Anda di halaman 1dari 9

Segitiga Epidemiologi dan Pelayanan Kesehatan sebagai

Faktor Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue

Ellen E.S Walansendow


102011416

eunike.ellen@rocketmail.com

Pedahuluan

A. Latar Belakang
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia kerap terjadi setiap tahunnya.
Walaupun pemerintah telah melakukan pencegahan seperti fogging(pengasapan), 3M dan
upaya lainnya , upaya pencegahan yang dilakukan belum mampu atau belum berhasil
menekan secara sempurna laju kasus DBD secara menyeluruh. Tentu hal ini terjadi
karena masih banyak factor-faktor lain yang harus diperhatikan, dan factor-faktor tersebut
harus berjalan seimbang, baik masyarakat itu sendiri, penyebab penularan DBD,
Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan untuk masyarakat.
Dari semua pertimbangan tersebut, perlu adanya koreksi untuk kembali mempelajari halhal yang mempengaruhi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).

A. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk menjelaskan factor-faktor yang
memengaruhi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue(DBD) di masyarakat dan
pencegahannya.

Pembahasan

A. Pengertian DBD (Demam Berdarah Dengue)


Demam dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali disertai dengan
sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leucopenia sebagai gejalanya.
Demam berdarah dengue(DHF) ditandai oleh empat manifestasi klinis utama : demam
tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tandatanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok hipovolemik yang
diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue (DSS) dan
dapat menjadi fatal.[1]
Dengue merupakan arbovirus paling penting dengan jumlah 40-80 orang menjadi
terinfeksi setiap tahun di dunia.[2]
Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes yang
terinfeksi teruatama aedes agypti dan karenanya dianggap sebagai arbovirus (virus yang
ditularkan melalui antropoda). Virus kemudian berkembang di dalam nyamuk selama
periode 8-10 hari sebelum ini dapat ditularkan ke manusia lain selama menggigit atau
menghisap darah berikutnya.
Virus dengue merupakan bagian dari flaviviridae, hingga sekarang telah dapat di
isolasi 4 serotipe di Indonesia yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4.[3]

B. Segitiga Epidemiologi
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai factor yang saling
mempengaruhi. Factor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit
(agent) dan penjamu (host). Ketiga factor penting ini disebut segitiga epidemiologi
(epidemiologi triangle). Hubungan ketiga factor tersebut digambarkan secara sederhana
sebagai timbangan, yaitu agen penyebab penyakit pada satu sisi dan penjamu pada sisi
yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.[4] (Gambar.1)

Gambar.1
Bila agen penyebab penyakit dengan penjamu berada dalam keadaan
seimbang , maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan
keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit.

B.1 Lingkungan
Secara keseluruhan, semua penduduk menghalangi resiko penyakit yang
bersumber pada lingkungan. Kesehatan lingkungan menjadi sangat penting untuk
dilakukan.[5]
Lingkungan terbagi menjadi 2 yaitu lingkungan fisik dan lingkungan non-fisik.[4]
B.1.1 Lingkungan fisik.
B.1.1.1 Keadaan Geografis
Keadaan Geografis, seperti ketinggian mempengaruhi penularan
penyakit. Nyamuk Aedes aegypti tidak menyukai ketinggian lebih dari
1000m di atas permukaan laut. Kadar oksigen memengaruhi daya tahan
tubuh seseorang. Semakin tinggi letak pemukiman maka akan semakin
rendah kadar oksigennya. Lingkungan persawahan juga bisa dihubungkan
dengan penyakit yang ditularkan oleh cacing, parasit dan nyamuk.
B.1.1.2 Kelembapan Udara
Sebagian besar vektor penyakit dan agen penyebab penyakit lebih
menyukai lingkungan yang lembap. Nyamuk aedes agypti biasanya
mencari tempat perkembang biakan yang teduh dan terlindung dari sinar
matahari.
B.1.1.3 Temperatur

Temperatur sering dihubungkan dengan cuaca dan letak negara. Di


negara tropis seperti di Indonesia. Temperatur yang lebih rendah, lebih
disukai oleh vektor dan agen penyebab penyakit, dibandingkan dengan
temperatur tinggi.
B.1.1.4 Genangan Air / Penampungan Air
Aedes agypti adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama
hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan
air jernih atau tempat penampungan air di sekitar rumah. Sedangkan
nyamuk aedes albopictus tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya
di sekitar rumah atau pohon pisang, pandan, kaleng bekas, dll.[3]

B.1.2 Lingkungan Non-fisik


Lingkungan non-fisik meliputi sosial (pendidikan, pekerjaan), budaya
(adat, kebiasaan turun temurun), ekonomi( krbijakan mikro dan kebijakan lokal),
dan politik kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan dan penanggulangan
suatu penyakit.[4]

B.2 Agen/agent
Agen sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang
terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan. Dalam kasus Demam Berdarah
Dengue. Virus sebagai agen, yaitu virus dengue. Virus dengue merupakan anggota family
flaviviridae. Keempat tipe virus dengue menunjukkan banyak kesamaan karakteristik
dengan flavivirus yang lain. Virus dengue bersifat labil terhadap panas (termolabil). Ada
empat virus penyebab DBD yaitu, Den-1,Den-2,Den-3 dan Den-4.[6]

B.3 Pejamu/Host
Pejamu ialah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor
risiko untuk terjadinya penyakit. Faktor pejamu dan agen dapat diumpamakan sebagai

tanah dan benih, Tumbuhnya benih tergantung keadaan tanah yang dianalogikan dengan
timbulnya penyakit yang tergantung pada keadaan pejamu. [7] Meskipun penyakit DBD
dapat menyerang segala usia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak lebih
rentan tertular berpotensi penyakit yang mematikan ini. Di daerah endemi, mayoritas
kasus penyakit DBD terjadi pada anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun.[6]

C. Vektor
Organisme yang dapat menularkan agens penyakit dari satu hewan ke hewan lain
atau ke manusia di sebut vektor.[8]Pada penularan DBD, penularan penyakit melalui
vektor penyakit berupa serangga. Dalam hal ini adalah nyamuk Aedes aegypti .Nyamuk
aedes agypti merupakan spesies nyamuk tropis dan sub tropis yang banyak ditemukan
antara garis lintang 35 derajat utara dan 35 derajat selatan. Nyamuk aedes agypti betina
merupakan vektor penyakit DBD yang paling efektifdan utama. Hal ini karena sifatnya
yang sangat senang tinggal berdekatan dengan manusia dan lebih senang menghisap
darah manusia, bukan darah hewan. Selain itu ada pula nyamuk Aedes scutellaris yang
dapat berperan sebagai vektor DBD tetapi kurang efektif.[6]
Nyamuk ini sangat menyukai tempat yang teduh dan lembap, suka bersembunyi di
bawah rindangan pohon, ataupun pada pakaian yang tergantung dan berwarna gelap.
Umumnya nyamuk ini menggigit pada waktu siang hari (pukul 09.00-10.00) atau sore
hari(pada pukul 16.00-17.00). Nyamuk ini akan bertelur 3 hari setelah menghisap darah
karena merupakan sarana untuk mematangkan telurnya. Dalam waktu kurang dari 8 hari,
telur tersebut sudah menetas dan berubah menjadi jentik-jentik larva dan akhirnya dan
sederhana menjadi nyamuk dewasa yang siap menggigit.[9]

D. Langkah Pemberantasan
Untuk memberantas demam berdarah, langkah tepat yang harus dilakukan adalah
memberantas sarang nyamuk. Diperlukan langkah yang jelas dan sederhana untuk
menumbuhkan sikap dan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.[10]
Berikut cara yang harus digalakan bersama baik pemerintah dan masyarakat untuk
memberantas Demam Berdarah.
D.1 Tiga M (3 M)

3 M adalah kepanjangan dari Menguras bak kamar mandi, Menutup tempat


penampungan Air dan Menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air untuk
membasmi jentik-jentik nyamuk di tempat perindukannya.
D.2 Fogging
Pengasapan atau fogging dilakukan untuk memberantas nyamuk dewasa dan
dilakukan di lokasi-lokasi yang tinggi laju kasus DBDnya. Indikasi fogging yang
ditetapkan WHO yaitu berdasarkan keganasan virulensi virus DBD, ada tambahan kasus
dua hingga tiga kasus, serta induk jentik lebih dari 5%.[11] Pengasapan (fogging) secara
massal bukanlah penyelesaian yang tepat karena nyamuk bertelur 200-400 butir per hari.
Bila hari ini disemprot lalu nyamuk mati, esoknya telah lahir nyamuk baru.[12]
D.3 Abatisasi
Teknik abatisasi ini lebih mudah dilaksanakan di bandingkan dengan fogging,
tujuannya agar kalau sampai telur nyamuk menetas , jentik nyamuk ini tidak akan
menjadi nyamuk dewasa. Semua TPA (Tempat Penampungan Air) yang ditemukan jentik
nyamuk aedes aegypti di taburi bubuk abate sesuai dengan dosis satu sendok makanan
peres(10 gram) abate untuk 100 liter air. Bubuk abate juga ditaburkan pada bak mandi.[13]
E. Pelayanan Kesehatan untuk Masyarakat[12]
Dalam

pelayanan

Kesehatan

perlu

adanya

menggerakkan

masyarakat

untuk

melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) Lewat 3M.


Seluruh instansi pemerintah terkait baik di pusat maupun si daerah perlu mengambil
langkah cepat untuk meredam kepanikan masyarakat sebagai berikut :
-

Pemberdayaan Masyarakat dengan mengaktifkan kembali (revitalisai)


Intensifikasi pengamatan (surveilans) penyakit DBD dan vektor yang di dukung oleh

fasilitas yang lebih memadai.


Merekrut warga masyarakat sebagai jumantik, memberantas sarang nyamuk secara

periodik, dan memberikan penyuluhan kesehatan.


Meningkatkan peran media massa dalam penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Demam Berdarah Dengue (KLB DBD)

Penutup

Untuk menekan laju kasus Demam Berdarah Dengue penting adanya untuk kembali
memperhatikan keseimbangan antara faktor-faktor terkait baik Lingkungan, Penyebar(dalam hal
ini agen dan vektor) juga Pejamu atau host. Lebih dari itu Pemerintah dan Masyarakat yang
terkait harus bekerja sama untuk menjaga keseimbangan antara ketiga faktor tersebut.

Daftar Pustaka

1. WHO. Demam berdarah dengue diagnosis,pengobatan, pencegahan dan pengendalian.


Edisi 3. Jakarta.EGC.2001:1.
2. Sarapsari J. Penyakit infeksi. Jakarta.Erlangga.2008:140.
3. Rampengan TH, Laurentz IR. Penyakit infeksi tropik pada anak. Jakarta. EGC. 2003:1357.
4. Widoyono.Penyakit tropis epidemiologi,penularan, pencegahan dan pemberantasannya.
Jakarta.2011:1-3
5. Mintoharjo S.Promosi Kesehatan teori dan aplikasinya.Jakarta.Rinexa Cipta.2009:29.
6. Ginanjar G.Apa yang dokter tidak katakan tentang DBD.Yogyakarta.B.First.2008:19.
7. Budiarto E, Anggraeni D.Epidemiologi.Ed 2. Jakarta. EGC. 2003:19.
8. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta. EGC.2001:15.
9. Hastuti SO. Demam Berdarah Dengue.Yogyakarta.Kanisius.2000:9.
10. Suharmiati,Handayani L. Tanaman Obat dan ramuan tradisional untuk DBD.Jakarta.Agro
media.2002:14.
11. Tapan E.Dokter Internet.Jakarta.Pustaka populer obor.2004:91.

Anda mungkin juga menyukai