5% dan pekerja yang berusia > 30 tahun (P2) sebesar
35,1%.
4. Masa Kerja
mengalami dermatitis kontak pada masa kerja < 6 tahun (P1) sebesar
18,8% sedangkan proporsi pada populasi dengan masa kerja > 6 tahun
sebesar 61,5%.
71
5. Riwayat Alergi
6. Suhu
7. Kelembaban
mengalami dermatitis kontak pada kelembaban < 65% (P1) sebesar 74%
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Sampel
Kelembaban P1=74%=0,74
P2=0
P=0,37 N= 35
orang tetapi jumlah sampel yang didapatkan tetap memenuhi jumlah sampel
minimal.
4.4.3 Kuesioner
tertutup yaitu lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja, riwayat
Ciputat dan Ciputat Timur. Data primer yang akan diteliti dapat
penyakit kulit, riwayat atopi, jenis pekerjaan dan riwayat alergi. Suhu
harus dilakukan agar data siap untuk diuji statistik dan dilakukan analisis
data diteliti apabila ada kesalahan dan dibetulkan apabila masih ada
dependen.
BAB V
HASIL
tahu yang menjadi lokasi penelitian berjumlah 7 (tujuh) buah pabrik yang
Timur pada tahun 2012. Jumlah pekerja yang bekerja pada ketujuh pabrik
tersebut adalah sebanyak 79 orang. Jika dilihat dari hasil produksinya, terdapat 2
pabrik tahu yang menghasilkan tahu goreng, 1 pabrik tahu yang menghasilkan
tahu putih dan tahu goreng, 1 pabrik menghasilkan tahu putih super, 1 pabrik
menghasilkan tahu putih super, tahu putih Jambi dan tahu goreng, 1 pabrik
menghasilkan tahu putih dan tahu kuning, 1 pabrik lainnya hanya menghasilkan
tahu putih. Walaupun berbeda hasil produksi tahunya, tetapi bahan yang
Dalam satu kali produksi, rata-rata pabrik tahu di Wilayah Ciputat dan
Ciputat Timur mampu mengolah sebanyak 5 (lima) kuintal kacang kedelai. Hasil
dipasarkan di wilayah Pondok Labu yaitu di pasar Pondok Labu. Salah satu
kacang kedelai dapat menghasilkan 100 buah tahu putih super atau 400 buah
78
79
tahu putih Jambi atau dapat pula menghasilkan 600 buah tahu goreng. Semua
seperti formalin kedalam tahu mereka. Bahan penyedap yang digunakan hanya
termasuk zat kimia. Larutan penggumpal ini hanya mereka sebut dengan asam
yang terbuat dari batu tahu atau sioh koh. Larutan penggumpal ini tidak setiap
hari dibuat. Batu tahu atau sioh koh digunakan sebagai bibit pertama larutan
penggumpalan. Jika larutan penggumpalan yang terbuat dari sioh koh tersebut
selesai digunakan maka akan disimpan dan digunakan kembali pada keesokan
harinya. Dalam buku yang ditulis oleh Suprapti (2005), larutan sisa
penggumpalan yang dipakai lagi keesokan harinya disebut dengan whey. Lebih
tepatnya whey adalah cairan sisa proses penggumpalan dalam pembuatan tahu
yang masih dapat digunakan lagi sebagai bahan penggumpalan selanjutnya. Agar
dapat digunakan lagi untuk menggumpalkan protein dalam pembuatan tahu, sisa
kisaran pH whey yang digunakan oleh para pekerja pembuat tahu sebesr 3-4.
Artinya zat penggumpal ini memang bersifat asam. Tingkat keasaman suatu
kimia tersebut. Semakin asam larutan maka makin kecil nilai pH, dan
bagian pengepakan bertugas menyusun tahu agar siap dijual. Tiga buah pabrik
tahu yang berada di wilayah Ciputat Timur, pembagian kerjanya tidaklah jelas
seperti ini. Pekerja pada ketiga pabrik tersebut mengerjakan semua bagian atau
serabutan.
81
Gambar 5.1
Salah satu proses pembuatan tahu (pencetakan)
Tabel 5.1
Gambaran Tahapan Proses Kerja Pada Pabrik Tahu Beserta Jenis
Pekerjaan
kejadian dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di Ciputat dan Ciputat
Tabel 5.2
Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Pembuat Tahu di
Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012
Dari data yang tercantum dalam Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa
pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun 2012.
dari faktor eksternal (lama kontak, frekuensi kontak, suhu dan kelembaban)
dan faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi,
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi (Lama Kontak, Frekuensi Kontak, Masa Kerja, Usia,
Suhu dan Kelembaban) Pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat
Timur Tahun 2012
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi (Riwayat Penyakit Kulit, Riwayat Atopi, Riwayat Alergi, dan
Jenis Pekerjaan) pada Pekerja Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur
Tahun 2012
1. Lama Kontak
dipakai dalam membuat tahu yang dihitung dalam satu hari kerja. Pada
tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rata-rata lama kontak adalah 1.59 jam/hari
2. Frekuensi Kontak
kimia dalam beberapa kali per harinya. Frekuensi kontak ini dihitung saat
penyaringan. Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa rata-rata frekuensi kontak
3. Suhu Ruangan
35,13 °C, dengan standar deviasi 0.816. Suhu ruangan minimum adalah
4. Kelembaban Ruangan
maksimum adalah 60 %.
penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, masa kerja dan jenis
kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, dan jenis pekerjaan dapat terlihat
pada tabel 5.4. Sedangkan variabel masa kerja dan usia dapat dilihat
1. Usia
usia responden terdapat pada tabel 5.3. Dari tabel 5.3 dapat
86
tahun dan jumlah usia yang paling banyak pada pekerja pembuat
11.59.
3. Riwayat Atopi
4. Riwayat Alergi
5. Masa Kerja
responden. Distribusinya dapat dilihat pada tabel 5.3. Pada tabel 5.3
dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja responden adalah 11.80 tahun
(11 tahun 9 bulan) dengan standar deviasi 10.44. Responden ada yang
bekerja belum genap satu tahun sehingga masa kerja minimal adalah 0
tahun dan responden dengan masa kerja terlama yaitu responden yang
sudah bekerja sebagai pembuat tahu selama 42.5 tahun (42 tahun 6
bulan).
Tabel 5.5
Analisis Hubungan antara (lama kontak, frekuensi kontak, usia, masa kerja,
suhu dan kelembaban) dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu
di Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2012
Kejadian
No. Variabel Dermatitis N Mean Rank P value
Kontak
Dermatitis 37 43,70 0.001
Kontak
1. Lama kontak
Tidak Dermatitis 34 27,62
Kontak
Dermatitis 37 43,22 0.001
Kontak
2. Frekuensi kontak
Tidak Dermatitis 34 28,15
Kontak
Dermatitis 37 32,72 0.162
Kontak
3. Usia
Tidak Dermatitis 34 39,57
Kontak
Dermatitis 37 33.78 0.345
Kontak
4. Masa Kerja
Tidak Dermatitis 34 38.41
Kontak
Dermatitis 37 44,57 0.000
Kontak
5. Suhu
Tidak Dermatitis 34 26,68
Kontak
Dermatitis 37 33,68 0.319
Kontak
6. Kelembaban
Tidak Dermatitis 34 38,53
Kontak
89
Tabel 5.6
Distribusi Pekerja menurut (riwayat alergi, riwayat atopi, riwayat penyakit
kulit sebelumnya, jenis pekerjaan) dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja
Pembuat Tahu di Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2012
lama kontak dan dermatitis kontak didapatkan mean rank sebesar 43.70
bivariat antara frekuensi kontak dan lama kontak adalah sebesar 43.22
28.15. Nilai probabilitas atau pvalue yang didapatkan dari hasil analisis
Hal ini berarti pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna antara
suhu dan dermatitis kontak adalah sebesar 44.57 untuk responden yang
Pvalue yang didapatkan dari hasil analisis antara suhu dengan dermatitis
kontak adalah sebesar 0.000. Hal ini berarti pada alpha 5% terdapat
sebesar 0.319. Hal ini berarti pada alpha 5% tidak terdapat hubungan
yang menderita dermatitis kontak adalah sebesar 32.72 (tabel 5.5), tidak
terpaut jauh dengan nilai mean rank pada responden yang tidak
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai pvalue sebesar 0.021. Maka
28 orang (65.1%).
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai pvalue sebesar 0,001. Maka
Ciputat Timur.
riwayat alergi.
Dari hasil tabel 5.5 dapat diketahui bahwa pada analisis antara
variabel masa kerja dan dermatitis kontak menghasilkan nilai pvalue yang
lebih dari 0.05 yaitu 0.345 (0.345 > 0.05), dimana menunjukkan bahwa
kontak. Mean rank masa kerja pada responden yang menderita dermatitis
kontak adalah sebesar 33.78, tidak terpaut jauh dengan nilai mean rank
masa kerja pada responden yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu
sebesar 38.41.
orang (30,2%) dan pekerja yang bekerja dibagian lain dan tidak
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue sebesar 0,001. Maka
2. Pada penelitian ini, diagnosa dermatitis kontak oleh dokter umum, bukan
dilakukan oleh dokter spesialis. Selain itu tidak dilakukan penegakan diagnosa
jenuh, tetapi saat penelitian dilakukan, dari target responden 79 orang yang
4. Hasil penelitian pada variabel seperti pada lama kontak, frekuensi kontak,
riwayat penyakit kulit, riwayat atopi, riwayat alergi, dan masa kerja walau
respons terhadap pengaruh faktor eksternal dan atau faktor internal, menimbulkan
97
98
tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja, dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu adalah penyakit akibat kerja yang penyebabnya digolongkan
ke golongan kimiawi.
tidak selalu mudah dikarenakan banyak sekali kemungkinan yang ada. Selain itu
banyak yang tidak tahu atau menyadari seluruh zat-zat kimia yang bersentuhan
dengan kulit mereka. Seringkali lokasi awal ruam merupakan suatu petunjuk
penting.
kontak. Pekerja pembuat tahu mengaku rasa gatal dan panas akan dirasakan
seseorang jika baru pertama kali bekerja. Apalagi jika sebelumnya tidak pernah
Selain rasa gatal dan panas, pekerja juga merasakan kelainan kulit berupa
fissura (kulit pecah-pecah) dan exudat yang berisi cairan bening. Pekerja banyak
yang tidak mengetahui bahwa gejala yang mereka rasakan adalah dermatitis
gejala ringan seperti gatal dan perih dapat hilang jika mereka berhenti bekerja.
99
Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja pada pembuat tahu terdapat
di telapak tangan, sela jari tangan, dan lengan. Hal ini terjadi karena mereka tidak
ada yang menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan sehingga
dermatitis kontak banyak timbul didaerah sekitar tangan. Beberapa pekerja yang
memakai sepatu boots terhindar dari dermatitis pada kaki. Selain dermatitis, pada
Pekerja tidak disediakan tempat cuci tangan dengan air bersih dan sabun sehingga
mereka tidak mencuci tangannya dengan baik saat beralih dari pekerjaan satu ke
Kejadian dermatitis kontak banyak terjadi pada pekerja yang terkena larutan
mencampurkan air kedelai yang telah direbus dan disaring kelarutan penggumpal
yang mengandung asam. Pabrik tahu di Ciputat dan Ciputat Timur memberi
keterangan bahwa larutan ini pertama kalinya terbuat dari sioh koh. Mereka juga
Mereka hanya menggunakan garam untuk memberikan rasa asin pada tahu.
100
Gambar 6.1
Dermatitis pada pekerja pembuat tahu
Tahun 2012.
menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan
bahan kimia maka akan semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan
bersifat iritan atau alergen secara terus menerus akan menyebabkan kulit pekerja
mengalami kerentanan mulai dari tahap yang ringan sampai tahap yang berat.
Lama kontak adalah jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia
dalam hitungan jam/hari. Setiap pekerja memiliki lama kontak yang berbeda-
beda sesuai dengan proses kerjanya. Semakin lama berkontak dengan bahan
101
kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan
pembuat tahu dengan bahan kimia yang digunakan untuk tahap penggumpalan
adalah 1,59 jam/hari (1 jam 35 menit/hari) dengan standar deviasi 1,409. Pekerja
ada yang berkontak langsung dengan bahan penggumpal, ada pula yang sama
mereka. Sehingga lama kontak minimum pada penelitian ini adalah 0 jam/hari
dan lama kontak maksimum yaitu 4 jam/hari. Hasil uji statistik antara lama
kontak dan dermatitis kontak didapatkan pvalue sebesar 0,001, artinya pada
dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lestari, dkk (2008) yang
dengan kejadian dermatitis kontak (pvalue 0,003). Hasil penelitian Lestari, dkk
(2008) menunjukkan bahwa pekerja yang berkontak lebih lama cenderung lebih
sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak dengan bahan kimia maka akan
102
semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk
yang terbuat dari sari air laut. Sisa air Nigarin mempunyai pH netral bahkan
layak untuk diminum sehingga tidak menyebabkan dermatitis, selain itu limbah
Nigarin juga ramah lingkungan. Tahu yang terbuat dari Nigarin akan
Pemilik pabrik tahu sebaiknya menyediakan fasilitas untuk mencuci tangan yang
memadai agar pekerja dapat mencuci tangan dengan mudah. Pekerja juga
tangan yang baik setelah berkontak dengan bahan penggumpal tersebut untuk
Selain itu, pemakaian alat pelindung diri (APD) berupa sarung tangan
yang menutupi sampai bagian lengan dan baju kerja yang menutupi seluruh
bagian tubuh dapat dijadikan alternatif untuk mengendalikan lama kontak. Baju
kerja yang digunakan haruslah yang nyaman karena suhu ruangan di pabrik tahu
cukup panas. Sepatu boots juga harus dipakai saat bekerja dan dijaga
kebersihannya.
103
dermatitis kontak alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan
proporsional.
bahan kimia dalam beberapa kali per harinya. Frekuensi kontak ini dihitung
penyaringan. Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa rata-rata frekuensi kontak
kali/hari dan maksimum 25 kali/hari. Nilai pvalue yang didapatkan dari hasil
0,001. Hal ini berarti pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna antara
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lestari, dkk (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara frekuensi
kontak bahan kimia dengan kejadian dermatitis kontak yaitu dengan pvalue
sebesar 0,000. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Lingga (2011) bahwa terdapat hubungan antara frekuensi kontak dengan
Produksi tahu yang selalu banyak setiap hari (rata-rata 5 kuintal per
dermatitis kontak. Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh Cohen (1999)
tahu dengan Nigarin yang terbuat dari sari air laut. Sisa air Nigarin
wadah yang lebih besar untuk bak penyaringan. Jika menggunakan wadah
dikurangi dan itu akan mengurangi frekuensi pekerja dalam berkontak dengan
dan Ciputat Timur masih menggunakan cara tradisional dalam membuat tahu,
tidak ada yang menggunakan mesin atau alat yang canggih dalam pembuatan
tahu.
105
tangan yang memadai agar pekerja dapat mencuci tangan dengan mudah.
haruslah yang nyaman karena suhu ruangan di pabrik tahu sangat panas.
Sepatu boots juga harus dipakai saat bekerja dan dijaga kebersihannya.
Djuanda, dkk (1999) dalam bukunya Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
gesekan dan taruma fisis juga suhu dan kelembaban lingkungan. American
Suhu ruangan pada penelitian ini cukup tinggi. Suhu ruangan minimum
yang terdapat pada penelitian ini adalah 33.50°C dan suhu ruangan maksimum
tentang nilai ambang batas kesehatan lingkungan kerja industri, suhu udara
lingkungan kerja karena suhu rata-rata yang diperoleh yaitu 35,13 °C. Standar
deviasi suhu ruangan yang didapat adalah sebesar 0.816. Pvalue yang
didapatkan dari hasil analisis antara suhu dengan dermatitis kontak adalah
sebesar 0,000. Hal ini berarti pada alpha 5% terdapat hubungan yang
Hasil penelitian ini sesuai dengan hal yang dikemukakan oleh American
tingginya suhu pada pabrik tahu pada penelitian ini menjadi faktor yang
dermatitis atopi, suhu lingkungan yang panas akan memicu terjadinya gejala
(2010).
Ruangan dapat diberikan ventilasi seperti jendela yang lebar dan local exhaust
berdekatan dengan titik operasi dimana kontaminan (dalam hal ini panas)
dilepaskan. Selain itu sebaiknya untuk dapur diberikan ruangan khusus yang
107
terpisah dari ruang produksi agar asap dan uap panas yang dihasilkan oleh
tabel 5.4, pvalue yang didapatkan dari hasil analisis antara kelembaban
dengan dermatitis kontak adalah sebesar 0,319. Hal ini berarti pada alpha 5%
kontak.
kelembaban pada pabrik tahu masih dalam ambang batas Keputusan Menteri
Kesehatan No.1405/MenKes/SK/XI/2002.
proporsi pada populasi yang mengalami dermatitis kontak pada kelembaban <
dermatitis kontak.
kurang dari 95% tetapi menderita dermatitis kontak (37 orang) ternyata
kontak pada kelompok ini juga diatas rata-rata yaitu sebanyak 12 kali/hari.
Selain lama kontak dan frekuensi kontak, pekerja yang berada pada
kelembaban kurang dari 95% dan menderita dermatitis kontak ternyata 59.5%
mempunyai riwayat atopi dan riwayat penyakit kulit, 51.4% diantaranya juga
Pekerja yang berada pada kelembaban kurang dari 95% dan menderita
dermatitis kontak juga rata-rata bekerja pada suhu ruangan sebesar 35.49°C
dimana suhu tersebut melebihi dari rata-rata suhu ruangan yang ada
(35.13°C).
Pada penelitian ini, dermatitis kontak yang dialami oleh pekerja walau
disebabkan oleh frekuensi kontak yang tinggi. Seperti yang dijelaskan oleh
Cohen (1999) bahwa frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang
Selain itu, lama kontak diatas rata-rata (2 jam/hari) juga dapat menjadi
yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan
109
luar, semakin lama berkontak dengan bahan kimia maka akan semakin
merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya
dermatitis. Kontak dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara
dari tahap yang ringan sampai tahap yang berat (Hudyono, 2002).
lingkungan yang aman (kurang dari 95%). Hal ini dikarenakan pekerja yang
sebelumnya atau yang sedang sakit kulit cenderung lebih mudah mendapat
Ernasari, 2012). Selain itu seseorang yang memiliki riwayat atopi juga lebih
atau sedang menderita penyakit kulit akan lebih mudah mendapat dermatitis
kontak akibat kerja, karena fungsi perlindungan kulit sudah berkurang akibat
antara lain hilangnya lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan
penyaringan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh
6,21 kali lebih besar daripada pekerja dibagian lain untuk terkena dermatitis
kontak.
Suhu ruangan pada penelitian ini cukup tinggi. Pekerja yang berada
pada kelembaban kurang dari 95% dan menderita dermatitis kontak rata-rata
bekerja pada suhu ruangan sebesar 35.49°C. Sehingga tidak sesuai dengan
lingkungan yang panas akan memicu terjadinya gejala dermatitis yang lebih
hasil penelitian ini, suhu ruangan menjadi salah satu faktor yang mendominasi
kontak, yaitu faktor frekuensi kontak, lama kontak, riwayat alergi, riwayat
sering menderita dermatitis kontak akut karena lalai dalam bekerja, terkena
111
kurang. Pada penelitian ini, data usia yang dituliskan dalam kuesioner oleh
responden dicocokkan dengan data yang ada di KTP. Dalam penelitian ini
Hasil uji statistik pada analisis bivariat menunjukkan pvalue sebesar 0,162.
yang bermakna antara usia dengan dermatitis kontak pada pekerja pembuat
seperti yang dikatakan oleh Ganong (2006) dan tidak sesuai dengan hasil
dari penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2007), hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Erliana (2008) bahwa usia bukan merupakan faktor
kontak.
Dalam penelitian ini, diketahui bahwa pekerja yang berusia lebih dari
mempunyai riwayat atopi sebanyak 52.6%. Pekerja yang berusia lebih dari
112
pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit cenderung lebih
Sehingga dalam penelitian ini riwayat penyakit kulit menutupi faktor usia.
Selain itu diketahui bahwa pekerja yang berusia lebih dari 30 tahun
atopi. Dimana diketahui bahwa seseorang yang memiliki riwayat atopi juga
lebih rentan terhadap efek iritasi zat iritan (Partogi, 2008). Sehingga
sebelumnya bahwa sebanyak 63.2% pekerja yang berusia lebih dari 30 tahun
akan lebih mudah mendapat dermatitis kontak akibat kerja, karena fungsi
Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan kulit,
kulit (Djuanda, 2007). Sehingga pada penelitian ini dapat dilihat bahwa
riwayat alergi adalah salah satu faktor yang mendominasi usia pekerja untuk
kontak dapat menyerang semua usia (tidak tergantung dari usianya). Jika
113
pekerja berusia tua atau lebih dari 30 tahun, mereka terkena dermatitis
riwayat peradangan pada kulit dengan gejala subyektif berupa gatal, rasa
mengelupas, kulit kering, kulit bersisik, dan penebalan pada kulit atau
kelainan kulit lainnya yang sebelumnya pernah atau sedang diderita oleh
pekerja.
Pekerja yang sebelumnya atau yang sedang sakit kulit non occupational
pekerja dengan acne yang bekerja terpapar dengan cutting oil dan ter sering
lingkungan panas atau terpapar debu kimia dan pengaruh faktor psikis, akan
kambuh dalam stadium yang lebih berat. Karyawan dengan psoriasis atau
dermatitis kronik akan menjadi lebih berat bila tempat lesi dikenai bahan
penyakit kulit bila kontak dengan bahan yang larut dalam air. (Ganong, 2006
kuesioner. Pada tabel 5.3 diketahui bahwa responden yang memiliki riwayat
penyakit kulit adalah sebanyak 32 orang (45,1 %) dan yang tidak memiliki
riwayat penyakit kulit adalah sebanyak 39 orang (54,9 %). Hasil analisis
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai pvalue sebesar 0,021. Maka dapat
riwayat penyakit kulit dengan dermatitis kontak pada pekerja pembuat tahu di
ditunjukkan dengan nilai Odds Ratio sebesar 3,520. Artinya adalah risiko
kontak adalah 3,52 kali dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian dari Cahyawati (2011)
yang menyebutkan bahwa faktor riwayat penyakit kulit menjadi faktor yang
mengalami dermatitis kontak dengan riwayat penyakit kulit sebesar 90% dan
gatal, rasa terbakar, perih, kemerahan, pembentukan lepuh kecil pada kulit,
dan penebalan pada kulit pada bagian telapak tangan, lengan, dan kaki.
salep atau bedak untuk mengurangi gejala yang mereka rasakan. Kejadian
dermatitis kontak yang di alami oleh para pembuat tahu kemungkinan dipicu
oleh penyakit kulit yang sebelumnya pernah diderita. Saat pengobatan yang
dilakukan tidak tuntas, maka kulit yang terdapat luka terbuka akan
116
tangan yang baik dan benar. Benar dalam arti tahapan mencuci tangan dan
baik dalam artian bahan yang digunakan untuk mencuci tangan. Sebaiknya
bagi pekerja pembuat tahu yang memiliki penyakit kulit khususnya memakai
alat pelindung diri seperti sarung tangan yang panjangnya sampai lengan,
sepatu boots dan pakaian kerja yang menutupi seluruh badan tetapi tetap
lalu tidak memakai alat pelindung diri yang memadai, penyakit kulit yang di
iritasi zat iritan (Partogi, 2008). Variabel riwayat atopi diketahui dengan cara
yang memiliki riwayat atopi sebanyak 28 orang (39,4 %) dan yang tidak
memiliki riwayat atopi sebanyak 43 orang (60,6 %). Berdasarkan tabel 5.5,
tetapi tidak memiliki riwayat atopi adalah sebanyak 15 orang (34,9 %). Dari
yang bermakna antara riwayat atopi dengan dermatitis kontak pada pekerja
pembuat tahu di wilayah Ciputat dan Ciputat Timur. Hasil analisis keeratan
hubungan ditunjukkan dengan nilai Odds Ratio sebesar 6,844. Artinya adalah
dengan nilai Odds Ratio sebesar 6,844. Artinya adalah risiko responden yang
6,844 kali dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat atopi.
(1985), Bryld et.al (2003) dan Nilsson & Black (1986) dalam Agner & Menne
Dalam eksperimen studi TEWL yang telah dilaporkan pasien dengan atopik
dermatitis dilaporkan bereaksi lebih parah terhadap iritasi dari kontrol yang
sehat.
bahwa pasien dengan dermatitis atopi dilaporkan telah beraksi lebih cepat
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Tetapi abnormalitas yang ada pada
pasien dengan dermatitis atopi tidak ditemukan pada pasien dengan atopi di
Coenraads et.al (2006) dalam Agner & Menne (2006) juga menyebutkan
bahwa fakta yang terkumpul dari dahulu sampai saat ini adalah riwayat
dermatitis atopi adalah faktor risiko terhadap dermatitis kontak iritan. Studi
terdahulu menyebutkan bahwa atopi hampir tiga kali lebih besar pada
penderita dermatitis di tangan pada populasi umum atau kontrol yang sehat.
Sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan hal yang diungkapkan oleh Agner
mencuci tangan. Lakukan proses cuci tangan yang baik dengan memakai air
mengalir dan sabun dan juga melakukan tahapan cuci tangan dengan benar.
Untuk mendukung cuci tangan yang baik dan benar tersebut sebaiknya
Pemakaian alat pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boots juga
memakai baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh juga diperlukan.
aspek pekerjaan atau tempat kerja, riwayat alergi terhadap makanan atau obat-
atau sedang menderita penyakit kulit atau memiliki riwayat alergi akan lebih
yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan kulit, rusaknya saliuran
dilihat distribusinya dalam tabel 5.3. Responden yang memiliki riwayat alergi
120
sebanyak 25 orang (35,2 %) dan yang tidak memiliki riwayat alergi sebanyak
adalah sebanyak 18 orang (39,1%). Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
pvalue sebesar 0,006. Maka dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5% terdapat
hubungan yang bermakna antara riwayat alergi dengan dermatitis kontak pada
pekerja pembuat tahu di wilayah Ciputat dan Ciputat Timur. Hasil analisis
Artinya adalah risiko responden yang mempunyai riwayat alergi untuk terkena
kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis kontak. Hasil penelitian ini
alergi dan mengalami dermatitis sebanyak 10 orang (50%) dan nelayan yang
(50%).
121
Alergi yang banyak di derita oleh para pekerja pembuat tahu adalah
alergi terhadap makanan seperti ikan dan udang. Lokasi alergi kebanyakan
terdapat pada lengan dan paha. Saat terpapar alergen pekerja mengeluhkan
bengkak, rasa gatal dan merah pada kulit. Kebanyakan dari mereka tidak
bahan-bahan atau zat yang menjadi alergen pada tubuh dan sebaiknya jika
alergi yang diderita dan juga mengenai dermatitis kontak. Sehingga pekerja
pelindung diri seperti sarung tangan dan sepatu boots juga memakai baju kerja
yang menutupi seluruh bagian tubuh adalah hal yang tidak boleh ditinggalkan.
maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
lingkungan kerjanya. Pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja
responden adalah 11,49 tahun (11 tahun 9 bulan) dengan standar deviasi
10,44. Responden ada yang bekerja belum genap satu tahun sehingga masa
122
kerja minimal adalah 0 tahun dan responden dengan masa kerja terlama yaitu
responden yang sudah bekerja sebagai pembuat tahu selama 42,5 tahun (42
tahun 6 bulan).
Dari hasil tabel 5.4 dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja
pada rata-rata masa kerja responden yang tidak menderita dermatitis adalah
38,41 tahun. Nilai pvalue yang lebih dari 0,05 (0,345 > 0,05) menunjukkan
tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak.
yang bermakna antara masa kerja dengan dermatitis kontak pada pekerja
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh
semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan
kerjanya. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian Erliana
antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak dengan pvalue sebesar
0,018. Dalam penelitian tersebut juga dapat diketahui bahwa pekerja yang
kerja < 6 tahun (61,5%) sedangkan pekerja yang terkena dermatitis kontak
Walau pada variabel masa kerja dalam penelitian ini tidak sejalan
dengan hal yang diungkapkan Suma’mur (1996) dan Erliana (2008), tetapi
pekerja yang menderita dermatitis mempunyai masa kerja < 1 tahun dan
yang menderita dermatitis dengan masa kerja > 2 tahun sebanyak 15 orang.
Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa
Dalam penelitian ini terlihat bahwa pekerja dengan masa kerja yang
seharusnya tidak berisiko terkena dermatitis kontak atau dengan masa kerja
kurang dari 2 tahun ternyata tetap menderita dermatitis kontak. Hal ini
kontak. Dalam penelitian ini diketahui bahwa dari pekerja dengan masa kerja
kurang dari 2 tahun dan menderita dermatitis kontak ternyata sebanyak 60%
sebelumnya atau yang sedang sakit kulit cenderung lebih mudah mendapat
penyakit kulit atau memiliki riwayat alergi akan lebih mudah mendapat
Sebanyak 60% pekerja dengan masa kerja kurang dari 2 tahun dan
dengan kejadian dermatitis kontak (pvalue = 0,001). Selain itu juga telah
(1992) pada pembuat tahu di wilayah Utan Kayu yang menunjukkan bahwa
penyakit kulit yang diderita pekerja dan jenis pekerjaan pada pekerja
tersebut.
oleh responden. Distribusinya dapat dilihat pada tabel 5.3. Responden yang
bagian lainnya sebanyak 7 orang (25%). Dari hasil uji statistik diperoleh
nilai pvalue sebesar 0,001. Maka dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%
kontak pada pekerja pembuat tahu di wilayah Ciputat dan Ciputat Timur.
sebesar 6,923. Artinya adalah risiko responden yang bekerja pada bagian
penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh
mempunyai peluang risiko 6,21 kali lebih besar daripada pekerja dibagian
penggumpal yang bersifat asam dan di dukung oleh paparan air yang cukup
rebusan.
bahan lain yang terbuat dari Nigarin. Pemakaian mesin pengaduk dan mesin
sampai lengan dan sepatu boots agar tangan dan kaki tidak langsung
7.1 Simpulan
sebagai berikut:
1. Gambaran pekerja pembuat tahu di wilayah Ciputat dan Ciputat Timur tahun
2012 yang menderita dermatitis kontak adalah sebanyak 37 orang (52,1%) dan
jam/hari.
c. Suhu ruangan rata-rata saat responden bekerja adalah 35,13 °C, dengan
standar deviasi 0.816. Suhu ruangan minimum adalah 33.50°C dan suhu
127
128
3. Gambaran gambaran faktor internal (usia, riwayat penyakit kulit, riwayat atopi,
riwayat alergi, masa kerja, jenis pekerjaan) pada pekerja pembuat tahu di wilayah
kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:
sedangkan usia pekerja tertua adalah 72 tahun dan jumlah usia yang
orang (45,1 %) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit adalah
dan yang tidak memiliki riwayat alergi sebanyak 46 orang (64,8 %).
e. Rata-rata masa kerja responden adalah 11,49 tahun (11 tahun 9 bulan)
dengan standar deviasi 10,44. Responden ada yang bekerja belum genap
satu tahun sehingga masa kerja minimal adalah 0 tahun dan responden
dengan masa kerja terlama yaitu responden yang sudah bekerja sebagai
4 orang ( 5,6%).
lama kontak dengan pvalue 0.001, frekuensi kontak dengan pvalue 0.001, suhu
penyakit kulit dengan pvalue 0,021 , riwayat atopi dengan pvalue 0.001, riwayat
alergi dengan pvalue 0.006, dan jenis pekerjaan dengan pvalue 0.001. Sedangkan
faktor internal yang tidak berhubungan dengan dermatitis kontak adalah usia
7.2 Saran
yang diderita dan juga mengenai dermatitis kontak. Sehingga pekerja dapat
atau zat yang menjadi alergen pada tubuh dan sebaiknya jika terjadi reaksi
4. Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan yang baik dan benar. Baik
dalam arti tahapan mencuci tangan dan bahan yang digunakan untuk
mencuci tangan.
lotion kulit yang dapat menjaga kelembaban kulit. Setelah memakai lotion,
gunakan APD berupa sarung tangan. Lotion juga dapat dipakai ketika telah
selesai bekerja.
6. Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan yang menutupi sampai
bagian lengan dan baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh. Baju
kerja yang digunakan haruslah yang nyaman karena suhu ruangan di pabrik
tahu sangat panas. Sepatu boots juga harus dipakai saat bekerja dan dijaga
kebersihannya.
131
dari sari air laut. Sisa air nigarin mempunyai pH netral, tidak menyebabkan
3. Sebaiknya pemilik pabrik tahu menyediakan wadah yang lebih besar untuk
penyaringan.
4. Sebaiknya pada ruangan pabrik tahu diberikan sirkulasi udara yang memadai
untuk mengurangi suhu di dalam ruangan yang amat panas. Ruangan dapat
diberikan ventilasi seperti jendela yang lebar dan local exhaust agar sirkulasi
5. Sebaiknya untuk dapur diberikan ruangan khusus yang terpisah dari ruang
produksi agar asap dan uap panas yang dihasilkan oleh kompor tidak
Agner, Tove, Torkil Menne. Individual Predisposition to Irritant and Allergic Contact
www.skincarephysicians.com/eczemanet/heat_humidity.html
Ariawiyana, Febby. Tahu tanpa Cuka, Tahu Nigarin. 2012. [cited: 6 September 2012.
Kompasiana.com/post/wirausaha/2012/08/23/tahu-tanpa-cuka-tahu-nigarin
http://www.chem-istry.org/materi_kimia/kimia_dasar/asam_dan_basa/hubungan-
tingkat-keasaman-dengan-ph/
Balaban, Naomi E, Bobick, James E. Anatomy Q&A The Handy Anatomy Answer Book.
Cahyawati, Imma Nur. Irwan Budiono. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Semarang. 2011.
133
134
Occupational Safety and Health Second Edition. Canada: John Wiley & Sons Inc.
1999.
Number 8, 1999.
Dinas Kesehatan Sulawesi Utara. Upaya Kesehatan Kerja Bagi Perajin (Kulit, Mebel,
Aki Bekas, Tahu & Tempe, Batik). [cited: 2012 June]. Available: http://dinkes
sulsel.go.id/new/images/pdf/pedoman/pedoman%20upaya%20yankes%20perajin.
Erliana. Hubungan Karakteristik Individu Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan
Perajin Tahu Di Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli Tahun 2011. Tesis.
Fredickson, Andrew. Kajian Potensi Asetat, Natrium benzoat, dan kalium sorbet
Haryoga, I Made. Sakit kulit karena pekerjaan bagian II. 2009. Available :
http://imadeharyoga.com/2009/01/sakit-kulit-karena-pekerjaan-bagian-ii/
Keputusan Presiden Republik Indonesia no. 22 tahun 1993. Penyakit Yang Timbul
Kusriastuti, Rita. Dermatitis Pada Industri Tahu kelurahan Utan Kayu. Fakultas
Lestari, Fatma, Utomo HS. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak
pada pekerja di PT. Inti Pantja Press Industri. Departemen Keselamatan dan
Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Makara, Kesehatan, Vol. 12,
Lingga, Ira Nola. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak
Yogyakarta. 2008
Application For The Development Of Products For Sensitive And Atopic Skin.
Nuraga, Wisnu. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia Di PT. Moric Indonesia Tahun
Ruhdiat, Rudi. Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat
Sadzali, Imam. Potensi Limbah Tahu Sebagai Biogas dalam Jurnal UI Untuk Bangsa
Siregar, RS. Dermatosis Akibat Kerja. SMF Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin Fakultas
Situmeang, Suryani MS. Analisa Dermatitis Kontak Pada Pekerja pencuci Botol di PT.
2008
Suma’mur, PK. Diagnosa Dan Penilaian Cacat Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: 2010.
Available : http://www.jamsostek.co.id/content_file/diagnosa.pdf
Taylor, JS., Amado A. Contact Dermatitis and Related Conditions. USA: 2009.
138
Trihapsoro, Iwan. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji
Adam Malik Medan. Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Fakultas
http://lordbroken.wordpress.com/2010/07/16/proses-pembuatan-tahu/
Wolff, Klause, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
Yusfinah, dkk. Dermatitis Kontak Alergi Karena Cat Rambut. Majalah Kedokteran
KUESIONER PENELITIAN
INFORMED CONSENT
Assalamualaikum Wr. Wb
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Tidak
Tanda Tangan
Identitas Responden
Nama :
Alamat :
No. Telp./Hp :
No Pertanyaan Kode
A Lama Kontak
A1 Pernahkah anda kontak/bersentuhan dengan bahan kimia (Asam Cuka Asam cuka
encer / batu tahu / kalsium sulfat, Natrium (sodium) benzoat, Nipagin (para amino
benzoic acid / PABA), Asam propionate)) selama proses pekerjaan anda? [ ]
0. Ya
1. Tidak (langsung ke pertanyaan C1)
A2 Berapa lama anda bersentuhan/kontak dengan bahan kimia tersebut dalam satu
hari? [ ]
…………….jam/hari
B Frekuensi Kontak
B1 Berapa kali anda bersentuhan dengan bahan kimia tersebut dalam 1 hari?
[ ]
………………x/hari
C Usia
C1 Pada tanggal, bulan, dan tahun berapa anda lahir?
[ ]
Tanggal…….., bulan…………………., tahun…………
D Riwayat Atopi
D1 Apakah anda pernah menderita salah satu penyakit yang bersifat keturunan seperti
asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi, serta konjungtivitis alergi?
[ ]
0. Ya
1. Tidak
D2 Apakah salah satu keluarga anda pernah menderita salah satu penyakit yang bersifat
keturunan seperti asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi, serta konjungtivitis alergi?
[ ]
0. Ya
1. Tidak
E Riwayat Penyakit Kulit
E1 Apakah sebelumnya anda pernah mengalami penyakit/peradangan pada kulit?
0. Ya [ ]
1. Tidak (langsung ke pertanyaan F1)
E2 Pada bagian mana anda mengalami penyakit kulit tersebut?
a. Telapak tangan ( )
b. Punggung tangan ( )
c. Lengan tangan ( )
d. Sela jari tangan ( )
[ ]
e. Wajah ( )
f. Leher ( )
g. Punggung ( )
h. Kaki ( )
i. Lainnya ……………………….
E3 Bagaimana tanda dan gejala penyakit/peradangan kulit yang pernah anda alami?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Gatal ( )
b. Rasa terbakar ( )
c. Kemerahan ( )
d. Bengkak ( )
[ ]
e. Lepuh kecil pada kulit ( )
f. Kulit mengelupas ( )
g. Kulit kering ( )
h. Kulit bersisik ( )
i. Penebalan pada kulit ( )
j. Lainnya.............
E4 Bagaimana cara anda mengobati penyakit kulit tersebut?
a. Tidak melakukan pengobatan
[ ]
b. Melakukan pengobatan
Alasan : …………………………………………………..
F Riwayat Alergi
F1 Apakah anda pernah mengalami alergi pada kulit?
0. Ya
[ ]
1. Tidak (langsung ke pertanyaan G1)
No. responden:
Nama :
Tanggal :
Anamnesis/Pemeriksaan:
K Tipe Kulit
K1 Bagaimana ketebalan kulit yang dimiliki pekerja?
0. Tipis [ ]
1. Tebal
K2 Apakah pekerja mengeluarkan keringat berlebih pada telapak
tangan saat melakukan pekerjaan
0. Tidak
1. Ya
L Hasil Diagnosis Dermatitis Kontak oleh Dokter Kode
L1 0. Dermatitis
[ ]
1. Tidak Dermatitis
146
*Faktor Eksternal
Statistics
N Valid 71 71 71 71 71
Missing 0 0 0 0 0
*Faktor Internal
dermatitis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
riwayat_peny_kulit
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
alergi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
N Valid 71
Missing 0
Mean 11.80
Median 8.00
Minimum 0
Maximum 43
jenis_pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
dermatitis
ya tidak Total
riwayat_peny_kulit Ya Count 22 10 32
Tidak Count 15 24 39
Total Count 37 34 71
Chi-Square Tests
a
Pearson Chi-Square 6.462 1 .011
b
Continuity Correction 5.305 1 .021
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,32.
Crosstab
dermatitis
ya tidak Total
riwayat_peny_kulit Ya Count 22 10 32
Tidak Count 15 24 39
Total Count 37 34 71
Risk Estimate
N of Valid Cases 71
atopi * dermatitis
Crosstab
dermatitis
ya tidak Total
atopi ya Count 22 6 28
tidak Count 15 28 43
Total Count 37 34 71
Chi-Square Tests
a
Pearson Chi-Square 12.969 1 .000
b
Continuity Correction 11.278 1 .001
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,41.
Chi-Square Tests
a
Pearson Chi-Square 12.969 1 .000
b
Continuity Correction 11.278 1 .001
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,41.
Risk Estimate
N of Valid Cases 71
Case Processing Summary
Cases
alergi * dermatitis
Crosstab
dermatitis
ya tidak Total
alergi ya Count 19 6 25
tidak Count 18 28 46
Chi-Square Tests
a
Pearson Chi-Square 8.823 1 .003
b
Continuity Correction 7.407 1 .006
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,97.
N of Valid Cases 71
Jenis pekerjaan*dermatitis
dermatitis
ya tidak Total
Lainnya Count 7 21 28
Total Count 37 34 71
a
Pearson Chi-Square 13.618 1 .000
b
Continuity Correction 11.884 1 .001
N of Valid Cases 71
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,41.
Risk Estimate
N of Valid Cases 71
Mann-Whitney Test (Untuk Variabel Numerik)
Ranks
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
Total 71
a
Test Statistics
masa_kerja_tahu
usia n suhu kelembaban
a
Test Statistics
Lama_kontak frekuensi
Z -3.433 -3.178